Saga ternyata semalam tidak pulang. Senja sedikit merasa khawatir. Khawatir kalau suaminya ketahuan Devi. Pada saat malam pertama mereka, Saga malah pergi ke arena balap. Mendengar suara motor Senja menajamkan telinganya. Ia bergegas turun ke bawah untuk menyambut suaminya. Bagaimanapun juga Saga itu suaminya walau belum ada rasa tapi dia punya kewajiban untuk berlaku baik.
Senja kira Saga akan lewat ruang tamu, nyatanya pria itu malah lewat pintu samping garasi yang melewati area dapur.
"Mau makan?" sapanya tiba-tiba, yang membuat jantung Saga merosot terjun.
Perempuan yang baru ia nikahi sehari sukses membuatnya kaget.
"Loe ngagetin gue. Gue kira gue ketahuan mamah."
Senja memejamkan mata sejenak. Ingat kata mamah atau ibu mertua. Membuatnya miris, memang benar adanya ibu mertua itu layaknya ibu tiri. Untunglah Devi kini pergi keluar.
"Mamah arisan."
"Syukur deh. Gue laper." Saga langsung menuju meja makan yang di atasnya tertutup tudung saji. Ada ayam dan juga sayur sop. Balapan serta nongkrong membuatnya kelaparan.
Tapi sebelum tangan Saga bergerak lincah. Senja lebih dulu mengambilkan suaminya piring dan juga mengisinya dengan nasi dan juga lauk. Saga sampai bergidik, seumur hidup ia hanya di layani pelayan bukan istri.
"Segini udah cukup?" Saga mengangguk kaku. Ia kira setelah ia duduk dan lahap makan. Senja akan pergi, tapi perempuan itu memilih duduk di sampingnya, Mengamatinya makan.
"Loe gak makan? "
"Udah tadi."
Keduanya hanya diam karena memang tak ada yang perlu di bicarakan. Senja malah memilih ujung taplak. Di pikirannya banyak yang ingin ia ungkap tapi kan apa bisa Saga menerima ucapannya.
"Van, bisa gak aku minta waktu buat kita ngomong cuma berdua."
"Ngomong aja." Kebetulan Saga juga sudah selesai makan.
"Ini soal pernikahan kita. Mau di bawa kemana ke depannya?"
"Kan lo sadar yang lo nikahin siapa? Jangan ngomongin serius tentang pernikahan. Gue pusing. Jalanin aja, kalau misal lo udah gak betah. Tenang aja kita bisa cerai baik-baik." Segampang itu ternyata jawabnya Saga. Jawaban yang entah mengapa membuat hati Senja resah. Ah ia lupa siapa yang telah ia jadikan suami. Pria berusia 22 tahun, masih labil, ketua genk, suka balapan, suka kabur dan seorang mahasiswa abadi. Mungkin berpisah jadi opsi lebih baik pada akhirnya dari pada harus di paksakan bersama.
🐀🐀🐀🐀🐀🐀🐼🐼🐼🐼🐼🐼🐼
"Bagus Senja, skripsi kamu udah sampai bab 3." Kata Pak Hardi, dosen pembimbingnya." Semoga tahun ini kamu bisa ikut wisuda."
"Amien Pak." Senja tersenyum. Kesempatannya menjemput gelar sarjana terbuka lebar. Ia akan memakai kebaya dan toga yang cantik. Rasanya tak sabar menanti hal itu terjadi.
Saat Senja keluar ruangan dan berjalan dengan gembira. Ia sampai tak menghiraukan orang yang berlalu lalang sambil mencuri memandangi wajah manisnya. Tanpa Senja sadari seseorang yang paling ia tak ingin temui sudah menunggu di depan ruangan kelas.
"Apa kabar Senja?"
"Vano". Senja sedang malas berdebat, ia memilih berbalik pergi. Toh ia tak mau jika moodnya yang baik akan berubah buruk.
"Senja, tolong kamu berhenti sebentar. Aku mau ngomong sesuatu!!" Senja tak berhenti, ia malah mempercepat langkah malah setengah lari. Rayuan Vano harus ia hindari. Cukup sekali ia di sakiti jangan ada lagi yang kedua kali.
