"Ya, sudah kalau itu membuatmu senang. Aku hanya ingin tidur sambil memelukmu. Aku merindukamu, aku rindu tidur di pelukanmu." Reval melepaskan tangannya dari tangan Marsya sambil menghela napas panjang.
Marsya tetap pada pendiriannya. Dia membuka pintu kamar lalu meninggalkan Reval begitu saja, tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya.Reval keluar dari kamar lalu memperhatikan sang istri yang sedang berjalan ke kamar tamu. Dia terus menatap punggung sang istri, berharap sang istri berubah pikiran. Namun, tetap saja sang istri masuk ke kamar tamu.Reval menggelengkan kepalanya lalu masuk kembali ke kamar dan menutup pintu. Dia duduk di sofa lalu mengusap wajahnya secara kasar."Sayang aku akan menunggumu memaafkanku. Aku berharap di hati kecilmu masih ada aku. Aku tidak akan pernah melepaskanmu, sampai kapan pun kamu tetap istriku. Kamu wanita yang sangat aku cintai, beri aku kesempatan untuk memperbaiki hubungan kita." Reval bermonolog sen"Bagaimana caranya agar aku bisa memperbaiki hubungan kita? Aku tidak tahan seperti ini. Aku tidak bisa seperti ini terus menerus. Apa yang harus aku lakukan ya, Tuhan?" Reval berucap masih sambil meneteskan air mata. Hatinya merasakan sakit ketika Marsya sudah tidak menganggapnya lagi. Pikirannya kembali ke memori ketika dia marah terhadap sang istri dan mengatakan sesuatu yang membuat Marsya bersedih. Dia pun mengabaikan sang istri, berbohong kepada sang istri dan lebih memilih tidur di apartemen. Reval menertawakan dirinya sendiri lalu menghapus air matanya. "Mungkin ini balasan buatku. Sesakit ini tidak dipedulikan oleh pasangan. Akhirnya aku merasakan apa yang kamu rasakan. Aku telah berbuat jahat sama kamu, aku yang terlebih dulu mengabaikanmu. Di saat kamu hamil, kamu harus menderita karena aku. Aku benar-benar bodoh. Dan ini balasanku atas kebodohanku sendiri." Reval bermonolog sendiri lalu mengembuskan napas berat. Tidak lama kemudian Reval
"Apa mauku? Anda harus mengakuinya kepada tuan Reval kalau ini semua adalah perbuatan Anda!" Farhan mencondongkan badannya ke arah Angel sambil berucap dengan tegas. Angel menyunggingkan senyumnya. "Jangan ngaco kamu! Atas dasar apa aku harus mengakuinya?" sanggah Angel. "Oke, itu terserah Anda, aku tidak akan memaksa. Perbuatan Anda dan teman Anda, tuanku belum mengetahuinya. Aku tidak tahu bagaimana jadinya kalau tuan Reval mengetahui semua ini. Bukti yang ada di foto ini belum seberapa. Dalam waktu dua kali dua puluh empat Jam, tunggu bukti selanjutnya. Masalah Anda akan mengakui atau tidak kepada Tuan Reval, itu pun terserah Anda. Aku masih bernegoisasi selama tuan Reval belum mengetahuinya. Tapi jika tuan Reval sudah mengetahui semua ini, aku angkat tangan. Anda tahu bagaimana tuan Reval, 'kan?" berondong Farhan lalu menatap tajam wajah Angel. Angel yang mendengarkan ucapan Farhan sedikit menciut karena mendengar nama Reval. Jantungnya berdetak ti
