Senja yang berada di belakang terkejut mendengar suara orang-orang ribut. Ia bergegas ke depan untuk melihat keadaan sang ibu. Tapi ia lebih terbelalak lagi saat menyaksikan Helen di hina oleh seorang perempuan yang lengannya ditahan Adam.
"Ada apa ini?" tanyanya bingung lalu ia melihat mamahnya yang menangis terisak-isak, "Apa yang anda perbuat kepada mamah saya."
"Mamah kamu yang salah, dia udah rebut Adam dari saya. Saya masih istrinya, istri sah nya." Kini Senja tahu Adam memang lelaki paling brengsek. Bisa-bisanya ia menikah dengan mamah Senja tapi masih berstatus sebagai suami orang, "Dasar pelakor,, Jangan pura-pura sok sedih kamu.. sok nangis!! Padahal kamu perempuan culas perebut suami orang."
"Cukup... cukup... cukup.. silakan anda bawa pergi laki-laki bajingan ini!! Dan Jangan pernah menginjakkan kaki di rumah saya lagi!! Ingat mamah saya nggak tahu kalau Adam masih punya istri karena si biadab ini menga
"Mamah, aku Atroya mah! Anak mamah." Helen terpaku sejenak ia sadar akan sesuatu. Atroya, nama yang diberikan Prasetya pada anak pertama mereka. Helen tertegun sejenak, yang ada di hadapannya ini adalah Atroya. Putra yang amat ia rindukan. Anak yang menjadi bunga di mimpi Helen. Ingin rasanya mendekap tubuh jangkung anaknya itu tapi teringat janjinya pada seseorang. Helen bergerak mundur, melempar sapunya ke sembarang arah lalu berlari masuk rumah. "Mamah... mamah... mamah!!" Troy berteriak sambil mengejar ibunya. Ia tak tahu apa kesalahannya sehingga Helen menghindar. Apa Troy dianggap orang asing yang berbahaya? Brakk Helen menutup pintu rumah rapat-rapat. Ia ketakutan, ancaman seorang kakek Troy bukan main-main. Harusnya Helen berterima kasih karena Troy sudah di besarkan dengan segala kemewahan dan tak kekurangan sesuatu apa pun. Helen tak ingin muluk-muluk, ia sudah sangat berterima kasih karena putra sulungny
Troy menegak alkoholnya lagi. Ia tak habis pikir, kenapa orang yang dikenalnya sebagai ibu yang sudah melahirkannya enggan menemui Troy. Ia bingung apa kesalahannya. Mana ada ibu yang tak menyayangi anaknya? Mana ada ibu yang tak peduli pada putranya. Troy lelah, harapannya memiliki keluarganya lagi tiba-tiba harus menguap ke udara. Ia putus asa. Mungkin memang benar, takdirnya adalah menjadi boneka sang kakek dan harus berjodoh dengan perempuan menyebalkan seperti Vivian. "Tuan, minum lagi? Minum tak baik untuk kesehatan." ujar Ismail yang melihat tuannya tengah memegang botol minuman. "Kenapa dia lari? Kenapa dia harus menghindariku? Apa salahku? Aku hanya ingin memeluknya, memanggilnya mamah. Merasakan bagaimana punya ibu, setidaknya aku tak merasa sendiri." "Ibu anda punya alasan untuk melakukan itu." Jawab kepala pelayannya singkat, Troy malah terkekeh ngeri. Alasan apa yang dapat membenarkan perlakuan ibunya. Ibunya malah
"Uhuk... uhuk... uhuk..." Senja membersihkan lantai dua bengkel suaminya. Tempat ini lumayan kotor maklum penghuni sebelumnya adalah para laki-laki yang minim menjaga kebersihan. Beruntung ruangannya cukup luas bisa di pakai untuk tidur, duduk atau sekedar belajar. Kalau kamar mandi ada di bawah, bersandingan dengan kamar mandi bengkel. "Loe yakin gak perlu gue panggilin jasa tukang bersih-bersih?" Tawaran Saga begitu menggiurkan tapi Senja menolaknya karena mereka harus belajar mandiri, hidup sendiri. Belajar bekerja sama dan menguatkan satu sama lain. "Gak usah, kamu bisa bantuin aku buat bersih-bersih kan? Angkat barang-barang." Lagi pula kalau mereka menyewa jasa tukang bersih-bersih akan memakan waktu dan menghabiskan uang. Memang uang Saga di ATM masih utuh belum tersentuh tapi itu uang hanya di gunakan saat darurat saja dan saat ini bukanlah saat genting sehingga uang itu harus di gunakan.
