Share

Bab 4 : Ahli Waris

Author: Yooraphile
last update Last Updated: 2023-02-02 22:23:24

"Maaf sedikit terlambat. Ada sesuatu yang mendesak yang harus segera aku tangani."

Oma mengangguk singkat. Tampak tak mempermasalahkan hal tersebut. Bersamaan dengan itu, para pelayan keluarga Ananta datang, meletakkan satu persatu sajian.

"Wah Morris kita pasti sibuk sekali!" Morris hanya tersenyum tipis menanggapi kalimat tante Widya, si bungsu Ananta, ibu pemuda yang duduk di sampingnya.

Lona sejak tadi menyimak dengan hikmat obrolan diantara mereka, akan tetapi hidang-hidangan di hadapannya berhasil membuat setengah fokusnya membuyar. Dia tertegun melihat banyaknya hidangan nikmat yang akan mengisi perutnya kali ini.

"Siang tadi Sabrina kembali ke rumah ini, setelah menyelesaikan kuliah dan membawa pulang gelar sarjana dengan lulusan predikat yang sangat memuaskan. Selamat sekali lagi untuk cucu Oma tercinta."

Lona sedikit gelagapan. Merespon dengan senyum selebar mungkin karena tidak tahu harus menjawab apa.

"Keponakan Tante, kenapa tidak bilang kalau kamu mau pulang?"

"Ah, itu. Maaf Tante. Tadinya Sabrina pikir orang-orang rumah pasti sedang sibuk. Jadi aku pulang saja tanpa memberitahu siapapun."

Alis Ajeng bertaut, menoleh menatap Lona dengan tatapan seperti mengintimidasi. "Kau tidak beritahu Oma juga?" Sabrina menggeleng, jujur.

"Dia tidak memberitahu siapa pun, termasuk aku, tapi bukan hal yang perlu dipermasalahkan, yang terpenting adalah kalian juga masih punya waktu dan niat untuk pulang ke rumah."

Suasana mendadak hening sejenak. Barangkali cukup sadar kalau kalimat Oma mengandung sindiran halus.

"Sudah kamu bilang ke Dimas kalau aku menyuruhnya kemari?" Lusiana bertanya pada Ajeng.

"Dimas lagi sibuk-sibuknya, Ma. Mama kan tahu kalau dia lagi magang."

"Tempat magang dia tidak jauh-jauh sangat dari sini. Kenapa masih tinggal di kosannya?"

"Ga apa-apa, lah, Ma. Dia kan udah besar, harus mandiri." Widya menimpali. Meski begitu, anggota tertua tak berniat membalas ucapan anak bungsunya. Lebih memilih menggenggam sendok dan garpu pada masing-masing tangannya.

"Malam ini aku mengharuskannya semua anggota keluarga untuk hadir makan malam bukan hanya untuk menyambut kepulangan Sabrina ke rumah, tetapi juga untuk membuat anggota keluargaku berkumpul kembali." Lusi memandangi satu-persatu anggota keluarganya. Dari sana Lona bisa merasakan aura yang mendominasi dari diri Lusiana.

"Sayangnya, masih ada anggota keluarga yang tidak bisa hadir karena berbagai alasan. Untuk makan malam selanjutnya, aku harap semua anggota keluarga Ananta bisa hadir, baik yang sekarang sedang duduk di sini ataupun menantuku, suami Ajeng, dan cucuku, Dimas Ananta." Seluruh anggota keluarga merespon dengan anggukan kecil.

"Baiklah, selamat makan."

Bunyi alat-alat makan yang beradu dengan piring membuat Lona segera mengangkat sendok makan. Niatnya ingin mencicipi terlebih dahulu sup di mangkuk.

Matanya Lona sedikit melebar, merasakan cita rasa sup yang menyapa indra pengecapnya. Benar-benar nikmat! Lona dengar Ananta punya seorang juru masak hebat yang bekerja untuk memasak hidangan mereka. Fakta itu membuat ia semakin terkesima dengan keluarga ini.

"Kupikir kau sudah betah di sana."

Lona mendongak. Kalimat itu dilayangkan oleh lelaki di hadapannya. Morris Mahardika, lelaki yang tadi dia lihat di pajangan bingkai foto lantai atas. Bedanya yang duduk di hadapannya kini sudah tampak lebih dewasa daripada yang di foto. Lona akui, visualnya memang tampan, tapi penafsiran Sabrina tentang lelaki itu tampak ada benarnya, dingin dan terlihat arogan.

