Share

Bab 3

'Kalau aku bisa kembali ke masa itu, aku ingin merubah sesuatu.' (Yori Kristian Hirata)

***

Yori kini sedang duduk menatap hidangan makan malamnya yang tiba-tiba terasa hambar. Ia tidak mengerti dengan pembicaraan malam ini yang menurutnya tidak masuk akal.


Bagaimana mungkin ayah dan ibunya semudah itu membicarakan hal yang menurutnya sangat penting dalam menjalani sebuah hubungan. Ia hampir saja tersedak karenanya.


Ia menjadi limbung, tangannya tak mampu lagi menopang sendok hingga lentingan suaranya yang terjatuh menimpa piring terdengar kasar.


"Apa! Menikah? Apa maksud Ayah dengan hadiah sebuah pertemuan dan pernikahan?" tanya Yori merasa butuh penjelasan.


Ia sangat terkejut dengan apa yang baru saja disampaikan ayahnya. Kedua bola matanya membulat sempurna, menatap kedua orang tuanya yang terlihat begitu tenang dalam menanggapi pertanyaannya.


"Kamu saja yang ngomong, Bun," lempar Harry kepada istrinya yang kini juga sedang menatap ke arahnya.


Wanita bernama lengkap Ayu Aning Hirata itu segera mengulas senyuman dan beralih menatap Yori. Wajah pucatnya sama sekali tidak memudarkan kecantikan wanita yang kini sudah menginjak usia yang kelima puluh tahun. Dengan suara pelan ia pun mulai menjelaskan apa yang menjadi rencananya.


"Jadi, bunda sama ayah setelah mempertimbangkan hal ini dengan matang, akhirnya kami memutuskan tahun ini akan mewujudkan impian kamu untuk punya rumah sendiri dan juga menikah dengan Hana," ungkap ibunya lembut membuat Yori membelalak mata.


"Apa!" pekiknya tidak percaya. Ingin sekali ia berjingkat dan mendengar sekali lagi ucapan ibunya yang sangat tidak ia mengerti. "Menikah dengan siapa?" tanya Yori menjadi bingung.


"Iya, bukankah itu bagian dari impianmu?" tanya ayahnya mengerutkan kening melihat anaknya malah terkejut, ia merasa aneh dengan reaksi tersebut.


Ayahnya tidak menyangka bukan sebuah senyuman sambil memeluk atau tertawa bahagia, tetapi kenapa terkejut yang mengisyaratkan hal lain? Apa ini sebuah kekeliruan? Harry merasa bingung dengan reaksi anaknya.


"Tunggu! Yori belum ngerti, Yah?" sela Yori menatap dengan wajah kebingungan kedua orang tuanya.


Pria yang kini sedang mengenakan t-shirt berwarna merah maroon dipadukan dengan celana jeans sobek di lutut itu segera menegakkan bahu seraya menatap serius ke arah ayah dan ibunya. Beberapa kali pula terlihat Yori mengacak rambutnya yang tidak gatal, ia mendadak pusing.


"Gimana, sih, Nak?" ucap ibunya juga bingung.


"Kenapa tiba-tiba bawa nama Hana? Dia siapa? Aku nggak kenal Hana." Yori berkilah, ia merasa tidak mengenal sama sekali seorang wanita bernama Hana. Bagaimana mungkin ia menjadikan wanita itu daftar impian untuk dinikahi? Ia merasa benar-benar terkejut mendengarnya.


"Ya nggak mungkin Yori nggak kenal, orang isinya nama Hana semua," lontar ibunya semakin membuat Yori merasa bingung.


"Sumpah, Yori beneran nggak ngerti, Bun. Hana siapa, coba? Aku nggak punya temen namanya Hana, Bun," tegas Yori membela diri.


Mereka bertiga saling memandang satu sama lain, saling menghela napas karena tidak menginginkan adanya sebuah perdebatan. Apalagi ditambah ibunya yang sedang kurang sehat, Yori tidak mau membebani orang tuanya.


"Sekarang Yori mau tanya sama Ayah dan Bunda, ini tentang kejutan setiap tahun yang jujur saja membuat Yori merasa sangat bersyukur mendapatkannya, tapi sekaligus penasaran. Sebenarnya apa yang membuat Bunda dan Ayah tahu apa saja yang Yori inginkan, padahal Yori nggak pernah kasih tahu kalian masalah ini? Kenapa Ayah dan Bunda bisa tahu? Dari mana?"


Yori memberi pertanyaan itu dengan wajah sangat serius. Ia merasa harus tahu tentang hal yang jujur saja membuatnya penasaran sejak kecil, sejak SMP tentu saja.


Kedua orang tuanya saling memandang satu sama lain. Saling memberi isyarat agar salah satu dari mereka menjawab pertanyaan anak semata wayang mereka itu. Yori masih diam menyimak dan memberi kesempatan keduanya untuk menjelaskan.