"Aku minta maaf soal kesalahanku dulu!!" Dan ungkapan dengan suara keras itu membuat Senja berhenti seketika
"Aku udah memaafkan kamu, tapi melupakan perbuatanmu belum. Jadi aku mohon setelah ini sebaiknya kita gak usah ketemu." Senja memantapkan langkah untuk berbalik lalu berjalan cepat meninggalkan vano. Vano hanya masa lalu kelamnya. Vano hanya kisah cinta pertama yang gagal, berakhir meninggalkan luka dan membuatnya jera untuk jatuh cinta lagi.
Senja berjalan dengan tergesa-gesa sampai sapaan dari suaminya, Saga tak ia respon. Jadilah Saga seperti orang bodoh melambaikan tangan tanpa ditanggapi
"Haahhahahahah." Tawa menggema keluar dari kedua teman Saga, Angga dan gio
"Itu bini baru lo kan?"
"Katanya gak cantik kalau gak jadi pacar Saga tapi sama bininya dicuekin." Mereka berdua benar-benar puas melihat perlakuan Senja. Sekali-kali Saga perlu diberi pelajaran agar kepercayaaan Diri yang setingkat dewa itu luntur dan tidak mengaku sok tampan terus.
"Katanya bisa dapetin cewek manapun, sama bini sendiri gak dianggap. Jangan-jangan lo belum ngicipin malam pertama ya?" Sialan tebakan kedua temennya itu bener, muka Saga langsung berubah merah padam. Boro- boro malam pertama, tidur seranjang aja enggak.
"Ah cewek kayak Senja itu jinak-jinak merpati, kalo di luar jual mahal," ujar Saga sok playboy, sok tahu isi hati perempuan. "Kasih gue waktu satu sampai dua bulan buat bikin bini gue jatuh cinta."
Kedua temannya itu melirik sebentar ke arah Saga, "Haha Kayaknya Senja bukan cewek yang gampang didapetin deh."
"Halah semua cewek sama aja, dibaikin pasti juga bakal jatuh cinta. Berani taruhan?"
"Hati bukan mainan."
"Bilang aja loe berdua takut. Kalo gue gak berhasil bikin Senja jatuh cinta. Omset bengkel motor sama cucian motor setahun buat kalian semua. Gimana?" Mereka berpikir. Boleh juga omset bengkel kan akhir-akhir ini lumayan. Bagi Saga pemasukan bengkel cuma uang receh.
"Deal ya?? Loe gak boleh bohong loh". Saga menerima tantangan kedua temannya membuat istrinya jatuh cinta dalam kurun waktu 2 bulan.
"Tapi ati-ati van, loe nanti yang malah cinta beneran sama bini loe."
"Ya anggap aja bonus kalo gue beneran cinta. Masak nikah gak ada cinta, hambar dong." Ucapan Saga seperti gurauan tapi mengandung makna tersirat. Jatuh cinta adalah hal yang gak mungkin bagi Saga ... karena hatinya sudah penuh dengan nama satu orang Wanita dan wanita itu tak mungkin Saga miliki.
"Eh tapi kalau gue berhasil bikin Senja jatuh cinta. Gue dapet apa?"
"Dapet anaklah." Perkataan Gio langsung mendapat teloyoran dari Saga ... dari semua temennya cuma Gio yang otaknya paling mesum ..
"Kalo loe yang menang dibalik aja, loe dapet omset bengkel setahun."
"Nggak ah, kalo gue yang menang motor yang baru kalian rakit kemarin buat gue ya?".
Mendengar permintaan ketua genk mereka, kedua sahabatnya langsung melotot.
'' Bangke loe Ga, tuh motor kan mau kita modif, tega loe!!! ".
"Hahaha takut loe?? Itu sebanding sama omset bengkel. Deal ya? Jangan sampai kalian ingkar janji." Dengan terpaksa Gio dan Angga setuju. Motor lain bisa mereka rangkai, kalau omset setahun. Mereka bisa jalan sesukanya atau beli motor sederhana kalau mereka mau hemat.
