Home / Urban / Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta / Bab 5 : Morris Mahardika

Share

Bab 5 : Morris Mahardika

Author: Yooraphile
last update Last Updated: 2023-02-04 01:51:50

Sabrina mengatakan hal jujur tentang Lusiana Ananta tempo hari. Wanita itu benar-benar tegas dan berpendirian kuat dalam mempertahankan keputusannya. Kalau sudah memutuskan sesuatu, akan susah bagi anggota keluarga menentangnya, sekali pun hal tersebut bertolak belakang dan tidak memuaskan salah satu atau beberapa diantaranya.

Begitu pula yang Lona alami di hari pertamanya berada di rumah ini. Keluar dari ruang kerja Lusi, air muka Lona tidak secerah beberapa jam lalu. Kedua kakinya membawa tubuh Lona ke lantai atas bersamaan dengan perasaan yang bercampur aduk antara, cemas, takut, bingung, dan kesal.

"Kenapa dia tidak bilang padaku kalau aku harus menangani hal ini juga!" Kalimat mengandung emosi itu Lona lontarkan dengan menggerutu.

Seingatnya, selama Sabrina Ananta menjabarkan semua skenario yang direncanakannya, wanita itu tidak pernah sekali pun mengungkapkan soal konsekuensi yang akan didapat Lona karena berperan menjadi dirinya.

"Kenapa jadi begini urusannya. Aku pikir yang akan kulakukan hanya menikmati kehidupan sebagai cucu keluarga kaya, enak-enakan melakukan sesuatu atau bagaimana. Kenapa tidak terpikirkan sebelumnya tentang ini."

Lona mendadak berhenti menggerutu lantaran netranya menangkap eksistensi seseorang keluar dari ruang santai yang tadi Lona datangi sebelum makan malam, tempat di mana Lona memandangi bingkai foto cucu-cucu di keluarga Ananta. Menyadari kehadiran Lona, eksistensi itu pun memutuskan untuk berhenti melangkah di ambang pintu masuk. Menunggu wanita itu berjalan mendekat ke arahnya.

Lona menghela napas ketika menyadari dirinya masih harus berhadapan dengan lelaki ini. Padahal Lona sudah lelah sekali, ingin segera istirahat di kamarnya.

Dia berhenti tepat di hadapan lelaki itu, berdiri di tengah-tengah lorong empat arah.

"Kau ternyata tidak lupa punya tempat tinggal sebesar ini."

Tidak butuh waktu lama untuk menyetujui deskripsi Sabrina tentang Morris. Lelaki di hadapannya ini memang terlihat menyebalkan, menatap Lona dengan senyum yang menjengkelkan dan air muka yang seakan menantang Lona untuk bertaruh.

"Tapi kenyataannya aku berada di sini sekarang." Morris Mahardika mengangguk kecil. Melipat kedua tangannya dan menatap santai wanita di depannya.

Meski punya kelebihan pada visualnya, sikap lelaki itu menjadi bagian minus yang mampu menghalangi poin plusnya tersebut. Lona rasa tidak perlu berusaha untuk berlakon seperti Sabrina dalam mengahadapi lelaki satu ini. Dia dan kembarnya satu frekuensi, tidak menyukai Morris.

Lelaki itu mencondongkan sedikit tubuhnya pada Lona. "Mau bagaimana pun, tidak mudah membuang fakta kalau 'Sendok perak' begitu nikmat, bukan begitu, Nona Ananta?"

Kedua netra Lona memicing, pandangan rendah yang diberikan Morris padanya berhasil membuat darahnya mendidih. "Apa maksudmu?!"

Morris mendengus kecil. "Rileks saja. Tidak usah tegang begitu. Ananta Grup perlu pemimpin yang pandai mengontrol diri. Kau harusnya mengerti itu."

Morris melangkah pergi meninggalkan Lona yang menatap punggungnya nyalang, jengkel setengah mati dengan sikap lelaki itu.