Kadangkala kembarannya itu heran mengapa oma begitu menyayangi dan memercayai Morris, lelaki yang notabenenya tidak memiliki hubungan darah apa pun dengan keluarga mereka.

Kepercayaan Lusiana bahkan sampai membuat Morris mengisi posisi direktur utama dalam bisnis keluarga mereka.

"Memangnya kenapa? Kau pikir aku tidak akan pulang?"

Lona berusaha menanggapinya setenang mungkin. Dia lihat sudut kanan bibir lelaki itu menyungging sedikit.

Sabrina bilang dia tidak suka Morris. Lelaki itu kerap kali bersikap menyebalkan. Sering menyulut emosi kembarannya dengan kalimat-kalimat yang terdengar meremehkan. Perlakuan yang Morris berikan kepada Sabrina dan saudara-saudaranya yang lain pun begitu berbeda. Tak tahu pasti mengapa, tapi Sabrina selalu curiga hal itu bersinggungan dengan bisnis keluarga Ananta.

"Oma akan menyeretnya pulang kalau dia tidak mau pulang." Lusi berujar diakhiri kekehan kecil. Lona ikut tertawa singkat sementara beberapa dari anggota lainnya hanya tersenyum simpul.

"Jadi apa yang akan kamu lakukan setelah ini, keponakanku?" Si bungsu Ananta bertanya.

Makanan di dalam mulut berhenti dikunyah. Otaknya berpikir sejenak, mencari-cari jawaban dari skenario yang sudah dia dan Sabrina perkirakan.

"Apalagi?" Lona menoleh, dia lihat Lusi menatapnya sembari tersenyum. "Dia harus mempersiapkan diri untuk Ananta Grup. Jadi mulai sekarang kamu harus banyak ikut andil pada manajemen Ananta Group."

Lona bingung bukan main. Hal ini tidak ada di dalam skenario yang diberitahukan Sabrina kepadanya. Lona tahu kalau Sabrina Ananta adalah ahli waris Ananta Group, tapi Lona tidak pernah menduga kalau hal yang satu ini nantinya akan menjadi tanggung jawabnya juga.

"Aa ... aku."

"Keponakan tante emangnya gak mau lanjutin kuliah ke luar negeri? Dia kan pintar, masih muda juga. Sayang banget kalau gak lanjut. Kamu mau dimana, Brina? Amerika? Jerman?"

"Tidak perlu. Cucuku ini sudah cerdas sejak lahir. Aku yakin, tanpa melanjutkan pendidikannya pun dia bisa."

"Tapi sayang sekali, lho, Ma. Benar, tidak, Kak?"

Ajeng menatap adik perempuannya. Tidak mengiyakan pun juga tidak menyuarakan ketidaksetujuannya. Putri sulung keluarga Ananta itu kemudian melanjutkan suapannya, terlihat enggan ikut campur dalam urusan ini.

"Biar menjadi urusanku. Kamu tidak perlu sibuk turun tangan, Widya. Urusi saja putramu, Jordan." Lona melihat raut wajah tantenya itu berubah menjadi masam. Segera menyendok nasi di piring dan melahapnya. Namun, berbeda dengan reaksi sang anak yang tampak tak acuh.

Lona memperhatikan adik dari ayah kandungnya itu, mencoba menilai tampilan luar wanita tersebut. Lona rasa semua orang yang berpapasan dengan Widya bisa secara terang-terangan menilainya.

Dari penampilannya saja sudah terlihat kalau si bungsu Ananta itu termasuk ke dalam jejeran wanita sosialita yang dikenal hedon. Sementara pria di sebelahnya tampak seperti tipikal suami yang menurut dengan istirnya. Lona yakin, gaya berpakaian sang suami diatur oleh istrinya, sebab tampak serasi dengan pakaian yang dikenakan Widya. Hanya remaja lima belas tahun yang duduk di samping Morris yang berpakaian simpel, mengenakan atasan hoodie dan bawahan celana jeans hitam.

"Aku akan memanggil menantuku, Morris dan Sabrina untuk datang satu-persatu ke ruanganku nanti."