********************
Atroya meneguk minuman beralkohol, ia mabuk. Setiap titik terendahnya ia selalu melampiaskan pada minuman keras. Kakeknya menginginkan Troy tampil sempurna tanpa cacat. Troy si pintar, Troy yang tak boleh kalah atau melakukan kesalahan, Troy yang terbaik. Jujur ia lelah, ia butuh sandaran. Dia juga hanya seorang manusia, butuh kasih sayang dan pelukan hangat seorang wanita. Harapan di peluk seorang wanita yang ia cinta Seketika musnah Ketika sang kakek berniat akan menjodohkannya, dengan Vivian m. Anak rekan bisnis kakek. bukannya Troy tak kenal Vivi ... kenal baik malah. Vivian hanya gadis manja yang hobi belanja dan clubbing. Tak cocok dengan cara pandang hidup yang dijalani Troy. Vivian jauh dari kata istri idaman Di saat ia sedih seperti ini,. Troy langsung ingat ibunya,,,, dan sangat merindukan sang adik Lala."Kenapa kalian tinggalin aku sendiri, Harusnya kalian juga bawa aku." Racau Troy sambil menangis memandangi foto usang milik keluarg
Jam baru menunjukkan pukul 5 pagi saat Saga membuka sedikit matanya. Ia menepuk ranjang sebelah, eh kok kosong. Senja ke mana? Matanya membuka sempurna, ia mencari sosok istrinya. Mata sayu Saga menangkap pemandangan yang indah. Seorang perempuan itu tengah bersujud sambil mengenakan mukena. Hati Saga bergetar hebat, ia si brengsek yang tak pernah ibadah bahkan lupa surat al fatehah. Mendapatkan istri solehah. Apa pantas? Saat Senja selesai menunaikan shalat subuh, Saga sudah duduk bersila di sampingnya. "Kok shalat gak ngajak ngajak? Gue kan pingin jadi imam!" "Besok aku bangunin kamu, habis aku gak pernah lihat kamu shalat." Sindir Senja telak. Saga juga lupa kapan terakhir dia shalat wajib. Eh Jumat kemarin ia juga shalat berjamaah di masjid kampus. "Balik tidur yuk, masih pagi juga." Jadi Saga enak, dia kan anak emas mamah Devi. Lah Senja cuma anak mantu, di sini statusnya cuma numpang idup. Gak boleh berbuat seenaknya.
Saga masih menemani Senja duduk di bangku pinggir jalan. Ia tak tega bila meninggalkannya dalam keadaan kalut seperti ini. Baru saja Saga menemaninya untuk mengambil motor tapi kabar tak sedap harus didengar oleh istrinya. Ibunya, Helen akan menikah dengan om-om mesum bernama Adam dua minggu lagi. "Mereka akan nikah sebentar lagi!! Aku gak suka apa aku mesti hancurin kebahagiaan mamah??" Gumamnya lirih tatapannya tertuju ke jalan kosong. Dalam benaknya pasti tak setuju tapi Senja hanya punya seorang ibu, ia ingin ibunya juga Bahagia. "Gimana ya stel, gue gak tahu tapi jujur lebih baik." Jawaban yang Benar meski kejujuran itu pahit harus kita ungkap. "Kamu, kalau mau kuliah,, kuliah aja. Aku gak apa-apa kok." Saga memang berat meninggalkan Senja di dalam keadaan kalut tapi mau gimana, ia juga punya urusan. "Gue tinggal, kalau ada apa-apa hubungin gue." Dia pamit pergi dan bergegas menaiki motor sportnya menuju bengkel. Karena ha