Senja baru saja akan mengangkat sendok sebelum Fara datang membawa semangkuk bubur ayam untuk bergabung makan siang dengannya. "Makan siang sama loe kayak gini bentar lagi jadi hal yang langka!" Ucapnya dengan nada suara yang dibuat sesedih mungkin. "Kenapa?" "Karena loe mau lulus dan gue belum lulus-lulus. Loe jadi kan wisuda akhir tahun?" Senja hanya tersenyum menanggapi muka kawannya yang di tekuk masam. "Jadi! Makanya loe cepet-cepet susulin gue. Yah siapa tahu kita bisa lulus barengan." Hal yang mustahil, Fara tahu kalau kekuatan otaknya dengan Senja berbanding terbalik. "Gak mungkin deh kayaknya. Dosen pembimbing gue itu sensi banget sama gue. Skripsi,baru sampai bab 1 muluk. Gak ada peningkatannya." Dengan kesal Fara mengaduk-aduk buburnya. Ia ingat kenapa dosen pembimbingnya bisa tak suka dengannya, karena Fara dulu sengaja mengerjai dosen itu dengan mengempiska
Di rumah Senja merasa tak nyaman. Di Cafe tempat kerjanya apalagi. Ia harus menghadapi Vano yang menunggunya di meja nomer 12. Kenapa laki-laki itu tak bosan mengganggunya, apa yang ia mau?. "Nja, kalau kamu gak nyaman biar aku suruh keamanan buat usir dia pergi". Tanya Arthur ketika melihat Senja ragu-ragu membawa nampan pesanan ber nomer 12. "Nggak kak, masalah buat di hadapi. Lagi pula dia juga pelanggan kita". Arthur tahu Senja itu dewasa. Awalnya ia merasa khawatir kini tak lagi. Pemilik Cafe, tempat Senja mencari nafkah itu mempercayai kalau Senja mampu menghadapi masalahnya. Atas dasar profesionalitas kerja. Ia mulai melangkahkan kaki. Senja tak akan takut, Devano harus di hadapi karena di hindari pun percuma. Laki-laki kurang ajar itu akan terus-menerus mengganggu hidupnya yang kini telah tenang. "Vano, ini pesanan kamu!" Senja meletakkan Taro milkshake dan juga Greentea lava cake tep
Saga tak tahu apa yang ia rasakan kini. Senangkah? Menyesalkah? Sedihkah? Yang jelas semuanya tercampur aduk. Ia benar-benar berhasil, Senja itu istrinya tapi ini semua juga salah. Karena terbawa emosi dan merasa bahwa Senja jadi menjauhinya . Saga kalap sampai melakukan hal di luar batas.Khilaf tapi ia melakukannya dengan sadar. Saga tak mabuk, sadar bercinta dengan istri. Bisa dikatakan bercint
"Ada apa kak?" "Oh ini, aku mau ngasih undangan sama kalian. Undangan pertunangan aku, Sabtu malam besok. Jangan lupa datang ya?" Senyum yang di miliki Farah seketika lenyap. Digantikan dengan ekspresi kecewa sekaligus nelangsa. "Pasti kak!" Senja yang menyahut sementara Farah hanya diam meratapi sakit hatinya. Kesadarannya belum juga terjaga karena terlalu mendramatisir hatinya yang patah. "Aku ke Arthur dulu. Dia ada di dalam kan?" "Iya kak, ada kok!!" Beberapa menit setelah Troy pergi, tangis Fara pecah. Bukan tangis tergugu tapi tangis yang meraung-raung. Mirip seorang gadis kecil yang kehilangan pita kesukaannya. "Hua... hua... hua... hua...." "Kok loe nangis kenceng banget sih?" "Tabok muka gue. Ini mimpi kan cuma mimpi!!" Farah dengan penuh kekesalan dan kecewa merebut kartu undangan yang berada di tangan Senja lalu membolak-baliknya sebelum menghempaskan benda itu ke meja. "Nama Troy ada disini d
Senja masih tak menyerah membujuk Fara untuk datang ke pesta pertunangan Troy. Tapi Farah malah berjongkok sambil mulutnya di tekuk masam. "Jauh, kita harus datang! Kak Arthur udah nungguin di luar. Gue gak enak sama dia!!" Senja menarik-narik tangan Farah untuk berdiri tapi kawannya itu masih enggan menurut. Ia ngotot berjongkok, malah seolah memaku tubuhnya dengan lantai. "Aku gak mau dateng, kamu gak ngrasain kan gimana perasaan aku. Coba misal Saga punya cewek lagi, sakit kan pasti?" Iya tentu sakit Senja sudah me