■⁠-■⁠-⁠■

Bohong kalau Lona merasa tenang-tenang saja ketika Niyah memanggilnya untuk menghadap Lusiana di ruang kerja yang pernah ditempati kepala keluarga Ananta dulu, Hans Ananta. Saking paniknya mendengar perintah Lusi sewaktu makan malam tadi, Lona segera bergegas menuju kamar setelah makan malam selesai, mencari telepon seluler baru yang dibelikan Sabrina tiga hari sebelum kedatangannya ke sini. Menggunakan benda canggih itu, Lona segera menghubungi kembarannya.

Pada percakapan singkat jarak jauh tersebut, Sabrina meyakinkan Lona agar tidak perlu terlalu khawatir. Untung saja saran yang diberikan saudara kandungnya itu bisa sedikit menenangkan dirinya. Sisanya Lona hanya bisa berharap supaya perkara ini tidak akan menjadi momok menakutkan baginya.

Setelah mengatur napas menjadi lebih tenang, Lona memberanikan diri mengetuk dan membuka pintu ruang kerja pemilik Ananta grup. Tatkala pintu itu terbuka, figur Lusiana terpampang jelas, dengan kacamata bertengger di wajah, terlihat fokus dengan dokumen yang ada di tangan. Dia baru mendongak ketika Lona sudah lebih dekat dengannya.

"Duduklah di sana, Oma ingin membicarakan sesuatu."

Lona menurut, duduk di sofa yang di arahkan Lusi melalui sorot matanya. Tidak butuh waktu lama juga bagi Lusiana untuk segera melangkah dan bergabung.

Keduanya memaku fokus satu sama lain. "Ada apa memanggilku ke sini, Oma?"

Helaan napas berat terdengar sebelum Lusi buka suara.

"Oma rasa, sudah seharusnya kamu bersiap."

"Bersiap?"

"Mau bagaimana pun kamu tetap pewaris Ananta Grup, Sabrina. Sudah waktunya kamu melangkah masuk dan belajar. Mau menunggu apalagi?"

Perubahan suasana hati sang oma mudah untuk dibaca oleh Lona, sorot mata wanita itu lebih dari cukup untuk memberitahunya.

"Oma, bukankah lebih baik kalau aku melanjutkan kuliah dulu saja? Seperti kata Tante Widya. Aku akan mencari pengetahuan lebih banyak lagi agar—"

"Oma rasa kamu lebih dari cukup untuk itu. Oma mengenalimu, cucu kesayanganku ini sangat cerdas."

Cemas kembali menghampiri Lona. Ia merasakan telapak tangannya berkeringat. Saran Sabrina nyatanya tidak mampu menyelesaikan hal ini begitu saja.

"Kamu itu tidak sendirian, Brina. Kamu punya banyak orang yang akan berada di sisimu, termasuk Oma, Morris, paman-paman mu."

Lona membatu beberapa detik tanpa memutus kontak matanya dengan sang nenek. Otaknya ia paksa untuk berpikir cepat, mencari suatu alasan yang bisa meluluhkan Lusi.

"Aku takut kalau aku tidak bisa melakukannya. Bagaimana kalau aku ternyata tidak punya keahlian mengelola perusahaan sehebat Oma?"

Lona sebisa mungkin menunjukkan raut wajah penuh keraguan, harap-harap Lusi memahami dan memakluminya.

Sosok seorang lelaki tiba-tiba saja melintas di ingatannya. "Bagaimana dengan Morris, bukankah caranya memimpin perusahaan sudah cukup memuaskan?"

Lusiana mengalihkan perhatiannya, memandang lurus ke depan. Makna tatapannya tampak dalam. Menerawang pada sesuatu yang tak Lona ketahui.

"Oma memutuskan hal itu bukan tanpa alasan, Brina."

