Home / Urban / Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta / Bab 3 : Rumah Megah Keluarga Ananta

Share

Bab 3 : Rumah Megah Keluarga Ananta

Author: Yooraphile
last update Last Updated: 2023-02-01 23:19:45

Kesepakatan yang dicapai antara Lona dan Sabrina akhirnya menghantar putri Batara ke kediaman megah keluarga besar Ananta. Atas saran yang diberikan Sekar padanya, Lona akhirnya menyetujui permohonan Sabrina untuk mengisi peran kembarannya di dalam keluarga Ananta.

Sebelumnya, Sabrina menawarkan dua pilihan padanya. Kalau nanti dia memutuskan untuk hidup sebagai bagian dari Ananta. Segala hak yang Sabrina miliki sebelumnya akan menjadi milik Lona, sementara Sabrina akan tinggal bersama Sekar. Namun, apabila Lona memilih untuk pulang setelah Sabrina melahirkan, Sabrina berjanji akan membantu untuk membiayai biaya hidup mereka.

Di permulaan, opsi kedua menjadi pilihan Lona. Lona merasa, mau bagaimana pun, dia tidak pernah menyesali nasibnya yang hidup sederhana bersama Sekar. Apa pun yang terjadi, dia akan tetap ingin bersama Sekar. Sabrina Ananta pun tidak keberatan dengan pilihan Lona. Kembarannya itu juga akan menerima keputusan Lona kalau-kalau suatu saat dia berubah pikiran.

"Nyonya Besar ada di ruang santai lantai bawah, Non Sabrina."

Lona baru saja tiba di kediaman keluarga Ananta. Setelah tiga kali memencet bel, pintu besar nan megah itu terbuka menampilkan salah seorang seorang asisten rumah tangga.

"Bibi kasih taruh ini dulu di dalam kamar Non."

Dalam kurun waktu kurang dari dua minggu, dia dan Sabrina sudah menyusun skenario, tidak lupa menjabarkan segala macam hal tentang keluarga Ananta termasuk denah ruangan dan nama serta foto anggota keluarga. Untungnya Lona memiliki daya ingat yang kuat, jadi wanita itu tidak terlalu kesulitan untuk mengenali asisten rumah tangga yang kini tengah menyambutnya.

"Bi Yah perlu bantuan tidak?" Lona menawarkan diri untuk membantu lantaran melihat wanita empat puluhan itu sedikit kesusahan.

"Tidak perlu, Non. Bibi kuat, kok!"

Lona terkekeh kecil melihat bibi Niyah mengangkat satu tangan seakan bergaya memamerkan ototnya. Wanita paruh baya tersebut kemudian melanjutkan langkahnya.

'Setibanya di sana, hadapi Oma dengan tenang. Jangan terlalu khawatir, Lona. Meski pembawaannya tampak garang, Oma baik padaku.'

Lona mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskan secara perlahan. Tungkainya kemudian bergerak maju, mengambil langkah sebagai Sabrina Ananta yang kembali pulang ke kediaman keluarganya.

Selepas melewati kedua buah tangga di tengah ruangan, Lona mengarahkan kepalanya ke ruangan di sebelah kanan. Di situ manik hitam Lona mendapati seorang wanita tua sedang duduk tenang. Bertengger di matanya sebuah kacamata yang berfungsi mempermudah pengelihatannya, sementara itu kedua tangannya memegang sebuah majalah tanah air terbitan bulan ini. Wanita tua itu begitu fokus pada kegiatannya sampai-sampai tak menyadari kehadiran eksistensi lain di ruangan yang sama.

Lona menggenggam tangannya, berusaha mengalahkan rasa gugup dan takut.

"Oma."

Suaranya mengalun halus. Untung saja nyonya besar Ananta mendengar. Wanita tua itu segera mengalihkan perhatiannya pada majalah di tangan. Matanya melebar mendapati kehadiran seorang perempuan muda yang berjalan mendekatinya.