Bukan pandangan khawatir yang didapat Senja saat pulang atau sedikit keterkejutan mengingat keadaannya yang tak baik-baik saja tapi sebuah cibiran bahkan sindiran dari Devi, ibu mertuanya. Wanita itu bersedekap sambil Mengamati penampilan Senja dari ujung kaki sampai kepala."Dari mana kamu? Pulang kok bawa tongkat gini!! Kamu kenapa??" Tanyanya acuh tak acuh sambil mengikir kuku jarinya yang mulai memanjang. "Senja habis jatuh dari motor." Jawabnya tanpa berani menatap ibu mertuanya. "Hah?? Makanya Jangan sok-sokan mandiri naik motor kalau luka gini yang ngurus siapa?? Oh.... kamu mau bikin suami sama anak saya khawatir. Biar kamu dapet perhatian dari mereka. Lagian kamu kecelakaan naik motor siapa? Perasaan kamu tadi berangkat aja bareng Saga." "Saya ambil motor Di rumah mamah." Ucapnya lirih. Sebenarnya ia ingin Segera pergi dari pada mendengar ucapan mertuanya yang menusuk hati tapi merasa tak sopan kalau tib
“Mau pesan apa mas?” tanyanya pada seorang pelanggan laki-laki yang masih menutupi wajahnya dengan buku menu. “Senja?” Mata indah dan hitam Senja membesarkan pupil. Ia menatap penuh keterkejutan begitu melihat siapa laki-laki yang jadi pengunjung cafe, yang menempati meja 7. “Devano?” “Aku gak nyangka bisa ketemu kamu ,,, kamu kerja di sinj??” Devano mengamati mantan kekasihnya itu yang berpakaian putih hitam. Mirip pegawai yang baru di training.” Kebetulan banget aku langganan cafe ini!!” Kebetulan yang berubah jadi kesialan, umpat Senja dalam hati. “Mau pesan apa?” tanyanya ketus membuat senyum Devano yang mengembang lebar seketika sirna. Senja masih sama, bersikap tak ramah kepadanya. “Pesen, thai tea sama lava chocolate satu.” Gadis mantan kekasih Devano itu cepat cepat mencatat pesanannya. “Tunggu sebentar!!” "Nja, bisa kita Bicara dulu?” “Maaf, aku lagi kerja.” Begit
“Sialan, katanya kalian tawuran sama gengnya Troy. Mana??” Kawan-kawannya hanya terbahak sambil membetulkan mesin motor mereka. “Hehehe, kita Cuma ngibul. Lah loe aneh akhir -akhir ini, gak ngumpul-ngumpul lagi. Kenapa apa dikekepin sama bini loe Gak boleh pergi -pergi.” Ledek Angga penuh dengan nada sindiran. “Syetan loe semua!!” “Van, Jangan ngambek kayak anak-anak dong.” Tanpa mau mendengarkan alasan teman-teman gengnya, ia pilih menenangkan diri. Mengambil jarak dari mereka lalu mengeluarkan sebatang rokok lalu menghisapnya. “Hai,,, Van. Kok sendirian aja??” Sapa seorang pemuda sambil menepuk lengan Saga dengan keras. “Eh loe no,,, kirain siapa? Tumbenan lo kesini, tugas tugas kampus udah lo kelarin.” Devano yang mendengar pertanyaan dari Saga yang penuh nada sindiran dan cibiran hanya tersenyum sedikit. “Jangan mulai deh,bagi rokok loe sebata
Hari ini hari bahagia untuk mamah Senja, Helen dan Adam akan melaksanakan ijab kabul. Helen yang memakai kebaya putih sedang didandani. Senyum bahagia tak lepas dari bibirnya, baru kali ini Senja melihat mamahnya begitu senang, sesekali ia menyalami tamu yang datang mengucapkan selamat. "Kamu senang dengan pernikahan mamah kamu?" tanya Saga yang menemani Senja menyambut tamu. "Ada alasan aku harus gak bahagia?" tanyanya balik dengan sedikit sewot. Hari ini Senja begitu cantik dengan make up natural dan kebaya berwarna biru laut. "Ituh orang yang sebentar lagi jadi ayah kamu udah datang." Mereka melihat rombongan Adam masuk ke halaman rumah Senja. "Kamu tenang aja selama ada aku, dia gak akan berani macam-macam atau deketin kamu." "Kamu apaan sih!! Aku panggil mamah dulu udah selesai dandan apa belum?" Senja bergegas pergi memanggilkan Helen dan Saga dengan muka di tekuk masam meny