■⁠-⁠■-⁠■

Kedua bola mata Lona terbelalak mendengar kalimat yang diutarakan Sabrina pada panggilan jarak jauh mereka. "Apa-apaan?! Kalau nanti aku tidak bisa bagaimana?! Bisa kacau urusannya, Sabrina!"

"Aku mengerti ketakutanmu, Lona, tapi tidak ada cara lain lagi. Kau sudah tahu pribadi Oma seperti apa. Lagi pula, hal ini sudah menjadi keputusan mutlak."

Helaan napas berat Lona terdengar jelas dari sambungan telepon Sabrina. Lona kemudian berbicara dengan suara yang lebih pelan. "Dengar, aku benar-benar tidak punya bekal apa-apa yang sudah kupersiapkan. Pendidikan vokasi yang kuambil juga tidak memiliki relasi dengan manajemen bisnis. Sementara dirimu ... kau memang sudah disiapkan untuk menjadi seperti ini, Sabrina."

"Lona, dengarkan aku. Tenangkan dirimu. Jangan cemas, semuanya akan baik-baik saja."

Sabrina tidak mendapat respon dari lawan bicaranya di seberang. Dia sangat mengerti kalau Lona tengah cemas dan takut.

"Kamu memang tidak memiliki pengalaman manajemen bisnis, tapi kamu bisa mulai mempelajarinya. Kata Ibumu, kamu anak yang pintar. Bukankah kamu mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikanmu itu karena kepintaranmu?"

Masih belum mendapat balasan, Sabrina kembali berbicara. "Saat aku bertemu denganmu untuk yang pertama kalinya, aku merasa kamu lebih hebat dalam beberapa hal daripada diriku. Kita memang memiliki kesamaan fisik, tapi kita memiliki kepribadian yang cukup berbeda. Kamu mengingatku pada seseorang, Lona."

"Siapa?"

"Mama."

Di tempatnya berada, Sabrina tersenyum tipis. Memori otaknya menampilkan wajah sang ibu yang sangat ia rindukan.

"Ku mohon bertahanlah. Aku yakin kau bisa melewati ini."

Lona mematikan panggilan mereka setelah beberapa menit kemudian. Dia sempat bertukar cerita dan mengobrol dengan Sekar sebelum memutuskan untuk mengakhiri sambungan telepon. Wejangan dari sang ibu nyatanya bisa membuat hatinya lebih tenang.

'Sabrina anak yang baik sama sepertimu. Dia begitu perhatian pada Ibu, seperti dirimu. Jadi kamu tidak perlu khawatir, Lona. Yang harus kamu lakukan adalah menjaga kesehata mu sendiri. Lona, Ibu menyayangimu.'

Lona memang tidak bisa menutupi fakta kalau kedua orang tua kandungnya sudah tiada. Namun, sosok Sekar yang selama ini mengisi peran sang ibu dalam hidupnya membuat Lona sangat bersyukur karena Tuhan menitipkannya pada wanita itu. Rasa sayang yang dilimpahkan Sekar untuknya sudah cukup untuk membuat hidup sederhana Lona menjadi lebih berharga.

Lona melangkah berjalan menuju walk in closet untuk berganti pakaian dengan piyama tidur. Namun, belum sampai ke ruangan tersebut, langkanya berhenti lantaran mendengar suara ketukan pintu. Tak lama setelah itu, seseorang masuk sembari membawa sesuatu di tangannya.

"Syukurlah kamu belum tidur. Keponakanku, Tante bawa teh chamomile kesukaanmu." Senyum di bibirnya belum luntur. Wanita itu melangkah menuju bufet minimalis untuk meletakkan nampan berisi teko transparan dan segelas cangkir yang dibawanya.

■⁠-⁠■-⁠■

Hidup di bawah atap rumah keluarga besar Ananta membuat Lona mau tak mau harus menyelaraskan diri dengan style atau kebiasaan hidup keluarga ini, salah satu diantaranya termasuk cara dan gaya berpakaian sehari-hari.

