Home / Pernikahan / Dibalik Diamnya Istri Ternyata .... / Bab 5. Paket Gelap - Aku Pinjam Suamimu

Share

Bab 5. Paket Gelap - Aku Pinjam Suamimu

"Apa ini? Kenapa ada yang mengirim pakaian bayi laki-laki ke rumah ini? Apa Mas Ardi sengaja memberi tahu temannya alamat ini? Tapi dia tidak mengatakan apa pun tadi. Bahkan dia berpesan agar jangan sampai ada yang tahu keberadaan bayi itu. Jangan sampai seorang pun. Lantas ini?" Alya menggeleng dengan dada sesak.

[Titip anakku sebentar saja. Dan maaf, aku pinjam suamimu. Oh, maaf ini bukan pinjam.] Catatan dalam bungkusan itu juga tanpa nama. Hanya ada huruf 'R' di ujung paper note itu.

"Bu." Pak Karto menehan Alya yang terhuyung.

"Hah. Hah. Hah. Mas Ardi ...." Alya lemas dalam pegangan Pak Karto.

"Pak, kita bawa Bu Alya masuk dulu." Mbok Sari sangat cemas lihat keadaan majikannya.

Alya di dudukan di sofa ruang tengah. Wanita langsung tergeletak bersandar lemas dengan tatapan kosong ke depan. Dia masih memegang secarik note tadi.

Pak Karto lantas membawa masuk pakaian bayi yang tadi terlepas dari pegangan Alya.

"Istighfar, Bu. Ini semua belum pasti seperti apa. Misa jadi ini hanya orang iseng saja." Mbok Sari membuat sugesti positif.

Akan tetapi, Alya menggeleng. "Nggak, Mbok. Nggak! Ini bukan orang iseng. Ini sesuatu yang harus aku cari tahu kebenarannya. Sebenarnya apa yang Mas Ardi sembunyikan selamanya ini dariku." Wanita itu menghentak nafasnya kuat agar sesak dad4nya berkurang.

Mbok Sari dan Pak Karto saling pandang. Mereka para paruh baya terdiam karena juga menangkap ada yang kurang beres pada majikan laki-lakinya.

Sekian saat Alya terdiam mengatur alur rasa hati dan menatap pikiran.

Cinta tak memilih pada dia yang sempurna, tapi untuk menyempurnakan kita yang tak sempurna.

Kesetiaan, kepercayaan, cinta, rindu, cemburu, ego, nafsu, jujur, saling menjaga, menghormati, itu hanya sebagian unsur kebahagiaan pernikahan. Semua pernikahan pasti akan melewati ujian. Jika memang dia jodoh yang akan menjadi hari tuamu, pasti semua unsur itu akan terpegang kuat dan melekat dalam hati.

Saat dia bersama wanita lain, pasti bayangan istrinya akan menahan untuk melangkah jauh.

"Hah! Sepertinya aku nggak bisa diam lebih lama lagi, Mbok." Alya kini duduk tegak meski pandangnya belum fokus.

"Tapi, mau bergerak bagaimana, Bu? Lebih baik berdo'a supaya jika ada masalah yang Ibu tidak tahu disingkirkan oleh Allah. Dan berusaha percaya pada Bapak sekali lagi." Mbok Sari hanya khawatir jika praduganya benar-benar nyata, lantas bagaimana nasib rumah tangga majikannya. Selama ini keduanya dinilai orang baik. Pasangan itu juga selalu manis dan mesra di depannya.

"Entahlah, tapi aku ingin Mbok Sari dan Pak Karto melakukan sesuatu untukku." Alya menatap dua paruh baya itu.

Mereka sama-sama mengangguk.

"Tolong selama beberapa hari atau entah sampai aku siap, kalian menginap di sini. Tolong bantu aku merawat bayi ini."

"Simbok hanya bisa bantu hal seperti itu, Bu. Soal yang lain, kami hanya bisa membantu do'a. Semoga secepatnya Ibu mendapatkan jawaban dan jawaban itu adalah hal baik."

"Terima kasih, Mbok. Aku yakin Mbok Sari juga merasa janggal dengan sikap Mas Ardi dan bayi ini. Aku hanya ingin membuat keputusan seperti apa sebagai istrinya. Jadi harus mencari jawaban sebenar mungkin." Alya memegang tangan Mbok Sari.

Sedang Pak Karto mengambil sesuatu dari kantong celananya. Sebuah kartu menunggu pasien rumah sakit di salah satu kota itu. "Maaf, Bu. Tadi saat mencuci mobil saya menemukan kartu ini. Semula ingin menyerahkan pada bapak, tapi lupa karena tadi bapak saja berangkat buru-buru. Mungkin bisa membatu Ibu."

Alya menerima dengan tangan bergetar. Air mata itu kembali luruh tanpa isakan. Dia membaca alamat rumah sakit itu.

"Meski tidak ada nama pasiennya, tapi Ibu bisa melacak kebenaran dari titik itu juga." Pak Karto merasa iba. Dia seorang laki-laki dan pastinya bisa merasakan gelagat aneh pada Ardi.

"Terima kasih, Pak. Untung saja Pak Karto nggak kasih ke suamiku. Mungkin ini sebuah petunjuk untukku." Alya tersenyum miris.