Related chapters

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 5 : Morris Mahardika

    Sabrina mengatakan hal jujur tentang Lusiana Ananta tempo hari. Wanita itu benar-benar tegas dan berpendirian kuat dalam mempertahankan keputusannya. Kalau sudah memutuskan sesuatu, akan susah bagi anggota keluarga menentangnya, sekali pun hal tersebut bertolak belakang dan tidak memuaskan salah satu atau beberapa diantaranya. Begitu pula yang Lona alami di hari pertamanya berada di rumah ini. Keluar dari ruang kerja Lusi, air muka Lona tidak secerah beberapa jam lalu. Kedua kakinya membawa tubuh Lona ke lantai atas bersamaan dengan perasaan yang bercampur aduk antara, cemas, takut, bingung, dan kesal. "Kenapa dia tidak bilang padaku kalau aku harus menangani hal ini juga!" Kalimat mengandung emosi itu Lona lontarkan dengan menggerutu. Seingatnya, selama Sabrina Ananta menjabarkan semua skenario yang direncanakannya, wanita itu tidak pernah sekali pun mengungkapkan soal konsekuensi yang akan didapat Lona karena berperan menjadi dirinya. "Kenapa jadi begini urusannya. Aku pikir ya

    Last Updated : 2023-02-04
  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 6 : Si bungsu Ananta (Winda Widya Ananta)

    "Syukurlah kamu belum tidur. Keponakanku, Tante bawa teh chamomile kesukaanmu." Widya Ananta membawa masuk nampan berisi teko transparan dan segelas cangkir. Dia bahkan tak segan-segan menuangkannya untuk Lona."Teh chamomile memang banyak banget manfaatnya. Kamu ini memang pintar, deh!Pandai jaga kesehatan dan merawat diri seperti Tante. Nih, ayo sambil duduk!" Widya memberikan cangkir berisi teh tersebut sembari menuntun Lona yang setengah kebingungan menuju kursi."Sabrina, Tante mau sekalian ngobrol sedikit sama kamu."Dahi Lona berkerut samar. "Ngobrol apa, Tante?" Lona meletakkan cangkir itu di atas meja."Sudah lama sekali tidak lihat kamu, abisnya kamu selalu sibuk dengan urusan kuliah kamu, sih, sampai-sampai libur pun jarang sekali pulang Tante tuh kangen." Lona memaksa senyum mengembang di wajahnya. Dalam hati meringis kecil mengetahui kenyataan bahwa memang sebelumnya tidak pernah sekalipun ia menapakkan kakinya di rumah ini."Tante maklumi, deh, soalnya kamu pintar dan be

    Last Updated : 2023-02-10
  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 7 : Buku Catatan Mama

    "Ya, mau bagaimana lagi. Dia memaksaku." Suara gelak tawa Sabrina seketika itu juga terdengar di telinga Lona. Kedua bersaudara itu tengah mengobrol jarak jauh melalui ponsel pintar mereka.'Kamu tahu, Lona? Aku paling tidak suka pergi keluar bersama Tante Widya, karena jadinya, yah, seperti kamu.' Lona cemberut, masih mendengar suara tawa mengejek dari seberang."Yang benar saja, apa dia memang selalu begitu?"Masih dengan perasaan setengah dongkol, Lona mengingat kembali kegiatannya hari ini. Tentu saja bersama Widya. Seharian. Awalnya Lona menemani wanita itu menjajahi butik-butik brand besar, kemudian wanita itu membawa Lona untuk diperkenalkan dengan teman-teman sosialitanya. Pokoknya seharian ini dia sibuk membuntuti Widya selayaknya asisten pribadi wanita itu.'Jadi kamu dimarahi Oma, ya?'"Iya, sudah pasti. Kalau aku bersama Ibu, dia juga akan memarahiku. Seharian pergi dari pagi, baru pulang sudah malam begini." Netra Lona melihat ke arah jam dinding yang menunjuk pada angka

    Last Updated : 2023-02-11
  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 8 : Rencana Oma

    'Tiga bulan lagi kamu akan 'terjun' menjadi bagian dari Ananta Grup. Sebelum hari itu tiba, Oma akan mengatur perkenalan antara dirimu dan orang-orang penting dalam bisnis kita.'Kepala Lona dilanda pusing ketika ia kembali mengingat ucapan Lusiana selepas makan siang tadi.'Bulan depan, Ajeng akan mengadakan pameran seni di galeri seni keluarga kita. Akan ada banyak orang-orang penting yang menjadi tamu VIP, ini kesempatan untuk memperkenalkan kamu kepada mereka, Sabrina.'Bahkan masih terbayang jelas wajah Lusiana yang menatapnya serius ketika mengutarakan rencana yang dibuat untuk dirinya. 'Tapi sebelumnya Oma berencana untuk mengundang dewan komisaris, para direksi serta beberapa pemegang saham untuk makan malam bersama.'Hembusan napas sudah berkali-kali terdengar di dalam ruangan perpustakaan keluarga Ananta. Terdapat satu eksistensi seorang wanita yang tampak dalam kondisi kacau dengan buku-buku terbuka dan berserakan di atas meja.Kurang lebih sudah lima jam Lona berdiam diri

