******()******
'Entah mengapa sampai saat ini pun, aku masih penasaran sama kamu.'
(Yori Kristian Hirata)
***
"Apa dia kuper, ya?" ucap Alan bernada sewot.
Yori dan Andi segera menoleh ke arah si gaul berambut kuning keemasan itu dengan senyuman samar. Yori mengakui, melacak nama Hana seperti mencari jarum di dalam tumpukan jerami. Bagaimana tidak? Semua akun atas nama Hana ribuan jumlahnya. Bahkan sesekali mata nakalnya mengintip gambar wanita sexy yang diupload pemilik akun yang tidak diprivat.
"Gila! Nggak bisa gini caranya," lontar Andi meletakkan ponselnya di meja.
Ia merasa lelah sekaligus penasaran dengan sosok Hana yang jujur saja tidak pernah sekelas dengannya. Jadi, ia tidak ada bayangan sedikit pun mengenai wajah gadis dengan nama Hana yang berarti 'Bunga' dalam Jepang itu. Apalagi harus mencari di dalam media sosial? Ah, dia merasa tidak sabaran.
"Ada saran nggak?" Alan bersuara lantang, ia menoleh ke arah Andi dengan satu alisnya terangkat, ia malah sangat suka dengan hal-hal konyol seperti ini.
Alan adalah seorang model iklan TV dan juga sebuah majalah. Semua orang mengenalnya sebagai pria tampan dengan banyak kenalan wanita, jelas saja ia suka sekali menggunakan media sosial untuk menyapa semua penggemar.
"Gimana kalau kamu bikin status tentang Hana alumni SMA kita? Pasti rame," ucap Andi memberi saran.
"Ide bagus," sahut Alan setuju, kepalanya manggut-manggut.
"Ssstttthhh! Jangan! Dia itu akan jadi calon aku, enak saja kalian mau bikin kontroversi," cegah Yori bersuara penolakan.
"Ciehh, mengakui," ledek Alan menepuk pundak Yori dengan gemas.
"Bukan begitu, maksudku … jangan bikin kegaduhan. Aku nggak mau ada masalah apa-apa nantinya," jelas Yori masih mengutak-atik ponselnya.
"Kenapa kita nggak nyari nama lain di alumni SMA kita atau SMP kamu? Mana tahu ada salah satu dari teman kita berteman dengan Hana?" Andi kembali memberi saran kepada kedua sahabatnya.
"Mantap!" seru Alan bersemangat.
Mereka bertiga kembali mengetik nama teman-teman yang dikenal di media sosial masing-masing. Akan tetapi, tetap saja akun dengan nama Hana tidak ditemukan. Hingga akhirnya Yori menyerah dan memilih menyudahi semuanya.
"Sudah, ya? Aku pamit."
"Hei, lo mau kemana? Masa gitu aja nyerah?" ucap Alan ikut berdiri.
"Aku cabut, pasti nantinya kita juga bakal ketemu. Aku sih bakal berusaha buat gagalin rencana ini, jadi jangan khawatir pasti akan ada cara," tegas Yori segera memberi salam persahabatan dengan kedua sahabatnya lalu meninggalkan kafe.
Ia sebenarnya tipe pria yang tidak menyukai media sosial. Instagram dan Facebook miliknya saja sebenarnya malah orang lain yang membuat, dan ia hanya menyimak saja. Ia tidak menyukai kehidupannya diumbar dan diketahui semua orang. Baginya itu tidak penting untuk di-share.
"Apa kamu juga sepertiku, Hana? Tidak menyukai media sosial juga?" gumam Yori sambil menyetir mobilnya.
Kini ia sedang dalam perjalanan ingin melepas kejenuhan. Ia akan jalan-jalan menuju ke sebuah tempat yang dulu menjadi favoritnya saat masih kecil, Agrowisata.
Sudah terlalu lama melakukan rutinitas pekerjaan hingga lupa rasanya mendekatkan diri kepada alam. Kali ini ia akan pergi ke sebuah tempat wisata di mana sayuran dan buah menjadi surga para pengunjungnya.