"Sabrina!"

Lona tersenyum. Diberinya kecupan di kedua pipi wanita tua itu, lalu duduk di sebelahnya.

"Kenapa tidak bilang mau pulang hari ini?!"

"Surprise!" Lona mengakhiri kalimatnya dengan cengiran.

"Kamu ini bandel sekali! Apa kamu memberitahu Saudara atau Paman dan bibimu kalau kamu mau pulang hari ini?"

Lona menggeleng polos. "Tidak, Oma."

Lusiana Ananta menatap geram cucunya. "Kan sudah Oma bilang, kenapa tidak mendengar, sih! Kalau mau pulang kabari Oma!"

"Oma, sudahlah. Tidak usah begini. Mereka semua pasti sibuk. Jadi aku memilih untuk pulang tanpa memberitahu siapa-siapa. Sabrina minta maaf, deh. Jangan marah, yah." Lona tidak lagi perlu berpikir untuk membalas kalimat Lusiana sebab jawaban ini ada dalam skenario yang dibuat Sabrina.

Lusi membuang napas kasar. "Kau sudah makan siang?"

"Sudah, Oma. Aku sudah makan siang sebelum berangkat ke sini."

"Pergilah ke atas. Istirahat di kamarmu. Malam nanti kita akan makan malam bersama. Dimas, Jordan dan bibimu juga sudah lama tidak bertemu Oma."

Seketika Lona tertegun, menyadari masih banyak anggota keluarga yang harus dia hadapi.

"Tunggu apa lagi? Memangnya kau tidak cape?"

■⁠-⁠■-⁠■

Pupil mata Lona melebar mengamati setiap detail kamar tidur bergaya neoklasik. Kamar tidur ini tampak sangat berkelas dan luas, dari interiornya pun terkesan glamor namun tidak terlalu berlebihan, cocok dengan pengaplikasian warna putih, krem muda, dan corak perak yang mewarnai ruangan ini.

Untuk yang kesekian kalinya Lona dibuat takjub dengan rumah ini. Rasa-rasanya semua ini terlalu berlebihan untuk dirinya yang hidup sangat sederhana di kampung halaman.

Hidup dengan keadaan seperti ini seharusnya terasa menyenangkan. Uang menunjang kehidupan menjadi lebih mudah. Pastilah tidak perlu repot-repot memikirkan pada siapa mereka harus meminjam uang di masa kritis.

Lona tak habis pikir pada Sabrina. Hidupnya padahal sudah nyaman. Masa depannya bahkan terjamin, dikuliahkan di kampus ternama, pun tidak perlu memikirkan bagaimana keluarganya akan membayar uang semester dan biaya hidupnya, tetapi wanita itu malah memilih untuk hidup sebebasnya, terlalu bebas sampai-sampai datang kepadanya.

Lona melangkah mendekati ranjang, kemudian mendaratkan bokongnya di sana. Sebuah benda mengambil seluruh atensi Lona. Lama memaku sebuah bingkai kecil di atas nakas.

"Jadi ini Mama dan Papa?" Tangannya mengelus kedua wajah orang dewasa yang tak pernah sekali pun ia lihat.

Seharusnya figur Lona kecil ada di dalam sana, duduk senyum di sebelah Sabrina, dirangkul oleh ibu dan ayah, tapi pada kenyataannya hanya ada Sabrina di sana. Sendirian.

■⁠-⁠■-⁠■

"Non."

Terlalu fokus pada beberapa figur-figur wajah di dalam frame membuat Lona terkejut dengan kehadiran bibi Niyah yang tidak disadarinya.

"Kenapa malah di sini? Ayo turun. Sebentar lagi waktunya makan malam."

"Oh , iya," lirihnya. "Aku jadi lupa gara-gara mampir ke sini dulu. Kalau begitu, ayo, Bi!"