Pagi ini Lona berpenampilan berbeda daripada biasanya. Selama hidup dengan Sekar di kampung, Lona tidak akan menggunakan pakaian bagus kalau hanya ingin tinggal berdiam diri di rumah. Namun, mulai saat ini, baik di rumah atau pun berpergian, Lona harus terbiasa menggunakan gaun daripada kaos oblong dan celana.

Sebentar lagi sarapan akan dimulai. Niyah mendatangi Lona untuk menyuruhnya turun. Tiba di persimpangan lorong, Lona merasa seperti dejavu ketika matanya menemukan Morris dengan setelan formal.

"Bukankah ini terlalu pagi?" Tampaknya hal yang sama juga dirasakan oleh pria itu.

"Kau harus kembali membiasakan dirimu karena aku sudah kembali, Tuan Morris."

Morris mengangguk-angguk kecil. "Tidak masalah."

Lona melipat lengannya. Netra memandang lawan bicara dengan angkuh. "Baguslah."

"Sudah tahu apa yang akan kau lakukan hari ini, Nona?"

"Tidak perlu khawatir. Aku masih punya waktu untuk bersantai, dan kau masih punya banyak waktu untuk menikmati hidupmu."

Dengan sengaja Lona menampilkan mimik wajah selayaknya tengah berpikir, tak lama kemudian memiringkan kepalanya ke kiri seraya menarik sudut kiri bibirnya lebih tinggi. "Atau mungkin ingin merencanakan sesuatu?"

Satu alis Morris terangkat. Memasang wajah skeptis sembari berujar, "Begitu kah?"

"Tergantung."

Related chapters

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 6 : Si bungsu Ananta (Winda Widya Ananta)

    "Syukurlah kamu belum tidur. Keponakanku, Tante bawa teh chamomile kesukaanmu." Widya Ananta membawa masuk nampan berisi teko transparan dan segelas cangkir. Dia bahkan tak segan-segan menuangkannya untuk Lona."Teh chamomile memang banyak banget manfaatnya. Kamu ini memang pintar, deh!Pandai jaga kesehatan dan merawat diri seperti Tante. Nih, ayo sambil duduk!" Widya memberikan cangkir berisi teh tersebut sembari menuntun Lona yang setengah kebingungan menuju kursi."Sabrina, Tante mau sekalian ngobrol sedikit sama kamu."Dahi Lona berkerut samar. "Ngobrol apa, Tante?" Lona meletakkan cangkir itu di atas meja."Sudah lama sekali tidak lihat kamu, abisnya kamu selalu sibuk dengan urusan kuliah kamu, sih, sampai-sampai libur pun jarang sekali pulang Tante tuh kangen." Lona memaksa senyum mengembang di wajahnya. Dalam hati meringis kecil mengetahui kenyataan bahwa memang sebelumnya tidak pernah sekalipun ia menapakkan kakinya di rumah ini."Tante maklumi, deh, soalnya kamu pintar dan be

    Last Updated : 2023-02-10
  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 7 : Buku Catatan Mama

    "Ya, mau bagaimana lagi. Dia memaksaku." Suara gelak tawa Sabrina seketika itu juga terdengar di telinga Lona. Kedua bersaudara itu tengah mengobrol jarak jauh melalui ponsel pintar mereka.'Kamu tahu, Lona? Aku paling tidak suka pergi keluar bersama Tante Widya, karena jadinya, yah, seperti kamu.' Lona cemberut, masih mendengar suara tawa mengejek dari seberang."Yang benar saja, apa dia memang selalu begitu?"Masih dengan perasaan setengah dongkol, Lona mengingat kembali kegiatannya hari ini. Tentu saja bersama Widya. Seharian. Awalnya Lona menemani wanita itu menjajahi butik-butik brand besar, kemudian wanita itu membawa Lona untuk diperkenalkan dengan teman-teman sosialitanya. Pokoknya seharian ini dia sibuk membuntuti Widya selayaknya asisten pribadi wanita itu.'Jadi kamu dimarahi Oma, ya?'"Iya, sudah pasti. Kalau aku bersama Ibu, dia juga akan memarahiku. Seharian pergi dari pagi, baru pulang sudah malam begini." Netra Lona melihat ke arah jam dinding yang menunjuk pada angka

