Rasa cinta itu ... kita mampu menyakiti diri agar dia yang kita cintai tidak menangis. Bagaimana jika ada suami menggunakan kain sutra untuk membalut bel4ti tajam ke arah istrinya? Seperti Ardi. Ternyata kelembutannya tak semanis yang selama ini Alya rasakan.Sedang Bara, pria yang terusik hatinya tanpa sebab yang jelas. Sampai dia penasaran kenapa mau membuang waktu berharganya hanya untuk istri orang.---Sebelum Bara datang ke rumah sakit.Bara tinggal di hotel mewah selama menyelesaikan pekerjaan di daerah itu."Kapan jadwalku kembali ke pusat kota?""Nanti sore, Tuan.""Kalau begitu hari ini aku harus benar-benar melakukan pekerjaan dengan baik."Ivan mengangguk. "Akan saya atur sesuai keinginan Anda."Bara menatap pantulan dirinya pada cermin panjang. "Bagaimana menurutmu soal tindakanku kemarin pada wanita yang jelas bukan tanggung jawabku? Katakan yang benar!"Ivan menarik nafas dalam. "Maaf, Tuan. Anda sedikit berlebihan."Bara mengeratkan giginya. "Sudah kuduga. Aku hampir
Suami selingkuh, lantas anak hasil selingkuhannya dibawa pulang agar dirawat Alya. Kini suaminya bilang pada keluarganya kalau anak itu adalah buah hati dan buah cinta mereka. Bagaimana cara Alya bisa menerima semua itu? Miris! Wanita dianjurkan untuk menjadi istri yang baik. Menjadi pelipur lara, tempat berkeluh kesah, dan jadi pengertian pada suami. Namun, jika seperti ini, haruskah Alya jadi istri jahat?Bahkan Bara pun tertawa lepas. "Baru kali ini aku tertarik pada drama rumah tangga. Jujur aku lebih suka nonton film trailer, tapi ... kamu membuatku sangat ingin tertawa. Ternyata drama rumah tangga selucu ini."Alya juga terkekeh dengan mata berkaca."Memang lucu. Sangat lucu. Aku saja terus menertawakan diriku. Lucu sekali!"Bara beranjak. Dia mendorong kursi roda ke dekat Alya."Selesaikan urusanmu dulu. Setidaknya kamu bisa menurunkan level kebod0hanmu di mata suamimu yang sangat pintar dan baik hati itu."Selang beberapa saat. Alya telah berganti pakaian. Dia juga memakai ma
'Urusan dengan Mas Ardi harus aku selesaikan dulu. Setelah itu aku sendiri yang akan membuka topeng suamiku pada keluarganya,' batin Alya."Kakimu kenapa, Alya? Ardi nggak bilang kamu terluka. Kamu istirahat dulu biar baikan." Hadi-ayah mertua Alya baru menyadari balutan perban di kaki menantunya."Makasih, Yah. Aku nggak apa-apa. Ini sudah membaik.""Wah, semakin aneh dunia ini. Untung Ibu datang tanpa kabar, jadi tahu seperti apa kelakuan istri Ardi sebenarnya. Ayah jangan terkecoh dengan luka kecil seperti itu, Ibu yakin itu karena kualat sama suami. Itu akibat istri bertingkah aneh-aneh di belakang suami. Pulang-pulang jadi pincang!" Ratih-ibu mertua yang selalu benci pada Alya."Maaf, Bu. Memang aku seperti apa?" Alya berjalan tertatih ke sofa, lalu duduk pelan."Bu, sudahlah. Kita hanya dulu kenapa Alya bisa mendapat luka ini.""Nggak bisa, Yah. Ibu tetap mau kasih tahu seperti apa dia. Ibu ini juga seorang istri, gak pernah punya tingkah seperti Alya."Hadi menghela nafas berat
Wanita lembut? Baik? Mengalah? Semua itu akan Alya perankan untuk pria yang pantas mendapatkannya.Alya merem4s kuat sisi ranjang menunggu apa yang akan dikatakan suaminya. "Kalau Mas malu karena sudah keceplosan biar aku saja yang menjelaskan sama ayah ibu. Nggak masalah. Aku akan bilang kalau kita sengaja menunda kehamilan dan Daffa itu anak yang kamu bawa pulang."Terdengar suara decitan mobil. Sepertinya Ardi langsung menepi."Mas, kamu nggak apa-apa, kan?" teriak Alya.Nafas Ardi terdengar berat tersengal. "Alya sayang. Aku sudah jelas sangat mencintaimu, jadi apa pun yang akan aku lakukan nanti pasti demi kebahagiaan kita. Kamu jangan bertindak gegabah atau ceroboh dulu, tunggu aku pulang."Alya tersenyum miris. "Demi kebahagiaanku atau kebahagiaanmu?""Alya, kamu kenapa sih? Apa kamu masih sakit? Bentar lagi aku sampai. Sebentar banget. Habis itu aku antar kamu ke dokter. Jangan ngomong ngaco lagi."Panggilan ditutup Alya.Setelah itu, Alya lantas ke kamar mandi. Dia harus seg
