“Mau pesan apa mas?” tanyanya pada seorang pelanggan laki-laki yang masih menutupi wajahnya dengan buku menu.
“Senja?” Mata indah dan hitam Senja membesarkan pupil. Ia menatap penuh keterkejutan begitu melihat siapa laki-laki yang jadi pengunjung cafe, yang menempati meja 7.
“Devano?”
“Aku gak nyangka bisa ketemu kamu ,,, kamu kerja di sinj??” Devano mengamati mantan kekasihnya itu yang berpakaian putih hitam. Mirip pegawai yang baru di training.” Kebetulan banget aku langganan cafe ini!!” Kebetulan yang berubah jadi kesialan, umpat Senja dalam hati.
“Mau pesan apa?” tanyanya ketus membuat senyum Devano yang mengembang lebar seketika sirna. Senja masih sama, bersikap tak ramah kepadanya.
“Pesen, thai tea sama lava chocolate satu.” Gadis mantan kekasih Devano itu cepat cepat mencatat pesanannya.
“Tunggu sebentar!!”
"Nja, bisa kita Bicara dulu?”
“Maaf, aku lagi kerja.” Begit
“Sialan, katanya kalian tawuran sama gengnya Troy. Mana??” Kawan-kawannya hanya terbahak sambil membetulkan mesin motor mereka. “Hehehe, kita Cuma ngibul. Lah loe aneh akhir -akhir ini, gak ngumpul-ngumpul lagi. Kenapa apa dikekepin sama bini loe Gak boleh pergi -pergi.” Ledek Angga penuh dengan nada sindiran. “Syetan loe semua!!” “Van, Jangan ngambek kayak anak-anak dong.” Tanpa mau mendengarkan alasan teman-teman gengnya, ia pilih menenangkan diri. Mengambil jarak dari mereka lalu mengeluarkan sebatang rokok lalu menghisapnya. “Hai,,, Van. Kok sendirian aja??” Sapa seorang pemuda sambil menepuk lengan Saga dengan keras. “Eh loe no,,, kirain siapa? Tumbenan lo kesini, tugas tugas kampus udah lo kelarin.” Devano yang mendengar pertanyaan dari Saga yang penuh nada sindiran dan cibiran hanya tersenyum sedikit. “Jangan mulai deh,bagi rokok loe sebata
Hari ini hari bahagia untuk mamah Senja, Helen dan Adam akan melaksanakan ijab kabul. Helen yang memakai kebaya putih sedang didandani. Senyum bahagia tak lepas dari bibirnya, baru kali ini Senja melihat mamahnya begitu senang, sesekali ia menyalami tamu yang datang mengucapkan selamat. "Kamu senang dengan pernikahan mamah kamu?" tanya Saga yang menemani Senja menyambut tamu. "Ada alasan aku harus gak bahagia?" tanyanya balik dengan sedikit sewot. Hari ini Senja begitu cantik dengan make up natural dan kebaya berwarna biru laut. "Ituh orang yang sebentar lagi jadi ayah kamu udah datang." Mereka melihat rombongan Adam masuk ke halaman rumah Senja. "Kamu tenang aja selama ada aku, dia gak akan berani macam-macam atau deketin kamu." "Kamu apaan sih!! Aku panggil mamah dulu udah selesai dandan apa belum?" Senja bergegas pergi memanggilkan Helen dan Saga dengan muka di tekuk masam meny
Senja yang berada di belakang terkejut mendengar suara orang-orang ribut. Ia bergegas ke depan untuk melihat keadaan sang ibu. Tapi ia lebih terbelalak lagi saat menyaksikan Helen di hina oleh seorang perempuan yang lengannya ditahan Adam. "Ada apa ini?" tanyanya bingung lalu ia melihat mamahnya yang menangis terisak-isak, "Apa yang anda perbuat kepada mamah saya." "Mamah kamu yang salah, dia udah rebut Adam dari saya. Saya masih istrinya, istri sah nya." Kini Senja tahu Adam memang lelaki paling brengsek. Bisa-bisanya ia menikah dengan mamah Senja tapi masih berstatus sebagai suami orang, "Dasar pelakor,, Jangan pura-pura sok sedih kamu.. sok nangis!! Padahal kamu perempuan culas perebut suami orang." "Cukup... cukup... cukup.. silakan anda bawa pergi laki-laki bajingan ini!! Dan Jangan pernah menginjakkan kaki di rumah saya lagi!! Ingat mamah saya nggak tahu kalau Adam masih punya istri karena si biadab ini menga
"Mamah, aku Atroya mah! Anak mamah." Helen terpaku sejenak ia sadar akan sesuatu. Atroya, nama yang diberikan Prasetya pada anak pertama mereka. Helen tertegun sejenak, yang ada di hadapannya ini adalah Atroya. Putra yang amat ia rindukan. Anak yang menjadi bunga di mimpi Helen. Ingin rasanya mendekap tubuh jangkung anaknya itu tapi teringat janjinya pada seseorang. Helen bergerak mundur, melempar sapunya ke sembarang arah lalu berlari masuk rumah. "Mamah... mamah... mamah!!" Troy berteriak sambil mengejar ibunya. Ia tak tahu apa kesalahannya sehingga Helen menghindar. Apa Troy dianggap orang asing yang berbahaya? Brakk Helen menutup pintu rumah rapat-rapat. Ia ketakutan, ancaman seorang kakek Troy bukan main-main. Harusnya Helen berterima kasih karena Troy sudah di besarkan dengan segala kemewahan dan tak kekurangan sesuatu apa pun. Helen tak ingin muluk-muluk, ia sudah sangat berterima kasih karena putra sulungny
