Makan malam kali ini berbeda. Diana merasa sangat bahagia karena orang-orang yang disayanginya semuanya berkumpul bersama, tidak terkecuali Richard. Pria yang baru ditemuinya kemarin namun menarik hatinya secara instan.
Setelah Dino datang, Diana langsung mengajak untuk segera berkumpul di meja makan. Mereka segera menempati tempat duduk di meja oval yang terletak di ruang makan. Pak Wisnu, Bu Wisnu, dan Diana berhadap hadapan dengan Richard, Dino, dan Liana. Richard terlihat gugup makan langsung berhadapan dengan Pak Wisnu.
Setelah duduk, Bu Wisnu berbisik kepada Diana, "Mama seneng lihat Richard. Orangnya baik. Dia juga ganteng."
"Ih apaan sih ma," balas Diana. Mama terkekeh. Diana melirik Richard di ujung sana yang masih terdiam.
Pak Wisnu berdeham dan berkata, "Ini siapa ya yang punya acara?" Liana pun menendang kaki Diana. Diana memandannya dan Liana memberikan isyarat supaya Diana yang berbicara.
Diana menarik nafas panjang dan membuka mulutnya, "Okay langsung aja ya. Thank you banget buat semua yang sudah dateng disini. Pasti semuanya uda tau kenapa ada disini malam ini dan secara pribadi, aku bahagia banget karena bisa kumpul."
Diana melempar senyumnya kepada mereka bergantian, "Jadi malam ini dari aku dan Liana bikin bakwan jagung, perkedel, tempe goreng, dan Rawon. Siapa tahu nanti cocok sama Richard terus bisa usaha bareng deh." Richard tersenyum mengangguk.
"Oh ya, Richard juga bawain pancake lho yang nanti kita makan sebagai dessert. Jadi intinya menu malam ini adalah gado-gado, campuran eastern dan western. Selamat menikmati dan silakan berdoa masing-masing."
Mereka pun bertepuk tangan. Bagi Diana pribadi rasanya aneh karena dirinya jarang makan bersama seperti ini. Namun, hal yang baru baginya ini cukup menyenangkan.
Masing-masing personel segera mengambil porsinya masing-masing. Richard segera mengambil nasi rawon dan bakwan jagung di piringnya. Dino dan Liana makan lahap dan mengambil hampir semua lauk yang tersedia. Papa Mama pun menikmati masakan Diana dengan lahap.
"Enak banget lho sayang. Komposisinya pas," puji mamanya. Diana tersenyum puas.
"Iya enak banget," timpal Richard setelah menyelesaikan mengunyah bakwan jagung dalam mulutnya.
"Tuh kan bener apa gue, Richard," kata Liana kepada Richard.
"Iya bener, Li. Nanti boleh share resepnya dong Diana. Kalau kamu mau sih. Atau ajarin anak-anak resto," kata Richard kepadanya.
"Okay. No problem," jawab Diana sambil mengangguk dan tersenyum tipis. Jantungnya berdegub kencang mendengar perkataa Richard namun dia berusaha menutupinya.
Pak Wisnu segera menambah pembicaraan mereka, "Diana itu dari kecil diasuh sama pembantu kami, namanya Bi Inah, orang Jawa, makanya dia tahu cara memasak makanan lokal yang enak, Richard. Nah, kebetulan, mamanya Diana juga kalau makan enak. Jadi nurun juga ke Diana."
Richard mengangguk dan berbicara ke arah mama Diana, "Oh ya tante, mungkin lain kali, saya boleh nyobain masakan tante."
"Jelas boleh dong, Richard. Tadi harusnya kamu lebih awal. Tadi pagi tante masak soto. Diabisin tuh ama Liana." Mendengar hal itu, Liana jadi terbatuk-batuk. Richard tertawa kecil melihat Liana.
Liana menimpali, "Abis masakannnya tante Wisnu enak banget dan tadi kan emang dibolehin buat diabisin."
"Halah, emang dasar Liana yang maruk," timpal Dino.
Liana mencubit lengan Dino yang duduk di sampingnya, "Namanya juga anak rantau." Dino meringis kesakitan.
Diana tertawa melihat kelakukan dua sahabatnya. Diana berkata kepada Richard, "Richard, sorry ya klo liat kelakuan Dino sama Liana. Mereka tuh kayak Tom and Jerry. Kadang berantem kadang akur, tapi lebih banyak berantemnya."