Hening sesaat.

"Siang ini aku akan ke kantor Mas Ardi menemui seorang. Aku nitip Daffa sama Mbok Sari. Soal kerjaan rumah, nggak usah dikerjakan dulu, yang penting Daffa nggak rewel." Alya menyeka sisa air matanya.

--

Sesuai rencana, Alya keluar sebelum jam istirahat siang kantor pusat suaminya.

Tadi, dia telah mengompres mata dan wajahnya yang membengkak karena menangis. Kini, wanita itu telah tampil cantik dan anggun meski dengan balutan hijab. Dia tarik lengkungan bibir kaku sembari hentakan nafas kuat. Wanita itu melangkah dengan terus menekan gemuruh di d4danya.

Ya, Alya adalah wanita cantik, manis dan lembut. Namun, dia bukan wanita lemah yang jika ditindas atau dikecewakan akan diam saja.

Alya memilih naik taksi untuk menghindari kecurigaan suaminya. Dia harus bertindak sehati-hati mungkin.

'Mas, aku tak mungkin diam saja setelah rentetan kejutan yang kamu sajikan. Dan aku sangat penasaran dengan wanita yang kamu panggil 'Ra' itu. Wanita yang aku yakini juga mengirim pakaian bayi ke rumah. Semoga kamu masih tetap Mas Ardi yang aku cintai dan sangat mencintaiku,' batin Alya. Dia menatap kosong arus jalan.

"Mau kemana kita, Mbak?" Teguran supir taksi membuyarkan lamunan Alya.

"Ehm, ke BGE Company. Tolong nanti berhenti di jarak agak jauh."

"Baik, Mbak."

Sekian lama melaju, taksi itu berhenti di tempat yang diinginkan Alya. Wanita itu keluar dengan terus mengedar pandangan.

Alya melihat arloji. "Pas waktunya istirahat siang. Aku harus cepat masuk ke sana."

Di depan sedikit sisi ada sebuah bangunan gedung pencakar langit yang begitu megah. Ya, tempat di mana suaminya bekerja. Di sana dia punya seorang kenalan. Sebenarnya teman kerja suaminya, tapi karena beberapa bertemu dan satu frekuensi, jadi mereka bisa akrab.

Sayang sekali, Ardi melarang Alya menyimpan nomor kontak teman kerja suaminya. Dulu, Alya hanya mengiyakan saja karena Ardi bilang kurang etis dan suaminya kurang nyaman, tapi sekarang dia akan tau jawabannya kenapa dulu suaminya melarang menyimpan nomor teman kerjanya.

Alya melangkah anggun, tapi berjalan sedikit ke tengah dan semakin menengah ke jalan. Karena kalutnya pikiran jadi kurang paham dengan sisi belakangnya. 'Mas, maafkan aku jika harus bertindak sejauh ini!' Tatapan itu tajam kekecewaan.

"Siapa wanita itu, kenapa berjalan tak paham arus? Apa dia wanita gil4? Pepet dia, biar paham aturan!" Seorang pria dengan balutan setelan jas abu-abu gelap menatap tajam dengan wajah datar langkah Alya.

Dengan ragu sang supir mengangguk.

Sebuah m0bil sed4n mew4h melintas dari belakang ke sisi Alya dengan kecepatan tinggi.

Ciiiiitttttttt ...!

"Akh! Astagfirullah hal adzim!" teriak Alya, hampir terserempet.

Alya membelalak dengan memegang dad4nya yang berdetak kencang. Dia tatap lajuan mobil yang masuk ke halaman gedung yang juga akan dia datangi. "Siapa dia. Sungguh tak tahu aturan. Apa karena memakai m0bil m4hal jadi nggak bisa melihat orang berjalan di sini?" gerutunya. Dia segera mengatur laju nafas dan bergegas melanjutkan langkah.

Pria yang duduk di kursi belakang itu menatap reaksi wajah Alya dari kaca spion. Satu sudut bibirnya terangkat sambil merapikan jasnya.

Langkah Alya terhenti saat yang akan ditemuinya malah kebetulan sedang keluar dari pintu utama gedung.

"Sindy!" teriak Alya.

Wanita yang dipanggil langsung menoleh dan tersenyum. "Alya?" Dia melangkah panjang dan mendekat.

Alya tersenyum tipis. "Maaf, aku ingin mengajakmu makan siang sambil ngobrol. Kebetulan aku lewat sini dan merindukanmu."

Basa basi Alya untuk mengajak Sindy keluar.

Sindy malah mengerutkan dahi. "Kamu kapan keluar dari rumah sakit? Ardi ambil cuti karena kamu sakit dan sampai sekarang katanya kamu belum sembuh. Lantas ada apa ini? Kenapa kamu malah ada di sini dengan penampilan sangat cantik?" Wanita itu menaikkan dua alisnya.

Deg! D4da Alya bagai dih4ntam palu besar untuk kesekian kalinya. Kejutan dari sang suami bertambah satu lagi dan semakin besar. Wanita itu mengepal kuat tangannya sejenak.

"Aku butuh kamu, Sindy. Ayo kita cari tempat untuk bicara."

Sindy memegang tangan Alya. Dia paham sesuatu dari genangan cairan di kelopak mata Alya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status