Akhirnya, Farhan mau tidak mau menceritakan semuanya kepada Marsya. Dia pun menceritakan tentang lelaki tersebut. Farhan tidak ingin Marsya benar-benar membenci sang CEO. Yang dia inginkan sang teman sekaligus atasannya sendiri bisa kembali bersatu dengan sang istri. Marsya membelalakkan matanya ketika mendengar ucapan Farhan. "Asisten Farhan jangan sembarangan bicara. Non Angel tidak mungkin seperti itu. Aku tahu non Angel tidak suka sama aku tapi ...." Marsya menghela napas panjang lalu teringat kejadian sewaktu dia di dorong oleh Angel dan lelaki tersebut tiba-tiba masuk. "Jadi ... mereka bersekongkol?" kaget Marsya lalu menggelengkan kepalanya. "Betul, Nyonya dan ... Angel berhasil membuat tuan Reval membenci, Nyonya. Itu yang diharapkan Angel," urai Farhan. "Kenapa non Angel jahat sekali. Pantas saja mak lampir itu pura-pura baik. Ternyata ada yang mau dia rencanakan." Marsya berucap sambil menatap lurus ke depan. "Mak lampir?" tanya Farh
Marsya merasakan perlakuan sang suami dan berbicara dalam hati. "Ya, Tuhan beri aku kekuatan. Aku berusaha untuk melupakan suamiku." Marsya kembali menangis tersedu-sedu saat sang suami memperlakukannya seperti itu. Reval masih memeluk sang istri, dia benar-benar tidak mau melepaskan pelukannya. Kerinduan yang teramat sangat kepada sang istri membuatnya hanyut. Apa lagi hujan lebat dan petir masih saja bertahan di luar sana. Marsya pun seakan hanyut dalam pelukan sang suami. Perasaan benci seakan hilang dari hatinya. Tidak bisa dipungkiri dia pun merindukan pelukan ini. Pelukan yang selalu nyaman dan hangat, pelukan yang selalu membuat dia tertidur lelap. Mereka saling terdiam, membiarkan semua mengalir begitu saja. Seakan keduanya memang merindukan semua ini. Tanpa terasa sepasang suami istri saling memeluk begitu lama.Suara hujan dan petir seakan mendukung mereka untuk lebih lama berpelukan. Semakin lama semakin hanyut dalam dekapan. Tidak t
"Tapi pilihannya tidak ada yang menguntungkan buatku!" kesal Angel, "Aku yang bilang langsung sama Reval atau pun kamu yang bilang sama Reval. Itu sama saja! Tetap saja Reval tahu dan aku yakin dalam sekejap karirku akan hancur!" lanjut Angel lalu menghela napas panjang. "Kamu baru menyadarinya?" Farhan tertawa mencibir. "Kamu mempermainkanku?" Angel menatap tajam wajah Farhan. "Mempermainkan? Apa Anda merasa dipermainkan olehku?" timpal Farhan, "justru Anda yang telah mempermainkan tuan Reval dan Nyonya Marsya. Sekarang Anda tanggung sendiri akibatnya. Semua perbuatan selalu ada resikonya. Apa lagi perbuatan Anda telah merusak rumah tangga orang lain. Dengan seenak jidat Anda, Anda membuat tuan Reval membenci Nyonya Marsya dan menyebabkan semuanya seperti sekarang. Tapi asal Anda tahu kebohongan tetap saja terungkap dan hati tuan Reval tetap kepada Nyonya Marsya. Karena Anda tidak tepat waktu, aku yang akan mengatakannya. Orang suruhan Anda akan mat
Mau tidak mau Reval mengatakan sesuatu yang tidak ingin dia katakan. Ada ketakutan ketika dia mengatakan hal tersebut. Dia takut sang istri mengatakan sesuatu yang membuatnya hancur. Namun, dia tidak ingin berlarut-larut menghadapi masalah ini. Istri yang sangat dia cintai selalu menghindar jika didekati. Tidak pernah berbicara dan hanya diam. Hanya untuk mengambilkan makan pun Marsya sudah tidak pernah. Apa lagi menemani sang suami tidur. "Maafkan aku, Reval. Aku ...," ucap Marsya lalu terdiam. Reval kemudian melepaskan pelukannya. Dia kemudian menatap wajah sang istri sambil tersenyum dan membenarkan rambut sang istri. Tidak bisa dipungkiri hatinya berkecamuk hebat."Kamu ... kamu masih mencintaiku, 'kan, Sayang?" Reval megusap-usap pipi Marsya.Sementara Marsya yang ditanya seperti itu malah terdiam sambil menatap wajah tampan sang suami. Hati Marsya masih menyisakan sakit untuk Reval. Entah sampai kapan rasa sakit itu hilang.