"Kayak suami istri ya," jawan Richard terkekeh. Dino dan Liana seketika batuk bersama.
Pak Wisnu hanya geleng-geleng kepala. Anak muda masa kini memang berbeda dengan masa di jamannya. Kalau jaman dulu, makan bersama orang tua, pasti anak-anak sering merasa takut dan segan, tapi sekarang malah pada berantem sendiri. Tapi Pak Wisnu dan bu Wisnu malah menyukainya. Mereka sudah menganggap Dino dan Liana sebagai anak mereka sendiri. Pak Wisnu memandang Richard dan menganalisannya lebih dalam.
"Jadi Richard, kamu ada darah campuran ya?" Pak Wisnu menunjuk rambut Richard yang berwarna coklat.
"Iya om. Ayah asli Sydney sedangkan ibu yang orang Jogja. Saya lahir di Sydney tapi ibu minta semuanya pindah ke Jogja karena kata beliau biar lebih bisa mendidik anak-anak karena dekat dengan saudara-saudara."
Pak Wisnu mengangguk-anggukan kepalanya.
Dino menyaut, "Wah seru dong. Aku juga kapan-kapan pengen ke Sydney lihat Opera House. Oh ya Richard, itu rambut kamu asli warna itu?"
"Iya, asli kok ini."
"Kena guru BK ngga dulu waktu sekolah?" tanya Liana kepadanya.
Richard tertawa mengenang masa lalunya,"Ah iya. Awalnya ibu ngecat rambut saya terus jadi hitam, alhasil lama-kelamaan rambut jadi gampang rontok. Ibu saya yang stress. Jadi akhirnya saya gundul waktu SD-SMP. Tapi waktu SMA, saya bosen gundul. Maklum lah anak muda. Mana ada cewek yang mau sama cowok gundul?, alhasil saya biarin rambut saya tumbuh lagi. Eh, dipanggil guru BK. Saya dibilang gaya-gayaan ngecat rambut jadi coklat. Alhasil ayah saya yang langsung datang ke sekolah. Baru diijinin deh."
Diana menyahut, "Masih coklat lho itu, belum pirang."
Richard menjawabnya, "Ayah saya yang pirang kecoklatan. Mungkin karena ketemu ibu, jadilah saya campurannya. Bule ngga, lokal juga ngga. Orang-orang kadang bingung kalau ketemu saya. Malah ada beberapa customer resto saya yang bicara pakai bahasa Inggris ke saya , begitu saya bales pakai bahasa jawa, merek kaget sampai ada yang tersedak."
Richard menceritakan dengan lebih detail ketika customernya tersedak. Cara bicara Richard memang menyenangkan. Mereka semua tertawa bersama mendengan cerita Richard.
Diana tersenyum sambil fokus makan. Tak lama kemudian, Liana tergelitik untuk bercerita juga, "Kalau waktu SMA, yang sering dipanggil guru BK itu si Dino nih. Kerjaannya berantem terus buat ngehajar mantan-mantan pacarku sama Diana. Dia kayak bodyguard kita."
Dino tersenyum bangga. Dia menengadahkan kepalanya sambil memperlihatnya giginya.
Pak Wisnu menimpali, "Lho, kok om ngga tau?"
Dino menjawab, "Ngga tahu bagian mananya om? Om kan tahu mantan-mantannya Diana."
"Bukan, bagian kamu sampe dipanggil guru BK."
"Oh itu, gpp kok om. Guru BK nya juga ngerti. Lagian mantan-mantannya mereka juga aneh-aneh, apalagi mantannya Diana," jawab Dino. Liana menyenggol keras Dino. Dino segera menutup mulutnya.
Diana menyahut, "Ngga usah nganiaya Dino Li. Santai aja, gue juga uda ngga kepikiran kok."
Liana tersenyum sedangkan Richard terlihat berpikir keras. Richard pasti memiliki banyak pertanyaan namun dia urungkan demi menjaga suasana malam ini.
Bu Wisnu bertanya kembali kepada Richard, "Richard, ayah ibu kerja apa?"
Richard terdiam sebentar lalu dia menjawabnya, "Ayah sudah meninggal tahun lalu, tante, karena kanker otak. Sedangkan ibu adalah dokter hewan. Beliau bekerja di klinik hewan. Kalau dulu ayah itu pelukis."
"Oh maaf Richard. Pasti sulit buatmu kehilangan ayahmu."
"Iya gpp tante," jawab Richard sambil tersenyum.