Lona dan Niyah melangkah turun ke lantai dasar. Sebetulnya Lona sudah bersiap sejak tadi. Penampilannya sudah rapi dengan dress pendek berwarna biru muda dan sapuan rias tipis di wajah. Namun, tungkainya memang sengaja dia arahkan ke ruang santai sayap kanan rumah. Hitung-hitung menghindari basa-basi kalau dia terlalu dini duduk di meja makan. Jujur saja Lona merasa cemas dan takut kalau aktingnya sebagai Sabrina kurang meyakinkan.

"Non Sabrina sudah turun." Seorang kepala pelayan berujar ketika ia memasuki ruang makan.

Lona memilih untuk duduk di sebelah kakak sepupu yang dia yakini bernama Salsabila Ananta. Putri bungsu dari anak pertama keluarga Ananta. Acha panggilannya.

"Sudah lama tidak melihatmu, Brina." Senyum manis Acha menyambut kedatangannya. Respon yang sama diberikan oleh Lona pada sepupunya tersebut.

"Den Morris sudah tiba."

Seorang laki-laki muncul bersamaan dengan kalimat yang diucapkan kepala pelayan. Menyerahkan sebuah jas hitam beserta dasi pada salah seorang asisten rumah tangga yang sempat ia panggil sebelum melangkah ke ruang makan. Lelaki bernama Morris itu kemudian membaur di meja makan, duduk di seberang Lona, tepat di samping Jordan.

"Maaf sedikit terlambat. Ada sesuatu yang mendesak yang harus segera aku tangani."

Related chapters

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 4 : Ahli Waris

    "Maaf sedikit terlambat. Ada sesuatu yang mendesak yang harus segera aku tangani." Oma mengangguk singkat. Tampak tak mempermasalahkan hal tersebut. Bersamaan dengan itu, para pelayan keluarga Ananta datang, meletakkan satu persatu sajian. "Wah Morris kita pasti sibuk sekali!" Morris hanya tersenyum tipis menanggapi kalimat tante Widya, si bungsu Ananta, ibu pemuda yang duduk di sampingnya. Lona sejak tadi menyimak dengan hikmat obrolan diantara mereka, akan tetapi hidang-hidangan di hadapannya berhasil membuat setengah fokusnya membuyar. Dia tertegun melihat banyaknya hidangan nikmat yang akan mengisi perutnya kali ini. "Siang tadi Sabrina kembali ke rumah ini, setelah menyelesaikan kuliah dan membawa pulang gelar sarjana dengan lulusan predikat yang sangat memuaskan. Selamat sekali lagi untuk cucu Oma tercinta." Lona sedikit gelagapan. Merespon dengan senyum selebar mungkin karena tidak tahu harus menjawab apa. "Keponakan Tante, kenapa tidak bilang kalau kamu mau pulang?""A

    Last Updated : 2023-02-02
  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 5 : Morris Mahardika

    Sabrina mengatakan hal jujur tentang Lusiana Ananta tempo hari. Wanita itu benar-benar tegas dan berpendirian kuat dalam mempertahankan keputusannya. Kalau sudah memutuskan sesuatu, akan susah bagi anggota keluarga menentangnya, sekali pun hal tersebut bertolak belakang dan tidak memuaskan salah satu atau beberapa diantaranya. Begitu pula yang Lona alami di hari pertamanya berada di rumah ini. Keluar dari ruang kerja Lusi, air muka Lona tidak secerah beberapa jam lalu. Kedua kakinya membawa tubuh Lona ke lantai atas bersamaan dengan perasaan yang bercampur aduk antara, cemas, takut, bingung, dan kesal. "Kenapa dia tidak bilang padaku kalau aku harus menangani hal ini juga!" Kalimat mengandung emosi itu Lona lontarkan dengan menggerutu. Seingatnya, selama Sabrina Ananta menjabarkan semua skenario yang direncanakannya, wanita itu tidak pernah sekali pun mengungkapkan soal konsekuensi yang akan didapat Lona karena berperan menjadi dirinya. "Kenapa jadi begini urusannya. Aku pikir ya