    Last Updated : 2023-02-11
  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 8 : Rencana Oma

    'Tiga bulan lagi kamu akan 'terjun' menjadi bagian dari Ananta Grup. Sebelum hari itu tiba, Oma akan mengatur perkenalan antara dirimu dan orang-orang penting dalam bisnis kita.'Kepala Lona dilanda pusing ketika ia kembali mengingat ucapan Lusiana selepas makan siang tadi.'Bulan depan, Ajeng akan mengadakan pameran seni di galeri seni keluarga kita. Akan ada banyak orang-orang penting yang menjadi tamu VIP, ini kesempatan untuk memperkenalkan kamu kepada mereka, Sabrina.'Bahkan masih terbayang jelas wajah Lusiana yang menatapnya serius ketika mengutarakan rencana yang dibuat untuk dirinya. 'Tapi sebelumnya Oma berencana untuk mengundang dewan komisaris, para direksi serta beberapa pemegang saham untuk makan malam bersama.'Hembusan napas sudah berkali-kali terdengar di dalam ruangan perpustakaan keluarga Ananta. Terdapat satu eksistensi seorang wanita yang tampak dalam kondisi kacau dengan buku-buku terbuka dan berserakan di atas meja.Kurang lebih sudah lima jam Lona berdiam diri

    Last Updated : 2023-02-21
  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 9 : Lembar Terakhir

    'Kalau kamu mau menghindarinya, lakukan tips yang aku berikan. Kalau kamu ingin menghadapinya, aku percaya kamu bisa menghadapinya, Lona.'Lona menarik napas panjang, lalu menghembuskannya kasar. Wanita muda itu kemudian termenung menatap layar ponsel pintar yang diletakkannya begitu saja di atas kasur. Ponsel itu dalam keadaan hidup dan sedang tersambung pada panggilan jarak jauh serta berada pada mode speaker.Baru beberapa hari tinggal di atap rumah megah keluarga Ananta, Lona sudah seperti ini. Rasa takut menghadapi masa depan yang akan ia lalui sebagai Sabrina Ananta membuat kepalanya dilanda pusing bukan main. Lona yakin betul, jika Sabrina berada di posisi yang seharusnya, hal ini akan menjadi kewajiban yang tidak perlu ditakutkan, tetapi sayangnya Lona tidak bisa merasa demikian. Alih-alih bersikap santai, masa depan Sabrina malah menimbulkan kekhawatiran bagi dirinya."Sudahlah. Apa sesuatu yang ingin kamu katakan?"Selepas makan malam tadi, Lona memutuskan untuk kembali ke ka

    Last Updated : 2023-02-21
  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 1 : Lona Batara

    "Aku menemukan buku catatan milik Mama. Disimpan rapi di tempat persembunyiannya. Aku mengambilnya secara diam-diam, tanpa sepengetahuan siapa pun." Sabrina Ananta mengeluarkan sebuah buku dari tasnya, kemudian buku itu ia letakkan di atas meja. "Aku yakin Oma akan marah besar padaku kalau dia tahu soal ini." Lona menatap benda itu dalam hening."Aku tahu tentangmu dari buku itu. Lebih tepatnya, buku itu yang membawa aku padamu." Melihat lawan bicaranya masih tampak kebingungan, Sabrina kembali buka suara. "Kamu dan aku seperti buah pinang dibelah dua, apa kamu tidak mencoba untuk berasumsi sesuatu tentang kita?" Saat itu juga Lona Batara tertegun. Cukup mengerti maksud dari perkataan wanita di hadapannya. Prasangka yang semula ia anggap konyol, ternyata benar. "Bagaimana bisa begini." Lona bergumam pelan. Masih sulit untuk menerima kenyataan tentang identitasnya sendiri. "Aku pun tak tahu pasti, tapi kurasa buku catatan Mama bisa menjawabnya kalau kamu mau mencari tahu lebih

