Wanita kampung itu telah berubah jadi ratu sehari spek bidadari. Bara tertegun hingga enggan mengalihkan pandangannya.Kecantikan yang terpadu keanggunan Alya berbalut dalam bingkai gaun pengantin mewah elegan.'Aku memang tidak salah menilai berlian,' batin Bara.Sedang Alya tetap melangkah anggun. Ekor matanya sebentar melirik kehadiran mantan suami dan istri barunya. 'Dia datang. Dan aku telah masuk dalam lembaran-lembaran baru yang entah akan menjadi kisah seperti apa,' batinnya."Alya?!" Sindy teman Alya saja tidak menyangka. Baru berapa Minggu tidak ketemu sudah mendapat kejutan besar. "Sumpah nggak nyangka kalau bininya Tuan Bara itu si Alya. Gila! Gimana ceritanya?""Nggak! Nggak mungkin Alya jadi istri Tuan Bara. Bagaimana bisa?" Ardi bergetar."Mungkin saja kalau dia pakai cara kotor. Mana mungkin seorang Tuan Bara mau menatap wanita seperti Alya, kalau tidak pakai jeratan maut!" Tiara panas dingin dengan dada bergemuruh. Dia tidak terima Alya telah melampauinya."Diam, Kamu
Definisi bidadari di depan mata Bara. Wajah cantik alami dengan rambut panjang hitam tergerai. Senyum manis membuat nyaman dan meresahkan hati. Jika mulai menatap enggan berpaling. "Mas Bara?!" Alya berjingkat, dia latah menambah embel-embel 'Mas'. Wanita itu terpaku kaget di ambang pintu melihat suaminya ada di depan mata.Sedang Bara. Rungunya jelas mendengar panggilan Mas itu, bibirnya mengulum senyum dan matanya masih menatap lekat pesona wajah Alya yang menyihir hati.'Kenapa dia? Apa ada sesuatu di wajahku?' Alya mulai kurang percaya diri. Dia mengusap dua pipinya."Mas! Ehem!" Alya berdeham keras.Bara terkesiap. "O-Oh! Ehem!" Dia mengatur laju nafas dan auranya."Ehm, kamu mau ...." Alya mengusap lehernya bingung mau berkata apa."Kenapa lama sekali di dalam? Apa terjadi sesuatu? Kamu terjatuh? Kepleset? Atau sakit perut?" Bara menelisik kondisi istrinya.Alya menggeleng. "Maaf, Mas. Eh Tuan, ehm Bara."Panggilan itu membuat Bara kembali terdiam sesaat. Ah, rasanya adem bange
Saat ibu Bara masuk ke kamar itu pagi-pagi, saat itulah kedua orang tua Alya juga ingin bertemu dengan anaknya. "Yah, kita lihat ibu Bara mau apa. Ibu kok nggak tenang, sejak awal kurang suka sama sikapnya.""Ayo, Bu. Ayah juga pengen tahu dia mau apa. Pagi-pagi kok udah ke kamar pengantin. Mau ganggu atau buat masalah? Dari gelagatnya saja jelas nggak suka sama anak kita. Kalau bukan karena bujukan Alya, ayah berat menyerahkan anak kita pada mertua seperti itu. Semoga mantu kita benar-benar bisa menjaga perasaan dan keselamatan anak kita."Saat pintu hanya tinggal sedikit lagi menutup, ayah Alya menahannya. Dia menyisakan sedikit cela saja untuk menyimak dulu apa yang terjadi di dalam. Mereka takut kalau gegabah ternyata salah langkah."Ceraikan wanita ini sekarang juga dan kita bayar dengan harga yang pantas karena sudah jadi pengantin pengantin!" Desi menunjuk Alya dengan mata lebar.'Astagfirullah hal adzim,' batin Alya terbelalak. Rasanya tidak karuan, campuran rasa antara sesal
"Berikan saya kesempatan untuk membuktikan tanggung jawab sebagai suami dan membahagiakan Alya. Jika nanti setelah saya berusaha Alya tidak bahagia dan Anda masih tidak percaya ... silahkan jauhkan Alya dari saya. Karena saya juga ingin Alya bahagia." Bara mengucap itu dengan getaran dada dan rasa takut. Berharap dia mendapat kesempatan. Belum sempat dia mengutarakan perasaan, mungkinkah akan kehilangan begitu saja?Deg. Kalimat itu mampu menggetarkan hati Alya. Ya, saat bersama Ardi dia tidak pernah mendapat kata tulus yang sangat dalam seperti itu. Hanya kata bualan dan rayuan manis yang membuatnya terus berbunga-bunga dan melayang, tapi ternyata ....Bara masih memegang tangan Alya dan menatap harap.Ibu Alya menyenggol suaminya. "Bara sepertinya serius, Yah. Tapi gimana Mamanya? Ibu bingung," bisiknya.Ayah Alya mengusap bahu istrinya. "Ayah akan coba buat keputusan yang terbaik," balas bisiknya.Dua manik mata masih beradu begitu intens. Degupan jantung Alya juga semakin cepat."