    Last Updated : 2023-02-04
  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 6 : Si bungsu Ananta (Winda Widya Ananta)

    "Syukurlah kamu belum tidur. Keponakanku, Tante bawa teh chamomile kesukaanmu." Widya Ananta membawa masuk nampan berisi teko transparan dan segelas cangkir. Dia bahkan tak segan-segan menuangkannya untuk Lona."Teh chamomile memang banyak banget manfaatnya. Kamu ini memang pintar, deh!Pandai jaga kesehatan dan merawat diri seperti Tante. Nih, ayo sambil duduk!" Widya memberikan cangkir berisi teh tersebut sembari menuntun Lona yang setengah kebingungan menuju kursi."Sabrina, Tante mau sekalian ngobrol sedikit sama kamu."Dahi Lona berkerut samar. "Ngobrol apa, Tante?" Lona meletakkan cangkir itu di atas meja."Sudah lama sekali tidak lihat kamu, abisnya kamu selalu sibuk dengan urusan kuliah kamu, sih, sampai-sampai libur pun jarang sekali pulang Tante tuh kangen." Lona memaksa senyum mengembang di wajahnya. Dalam hati meringis kecil mengetahui kenyataan bahwa memang sebelumnya tidak pernah sekalipun ia menapakkan kakinya di rumah ini."Tante maklumi, deh, soalnya kamu pintar dan be

    Last Updated : 2023-02-10
  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 7 : Buku Catatan Mama

    "Ya, mau bagaimana lagi. Dia memaksaku." Suara gelak tawa Sabrina seketika itu juga terdengar di telinga Lona. Kedua bersaudara itu tengah mengobrol jarak jauh melalui ponsel pintar mereka.'Kamu tahu, Lona? Aku paling tidak suka pergi keluar bersama Tante Widya, karena jadinya, yah, seperti kamu.' Lona cemberut, masih mendengar suara tawa mengejek dari seberang."Yang benar saja, apa dia memang selalu begitu?"Masih dengan perasaan setengah dongkol, Lona mengingat kembali kegiatannya hari ini. Tentu saja bersama Widya. Seharian. Awalnya Lona menemani wanita itu menjajahi butik-butik brand besar, kemudian wanita itu membawa Lona untuk diperkenalkan dengan teman-teman sosialitanya. Pokoknya seharian ini dia sibuk membuntuti Widya selayaknya asisten pribadi wanita itu.'Jadi kamu dimarahi Oma, ya?'"Iya, sudah pasti. Kalau aku bersama Ibu, dia juga akan memarahiku. Seharian pergi dari pagi, baru pulang sudah malam begini." Netra Lona melihat ke arah jam dinding yang menunjuk pada angka

    Last Updated : 2023-02-11
  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 8 : Rencana Oma

    'Tiga bulan lagi kamu akan 'terjun' menjadi bagian dari Ananta Grup. Sebelum hari itu tiba, Oma akan mengatur perkenalan antara dirimu dan orang-orang penting dalam bisnis kita.'Kepala Lona dilanda pusing ketika ia kembali mengingat ucapan Lusiana selepas makan siang tadi.'Bulan depan, Ajeng akan mengadakan pameran seni di galeri seni keluarga kita. Akan ada banyak orang-orang penting yang menjadi tamu VIP, ini kesempatan untuk memperkenalkan kamu kepada mereka, Sabrina.'Bahkan masih terbayang jelas wajah Lusiana yang menatapnya serius ketika mengutarakan rencana yang dibuat untuk dirinya. 'Tapi sebelumnya Oma berencana untuk mengundang dewan komisaris, para direksi serta beberapa pemegang saham untuk makan malam bersama.'Hembusan napas sudah berkali-kali terdengar di dalam ruangan perpustakaan keluarga Ananta. Terdapat satu eksistensi seorang wanita yang tampak dalam kondisi kacau dengan buku-buku terbuka dan berserakan di atas meja.Kurang lebih sudah lima jam Lona berdiam diri