"Maafkan aku, Reval. Aku ingin berpisah denganmu." Marsya menatap wajah sang suami dengan sendu dan buliran air mata tiba-tiba keluar begitu saja di pelupuk mata.Reval sontak saja membelalakkan matanya ketika mendengar ucapan sang istri. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali karena tidak percaya dengan apa yang sudah didengarnya. Seketika hati Reval pun hancur berkeping-keping."Sayang apa ... apa maksudmu? Kamu ... kamu lagi bercanda, 'kan?" Reval bertanya dengan terbata. "Dengan aku berkata seperti itu berarti kamu sudah tahu, 'kan isi hatiku. Aku tidak perlu menjawab ya atau tidak," ucap Marsya. "Tidak, Marsya aku tidak akan mau berpisah denganmu. Pokoknya aku tidak mau!" jerit Reval, "kamu mau mengatakan beribu kali pun aku tetap tidak akan mengabulkan permintaanmu yang konyol itu!" lanjut Reval. "Kamu bilang permintaanku konyol?" tanya Marsya lalu menyunggingkan senyumnya. "Itu terserah kamu, kamu mau menganggap permin
"Maafkan aku, Reval atas perbuatanku. Pria ... pria yang ada di foto bersama Marsya adalah suruhanku." Sekilas Angel menatap Reval kemudian menunduk. Dia tidak berani menatap wajah sang CEO. Reval langsung membelalakkan matanya. Dia kemudian membenarkan duduknya dengan tegap dan menatap tajam wajah Angel. Kemarahan langsung terpancar pada wajah sang CEO. "Berengsek kamu, Angel! Perempuan iblis! Perbuatanmu tidak akan pernah aku maafkan karena kamu rumah tanggaku jadi berantakan sialan!" marah Reval lalu bangun dari duduknya, dia bertolak pinggang sambil menatap tajam Angel dengan dada kembang Kempis. Angel yang melihat Reval seperti itu langsung menciut. Dia menundukkan wajahnya dan sama sekali tidak berani melihat ke arah sang CEO. "Kamu sok-sokan baik sama istriku, padahal kamu menusuk istriku dari belakang. Gara-gara kamu istriku ingin berpisah denganku!" marah Reval lalu berjalan menghampiri Angel. "Tuan!" Farhan dengan sigap m
"Saya mohon maafkan saya. Jangan masukkan saya ke penjara. Saya mohon Tuan. Saya mengakui saya telah bersalah kepada Marsya. Saya ... Saya benar-benar minta maaf." Pak Bowo mengangkat kedua tangannya memohon sambil menundukkan kepalanya. Reval menyunggingkan senyumnya sambil memperhatikan Pak Bowo. "Minta maaf? Aku tidak salah dengar! Anda jangan minta maaf kepadaku, tetapi kepada Marsya anakmu!" jerit Reval, "Sekarang Anda minta maaf setelah semuanya sudah terbongkar. Ke mana saja Anda selama ini? Bahkan Anda masih memanfaatkan Marysa dan akan menjadikan mantan istriku sebagai wanita malam. Dan sekarang Anda berkata menyesal. Dasar manusia tidak tahu diri. Jika Marsya tidak mengenal teman Anda, Anda tidak mungkin melakukan hal ini. Oke, tunggu saja. Dalam waktu satu kali dua puluh empat jam Anda dan teman Anda akan masuk ke penjara!" desis Reval.Pak Bowo bangun dari duduknya lalu menghampiri Reval. "Tuan saya mohon jangan penjarakan saya. Saya mohon, Tuan!" Pak
Marsya tiba-tiba berteriak dan menangis histeris. Jantungnya berdetak tidak karuan dan tubuhnya bergetar hebat. Reval merasa bingung melihat Marsya. "Sayang kamu kenapa?" Reval memegangi tubuh Marsya sambil memperhatikan wajah sang mantan istri dengan penuh khawatir. "Orang itu ... orang itu ada lagi." Marsya berucap dengan terbata dan menangis lalu menyembunyikan wajahnya di dada Reval. Reval mengerutkan keninnya sambil berpikir lalu memperhatikan Pak Bowo dan teman pemilik rumah bordil yang sedang berjalan. "Tuan Reval." Pak Bowo menundukkan kepalanya setelah berada di depan Reval. Namun, dia merasa bingung melihat Marsya sedang menangis. "Ada ... ada apa dengan anak saya?" tanya Pak Bowo lalu menoleh kepada pemilik rumah bordil. Sang pemilik rumah bordil pun merasa bingung sambil mengerutkan keningnya.