Troy menegak alkoholnya lagi. Ia tak habis pikir, kenapa orang yang dikenalnya sebagai ibu yang sudah melahirkannya enggan menemui Troy. Ia bingung apa kesalahannya. Mana ada ibu yang tak menyayangi anaknya? Mana ada ibu yang tak peduli pada putranya. Troy lelah, harapannya memiliki keluarganya lagi tiba-tiba harus menguap ke udara. Ia putus asa. Mungkin memang benar, takdirnya adalah menjadi boneka sang kakek dan harus berjodoh dengan perempuan menyebalkan seperti Vivian. "Tuan, minum lagi? Minum tak baik untuk kesehatan." ujar Ismail yang melihat tuannya tengah memegang botol minuman. "Kenapa dia lari? Kenapa dia harus menghindariku? Apa salahku? Aku hanya ingin memeluknya, memanggilnya mamah. Merasakan bagaimana punya ibu, setidaknya aku tak merasa sendiri." "Ibu anda punya alasan untuk melakukan itu." Jawab kepala pelayannya singkat, Troy malah terkekeh ngeri. Alasan apa yang dapat membenarkan perlakuan ibunya. Ibunya malah
"Uhuk... uhuk... uhuk..." Senja membersihkan lantai dua bengkel suaminya. Tempat ini lumayan kotor maklum penghuni sebelumnya adalah para laki-laki yang minim menjaga kebersihan. Beruntung ruangannya cukup luas bisa di pakai untuk tidur, duduk atau sekedar belajar. Kalau kamar mandi ada di bawah, bersandingan dengan kamar mandi bengkel. "Loe yakin gak perlu gue panggilin jasa tukang bersih-bersih?" Tawaran Saga begitu menggiurkan tapi Senja menolaknya karena mereka harus belajar mandiri, hidup sendiri. Belajar bekerja sama dan menguatkan satu sama lain. "Gak usah, kamu bisa bantuin aku buat bersih-bersih kan? Angkat barang-barang." Lagi pula kalau mereka menyewa jasa tukang bersih-bersih akan memakan waktu dan menghabiskan uang. Memang uang Saga di ATM masih utuh belum tersentuh tapi itu uang hanya di gunakan saat darurat saja dan saat ini bukanlah saat genting sehingga uang itu harus di gunakan.
Senja baru saja akan mengangkat sendok sebelum Fara datang membawa semangkuk bubur ayam untuk bergabung makan siang dengannya. "Makan siang sama loe kayak gini bentar lagi jadi hal yang langka!" Ucapnya dengan nada suara yang dibuat sesedih mungkin. "Kenapa?" "Karena loe mau lulus dan gue belum lulus-lulus. Loe jadi kan wisuda akhir tahun?" Senja hanya tersenyum menanggapi muka kawannya yang di tekuk masam. "Jadi! Makanya loe cepet-cepet susulin gue. Yah siapa tahu kita bisa lulus barengan." Hal yang mustahil, Fara tahu kalau kekuatan otaknya dengan Senja berbanding terbalik. "Gak mungkin deh kayaknya. Dosen pembimbing gue itu sensi banget sama gue. Skripsi,baru sampai bab 1 muluk. Gak ada peningkatannya." Dengan kesal Fara mengaduk-aduk buburnya. Ia ingat kenapa dosen pembimbingnya bisa tak suka dengannya, karena Fara dulu sengaja mengerjai dosen itu dengan mengempiska
Di rumah Senja merasa tak nyaman. Di Cafe tempat kerjanya apalagi. Ia harus menghadapi Vano yang menunggunya di meja nomer 12. Kenapa laki-laki itu tak bosan mengganggunya, apa yang ia mau?. "Nja, kalau kamu gak nyaman biar aku suruh keamanan buat usir dia pergi". Tanya Arthur ketika melihat Senja ragu-ragu membawa nampan pesanan ber nomer 12. "Nggak kak, masalah buat di hadapi. Lagi pula dia juga pelanggan kita". Arthur tahu Senja itu dewasa. Awalnya ia merasa khawatir kini tak lagi. Pemilik Cafe, tempat Senja mencari nafkah itu mempercayai kalau Senja mampu menghadapi masalahnya. Atas dasar profesionalitas kerja. Ia mulai melangkahkan kaki. Senja tak akan takut, Devano harus di hadapi karena di hindari pun percuma. Laki-laki kurang ajar itu akan terus-menerus mengganggu hidupnya yang kini telah tenang. "Vano, ini pesanan kamu!" Senja meletakkan Taro milkshake dan juga Greentea lava cake tep