    Last Updated : 2023-02-21
  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 9 : Lembar Terakhir

    'Kalau kamu mau menghindarinya, lakukan tips yang aku berikan. Kalau kamu ingin menghadapinya, aku percaya kamu bisa menghadapinya, Lona.'Lona menarik napas panjang, lalu menghembuskannya kasar. Wanita muda itu kemudian termenung menatap layar ponsel pintar yang diletakkannya begitu saja di atas kasur. Ponsel itu dalam keadaan hidup dan sedang tersambung pada panggilan jarak jauh serta berada pada mode speaker.Baru beberapa hari tinggal di atap rumah megah keluarga Ananta, Lona sudah seperti ini. Rasa takut menghadapi masa depan yang akan ia lalui sebagai Sabrina Ananta membuat kepalanya dilanda pusing bukan main. Lona yakin betul, jika Sabrina berada di posisi yang seharusnya, hal ini akan menjadi kewajiban yang tidak perlu ditakutkan, tetapi sayangnya Lona tidak bisa merasa demikian. Alih-alih bersikap santai, masa depan Sabrina malah menimbulkan kekhawatiran bagi dirinya."Sudahlah. Apa sesuatu yang ingin kamu katakan?"Selepas makan malam tadi, Lona memutuskan untuk kembali ke ka

    Last Updated : 2023-02-21
  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 1 : Lona Batara

    "Aku menemukan buku catatan milik Mama. Disimpan rapi di tempat persembunyiannya. Aku mengambilnya secara diam-diam, tanpa sepengetahuan siapa pun." Sabrina Ananta mengeluarkan sebuah buku dari tasnya, kemudian buku itu ia letakkan di atas meja. "Aku yakin Oma akan marah besar padaku kalau dia tahu soal ini." Lona menatap benda itu dalam hening."Aku tahu tentangmu dari buku itu. Lebih tepatnya, buku itu yang membawa aku padamu." Melihat lawan bicaranya masih tampak kebingungan, Sabrina kembali buka suara. "Kamu dan aku seperti buah pinang dibelah dua, apa kamu tidak mencoba untuk berasumsi sesuatu tentang kita?" Saat itu juga Lona Batara tertegun. Cukup mengerti maksud dari perkataan wanita di hadapannya. Prasangka yang semula ia anggap konyol, ternyata benar. "Bagaimana bisa begini." Lona bergumam pelan. Masih sulit untuk menerima kenyataan tentang identitasnya sendiri. "Aku pun tak tahu pasti, tapi kurasa buku catatan Mama bisa menjawabnya kalau kamu mau mencari tahu lebih

    Last Updated : 2023-02-01
  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 2 : Kesepakatan

    Kemarin pagi, seorang perempuan muda bertamu ke rumah. Ketika itu Lona tengah membantu ibu di dapur, suara ketukan pintu membuat ia bergegas menuju ke depan, mengecek siapakah gerangan yang datang. Tanpa ragu Lona membuka pintu. Niat hati ingin menyambut kedatangan seorang tamu, dia malah berakhir mematung terkejut menatap wanita muda yang ada di hadapannya. Pertemuan tersebutlah yang kemudian membawa Lona Batara duduk di salah satu kafe, berhadapan dengan wanita yang memperkenalkan diri sebagai Sabrina Ananta. Menceritakan segala hal yang tidak mudah untuk Lona maklumi begitu saja, tentang identitas Lona yang sebenarnya. Belum lagi, ketika Sabrina mengutarakan tujuan utamanya datang kepada Lona. "Meskipun ada sedikit perbedaan, aku yakin yang lain tidak akan menyadarinya." Mudah untuk dimengerti oleh Lona apabila Sabrina meminta ia kembali pada keluarganya sendiri, tapi permintaan Sabrina justru terdengar sedikit tidak masuk akal. Daripada harus bertukar peran, kenapa tidak langs