    Last Updated : 2023-02-01
  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 2 : Kesepakatan

    Kemarin pagi, seorang perempuan muda bertamu ke rumah. Ketika itu Lona tengah membantu ibu di dapur, suara ketukan pintu membuat ia bergegas menuju ke depan, mengecek siapakah gerangan yang datang. Tanpa ragu Lona membuka pintu. Niat hati ingin menyambut kedatangan seorang tamu, dia malah berakhir mematung terkejut menatap wanita muda yang ada di hadapannya. Pertemuan tersebutlah yang kemudian membawa Lona Batara duduk di salah satu kafe, berhadapan dengan wanita yang memperkenalkan diri sebagai Sabrina Ananta. Menceritakan segala hal yang tidak mudah untuk Lona maklumi begitu saja, tentang identitas Lona yang sebenarnya. Belum lagi, ketika Sabrina mengutarakan tujuan utamanya datang kepada Lona. "Meskipun ada sedikit perbedaan, aku yakin yang lain tidak akan menyadarinya." Mudah untuk dimengerti oleh Lona apabila Sabrina meminta ia kembali pada keluarganya sendiri, tapi permintaan Sabrina justru terdengar sedikit tidak masuk akal. Daripada harus bertukar peran, kenapa tidak langs

    Last Updated : 2023-02-01
  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 3 : Rumah Megah Keluarga Ananta

    Kesepakatan yang dicapai antara Lona dan Sabrina akhirnya menghantar putri Batara ke kediaman megah keluarga besar Ananta. Atas saran yang diberikan Sekar padanya, Lona akhirnya menyetujui permohonan Sabrina untuk mengisi peran kembarannya di dalam keluarga Ananta. Sebelumnya, Sabrina menawarkan dua pilihan padanya. Kalau nanti dia memutuskan untuk hidup sebagai bagian dari Ananta. Segala hak yang Sabrina miliki sebelumnya akan menjadi milik Lona, sementara Sabrina akan tinggal bersama Sekar. Namun, apabila Lona memilih untuk pulang setelah Sabrina melahirkan, Sabrina berjanji akan membantu untuk membiayai biaya hidup mereka. Di permulaan, opsi kedua menjadi pilihan Lona. Lona merasa, mau bagaimana pun, dia tidak pernah menyesali nasibnya yang hidup sederhana bersama Sekar. Apa pun yang terjadi, dia akan tetap ingin bersama Sekar. Sabrina Ananta pun tidak keberatan dengan pilihan Lona. Kembarannya itu juga akan menerima keputusan Lona kalau-kalau suatu saat dia berubah pikiran. "

    Last Updated : 2023-02-01
  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 4 : Ahli Waris

    "Maaf sedikit terlambat. Ada sesuatu yang mendesak yang harus segera aku tangani." Oma mengangguk singkat. Tampak tak mempermasalahkan hal tersebut. Bersamaan dengan itu, para pelayan keluarga Ananta datang, meletakkan satu persatu sajian. "Wah Morris kita pasti sibuk sekali!" Morris hanya tersenyum tipis menanggapi kalimat tante Widya, si bungsu Ananta, ibu pemuda yang duduk di sampingnya. Lona sejak tadi menyimak dengan hikmat obrolan diantara mereka, akan tetapi hidang-hidangan di hadapannya berhasil membuat setengah fokusnya membuyar. Dia tertegun melihat banyaknya hidangan nikmat yang akan mengisi perutnya kali ini. "Siang tadi Sabrina kembali ke rumah ini, setelah menyelesaikan kuliah dan membawa pulang gelar sarjana dengan lulusan predikat yang sangat memuaskan. Selamat sekali lagi untuk cucu Oma tercinta." Lona sedikit gelagapan. Merespon dengan senyum selebar mungkin karena tidak tahu harus menjawab apa. "Keponakan Tante, kenapa tidak bilang kalau kamu mau pulang?""A