'Mas Bara dipaksa memilih aku atau mamanya. Aku sendiri nggak mungkin akan semudah itu menyakiti perasaan orang tua. Dan mana mungkin aku membiarkan suamiku melawan orang tuanya. Apalagi aku, wanita yang bukan siapa-siapa. Pasti akan sangat berdosa kalau membuat hubungan anak dan ibu merenggang. Semoga ada jalan keluar, atau aku akan ...,' batin Alya."Bara! Cepat kamu pilih Mama atau wanita itu! Mama nggak sudi punya mantu janda miskin!""Bara, jangan buat keputusan konyol. Papa tidak mau melarangmu memilih masa depan, tapi jangan sekali-kali menggunakan pikiran pendek."Alya menarik nafas dalam. Dia tersenyum kaku. "Pa, Ma-""Jangan panggil aku Mama!" Desi langsung memotong ucapan Alya.Bara mengusap bahu istrinya agar tenang. Dia lantas lebih mendekat pada ibunya."Ma, jangan suruh aku memilih karena aku pasti akan memilih hal terpenting dan sangat menguntungkan. Aku adalah pengusaha dan itu rumusnya.""Bagus kalau kamu sadar." Perasaan Alya jadi tidak karuan. Tapi dia tetap terse
Aliran dar4h Bara mulai panas dengan desiran-desiran luar biasa. Letupan-letupan rasa sudah menuntut untuk membuat Alya menjadi istri seutuhnya.Alya mencengker4m selimut. Jantungnya tak mau lagi mendengar keinginannya agar tenang.Hening, mereka hanya mendengar detak jantung menggila masing-masing. Bahkan detakan weker tak masuk dalam rungu.Wajah Bara telah dekat dengan wajah Alya. Kini, kening Bara telah menempel pada kening Alya. Hembusan nafas Bara membuat desiran hebat untuk istrinya.Manik mata elang itu telah menatap sangat dalam, begitu dalam hingga .... bayangan Alya yang belum keluar dari masa lalu memupus niatnya."Ehm!" Bara menarik dirinya.Hingga Alya tercengang dan sedikit menyesalkan."Malam ini kita istirahat lebih awal." Bara lantas masuk ke kamar mandi.'Apa ini yang dinamakan cinta bukan nafsu? Seperti inikah yang namanya tulus bukan ego? Ya Allah, jika benar maka bukanlah pintu hatiku untuk Mas Bara. Dan buatlah sekat kuat untuk masa laluku,' batin Alya.Alya lan
[Aku malas di rumah. Udah suamiku ngomel terus, nggak kasih jatah uang belanja. Eh, aku pulang dicuekin.][Kebetulan besok aku ada kerjaan peninjauan proyek luar kota, tapi cuma 3 hari, nggak apa-apa?][Nggak masalah. Yang penting aku nggak stress di rumah. Sebenarnya suamiku pengen aku tukar tambah sama kamu aja.][Jangan ngomong kejauhan, Tiara. Dan jangan sampai istriku tahu soal ini. Sementara ini hubungan kita mutualisme. Kamu senang aku pun puas.]Tiara memegang erat ponselnya dengan senyum miring."Sementara ya? Ok, aku buat kata sementara itu ilang. Ardi udah nggak bisa aku andalkan lagi. Gajinya aja cuma cukup buat bayar cicilan sama urusan rumah. Aku harus upgrade suami. Sia-sia kecantikanku kalau cuma dipajang di dalam rumah."Tiara lantas keluar dan masuk ke kamar anaknya.Di dalam sedang ada Rani yang bermain dengan Daffa."Heh, kamu! Sini berikan anakku!" Tiara mendekati Daffa tanpa senyum.Rani gegas mengangkat Daffa dari tempat tidur. "Ini, Bu.""Aaaaa ...." Daffa mala
"Kamu harus atur waktunya biar sangat pas. Aku kasih jeda waktu 10 menit setelah istriku masuk.""Siap, Tuan. Akan saya bawa Ardi. Biar dia tahu siapa Alya. Hehe.""Jangan sampai salah atau tidak ada bonus bulan ini!"---Kini, mata Ardi membeliak. Wanita yang setiap hari mengganggunya, baik terjaga maupun terlelap kini sedang beradu mesra dengan pria lain. Rasanya sangat panas, meski pria itu adalah suaminya yang sekarang. Semakin hari penyesalan itu semakin dalam, Ardi terus mengatakan kata andai, andai dan andai dalam hatinya."Alya?" lirih Ardi, sesak melihat adegan itu. Sebuah sayatan sesal membuat luka menganga di hatinya."Sayang." Bara sangat puas, timing-nya tepat, dan dipastikan Ivan akan mendapat bonus besar. "Mas .... Ardi?" Alya langsung kembali menatap suaminya. Tangannya yang memegang sendok bergerak. Kenapa waktunya bisa sangat tepat? Pikirnya.Hap. Bara lantas memegang tangan Alya yang hendak menyuapinya. "Ada apa, Sayang?"Alya gegas mengatur perasaannya. "Nggak apa