Raut wajah Richard berubah seketika. Dia terlihat sedih. Diana menyadarinya dan tiba-tiba mengalihkan pembicaraan, "Abis ini pada mau main truth or dare ngga? Mumpung ada Richard nih. Biar tambah seru."
Dino dan Liana langsung setuju. Richard pun menyetujuinya.
"Kalian aja yang main, papa mama uda ketuaan main gituan. Lagian besok papa mau ketemu supplier. Jadi harus nyiapin proposal malam ini."
Richard mengernyitkan dahi, "Maaf, kalau boleh tahu, om tante punya usaha apa?"
"Kami punya usaha penyulingan minyak atsiri, Richard, di Jakarta. Nah beberapa supplier memang orang-orang Jawa. Mereka mengirim barangnya ke Jakarta untuk kita olah. Nah, besok kami ada supplier baru, mereka menanam cengkeh dan kita minta segera dikirim ke Jakarta," jawab Bu Wisnu.
"Kalau memang suppliernya banyak di Jawa, kenapa ngga buka disini saja om tante? Biaya logistik lebih murah, barang jadi ngga cepat busuk, dan SDM juga lebih murah," kata Richard bertanya-tanya.
Pak Wisnu menjawabnya, "Kemarin pertimbangannya karena Diana sekolah di Jakarta sejak kecil, Richard. Tapi kalau ekspor, jatuhnya malah mahal kan kalau di luar Jakarta."
Richard mengangguk," Iya memang benar sih om. Tapi mungkin harus dilihat komponen baiya secara keseluruhan. Kalau memang ekspor mahal tapi biaya lainnya yang dikurangin ternyata lebih dari selisih nilai ekspor, why not?"
Pak Wisnu terlihat berpikir dan akhirnya berkata kepada Richard, "Kamu benar-benar brilian! Nanti coba ya om hitung-hitung. Mungkin nanti kamu bisa bantu koreksi."
Richard tersenyum dan mengangguk, "Pasti bisa om. Nanti saya bantu."
Selain Pak Wisnu dan Richard, semua orang terdiam mendengarkan mereka. Diana takjub dengan strategi cerdas Richard. Namun yang membuat dirinya lebih takjub adalah cara bicara Richard yang sangat percaya diri. Diana melihat Richard sebagai seorang laki-laki dominan yang secara tidak langsung menghantam hatinya. Dibalik wajahnya yang lembut, ternyata dia punya aura yang tegas.
"Sudah, sudah. Bicara bisnisnya nanti lagi," potong bu Wisnu.
Diana menimpali, "Jangan lupa makan pancakenya Richard ya."
Mereka semua langsung mengambil pancake tersebut dan pancakenya banyak dipuji termasuk oleh Pak Wisnu dan Bu Wisnu. Mereka semua banyak bercanda gurau selama makan malam.
Selepas makan malam, orang tua Diana berpamitan dan masuk ke kamarnya, sedangkan keempat anak muda itu berencana bermain truth or dare. Mereka memilih bermain di halaman depan.
Mereka semua membentuk formasi lingkaran dan ditengahnya ada botol. Liana berkata kepada mereka, "Aku akan muter ini dan ujung botol yang kecil akan menunjukkan siapa yang dapat giliran untuk memilih. Apa kalian siap?"
Ketiganya menangguk bersamaan, Liana segera memutar botolnya. Giliran pertama jatuh pada Liana sendiri.
"Ah, sial," umpatnya.
Diana bertanya, "Truth or dare?"
Liana menjawab, "Truth aja lah"
Diana tersenyum penuh makna. Dia segera mengajukan pertanyaan, "Apa akhir-akhir ini lo sering mikirin cowok?
Liana menangguk dan berteriak, "Iya."
"Siapa?" tanya Diana lagi.
"Cumen satu pertanyaan Di! Berarti tugas gue uda selesai. Liana segera memutar kembali botol di tengah. Ujung botol menunjuk ke arah Richard.
Richard langsung menjawab, "Dare!. Anak cowok ngga boleh cemen."
Dino dan Liana berbisik-bisik, lalu Dino berkata, "Gue tantang lo nglakuin seven minutes in heaven sama Diana!"
Mata Richard terbelalak, lebih-lebih Diana.
"Ngga mau gue," kata Diana.
Liana menyangkalnya, "Ngga bisa Di, lo satu lawan kita berdua." Diana menarik nafas panjang karena jantungnya berdegub tidak karuan. Berduaan dengan Richard di kemar gelap selama tujuh menit? Apa yang akan terjadi?