"Itu, sebelumnya bunda minta maaf, Yo. Itu … karena bunda menemukan buku harian Yori. Bunda sering membaca dan mencoba memperbaiki diri, introspeksi sebagai orang tua. Apa yang kamu sukai, kamu inginkan, yang kamu benci, semua perasaanmu, dan kehidupanmu," jawab ibunya sambil melipat bibirnya merasa bersalah. "Karena jujur saja, kami belajar menjadi orang tua itu dari kamu. Kamu anak yang cerdas, dan kami … mencoba untuk mengimbangi kecerdasan itu dengan memberi apresiasi atas pencapaianmu," tambah ibunya dengan suara yang sangat lembut penuh sesal.


"Apa? Tunggu … buku harian?" tanya Yori membelalak tidak percaya, ia mengerutkan dahi, dan mencoba mengingat kembali apa yang sering ia lakukan sebagai anak tunggal dari keluarga itu. Tidak memiliki saudara untuk berbagi kisah dan masalah dalam hidup. Hanya buku yang bisa ia jadikan tempat untuk menampung keluh kesah serta cerita harian kehidupannya.


"Iya, buku harian punya Yori." Ibunya mengangguk pasrah.


"Astaga, Bunda. Jangan dianggap serius, itu cuma bentuk tuangan uneg-uneg aja, nggak lebih. Lupakan saja, ya?" ucap Yori tertawa.


"Maksudnya, melupakan bagian apa?" tanya ayahnya menimpali.


“Kamu pasti tahu dan ingat dengan Hana yang sedang kita bicarakan ini, kan?" telisik Ayu ingin mendengar langsung tentang gadis itu dari anaknya.


"Ok, ok … Yori ingat, soal Hana … dia temen sekelas Yori sejak SMP, orangnya pemberani, suka bikin onar di kelas, gendut dan sedikit bodoh, apa yang ada di hidupnya adalah kecerobohan." Yori menceritakan wanita bernama Hana di dalam buku hariannya.


"Ayah merasa kamu menyukainya," ucap ayah tersenyum samar.


"Iya, bahkan sampai SMA kamu masih suka menulis tentang gadis bernama Hana itu," timpal ibunya menguatkan ucapan sang suami. Mereka berdua saling memandang dan mendukung rencana itu.


Yori mengusap rambutnya frustrasi. Apa yang dilontarkan orangtuanya sangat berlebihan. Ia mengingat kembali saat SMP dan SMA, gadis bernama Hana yang ceroboh, tukang usil, tidur di kelas dan yang membuatnya mengingat hal paling buruk adalah gadis itu gendut, berpenampilan acak-acakan, dan hampir saja di DO karena sering bolos sekolah.


Ia dulu memang sering diam-diam memperhatikannya karena merasa sangat penasaran juga bingung kenapa penampilan gadis itu terlihat carut marut.


"Ah, tidak!" teriaknya dalam hati. Ia tidak mau membayangkan wanita keras kepala itu masuk ke dalam hidupnya. Ia mendengus kesal sendiri.


"Nak, bunda nggak pernah meleset dengan apa yang bunda pikirkan. Hana itu cinta pertama kamu," ucap ibunya lagi.


"Ah, Bunda. Lupain, ya? Itu bukan impian Yori, ya. Cinta pertama? Astaga! Bunda sama Ayah salah paham, aku nggak pernah menulis kata cinta kok," tegas Yori tidak mau membahas masalah ini lebih lanjut.


Hana baginya manusia aneh yang sikapnya pernah ia kagumi saat masih SMP, sebelum gadis itu berubah menjadi anak rese saat sudah memasuki jenjang SMA.


"Masalahnya, ayah dan bunda sudah ngobrolin ini sama tante Mila dan om Irwan," ungkap ayahnya memandang Yori dengan helaan napas.


"Maksudnya? Siapa tante Mila dan om Irwan?"


"Mereka itu orang tuanya Hana, dan … mereka berdua setuju buat jodohin putri satu-satunya mereka itu sama kamu," terang ibunya menimpali ucapan ayah Yori.


"Hah?!" Yori membelalak mata dengan tegukan ludah pahit. Ia tidak menyangka perayaan ulang tahunnya sekitar dua minggu lagi akan mendapatkan kejutan yang tidak pernah ia bayangkan sama sekali.


Ia terduduk lemas di kursi sambil memandang bergantian ayah ibunya yang kini memberikan senyuman manis ke arahnya. Keduanya terlihat sangat bahagia, ia jadi ingin menertawai nasibnya sendiri.


"Benar-benar mimpi buruk," keluhnya dalam hati. Ia meraup wajah tampannya dengan kedua jemari tangan sambil memejamkan mata.


"Kami belum bertemu langsung dengan Hana sendiri, kamu bisa menemuinya sendiri dan merencanakan berdua konsep acara kalian mau seperti apa?" ungkap ayahnya memukul lembut pundaknya, memberikan dorongan semangat kepada anaknya untuk mengejar cinta yang terpendam.


"Wahh, tidak bisa kupercaya. Tidak mungkin cewek acak-adut dan rese itu jadi istriku." Yori menggerutu kesal sendiri.

****

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Aryani Disa
kado yg war bysa bgt...
goodnovel comment avatar
Novia aryani
jangan ngomong gitu yori. nanti jatuh cintabaru tahu rasa lu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status