    Last Updated : 2023-02-01

Latest chapter

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 9 : Lembar Terakhir

    'Kalau kamu mau menghindarinya, lakukan tips yang aku berikan. Kalau kamu ingin menghadapinya, aku percaya kamu bisa menghadapinya, Lona.'Lona menarik napas panjang, lalu menghembuskannya kasar. Wanita muda itu kemudian termenung menatap layar ponsel pintar yang diletakkannya begitu saja di atas kasur. Ponsel itu dalam keadaan hidup dan sedang tersambung pada panggilan jarak jauh serta berada pada mode speaker.Baru beberapa hari tinggal di atap rumah megah keluarga Ananta, Lona sudah seperti ini. Rasa takut menghadapi masa depan yang akan ia lalui sebagai Sabrina Ananta membuat kepalanya dilanda pusing bukan main. Lona yakin betul, jika Sabrina berada di posisi yang seharusnya, hal ini akan menjadi kewajiban yang tidak perlu ditakutkan, tetapi sayangnya Lona tidak bisa merasa demikian. Alih-alih bersikap santai, masa depan Sabrina malah menimbulkan kekhawatiran bagi dirinya."Sudahlah. Apa sesuatu yang ingin kamu katakan?"Selepas makan malam tadi, Lona memutuskan untuk kembali ke ka

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 8 : Rencana Oma

    'Tiga bulan lagi kamu akan 'terjun' menjadi bagian dari Ananta Grup. Sebelum hari itu tiba, Oma akan mengatur perkenalan antara dirimu dan orang-orang penting dalam bisnis kita.'Kepala Lona dilanda pusing ketika ia kembali mengingat ucapan Lusiana selepas makan siang tadi.'Bulan depan, Ajeng akan mengadakan pameran seni di galeri seni keluarga kita. Akan ada banyak orang-orang penting yang menjadi tamu VIP, ini kesempatan untuk memperkenalkan kamu kepada mereka, Sabrina.'Bahkan masih terbayang jelas wajah Lusiana yang menatapnya serius ketika mengutarakan rencana yang dibuat untuk dirinya. 'Tapi sebelumnya Oma berencana untuk mengundang dewan komisaris, para direksi serta beberapa pemegang saham untuk makan malam bersama.'Hembusan napas sudah berkali-kali terdengar di dalam ruangan perpustakaan keluarga Ananta. Terdapat satu eksistensi seorang wanita yang tampak dalam kondisi kacau dengan buku-buku terbuka dan berserakan di atas meja.Kurang lebih sudah lima jam Lona berdiam diri

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 7 : Buku Catatan Mama

    "Ya, mau bagaimana lagi. Dia memaksaku." Suara gelak tawa Sabrina seketika itu juga terdengar di telinga Lona. Kedua bersaudara itu tengah mengobrol jarak jauh melalui ponsel pintar mereka.'Kamu tahu, Lona? Aku paling tidak suka pergi keluar bersama Tante Widya, karena jadinya, yah, seperti kamu.' Lona cemberut, masih mendengar suara tawa mengejek dari seberang."Yang benar saja, apa dia memang selalu begitu?"Masih dengan perasaan setengah dongkol, Lona mengingat kembali kegiatannya hari ini. Tentu saja bersama Widya. Seharian. Awalnya Lona menemani wanita itu menjajahi butik-butik brand besar, kemudian wanita itu membawa Lona untuk diperkenalkan dengan teman-teman sosialitanya. Pokoknya seharian ini dia sibuk membuntuti Widya selayaknya asisten pribadi wanita itu.'Jadi kamu dimarahi Oma, ya?'"Iya, sudah pasti. Kalau aku bersama Ibu, dia juga akan memarahiku. Seharian pergi dari pagi, baru pulang sudah malam begini." Netra Lona melihat ke arah jam dinding yang menunjuk pada angka