    Last Updated : 2023-02-21
  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 9 : Lembar Terakhir

    'Kalau kamu mau menghindarinya, lakukan tips yang aku berikan. Kalau kamu ingin menghadapinya, aku percaya kamu bisa menghadapinya, Lona.'Lona menarik napas panjang, lalu menghembuskannya kasar. Wanita muda itu kemudian termenung menatap layar ponsel pintar yang diletakkannya begitu saja di atas kasur. Ponsel itu dalam keadaan hidup dan sedang tersambung pada panggilan jarak jauh serta berada pada mode speaker.Baru beberapa hari tinggal di atap rumah megah keluarga Ananta, Lona sudah seperti ini. Rasa takut menghadapi masa depan yang akan ia lalui sebagai Sabrina Ananta membuat kepalanya dilanda pusing bukan main. Lona yakin betul, jika Sabrina berada di posisi yang seharusnya, hal ini akan menjadi kewajiban yang tidak perlu ditakutkan, tetapi sayangnya Lona tidak bisa merasa demikian. Alih-alih bersikap santai, masa depan Sabrina malah menimbulkan kekhawatiran bagi dirinya."Sudahlah. Apa sesuatu yang ingin kamu katakan?"Selepas makan malam tadi, Lona memutuskan untuk kembali ke ka

    Last Updated : 2023-02-21
  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 1 : Lona Batara

    "Aku menemukan buku catatan milik Mama. Disimpan rapi di tempat persembunyiannya. Aku mengambilnya secara diam-diam, tanpa sepengetahuan siapa pun." Sabrina Ananta mengeluarkan sebuah buku dari tasnya, kemudian buku itu ia letakkan di atas meja. "Aku yakin Oma akan marah besar padaku kalau dia tahu soal ini." Lona menatap benda itu dalam hening."Aku tahu tentangmu dari buku itu. Lebih tepatnya, buku itu yang membawa aku padamu." Melihat lawan bicaranya masih tampak kebingungan, Sabrina kembali buka suara. "Kamu dan aku seperti buah pinang dibelah dua, apa kamu tidak mencoba untuk berasumsi sesuatu tentang kita?" Saat itu juga Lona Batara tertegun. Cukup mengerti maksud dari perkataan wanita di hadapannya. Prasangka yang semula ia anggap konyol, ternyata benar. "Bagaimana bisa begini." Lona bergumam pelan. Masih sulit untuk menerima kenyataan tentang identitasnya sendiri. "Aku pun tak tahu pasti, tapi kurasa buku catatan Mama bisa menjawabnya kalau kamu mau mencari tahu lebih

    Last Updated : 2023-02-01
  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 2 : Kesepakatan

    Kemarin pagi, seorang perempuan muda bertamu ke rumah. Ketika itu Lona tengah membantu ibu di dapur, suara ketukan pintu membuat ia bergegas menuju ke depan, mengecek siapakah gerangan yang datang. Tanpa ragu Lona membuka pintu. Niat hati ingin menyambut kedatangan seorang tamu, dia malah berakhir mematung terkejut menatap wanita muda yang ada di hadapannya. Pertemuan tersebutlah yang kemudian membawa Lona Batara duduk di salah satu kafe, berhadapan dengan wanita yang memperkenalkan diri sebagai Sabrina Ananta. Menceritakan segala hal yang tidak mudah untuk Lona maklumi begitu saja, tentang identitas Lona yang sebenarnya. Belum lagi, ketika Sabrina mengutarakan tujuan utamanya datang kepada Lona. "Meskipun ada sedikit perbedaan, aku yakin yang lain tidak akan menyadarinya." Mudah untuk dimengerti oleh Lona apabila Sabrina meminta ia kembali pada keluarganya sendiri, tapi permintaan Sabrina justru terdengar sedikit tidak masuk akal. Daripada harus bertukar peran, kenapa tidak langs