    Last Updated : 2023-02-02

Latest chapter

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 9 : Lembar Terakhir

    'Kalau kamu mau menghindarinya, lakukan tips yang aku berikan. Kalau kamu ingin menghadapinya, aku percaya kamu bisa menghadapinya, Lona.'Lona menarik napas panjang, lalu menghembuskannya kasar. Wanita muda itu kemudian termenung menatap layar ponsel pintar yang diletakkannya begitu saja di atas kasur. Ponsel itu dalam keadaan hidup dan sedang tersambung pada panggilan jarak jauh serta berada pada mode speaker.Baru beberapa hari tinggal di atap rumah megah keluarga Ananta, Lona sudah seperti ini. Rasa takut menghadapi masa depan yang akan ia lalui sebagai Sabrina Ananta membuat kepalanya dilanda pusing bukan main. Lona yakin betul, jika Sabrina berada di posisi yang seharusnya, hal ini akan menjadi kewajiban yang tidak perlu ditakutkan, tetapi sayangnya Lona tidak bisa merasa demikian. Alih-alih bersikap santai, masa depan Sabrina malah menimbulkan kekhawatiran bagi dirinya."Sudahlah. Apa sesuatu yang ingin kamu katakan?"Selepas makan malam tadi, Lona memutuskan untuk kembali ke ka

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 8 : Rencana Oma

    'Tiga bulan lagi kamu akan 'terjun' menjadi bagian dari Ananta Grup. Sebelum hari itu tiba, Oma akan mengatur perkenalan antara dirimu dan orang-orang penting dalam bisnis kita.'Kepala Lona dilanda pusing ketika ia kembali mengingat ucapan Lusiana selepas makan siang tadi.'Bulan depan, Ajeng akan mengadakan pameran seni di galeri seni keluarga kita. Akan ada banyak orang-orang penting yang menjadi tamu VIP, ini kesempatan untuk memperkenalkan kamu kepada mereka, Sabrina.'Bahkan masih terbayang jelas wajah Lusiana yang menatapnya serius ketika mengutarakan rencana yang dibuat untuk dirinya. 'Tapi sebelumnya Oma berencana untuk mengundang dewan komisaris, para direksi serta beberapa pemegang saham untuk makan malam bersama.'Hembusan napas sudah berkali-kali terdengar di dalam ruangan perpustakaan keluarga Ananta. Terdapat satu eksistensi seorang wanita yang tampak dalam kondisi kacau dengan buku-buku terbuka dan berserakan di atas meja.Kurang lebih sudah lima jam Lona berdiam diri

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 7 : Buku Catatan Mama

    "Ya, mau bagaimana lagi. Dia memaksaku." Suara gelak tawa Sabrina seketika itu juga terdengar di telinga Lona. Kedua bersaudara itu tengah mengobrol jarak jauh melalui ponsel pintar mereka.'Kamu tahu, Lona? Aku paling tidak suka pergi keluar bersama Tante Widya, karena jadinya, yah, seperti kamu.' Lona cemberut, masih mendengar suara tawa mengejek dari seberang."Yang benar saja, apa dia memang selalu begitu?"Masih dengan perasaan setengah dongkol, Lona mengingat kembali kegiatannya hari ini. Tentu saja bersama Widya. Seharian. Awalnya Lona menemani wanita itu menjajahi butik-butik brand besar, kemudian wanita itu membawa Lona untuk diperkenalkan dengan teman-teman sosialitanya. Pokoknya seharian ini dia sibuk membuntuti Widya selayaknya asisten pribadi wanita itu.'Jadi kamu dimarahi Oma, ya?'"Iya, sudah pasti. Kalau aku bersama Ibu, dia juga akan memarahiku. Seharian pergi dari pagi, baru pulang sudah malam begini." Netra Lona melihat ke arah jam dinding yang menunjuk pada angka