Senja yang berada di belakang terkejut mendengar suara orang-orang ribut. Ia bergegas ke depan untuk melihat keadaan sang ibu. Tapi ia lebih terbelalak lagi saat menyaksikan Helen di hina oleh seorang perempuan yang lengannya ditahan Adam. "Ada apa ini?" tanyanya bingung lalu ia melihat mamahnya yang menangis terisak-isak, "Apa yang anda perbuat kepada mamah saya." "Mamah kamu yang salah, dia udah rebut Adam dari saya. Saya masih istrinya, istri sah nya." Kini Senja tahu Adam memang lelaki paling brengsek. Bisa-bisanya ia menikah dengan mamah Senja tapi masih berstatus sebagai suami orang, "Dasar pelakor,, Jangan pura-pura sok sedih kamu.. sok nangis!! Padahal kamu perempuan culas perebut suami orang." "Cukup... cukup... cukup.. silakan anda bawa pergi laki-laki bajingan ini!! Dan Jangan pernah menginjakkan kaki di rumah saya lagi!! Ingat mamah saya nggak tahu kalau Adam masih punya istri karena si biadab ini menga
Kejutan selalu terjadi tapi tawa khas Regan dan suara seorang perempuan yang ia tak kenali. Mempercepat langkah Senja untuk mencapai rumah. Ia penasaran saja karena biasanya dia kan yang jemput Regan di rumah Bibik Ratmi."Ini apa sayang?""Ni obot..." Regan membawa sebuah robot transformer besar yang dapat berubah jadi mobil. Robot itu harganya lumayan mahal. Senja bisa membelinya tapi kan sayang, uangnya cuma beli buat mainan. Di sebelah Regan terdapat berbagai macam mainan, gak cuma satu tapi banyak. Ada mobil remot, bis tayo, pistol yang menyala dan mainan canggih lainnya."Mamah?" sapa Senja yang sudah berdiri di hadapan kedua orang yang berbeda generasi itu."Eh.. kamu sudah pulang?" Senja mencium tangan Devi. Bagaimana buruknya perlakuan mertuanya di masa lalu tapi kini wajah tak suka serta tatapan muak milik Devi tak terlihat lagi. Mungkin jarak yang membuat wanita paruh baya ini terasa kangen."Udah mah. Mamah kapan sampainya?""Tad
Saga pada akhirnya tahu hal ini akan terjadi. Senja dengan otak pintar, serta nilai IP tinggi. Tak akan sulit mendapatkan pekerjaan yang bagus. Ibu dari Regan itu kini sudah di terima sebagai apoteker di sebuah rumah sakit besar di Semarang. Melihat istrinya berseragam hijau muda, ia jadi pangling sekaligus bangga. Istrinya itu akan berangkat jam tujuh lalu pulang jam tiga siang. Ia merasa kasihan pada Regan yang masih butuh asupan ASI."Aku merasa minder. Penghasilanku gak lebih besar dari gajimu." Senja menengok ke arah sang suami sambil menggendong Regan. Ia pernah bahas ini berkali-kali, tak apa jika terjadi perbedaan penghasilan di antara mereka."Aku udah bilang, kita kan bisa sharing kebutuhan rumah tangga sama-sama. Jangan berdebat lagi masalah uang. Aku gak suka Van. Uangku, uang kamu juga." Saga merasa dunia terasa terjungkir balik. Dulu yang bukan masalah, kini malah jadi perdebatan besar. Harusnya dari dulu ia tak menyia-nyiakan masa muda. Senja begitu pint