Sesekali ia menoleh ke arah jalanan, banyak kenangan saat beberapa kenakalan SMA yang juga ia lakukan, semua itu tentu saja karena lebih pada ikut-ikutan teman sekelasnya, yaitu membolos.
"Gila, aku dulu melakukannya bukan karena ikutan teman-temanku, tapi ingin merasakan seperti apa rasanya bolos," kenangnya sambil tertawa samar. "Ingin merasakan juga kenapa kamu sering sekali bolos sekolah, Hana," lanjutnya dengan helaan napas.
Tidak nyaman dan tidak enak. Sama sekali tidak ada hal yang istimewa dari membolos sekolah kecuali ketakutan akan mendapatkan masalah. Akan tetapi kenapa gadis itu suka dan sering sekali membolos? Apa yang dilakukannya? Sebuah pikiran yang jelas membuat Yori sangat penasaran mengenai teman sekelasnya itu.
Yori memutari parkiran dan mencari tempat yang nyaman. Setelah membayar tiket masuk akhirnya ia kini sudah berada di dalam kawasan wisata itu. Suasana sejuk dan indah segera terpancar dari lingkungan sekitar yang tampak sejuk, bersih, dan asri. Pengunjungnya banyak, tetapi luasnya area perkebunan sanggup menampung semua hingga kenyamanan tetap terjamin.
"Kalau sudah menikah nanti, aku akan menanami kebun rumah dengan aneka pepohonan, buah-buahan, dan bunga berwarna-warni," gumamnya sambil membuka seat belt dan segera turun dari mobil.
Ia sendirian dan terlihat konyol memang. Semua orang yang ada di sana berpasangan, bersama teman dan keluarga. Yori tidak peduli dan memilih tetap berjalan tanpa menghiraukan beberapa pasang mata yang menatapnya. Ia terbiasa mendapatkan pemandangan seperti itu. Bahkan ketika di Australia, ia sering kali malah disusul sahabat baiknya agar tidak disangka anak hilang karena setiap pergi selalu sendirian.
"Hana? Bunga? Apa nama akunmu bunga, atau ada sangkut pautnya sama bunga?" gumam Yori lagi sambil berpikir. Ia mencoba mengaitkan keduanya, siapa yang akan tahu gadis itu sengaja tidak menggunakan nama asli di dalam akun media sosialnya, bukan?
Yori menyusuri jalanan kebun bunga berkelok yang penuh dengan hamparan bunga warna-warni berjajar rapi. Pengelompokan warna yang sangat memanjakan mata para pengunjung. Bahkan semua orang pasti akan mengambil momen indah itu untuk berfoto dan membagikannya di akun media sosial mereka.
Yori memilih berkeliling ke bagian area tanaman bunga daripada buah, ia merasa tertarik sekali setelah mengartikan nama Hana dalam bahasa Jepang. Dengan mengambil satu bangku kosong akhirnya ia memilih duduk di bawah pohon yang ada di sela-sela taman.
"Aku coba mengambil foto," pikirnya sambil tersenyum.
Ia yang tidak biasa ber-selfi akhirnya meminta bantuan kepada beberapa pengunjung yang juga sedang menikmati indahnya pemandangan di sekitarnya.
"Permisi, hallo. Bisa minta tolong fotoin saya, Kak," pinta Yori santun sambil mendekat ke arah tiga wanita yang sedang berfoto bersama dan bercengkerama riang.
"Boleh, boleh," jawab salah satu dari wanita itu sambil tersenyum lebar, ia segera meraih ponsel Yori untuk mengambil gambarnya.
Wanita itu bersama dua sahabatnya. Yori memilih angle di sisi kanan taman yang berada di belakangnya bunga matahari bermekaran berwarna kuning. Ia sedikit bergaya narsis tanpa memedulikan sekitarnya.
"Sempurna?" Wanita itu memberikan jempolnya ke arah Yori.
"Terima kasih," sahut Yori sedikit malu dengan tingkah konyolnya.
"Sama-sama," jawabnya tersenyum. "Kamu sendirian?"