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 6 : Si bungsu Ananta (Winda Widya Ananta)

    "Syukurlah kamu belum tidur. Keponakanku, Tante bawa teh chamomile kesukaanmu." Widya Ananta membawa masuk nampan berisi teko transparan dan segelas cangkir. Dia bahkan tak segan-segan menuangkannya untuk Lona."Teh chamomile memang banyak banget manfaatnya. Kamu ini memang pintar, deh!Pandai jaga kesehatan dan merawat diri seperti Tante. Nih, ayo sambil duduk!" Widya memberikan cangkir berisi teh tersebut sembari menuntun Lona yang setengah kebingungan menuju kursi."Sabrina, Tante mau sekalian ngobrol sedikit sama kamu."Dahi Lona berkerut samar. "Ngobrol apa, Tante?" Lona meletakkan cangkir itu di atas meja."Sudah lama sekali tidak lihat kamu, abisnya kamu selalu sibuk dengan urusan kuliah kamu, sih, sampai-sampai libur pun jarang sekali pulang Tante tuh kangen." Lona memaksa senyum mengembang di wajahnya. Dalam hati meringis kecil mengetahui kenyataan bahwa memang sebelumnya tidak pernah sekalipun ia menapakkan kakinya di rumah ini."Tante maklumi, deh, soalnya kamu pintar dan be

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 5 : Morris Mahardika

    Sabrina mengatakan hal jujur tentang Lusiana Ananta tempo hari. Wanita itu benar-benar tegas dan berpendirian kuat dalam mempertahankan keputusannya. Kalau sudah memutuskan sesuatu, akan susah bagi anggota keluarga menentangnya, sekali pun hal tersebut bertolak belakang dan tidak memuaskan salah satu atau beberapa diantaranya. Begitu pula yang Lona alami di hari pertamanya berada di rumah ini. Keluar dari ruang kerja Lusi, air muka Lona tidak secerah beberapa jam lalu. Kedua kakinya membawa tubuh Lona ke lantai atas bersamaan dengan perasaan yang bercampur aduk antara, cemas, takut, bingung, dan kesal. "Kenapa dia tidak bilang padaku kalau aku harus menangani hal ini juga!" Kalimat mengandung emosi itu Lona lontarkan dengan menggerutu. Seingatnya, selama Sabrina Ananta menjabarkan semua skenario yang direncanakannya, wanita itu tidak pernah sekali pun mengungkapkan soal konsekuensi yang akan didapat Lona karena berperan menjadi dirinya. "Kenapa jadi begini urusannya. Aku pikir ya

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 4 : Ahli Waris

    "Maaf sedikit terlambat. Ada sesuatu yang mendesak yang harus segera aku tangani." Oma mengangguk singkat. Tampak tak mempermasalahkan hal tersebut. Bersamaan dengan itu, para pelayan keluarga Ananta datang, meletakkan satu persatu sajian. "Wah Morris kita pasti sibuk sekali!" Morris hanya tersenyum tipis menanggapi kalimat tante Widya, si bungsu Ananta, ibu pemuda yang duduk di sampingnya. Lona sejak tadi menyimak dengan hikmat obrolan diantara mereka, akan tetapi hidang-hidangan di hadapannya berhasil membuat setengah fokusnya membuyar. Dia tertegun melihat banyaknya hidangan nikmat yang akan mengisi perutnya kali ini. "Siang tadi Sabrina kembali ke rumah ini, setelah menyelesaikan kuliah dan membawa pulang gelar sarjana dengan lulusan predikat yang sangat memuaskan. Selamat sekali lagi untuk cucu Oma tercinta." Lona sedikit gelagapan. Merespon dengan senyum selebar mungkin karena tidak tahu harus menjawab apa. "Keponakan Tante, kenapa tidak bilang kalau kamu mau pulang?""A