    Last Updated : 2023-02-01
  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 3 : Rumah Megah Keluarga Ananta

    Kesepakatan yang dicapai antara Lona dan Sabrina akhirnya menghantar putri Batara ke kediaman megah keluarga besar Ananta. Atas saran yang diberikan Sekar padanya, Lona akhirnya menyetujui permohonan Sabrina untuk mengisi peran kembarannya di dalam keluarga Ananta. Sebelumnya, Sabrina menawarkan dua pilihan padanya. Kalau nanti dia memutuskan untuk hidup sebagai bagian dari Ananta. Segala hak yang Sabrina miliki sebelumnya akan menjadi milik Lona, sementara Sabrina akan tinggal bersama Sekar. Namun, apabila Lona memilih untuk pulang setelah Sabrina melahirkan, Sabrina berjanji akan membantu untuk membiayai biaya hidup mereka. Di permulaan, opsi kedua menjadi pilihan Lona. Lona merasa, mau bagaimana pun, dia tidak pernah menyesali nasibnya yang hidup sederhana bersama Sekar. Apa pun yang terjadi, dia akan tetap ingin bersama Sekar. Sabrina Ananta pun tidak keberatan dengan pilihan Lona. Kembarannya itu juga akan menerima keputusan Lona kalau-kalau suatu saat dia berubah pikiran. "

    Last Updated : 2023-02-01

Latest chapter

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 9 : Lembar Terakhir

    'Kalau kamu mau menghindarinya, lakukan tips yang aku berikan. Kalau kamu ingin menghadapinya, aku percaya kamu bisa menghadapinya, Lona.'Lona menarik napas panjang, lalu menghembuskannya kasar. Wanita muda itu kemudian termenung menatap layar ponsel pintar yang diletakkannya begitu saja di atas kasur. Ponsel itu dalam keadaan hidup dan sedang tersambung pada panggilan jarak jauh serta berada pada mode speaker.Baru beberapa hari tinggal di atap rumah megah keluarga Ananta, Lona sudah seperti ini. Rasa takut menghadapi masa depan yang akan ia lalui sebagai Sabrina Ananta membuat kepalanya dilanda pusing bukan main. Lona yakin betul, jika Sabrina berada di posisi yang seharusnya, hal ini akan menjadi kewajiban yang tidak perlu ditakutkan, tetapi sayangnya Lona tidak bisa merasa demikian. Alih-alih bersikap santai, masa depan Sabrina malah menimbulkan kekhawatiran bagi dirinya."Sudahlah. Apa sesuatu yang ingin kamu katakan?"Selepas makan malam tadi, Lona memutuskan untuk kembali ke ka

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 8 : Rencana Oma

    'Tiga bulan lagi kamu akan 'terjun' menjadi bagian dari Ananta Grup. Sebelum hari itu tiba, Oma akan mengatur perkenalan antara dirimu dan orang-orang penting dalam bisnis kita.'Kepala Lona dilanda pusing ketika ia kembali mengingat ucapan Lusiana selepas makan siang tadi.'Bulan depan, Ajeng akan mengadakan pameran seni di galeri seni keluarga kita. Akan ada banyak orang-orang penting yang menjadi tamu VIP, ini kesempatan untuk memperkenalkan kamu kepada mereka, Sabrina.'Bahkan masih terbayang jelas wajah Lusiana yang menatapnya serius ketika mengutarakan rencana yang dibuat untuk dirinya. 'Tapi sebelumnya Oma berencana untuk mengundang dewan komisaris, para direksi serta beberapa pemegang saham untuk makan malam bersama.'Hembusan napas sudah berkali-kali terdengar di dalam ruangan perpustakaan keluarga Ananta. Terdapat satu eksistensi seorang wanita yang tampak dalam kondisi kacau dengan buku-buku terbuka dan berserakan di atas meja.Kurang lebih sudah lima jam Lona berdiam diri