"Sudah tahu Marsya masih mencintaiku. Kenapa kamu memaksanya?" kesal Reval, "asal kamu tahu, Garvin. Sebenarnya aku malas menemuimu, tetapi demi mengembalikan cincin ini aku terpaksa menemuimu. Aku tidak mau kamu berpikiran kalau Marsya masih menyimpan cincin pemberianmu. Hanya cincin pemberian dariku yang akan melingkar di jari manisnya." Reval mencondongkan badannya ke arah Garvin. Garvin menyunggingkan senyumnya. "Oke, sekali lagi aku mengaku kalah. Harusnya kamu berterima kasih kepadaku. Kalau malam itu bukan aku yang menemui Marsya. Marsya tidak akan selamat. Dia mungkin sudah dijamah dan ditiduri oleh pria hidung belang. Apa lagi penampilan Marsya saat itu sangat cantik dan seksi. Siapa yang tidak akan tergoda melihat ...." Garvin malah membayangkan penampilan Marsya lalu menggelengkan kepalanya dan tersenyum. "Sialan! Kamu sedang membayangkan apa, hah?" Reval bangun dari duduknya. "Tuan Reval. Su
Marsya dan Reval sedang dalam perjalanan pulang ke rumah Marsya. Mereka duduk berpelukan dan saling tersenyum. Reval tidak henti-hentinya menciumi kening sang mantan istri. "Senang sekali melihat mereka bahagia. Aku harap kalian berdua tidak akan terpisahkan." Farhan sekilas menoleh ke kaca spion sambil berbicara dalam hati. "Kamu kalau ada apa-apa cerita sama aku, ya. Kalau ada orang yang menekanmu jangan diam saja." Reval memeluk Marsya sambil tangan kanannya mengelus rambut Marsya. "Iya, Reval. Sekali lagi terima kasih, ya. Kamu sudah menolongku," ucap Marsya, "emm, tapi ...." Marsya tidak melanjutkan kata-katanya. "Kenapa?" tanya Reval khawatir. "Aku takut pulang, Reval. Bapak mau ...." "Sudah kamu pulang saja, tidak apa-apa kamu aman," ucap Reval lalu mencium kening Marsya. "Aman?" tanya Marsy
"Kita tunggu di sini saja. Aku ingin menunggu Marsya." Reval duduk di kursi. "Baik, Tuan." Farhan ikut duduk di samping Reval. Beberapa menit kemudian Garvin berjalan sambil menarik tangan Marsya. Dia melewati Reval dan Farhan yang sedang duduk dan sama sekali dia tidak menyadari adanya mereka. "Marsya!" Reval bangun dari duduknya. "Kenapa dia membawa Marsya seperti itu?" kesal Reval, "Kita ikuti dia! Awas saja kalau dia macam-macam!" Reval berjalan mengikuti Garvin secara pelan agar Garvin tidak mengetahuinya. "Hati-hati Tuan jangan sampai Mr. Garvin tahu kita mengikutinya." "Hhhmmm." Reval berjalan sambil memicingkan matanya. Reval kemudian berhenti dan memperhatikan Garvin yang sudah berada di depan mobil. "Berengsek! Kasar sekali dia!" Reval mengepalkan tangannya lalu melangkah. "Tuan ... jangan gegabah. Kita lihat saja dulu. Kita
"Honey, sepertinya mantan suamimu sedang cemburu." Garvin menatap tajam Reval sambil berbisik kepada Marsya. "Reval?" kaget Marsya lalu matanya mencari keberadaan sang mantan suami. "Kita temui dia." Garvin meraih tangan Marsya lalu menggenggam jari jemari Marsya. "Buat apa?" Marsya menahan langkahnya dan berusaha melepaskan tangannya dari Garvin. "Sudah kita temui dia!" Garvin tetap berjalan membawa Marsya. Marsya ingin sekali menolak. Dia tidak ingin membuat sang mantan suami sakit hati melihat dirinya bersama Garvin. "Reval maafkan aku, aku tidak mau seperti ini." Marsya berbicara dalam hati sambil mengikuti Garvin. "Hai, Reval," sapa Garvin setelah berada di hadapan Reval. Reval menundukkan kepalanya lalu menatap Marsya. "Tahan, Reval jangan memperlihatkan kemarahan dan kecemburuan di mata bule berengsek ini!" batin Reval. "Asisten Farhan," sapa Garvin. Mr. Garvin." Farhan menundu