Hati-hati kalau menyakiti hati istri. Wanita tak selemah itu.Alya telah membuat beberapa editan potongan rekaman kamera pengawas yang didapat. Satu potongan rekaman saat Ardi masuk ke rumah sakit membawa Tiara telah dikirim ke kontak suaminya, beserta pesan rangkaian kata.[Bagaimana kalau istrimu tahu apa yang telah kamu lakukan di belakangnya?][Mungkin lebih menarik kalau ayahmu saja yang tahu bagaimana anak laki-lakinya yang telah beristri malah menjadi suami wanita lain.]Alya menekan tombol kirim dengan tangan bergetar."Hah!" Akhirnya terkirim. Dia menunggu reaksi suaminya. Alya memegang kuat ponselnya sambil menoleh arah kamar mandi.Brakkk! Terdengar suara sangat keras."Akh!" Disusul teriakan Ardi."Mas! Kamu nggak apa-apa, Mas?!" teriak Alya. Pelan dia turun dari ranjang dan melangkah tertatih ke kamar mandi.Di kamar mandi, Ardi sedang bertelungkup dengan memegang pinggang dan meringis."Akh! Haish. Adduhh ....." Ardi kesakitan."Mas, kamu kenapa?" Alya tersenyum tipis, d
'Sudah cukup aku diam dan selalu menurut padamu. Cinta tulusku juga tak bisa kamu khianati begitu saja. Mari kita lihat, apa aku wanita b0doh seperti yang kamu katakan?' Alya tersenyum lebar dengan membinarkan mata menatap suaminya. "Boleh 'kan aku punya usaha sendiri? Modalnya nggak banyak, cuma sepuluh juta saja. Uang segitu pasti nggak berat 'kan, Mas."Ardi menelan salivanya berat. "Sepuluh juta? Kamu mau usaha apa pakai uang sebanyak itu?" Dia mulai panas dingin.Ardi kurang fokus, dia terus melirik layar ponselnya menunggu balasan dari pesan misterius itu. 'Kenapa dia nggak kirim pesan lagi?' batinnya gelisah.Alya tersenyum miring tipis menatap wajah gelisah suaminya. "Mas, kita lagi ngobrol. Kamu malah fokus sama ponsel terus. Kapan mau quality time?""O-oh ya, apa tadi?" gagap Ardi. Dia mengusap wajahnya kasar dengan dengkusan berat."Aku sudah ada rencana, dengan keahlian menjahit mau buat usaha sendiri. Tapi masa segitu banyak sih, Mas? Kan tabungan kamu banyak. Gaji kamu
Kecerdasan tidak bisa diukur di sisi belahan mana dia lahir. Alya, wanita cerdas itu kini membuat gebrakan aksi untuk sakit hatinya.Alya bersandar di pintu dengan memejamkan mata dan memegang dadanya. "Huuuufffff ....""Ada apa, Bu?" Mbok Sari yang sudah menidurkan Daffa beranjak dari tempat tidur.Alya menggeleng. "Nggak ada apa-apa. Hanya ... Huh! Aku harus sabar lagi, Mbok. Tapi sabarku ini bukan berarti diam.""Simbok percaya kalau Ibu bisa mengatasi semuanya. Jangan ambil hati perkataan Bu Ratih. Percuma marah dengan orang seperti itu, kita hanya akan bertambah sakit hati."Sedang di luar kamar.Ratih memastikan dahulu jika pintu kamar depan ditutup rapat."Ibu butuh uang lima belas juta sekarang, Ardi. Bisa 'kan kamu transfer?""Lima belas juta? Bagaimana kalau sepuluh juta? Bulan ini aku banyak kebutuhan, Bu.""Ya sudah nggak apa-apa. Memangnya si Alya banyak maunya? Masih kamu kasih jatah seperti yang ibu bilang, kan? Jangan banyak-banyak. Dia itu wanita kampungan, jadi nggak
Sindy sengaja memesan di meja depan, bukan private room."Gimana kondisi istrimu, Ard? Sweet banget, suami teladan. Istri sakit sampai dibela-belain ambil cuti. Kamu mewakili suami terbaik di kantor kita," ucap teman laki-laki Ardi."Manteb, kalau aku jadi Alya pasti bakal kekepin Ardi terus tiap malam. Jarang banget dapat suami penyayang, nggak lirik kanan kiri." Sindy tersenyum kaku. Dalam hatinya Sindy ingin berkata tidak melirik kanan kiri kalau mau bertindak."Kalau aku sih mending cari orang buat jagain istri. Ada ibu, Kakak, adek. Sayang istri sih, tapi sayang juga kalau sampai nggak masuk kerja," sahut teman laki-laki lainnya.Ardi hanya tersenyum kaku. "Gimana lagi, di kota ini aku nggak ada keluarga. Kalau ada apa-apa ya cuma berdua aja. Katanya cinta, ya jangan cuma dilidah aja dong."Sindy mencebik kesal. Dia menoleh arah pintu berharap Alya segera datang.Dari arah pintu depan, sebuah langkah tegas telah menapaki arah meja makan Ardi dan Sindy. Jantung Alya berdetak kenca