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 6 : Si bungsu Ananta (Winda Widya Ananta)

    "Syukurlah kamu belum tidur. Keponakanku, Tante bawa teh chamomile kesukaanmu." Widya Ananta membawa masuk nampan berisi teko transparan dan segelas cangkir. Dia bahkan tak segan-segan menuangkannya untuk Lona."Teh chamomile memang banyak banget manfaatnya. Kamu ini memang pintar, deh!Pandai jaga kesehatan dan merawat diri seperti Tante. Nih, ayo sambil duduk!" Widya memberikan cangkir berisi teh tersebut sembari menuntun Lona yang setengah kebingungan menuju kursi."Sabrina, Tante mau sekalian ngobrol sedikit sama kamu."Dahi Lona berkerut samar. "Ngobrol apa, Tante?" Lona meletakkan cangkir itu di atas meja."Sudah lama sekali tidak lihat kamu, abisnya kamu selalu sibuk dengan urusan kuliah kamu, sih, sampai-sampai libur pun jarang sekali pulang Tante tuh kangen." Lona memaksa senyum mengembang di wajahnya. Dalam hati meringis kecil mengetahui kenyataan bahwa memang sebelumnya tidak pernah sekalipun ia menapakkan kakinya di rumah ini."Tante maklumi, deh, soalnya kamu pintar dan be

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 5 : Morris Mahardika

    Sabrina mengatakan hal jujur tentang Lusiana Ananta tempo hari. Wanita itu benar-benar tegas dan berpendirian kuat dalam mempertahankan keputusannya. Kalau sudah memutuskan sesuatu, akan susah bagi anggota keluarga menentangnya, sekali pun hal tersebut bertolak belakang dan tidak memuaskan salah satu atau beberapa diantaranya. Begitu pula yang Lona alami di hari pertamanya berada di rumah ini. Keluar dari ruang kerja Lusi, air muka Lona tidak secerah beberapa jam lalu. Kedua kakinya membawa tubuh Lona ke lantai atas bersamaan dengan perasaan yang bercampur aduk antara, cemas, takut, bingung, dan kesal. "Kenapa dia tidak bilang padaku kalau aku harus menangani hal ini juga!" Kalimat mengandung emosi itu Lona lontarkan dengan menggerutu. Seingatnya, selama Sabrina Ananta menjabarkan semua skenario yang direncanakannya, wanita itu tidak pernah sekali pun mengungkapkan soal konsekuensi yang akan didapat Lona karena berperan menjadi dirinya. "Kenapa jadi begini urusannya. Aku pikir ya

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 4 : Ahli Waris

    "Maaf sedikit terlambat. Ada sesuatu yang mendesak yang harus segera aku tangani." Oma mengangguk singkat. Tampak tak mempermasalahkan hal tersebut. Bersamaan dengan itu, para pelayan keluarga Ananta datang, meletakkan satu persatu sajian. "Wah Morris kita pasti sibuk sekali!" Morris hanya tersenyum tipis menanggapi kalimat tante Widya, si bungsu Ananta, ibu pemuda yang duduk di sampingnya. Lona sejak tadi menyimak dengan hikmat obrolan diantara mereka, akan tetapi hidang-hidangan di hadapannya berhasil membuat setengah fokusnya membuyar. Dia tertegun melihat banyaknya hidangan nikmat yang akan mengisi perutnya kali ini. "Siang tadi Sabrina kembali ke rumah ini, setelah menyelesaikan kuliah dan membawa pulang gelar sarjana dengan lulusan predikat yang sangat memuaskan. Selamat sekali lagi untuk cucu Oma tercinta." Lona sedikit gelagapan. Merespon dengan senyum selebar mungkin karena tidak tahu harus menjawab apa. "Keponakan Tante, kenapa tidak bilang kalau kamu mau pulang?""A