"Sama temen, cuman pisah-pisah aja karena dia lebih suka di bagian sana," tunjuk Yori ke area di mana buah-buahan berada. Ia sengaja berbohong demi menjaga image-nya.
"Ok, kami permisi kalau begitu," pamit wanita itu sambil merangkul salah satu teman kemudian menyeretnya, menjauhi Yori.
Yori segera mengangguk, menatap kepergian ketiga wanita yang sepertinya saling bersahabat dekat karena terlihat sangat kompak. Secara tidak sengaja Yori beradu tatap dengan salah satu wanita di antara mereka bertiga. Seorang wanita berambut panjang, mengenakan kemeja pendek dipadukan dengan celana jeans berwarna biru navy, ia hanya memandang Yori tanpa ekspresi, tanpa minat. Yori sebenarnya mencoba untuk bersikap ramah dengan memberikan senyuman ke arahnya, tetapi sayang wanita itu mengabaikannya dan terus berjalan di belakang sahabatnya tanpa membalas Yori sama sekali.
"Ck! Jutek amat," keluh Yori mengomentari sikap wanita itu terhadapnya.
Yori pun segera berlalu dan memilih melanjutkan jalan-jalan dengan beberapa kali mengambil gambar bunga yang menarik perhatiannya.
"Bunga matahari," ucapnya kemudian. "Aku … ada feeling," gumamnya bersemangat.
Ia segera duduk bersimpuh di rerumputan seraya mengambil kembali ponselnya dari saku jaket. Membuka lock touchscreen dan mengetik nama bunga itu di dalam akun media sosialnya.
Loading. Beberapa nama akun keluar, dan yang paling atas merupakan alumni SMP dan SMA di mana dirinya dulu bersekolah.
"Apa itu, kamu?" Yori termangu sejenak sebelum akhirnya membuka profil yang ternyata diprivat.
"Tambahkan pertemanan, ok!" serunya bersorak dalam hati.
Yori merasa aneh, untuk menikahi gadis itu rasanya tidak mungkin, tetapi ia cukup penasaran. Nama yang sudah ia lupakan selama berada di Australia kini mendadak muncul kembali meledakkan rasa acuhnya, tetap saja ia ingin tahu kabar mantan teman sekolahnya itu.
"Apa aku follow juga kali, ya?" pikirnya mulai membuka akun media sosialnya yang lain.
Kembali ia mengetik nama akun itu dan hatinya kembali berdebar saat menemukan akun dengan nama Bunga Matahari. Kecepatan jemari tangannya menari di papan keyword yang akhirnya ia bisa membuka sekaligus mendapatkan akun privat atas nama itu.
"Semoga kamu segera men-follow balik aku," bisiknya dengan wajah penuh harap.
Ia menghela napas sejenak. Seketika tawanya berderai, ia tidak menyangka akan melakukan hal segila ini hanya untuk mencari tahu sosok Hana. Seperti dulu yang dilakukannya. Bedanya dulu ia hanya penasaran saja. Akan tetapi, kali ini apakah sama, tidak lebih dari itu?
Yori meyakinkan diri kalau ia akan mencoba menemui Hana secara pribadi untuk menggagalkan acara perjodohan kedua orang tua mereka. Ia tidak mau sampai salah dalam memilih istri, ia sudah mempunyai komitmen untuk menikah hanya satu kali seumur hidup dan tidak akan pernah menghianati istrinya hingga akhir hayat memisahkan. Tentu saja ia tidak mau dengan menikahi Hana tanpa adanya rasa cinta di antara keduanya malah nantinya bisa berakhir dengan perpisahan. Ia tidak menginginkan hal itu terjadi dalam hidupnya.
Tring!
Sebuah notifikasi masuk, ponselnya berbunyi.
['Bunga Matahari mulai mengikuti Anda']
"Yess!" Yori tersenyum puas. Ia pun segera membuka aplikasi media sosialnya lagi, membuka akun atas nama Bunga Matahari dan mulai asyik membuka biodata, kiriman, dan semua yang ada di dalamnya.
"Hah? Tanpa foto? Astaga, ini perempuan!" jeritnya kesal sambil mengembus napas frustrasi.