Saga panik ketika tengah malah istrinya mengalami kontraksi. Maklum lah mereka hanya berdua saja di kota ini. Tak ada yang mereka bisa mintai tolong kecuali Ratmi. Ibu pemilik rumah. Senja di antar ke bidan dengan naik mobil pick up. Selama di perjalanan, Senja banyak meringis kesakitan dan terus menyebut mamanya."Mas, apa gak sebaiknya menghubungi mamanya mbak Senja. Atau masih hubungi keluarganya." Ragu menyergap. Selama ini Helen dan Senja tak putus kontak. Tapi ia benar-benar takut jika Troy tahu, dan memaksa membawa sang istri pergi."Iya bik, mungkin besok mamanya baru datang." jawabnya bohong. Senja sudah sampai di pembukaan sepuluh dan siap untuk melahirkan. Saga menunggu di luar Karena tak tega mendengar Senja berteriak dan mengerang kesakitan. Andai bisa, ia mau menggantikan sang istri di dalam sana."Oek... oek... oek..."Suara tangis kencang seorang bayi menggema. Saga tahu anaknya telah lahir dengan selamat. Ia sendiri tak tahu jenis kelamin
Dara menarik nafas, menyiapkan diri lalu banyak berdoa. Ia berjalan mondar-mandir dan penuh was-was. Troy itu kalau ngamuk menakutkan bahkan mungkin sampai bisa memukulnya. Bel berbunyi, ini sudah jam 5 sore. Biasanya pria itu akan pulang jam segini."Troy?" Dara berlaku baik, ia meraih tas Troy lalu menyuruh laki-laki itu masuk dan membuka alas kaki. "Kamu udah makan? Mau aku siapin air panas?""Mana Senja?" Dara kira perhatiannya bisa mengalihkan pikiran pria ini dari sang adik."Begini..." lambat laun juga akan ketahuan, tapi lebih baik Dara mengarang cerita. "Senja kabur dari apartemen. Dia di bawa Saga."Tentu saja Dara takut. Ia bilang dengan nada yang di buat lirih Nan lembut namun tetap saja amarah Troy tak sapat di antisipasi. Pria itu malah mencengkeram lengannya keras menuntut sebuah alasan logis. "Gimana adik gue bisa kabur? Ada dua bodyguard yang gue suruh jaga!!""Aku gak tahu. Tapi dia yang rela pergi sama suaminya atas kemauan sendi
Senja tak bisa bimbang lagi. Keputusannya sudah bulat. Ia memilih pergi. Troy memang satu-satunya saudara yang ia miliki tapi ia sadar jika hakekatnya tanggung jawab saudara laki-laki terputus ketika saudara perempuannya telah menikah. Sekarang Saga imannya. Tak peduli jika ke depannya akan menderita atau Saga yang tak kunjung mencintainya. Senja hanya berusaha taat pada agama yang ia anut. “Udah siap kan? Aku udah hubungi Saga. Dia bakal ke sini dan soal penjaga tenang aja. Aku udah kasih obat tidur ke minuman mereka. Paling sebentar lagi mereka tidur.” Dara membantu Senja kabur, masalah Troy ia pikir belakangan. “Tapi gimana sama kamu nanti? Kak Troy bakal marah.” Dara menepuk-nepuk bahu Senja, membiarkan adik Troy itu tenang. “Semarah-marahnya Troy, dia gak mungkin mukul aku kan?” Dara tersenyum was-was. Ia pernah di amuk Troy ketika kalah dan rasanya tak enak. Ia juga pernah kena tampar karena bertemu Vivian. “Ya udah, aku pamit. Kamu baik-baik aj
Dara dan Senja ter jingkat kaget saat pintu apartemen di tutup dengan kasar oleh Troy. Pandangan Dara dan Senja bertemu. Ada rasa tak enak yang menyergap. “Sorry Ra, aku gak bermaksud mempersulit kamu.” Dara paham namun secara tidak langsung ia juga ikut andil dalam kekacauan ini. “Gak apa-apa. Troy lagi marah suka ngambil keputusan seenaknya.” Dara mendekat, mengelus pundak Senja pelan. “Aku bakal sedih kalau kamu pindah. Aku gak ada temen lagi deh.” “Aku mau pulang ke rumah mamah.” Dara ikut sedih jika Senja terpasung. Troy memang kakak Senja tapi di tak ada hak atas hidup wanita ini. Apalagi Senja punya wali sah yaitu suaminya. “Kalau Troy lagi emosi gini. Jangan di lawan. Kita bisa ngomong pelan-pelan tapi nanti.” Kalau sudah begitu Senja hanya bisa memejamkan mata dan mengurut pelipisnya. Tindakan Troy terlalu jauh. Dia bukan anak kecil yang harus di awasi segala sisi. Senja sudah dewasa bisa mengambil yang baik serta benar untukny