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 3 : Rumah Megah Keluarga Ananta

    Kesepakatan yang dicapai antara Lona dan Sabrina akhirnya menghantar putri Batara ke kediaman megah keluarga besar Ananta. Atas saran yang diberikan Sekar padanya, Lona akhirnya menyetujui permohonan Sabrina untuk mengisi peran kembarannya di dalam keluarga Ananta. Sebelumnya, Sabrina menawarkan dua pilihan padanya. Kalau nanti dia memutuskan untuk hidup sebagai bagian dari Ananta. Segala hak yang Sabrina miliki sebelumnya akan menjadi milik Lona, sementara Sabrina akan tinggal bersama Sekar. Namun, apabila Lona memilih untuk pulang setelah Sabrina melahirkan, Sabrina berjanji akan membantu untuk membiayai biaya hidup mereka. Di permulaan, opsi kedua menjadi pilihan Lona. Lona merasa, mau bagaimana pun, dia tidak pernah menyesali nasibnya yang hidup sederhana bersama Sekar. Apa pun yang terjadi, dia akan tetap ingin bersama Sekar. Sabrina Ananta pun tidak keberatan dengan pilihan Lona. Kembarannya itu juga akan menerima keputusan Lona kalau-kalau suatu saat dia berubah pikiran. "

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 2 : Kesepakatan

    Kemarin pagi, seorang perempuan muda bertamu ke rumah. Ketika itu Lona tengah membantu ibu di dapur, suara ketukan pintu membuat ia bergegas menuju ke depan, mengecek siapakah gerangan yang datang. Tanpa ragu Lona membuka pintu. Niat hati ingin menyambut kedatangan seorang tamu, dia malah berakhir mematung terkejut menatap wanita muda yang ada di hadapannya. Pertemuan tersebutlah yang kemudian membawa Lona Batara duduk di salah satu kafe, berhadapan dengan wanita yang memperkenalkan diri sebagai Sabrina Ananta. Menceritakan segala hal yang tidak mudah untuk Lona maklumi begitu saja, tentang identitas Lona yang sebenarnya. Belum lagi, ketika Sabrina mengutarakan tujuan utamanya datang kepada Lona. "Meskipun ada sedikit perbedaan, aku yakin yang lain tidak akan menyadarinya." Mudah untuk dimengerti oleh Lona apabila Sabrina meminta ia kembali pada keluarganya sendiri, tapi permintaan Sabrina justru terdengar sedikit tidak masuk akal. Daripada harus bertukar peran, kenapa tidak langs

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 1 : Lona Batara

    "Aku menemukan buku catatan milik Mama. Disimpan rapi di tempat persembunyiannya. Aku mengambilnya secara diam-diam, tanpa sepengetahuan siapa pun." Sabrina Ananta mengeluarkan sebuah buku dari tasnya, kemudian buku itu ia letakkan di atas meja. "Aku yakin Oma akan marah besar padaku kalau dia tahu soal ini." Lona menatap benda itu dalam hening."Aku tahu tentangmu dari buku itu. Lebih tepatnya, buku itu yang membawa aku padamu." Melihat lawan bicaranya masih tampak kebingungan, Sabrina kembali buka suara. "Kamu dan aku seperti buah pinang dibelah dua, apa kamu tidak mencoba untuk berasumsi sesuatu tentang kita?" Saat itu juga Lona Batara tertegun. Cukup mengerti maksud dari perkataan wanita di hadapannya. Prasangka yang semula ia anggap konyol, ternyata benar. "Bagaimana bisa begini." Lona bergumam pelan. Masih sulit untuk menerima kenyataan tentang identitasnya sendiri. "Aku pun tak tahu pasti, tapi kurasa buku catatan Mama bisa menjawabnya kalau kamu mau mencari tahu lebih

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status