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 3 : Rumah Megah Keluarga Ananta

    Kesepakatan yang dicapai antara Lona dan Sabrina akhirnya menghantar putri Batara ke kediaman megah keluarga besar Ananta. Atas saran yang diberikan Sekar padanya, Lona akhirnya menyetujui permohonan Sabrina untuk mengisi peran kembarannya di dalam keluarga Ananta. Sebelumnya, Sabrina menawarkan dua pilihan padanya. Kalau nanti dia memutuskan untuk hidup sebagai bagian dari Ananta. Segala hak yang Sabrina miliki sebelumnya akan menjadi milik Lona, sementara Sabrina akan tinggal bersama Sekar. Namun, apabila Lona memilih untuk pulang setelah Sabrina melahirkan, Sabrina berjanji akan membantu untuk membiayai biaya hidup mereka. Di permulaan, opsi kedua menjadi pilihan Lona. Lona merasa, mau bagaimana pun, dia tidak pernah menyesali nasibnya yang hidup sederhana bersama Sekar. Apa pun yang terjadi, dia akan tetap ingin bersama Sekar. Sabrina Ananta pun tidak keberatan dengan pilihan Lona. Kembarannya itu juga akan menerima keputusan Lona kalau-kalau suatu saat dia berubah pikiran. "

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 2 : Kesepakatan

    Kemarin pagi, seorang perempuan muda bertamu ke rumah. Ketika itu Lona tengah membantu ibu di dapur, suara ketukan pintu membuat ia bergegas menuju ke depan, mengecek siapakah gerangan yang datang. Tanpa ragu Lona membuka pintu. Niat hati ingin menyambut kedatangan seorang tamu, dia malah berakhir mematung terkejut menatap wanita muda yang ada di hadapannya. Pertemuan tersebutlah yang kemudian membawa Lona Batara duduk di salah satu kafe, berhadapan dengan wanita yang memperkenalkan diri sebagai Sabrina Ananta. Menceritakan segala hal yang tidak mudah untuk Lona maklumi begitu saja, tentang identitas Lona yang sebenarnya. Belum lagi, ketika Sabrina mengutarakan tujuan utamanya datang kepada Lona. "Meskipun ada sedikit perbedaan, aku yakin yang lain tidak akan menyadarinya." Mudah untuk dimengerti oleh Lona apabila Sabrina meminta ia kembali pada keluarganya sendiri, tapi permintaan Sabrina justru terdengar sedikit tidak masuk akal. Daripada harus bertukar peran, kenapa tidak langs

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 1 : Lona Batara

    "Aku menemukan buku catatan milik Mama. Disimpan rapi di tempat persembunyiannya. Aku mengambilnya secara diam-diam, tanpa sepengetahuan siapa pun." Sabrina Ananta mengeluarkan sebuah buku dari tasnya, kemudian buku itu ia letakkan di atas meja. "Aku yakin Oma akan marah besar padaku kalau dia tahu soal ini." Lona menatap benda itu dalam hening."Aku tahu tentangmu dari buku itu. Lebih tepatnya, buku itu yang membawa aku padamu." Melihat lawan bicaranya masih tampak kebingungan, Sabrina kembali buka suara. "Kamu dan aku seperti buah pinang dibelah dua, apa kamu tidak mencoba untuk berasumsi sesuatu tentang kita?" Saat itu juga Lona Batara tertegun. Cukup mengerti maksud dari perkataan wanita di hadapannya. Prasangka yang semula ia anggap konyol, ternyata benar. "Bagaimana bisa begini." Lona bergumam pelan. Masih sulit untuk menerima kenyataan tentang identitasnya sendiri. "Aku pun tak tahu pasti, tapi kurasa buku catatan Mama bisa menjawabnya kalau kamu mau mencari tahu lebih

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status