Yori terduduk lemas kembali, kenapa begitu sulit untuk mendapatkan informasi tentang gadis itu. Bunga Matahari, ia mengingat Hana suka sekali menggambar bunga itu di dalam buku-buku pelajarannya. Ia yakin akun itu pasti milik Hana, tetapi tanpa foto sama saja ia belum tahu seperti apa wajahnya yang sekarang. Apakah masih gendut, urakan seperti dulu? Yori merasa gelisah.
"Aku akan mencoba mengirim pesan, tapi kira-kira untuk awal perkenalan aku mengucap kata apa, ya?" gumamnya dengan jemari mengetik pesan yang berulang kali pula ia hapus karena merasa kurang percaya diri.
***
'Aku tidak pernah merasakan nervous seperti ini sebelumnya. Ah, aku harus banyak belajar untuk bersabar.'(Yori Kristian Hirata)***Yori duduk termangu di kursi kemudi mobil, memandang orang-orang yang berlalu-lalang di parkiran hendak meninggalkan area perkebunan. Terdengar embusan napasnya yang seolah menyiratkan sebuah rasa lelah dalam menunggu.Sudah lebih dari satu jam ia mengirimkan sebuah pesan. Itu pun lebih dari sepuluh kali pula setelah ia meyakinkan diri untuk melakukannya, tetapi entah mengapa si pemilik akun bernama 'Bunga Matahari' belum juga membalas pesannya. Ia menjadi kesal sendiri karena merasa sudah diabaikan."Cabut, ah!" putusnya kemudian.Yori segera memasukkan p
Bab 7 Kamu Bukan Hanaku'Kalau itu kamu, apakah tidak ada ingatan sedikit pun tentang aku?'(Yori Kristian Hirata)***Pria itu mematung menatap kedua wanita yang berada di hadapannya. Nama Hana yang terlontar seolah membuat dunianya seakan berhenti, ingin sekali ia menanyakan lebih jauh mengenai wanita jutek itu, tetapi urung. Ia merasa tidak siap melakukannya."Kenapa kamu terlihat terkejut begitu?" tanya Lusi si rambut pirang mengernyitkan dahinya, wanita itu merasa bingung kenapa pria berwajah tampan itu malah diam mematung."Ah, tidak. Ya sudah, lanjutkan perjalanan kalian. Aku permisi," sahut Yori kemudian sambil memutar kembali badannya dan membuka pintu mobil."Baiklah, terima kasih. Tapi …," ucap Lusi tertahan.Yori segera masuk ke dalam mobilnya seraya memandang Lusi dengan w
Bab 8 Berharap Kamu adalah Dia'Perasaan aneh ini menjalariku, rasanya seperti sepuluh tahun lalu hadir kembali, harusnya kamu Hanaku.'(Yori Kristian Hirata)***Yori meninggalkan restoran cepat saji dengan perasaan tidak menentu. Ada satu sisi menginginkan Hana yang jutek itu sebagai Hana yang ia kenal saat masih sekolah.Apa ada kemiripan?Yori lagi-lagi menggeleng pelan, ia tidak ingat. Melupakan wajah Hana saat masih abegeh, yang tentunya kini usia gadis itu sama dengannya yaitu dua puluh empat tahun. Dulunya teman sekolah yang diam-diam membuatnya selalu tertarik pada kesehariannya itu adalah sosok gadis yang gendut dan acak marut, tetapi Hana yang dia temui di restoran punya badan ramping, cekatan dalam bekerja dan memiliki struktur wajah yang sangat enak dipandang mata. Yori betah kalau harus memandangnya seumur hidup. Sambil mengembus n
Bab 9 Pertemuan Yori dan Hana'Hatiku mendadak lemah, ada sudut yang kosong di dalam sana. Aku tahu itu terjadi saat perasaan tidak menentu sedang melanda.'(Yori Kristian Hirata)***Yori mengembus napas pelan saat membuka kontak dan hendak menyimpannya. Menelisik terlebih dahulu detail nomor ponsel yang baru saja ia terima dari Lusi."Ahhh! Nggak sama," erangnya menepuk kasur dengan kesal.Ia teramat kecewa, kenapa Hana dan Bunga Matahari bukan orang yang sama, nomor ponsel mereka berbeda. Ia rebahkan tubuhnya ke kasur, memandang foto dua akun WhatsApp yang berbeda pula. Satu gambar Bunga Matahari dan yang satu gambar wajah Hana yang sedang menatap arah samping.