"Ibu sebenarnya sudah menyadarinya. Cuma Ibu ingin kamu yang bercerita sama Ibu. Kalau Ibu yang bertanya duluan kamu tidak akan mungkin menjawab jujur," kata Bu Tasya "Iya, Bu. Marsya belum siap bercerita sama Ibu. Cuma Marysa juga tidak mungkin pendam sendiri. Apa lagi bapak sudah ikut campur dan malah memaksa Marsya untuk merayu Mr. Garvin. Marsya tidak mau, Bu. Merayu salah tidak merayu pun salah," ucap Marsya lalu menghela napas pelan."Kamu minta tolong sama tuan Reval. Kamu putuskan hubunganmu dengan Mr. Garvin. Kamu, 'kan tidak mencintai Mr. Garvin. Kamu tuh cintanya sama tuan Reval. Iya, 'kan?" Marysa mengangguk lalu tersenyum. "tapi Marsya bingung, Bu. Marysa tidak mungkin memutuskan hubungan Marsya dengan Mr. Garvin. Ini sudah pilihan Marsya. Mr. Garvin memberikan pilihan yang aneh sama seperti Bapak," kesal Marsya. "Aneh bagaimana maksudnya?" tanya Bu Tasya. Marsya kemudian menceritakan awal mula dia harus menjadi pacar M
Reval sudah berada di ruangan rapat. Kedua matanya langsung menatap tajam ke arah Garvin yang sedang duduk di meja sebelah kiri. Tatapannya bagaikan elang yang akan memangsa buruannya. "Kamu tidak akan lama bersama Marsya. Lihat saja Garvin. Kamu boleh sombong di hadapanku untuk saat ini dan kesombonganmu tidak akan lama." Reval berbicara dalam hati sambil mengepalkan kedua tangannya. "Tuan Reval! Silakan dimulai," bisik Karin. "Hhhmm." Reval hanya berdeham dan tatapannya masih kepada Garvin. Garvin pun malah membalasnya menatap Reval sambil tersenyum. "Ada yang sedang terbakar cemburu sepertinya," batin Garvin. Sementara Farhan hanya bisa menghela napas pelan. Dia kemudian memperhatikan Reval dan menggelengkan kepalanya kepada sang CEO. Reval pun mengerti melihat Farhan seperti itu. Dia kemudian menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya. Keadaannya sudah bisa terkontrol dan Reval memulai rapatnya. ***
Marsya membelalakkan matanya ketika secara tiba-tiba Reval langsung bertanya ke inti permasalahan. Dia meremas-remas tangannya sendiri. Tenggorokannya seakan tercekat dan dia tidak berani menatap Reval. "Kenapa diam saja? Ayo, jawab, Marsya!" Reval menatap tajam wajah Marsya yang sedang menunduk.Dada Reval kembang kempis dan dirinya benar-benar emosi. Namun, sebisa mungkin dia menahan emosinya di hadapan Marsya. Sementara Farhan memperhatikan Marsya secara seksama. Dia pun ingin bertanya, tetapi dia tidak ingin ikut campur. "Marsya!" panggil Reval lalu menggelengkan kepalanya, "Aku yakin ada sesuatu yang tidak beres. Makanya kamu seperti ini, ada yang mengancammu, 'kan?" tanya Reval mengintimidasi. Marsya langsung mengangkat kepalanya mendengar pertanyaan sang mantan suami. "Tidak ada. Siapa yang mengancamku? Itu memang keinginanku. Waktu kamu pergi, di situ aku berpikir. Sepertinya aku salah jika harus dekat kembali denganmu. Aku t