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 7 : Buku Catatan Mama

    "Ya, mau bagaimana lagi. Dia memaksaku." Suara gelak tawa Sabrina seketika itu juga terdengar di telinga Lona. Kedua bersaudara itu tengah mengobrol jarak jauh melalui ponsel pintar mereka.'Kamu tahu, Lona? Aku paling tidak suka pergi keluar bersama Tante Widya, karena jadinya, yah, seperti kamu.' Lona cemberut, masih mendengar suara tawa mengejek dari seberang."Yang benar saja, apa dia memang selalu begitu?"Masih dengan perasaan setengah dongkol, Lona mengingat kembali kegiatannya hari ini. Tentu saja bersama Widya. Seharian. Awalnya Lona menemani wanita itu menjajahi butik-butik brand besar, kemudian wanita itu membawa Lona untuk diperkenalkan dengan teman-teman sosialitanya. Pokoknya seharian ini dia sibuk membuntuti Widya selayaknya asisten pribadi wanita itu.'Jadi kamu dimarahi Oma, ya?'"Iya, sudah pasti. Kalau aku bersama Ibu, dia juga akan memarahiku. Seharian pergi dari pagi, baru pulang sudah malam begini." Netra Lona melihat ke arah jam dinding yang menunjuk pada angka

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 6 : Si bungsu Ananta (Winda Widya Ananta)

    "Syukurlah kamu belum tidur. Keponakanku, Tante bawa teh chamomile kesukaanmu." Widya Ananta membawa masuk nampan berisi teko transparan dan segelas cangkir. Dia bahkan tak segan-segan menuangkannya untuk Lona."Teh chamomile memang banyak banget manfaatnya. Kamu ini memang pintar, deh!Pandai jaga kesehatan dan merawat diri seperti Tante. Nih, ayo sambil duduk!" Widya memberikan cangkir berisi teh tersebut sembari menuntun Lona yang setengah kebingungan menuju kursi."Sabrina, Tante mau sekalian ngobrol sedikit sama kamu."Dahi Lona berkerut samar. "Ngobrol apa, Tante?" Lona meletakkan cangkir itu di atas meja."Sudah lama sekali tidak lihat kamu, abisnya kamu selalu sibuk dengan urusan kuliah kamu, sih, sampai-sampai libur pun jarang sekali pulang Tante tuh kangen." Lona memaksa senyum mengembang di wajahnya. Dalam hati meringis kecil mengetahui kenyataan bahwa memang sebelumnya tidak pernah sekalipun ia menapakkan kakinya di rumah ini."Tante maklumi, deh, soalnya kamu pintar dan be

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 5 : Morris Mahardika

    Sabrina mengatakan hal jujur tentang Lusiana Ananta tempo hari. Wanita itu benar-benar tegas dan berpendirian kuat dalam mempertahankan keputusannya. Kalau sudah memutuskan sesuatu, akan susah bagi anggota keluarga menentangnya, sekali pun hal tersebut bertolak belakang dan tidak memuaskan salah satu atau beberapa diantaranya. Begitu pula yang Lona alami di hari pertamanya berada di rumah ini. Keluar dari ruang kerja Lusi, air muka Lona tidak secerah beberapa jam lalu. Kedua kakinya membawa tubuh Lona ke lantai atas bersamaan dengan perasaan yang bercampur aduk antara, cemas, takut, bingung, dan kesal. "Kenapa dia tidak bilang padaku kalau aku harus menangani hal ini juga!" Kalimat mengandung emosi itu Lona lontarkan dengan menggerutu. Seingatnya, selama Sabrina Ananta menjabarkan semua skenario yang direncanakannya, wanita itu tidak pernah sekali pun mengungkapkan soal konsekuensi yang akan didapat Lona karena berperan menjadi dirinya. "Kenapa jadi begini urusannya. Aku pikir ya

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 4 : Ahli Waris

    "Maaf sedikit terlambat. Ada sesuatu yang mendesak yang harus segera aku tangani." Oma mengangguk singkat. Tampak tak mempermasalahkan hal tersebut. Bersamaan dengan itu, para pelayan keluarga Ananta datang, meletakkan satu persatu sajian. "Wah Morris kita pasti sibuk sekali!" Morris hanya tersenyum tipis menanggapi kalimat tante Widya, si bungsu Ananta, ibu pemuda yang duduk di sampingnya. Lona sejak tadi menyimak dengan hikmat obrolan diantara mereka, akan tetapi hidang-hidangan di hadapannya berhasil membuat setengah fokusnya membuyar. Dia tertegun melihat banyaknya hidangan nikmat yang akan mengisi perutnya kali ini. "Siang tadi Sabrina kembali ke rumah ini, setelah menyelesaikan kuliah dan membawa pulang gelar sarjana dengan lulusan predikat yang sangat memuaskan. Selamat sekali lagi untuk cucu Oma tercinta." Lona sedikit gelagapan. Merespon dengan senyum selebar mungkin karena tidak tahu harus menjawab apa. "Keponakan Tante, kenapa tidak bilang kalau kamu mau pulang?""A