Sebelum makan mereka pergi jalan-jalan ke taman dan juga ke suatu tempat yang mengejutkan Senja ketika sampai. “Ke rumah sakit?” “Iya, aku mau lihat perkembangan anak kita.” Senja memejamkan mata. Ia lupa, belum pernah sekali pun memeriksakan sang anak pada dokter kandungan. Untung saja sang suami mengingatkan. “Gak apa-apa kan setelah ini baru kita makan?” “Gak apa-apa.” Bolehkah kali ini Senja merasa terharu karena perhatian sang suami. Ia merasa tak apa kalau cinta Saga bukan untuknya, asal anaknya mendapat kasih sayang penuh dari sang ayah. “Usia kandungannya udah masuk delapan minggu. Lihat kantung janin sudah terbentuk. Janinnya sehat, tekanan darah ibunya normal. Masih sering mual atau muntah?” tanya dokter kandungan yang tengah menangani Senja. “Alhamdulillah selama hamil gak pernah ngalamin itu. Pas hamil juga gak sadar, sebelum akhirnya pingsan.” Dokter perempuan itu hanya mengulum senyum tipis lalu menyuruh sang asisten membersihkan perut S
“GA, kamu gak boleh gegabah mengambil keputusan.” Kemarin mamanya yang bertandang kini sang kepala keluarga. Kenapa kedua orang tuanya begitu ngotot memintanya untuk menceraikan Senja. “Kalau masalah anak. Itu gampang. Kita bisa ngambil dia setelah lahir.” “Papah sadar ngomong kek gituh? Papah punya anak juga. Apa jadinya kalau aku dulu Cuma di asuh papah dan gak punya mamah.” Hermawan diam seribu bahasa. Anggap saja ia egois. Tawaran saham itu begitu menggiurkan. Hingga ia rela mendepak sang menantu yang tengah hamil. “Seratus persen saham perusahaan kita akan jadi milik kita. Kamu gak usah membagikan dengan siapapun.” Itulah tujuan awal pernikahannya dengan Senja. Agar saham perusahaan yang ayahnya pegang tak berpindah ahli waris. Namun ayahnya terlalu serakah. Ingin memiliki semuanya sendiri. “Papah tahu kamu udah gak betah kan dengan pernikahan ini!” “Papah salah, demi apa pun aku akan mempertahankan Senja dan anakku. Lebih baik papah bawa pergi surat cer
Namun Senja dapat bernafas lega ketika sang kakak tak ada. Syukurlah perang tanding bisa di tunda dulu. Saga ternyata gigih, sampai berani mengikutinya ke ruangan Wisnu di rawat. "Kamu di luar aja." "Aku kan mau jenguk, sekalian datang sebagai cucu mantu." Senja yang memegang engsel pintu, memundurkan kepalanya sambil mengernyit jijik. Cucu mantu? Itu bahkan akan jadi mantan. "Ya udah tapi diem." Senja menempelkan telunjuknya di atas bibir di sertai pelototan galak. Saga merapikan pakaiannya sebelum bertemu Wisnu. "Ma... u apa ka... mu... ke sini!!" Astaga sudah stroke separuh badan tetap saja galak. Senja waspada karena tahu, kadar benci sang kakek pada ibunya dan juga dirinya. "Kita mau jenguk kakek." jawab Saga enteng. "Gak... per... lu!!" Aduh ngomong aja udh ngumpulin nafas masih aja gengsi sambil membuang muka. "Per... gi... kalian!! Per... gi!! Ke sini datang baik-baik kok perlakuan kakek Senja kasar. Untunglah Saga tak membawa