Bab 10 Kehidupan Hana'Aku tak menyangka semua hal berbalik begitu cepat. Saat kata yang terucap bertentangan dengan apa yang ada di dalam hati, aku benar-benar ingin mengulang semuanya dari awal.'(Yori Kristian Hirata)***Rintik hujan mulai terdengar, ukiran air yang menetes membuat pola garis vertikal di jendela kaca restoran hingga dua wajah yang saling beradu pandang itu menjadi buram ketika dilihat dari luar. Kedua insan manusia seumuran itu kini sedang mencoba untuk mengubah apa yang telah digariskan keluarga mereka. Mampukah?"Aku …."Yori menahan perasaannya, menahan suara yang seolah tertelan di tenggorokan. Ia tidak menyangka bahwa Hana adalah wanita yang berhasil mengusik perasaannya beberapa hari ini, mencuri hat
Bab 11 Di Luar Rencana'Aku tidak menyangka, bisa patah hati hanya karena telah jatuh hati.'(Yori Kristian Hirata)****Yori kembali pulang ke rumahnya. Bajunya terlihat kusut, dengan langkah gontai ia berjalan memasuki rumah. Sama saja rasanya, antara mendapat kabar rencana perjodohan dengan berhasil menemui Hana. Semua tidak sesuai dengan ekspektasi, sesak di dada.Rasanya ia sudah mengalami patah hati sebelum mengungkapkan perasaannya. Hana menolaknya, dan itu malah yang membuatnya sedih."Yori," panggil ibunya yang baru saja turun dari lantai atas."Bun," jawab Yori memandang sejenak dan beralih menuju ke sofa, mendaratkan tubuhnya di sana dan tiduran miring dengan mata terpejam."Kamu kok lesu? Katanya habis ketemu sama Hana, tadi ayah yang bilang," tanya ibunya merasa
Bab 12 Menumpahkan Emosi'Jangan mencoba melewati batas, karena sekali aku bertindak, akan kukejar hingga kamu tak lagi mengembuskan napas.'(Yori Kristian Hirata)***Yori dan pria itu sama-sama keluar dari kantor polisi, saling memberikan tatapan sinis sebelum akhirnya berpisah bersama orang tua yang hadir untuk menjemput mereka berdua dari sana. Mereka harus diamankan petugas karena berkelahi dan adu jotos di kamar mandi kafe milik Yori.Untung saja keributan itu bisa segera dihentikan setelah satu rekan yang bersama pria itu berteriak dan meminta tolong kepada semua pengunjung yang ada di dalam kafe untuk melerai keduanya.Setelah sama-sama menandatangani surat persetujuan damai, akhirnya keduanya yang sempat bertikai dilepaskan petugas polisi dengan syarat dijemput kedua o
Bab 13 Terima Kasih Untuk Hadirmu'Bibir kita bisa menyangkal, tetapi tidak dengan hati.'(Yori Kristian Hirata)*** Hana mengendarai sepeda motor dan segera meluncur ke Rumah Sakit saat Yori memberi kabar bahwa ibunya sedang sakit. Ia merasa cukup cemas, mengingat kembali kebaikan wanita itu saat membantunya mengatasi pihak sekolah, ketika dirinya hampir saja di drop out sewaktu SMA karena saking seringnya membolos. Wanita yang merupakan sahabat baik ibunya.Motornya menyibak jalanan, tampak lebih sepi dengan malam yang semakin merangkak naik. Beberapa penghuni kota mungkin saja malah sudah terlelap dalam mimpi. Hana terbiasa membuang suntuk dengan berada di jalanan. Jadi, ia tidak merasa gentar sama sekali walau keadaan malam seperti ini berada jauh dari rumah.