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 3 : Rumah Megah Keluarga Ananta

    Kesepakatan yang dicapai antara Lona dan Sabrina akhirnya menghantar putri Batara ke kediaman megah keluarga besar Ananta. Atas saran yang diberikan Sekar padanya, Lona akhirnya menyetujui permohonan Sabrina untuk mengisi peran kembarannya di dalam keluarga Ananta. Sebelumnya, Sabrina menawarkan dua pilihan padanya. Kalau nanti dia memutuskan untuk hidup sebagai bagian dari Ananta. Segala hak yang Sabrina miliki sebelumnya akan menjadi milik Lona, sementara Sabrina akan tinggal bersama Sekar. Namun, apabila Lona memilih untuk pulang setelah Sabrina melahirkan, Sabrina berjanji akan membantu untuk membiayai biaya hidup mereka. Di permulaan, opsi kedua menjadi pilihan Lona. Lona merasa, mau bagaimana pun, dia tidak pernah menyesali nasibnya yang hidup sederhana bersama Sekar. Apa pun yang terjadi, dia akan tetap ingin bersama Sekar. Sabrina Ananta pun tidak keberatan dengan pilihan Lona. Kembarannya itu juga akan menerima keputusan Lona kalau-kalau suatu saat dia berubah pikiran. "

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 2 : Kesepakatan

    Kemarin pagi, seorang perempuan muda bertamu ke rumah. Ketika itu Lona tengah membantu ibu di dapur, suara ketukan pintu membuat ia bergegas menuju ke depan, mengecek siapakah gerangan yang datang. Tanpa ragu Lona membuka pintu. Niat hati ingin menyambut kedatangan seorang tamu, dia malah berakhir mematung terkejut menatap wanita muda yang ada di hadapannya. Pertemuan tersebutlah yang kemudian membawa Lona Batara duduk di salah satu kafe, berhadapan dengan wanita yang memperkenalkan diri sebagai Sabrina Ananta. Menceritakan segala hal yang tidak mudah untuk Lona maklumi begitu saja, tentang identitas Lona yang sebenarnya. Belum lagi, ketika Sabrina mengutarakan tujuan utamanya datang kepada Lona. "Meskipun ada sedikit perbedaan, aku yakin yang lain tidak akan menyadarinya." Mudah untuk dimengerti oleh Lona apabila Sabrina meminta ia kembali pada keluarganya sendiri, tapi permintaan Sabrina justru terdengar sedikit tidak masuk akal. Daripada harus bertukar peran, kenapa tidak langs

  • Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta   Bab 1 : Lona Batara

    "Aku menemukan buku catatan milik Mama. Disimpan rapi di tempat persembunyiannya. Aku mengambilnya secara diam-diam, tanpa sepengetahuan siapa pun." Sabrina Ananta mengeluarkan sebuah buku dari tasnya, kemudian buku itu ia letakkan di atas meja. "Aku yakin Oma akan marah besar padaku kalau dia tahu soal ini." Lona menatap benda itu dalam hening."Aku tahu tentangmu dari buku itu. Lebih tepatnya, buku itu yang membawa aku padamu." Melihat lawan bicaranya masih tampak kebingungan, Sabrina kembali buka suara. "Kamu dan aku seperti buah pinang dibelah dua, apa kamu tidak mencoba untuk berasumsi sesuatu tentang kita?" Saat itu juga Lona Batara tertegun. Cukup mengerti maksud dari perkataan wanita di hadapannya. Prasangka yang semula ia anggap konyol, ternyata benar. "Bagaimana bisa begini." Lona bergumam pelan. Masih sulit untuk menerima kenyataan tentang identitasnya sendiri. "Aku pun tak tahu pasti, tapi kurasa buku catatan Mama bisa menjawabnya kalau kamu mau mencari tahu lebih

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status