Dino dan Liana segera memaksa Diana dan Richard masuk ke dalam kamar Diana. Liana mematikan lampunya dan berpesan kalau Diana dan Richard menyalakan lampunya, maka mereka akan dipaksa berciuman depan orang tua Diana."Sungguh kejam! Emang kita anak-anak," batin Diana. Tapi mereka ngga punya pilihan lain. Dino dan Liana bisa menjadi sangat keras kepala kalau sudah ambil keputusan.Richard memilih duduk di ujung tempat tidur dan Diana juga duduk di ujung satunya lagi. Mereka berdua duduk dalam keheningan. Ketertarikan seksual diantara keduanya hampir memuncak. Dengan adanya sedikit cahaya dari arah luar kamar yang menembus ke jendela, Richard sesekali melihat bibir Diana dan menelan ludahnya. Dia melihat sosok Diana yang sangat menarik di matanya. Sayangnya, Diana tidak bergeming. Richard pun menahan dirinya."Hmm, Diana?"Diana menjawab, "Iya Richard.""Agak aneh sih kalau kita diem-dieman gini. Tujuh menit lumayan lama lho. Gimana kalau kita tanya
"Andani tho! Tipsku kuwi ampuh. Rak percoyoan kok kowe!(Dibilangin! Tipsku itu ampuh. Ngga percayaan sih kamu!)" kata Bono kepada Richard. Mereka berdua duduk berhadap-hadapan di dalam dapur di resto mereka.Richard telah menceritakan semua kejadian kepada Bono. Bono mendengarnya dengan senang dan sesekali meledek Richard. Mereka segera mengeluarkanred wine dan minum bersama. Kebetulan udara malam kali ini juga sangat dingin sehingga anggur bisa jadi solusi untuk membuat badan mereka lebih hangat."Kok kamu ngga ngomong ke aku kalau kerjaan anak-anak uda selesai? Terus besok yang nganterin makanan ke MIPA siapa?" tanya Richard kepada Bono."Aku tuh ngga mau gangguin acaramu sama Diana, Ric! Lagian anak-anak juga uda pinter-pinter kok. Kerjanya pada cepet. Besok yang nganterin aku sama Yano.Wes, rak sah dipikir! (Sudah tidak usah dipikir)."Richard tersenyum dan berkata, "Maturnuwun yo Bon."Bono m
Richard segera mengantarkan ibunya ke luar resto dan Diana menunggunya dalam diam di dalam. Tak lama kemudian, Richard kembali ke dalam Resto."Sorry ya nunggu lama, kamu uda makan?" tanya Richard."Udah kok tenang aja." Diana segera membuka tasnya dan mengeluarkan menu yang sudah disiapkannya. Dia menyerahkan kepada Richard. Richard menerimanya dan memeriksanya sekilas. Dia tersenyum memandang Diana."Thank you, Di. Ayo masuk ke dapur," ajak Richard sambil melangkahkan kakinya menuju dapur. Diana mengikutinya. Dapurnya cukup luas, bersih, dan peralatannya juga memadai. Kira-kira ada 10 orang pegawai di dapur dan mereka sedang bekerja masing-masing. Ada yang bertugas menyiapkan bahan, memasak, sampai dengan memeriksa pesanan."Masih kecil kan, Di?" tanya Richard."Ngga kok. Lumayan banyak menurutku. Kulihat kerjanya juga cekatan."Diana cukup takjub dengan anak buah Richard yang cekatan dalam bekerja. Mereka benar-benar sibuk namun
Richard dan Diana akhirnya kembali ke Resto. Hati Diana berbunga-bunga, begitu pula Richard. Diana segera turun dari motor sementara Richard menyimpan kembali motornya di dalam toko. Sambil menunggu Richard, Diana memutuskan untuk segera memasuki resto terlebih dahulu. Situasi Resto sudah ramai. Beberapa orang menikmati makanan dan minuman sambil bercanda tawa, ada pula yang hanya membuka laptopnya sambil memakan cemilan, ada pula dudk sendirian yang sendirian menatap keluar jendela.Diana segera duduk di salah satu kursi makan sambil menunggu Richard."Ciyeee. Akhirnya posting foto mas Richard di IG," kata Aryo tiba-tiba di belakang Diana. Diana terkejut setengah mati dan segera menoleh ke belakang, "Astaga Aryo! Sejak kapan kamu disini?"Aryo langsung duduk di depan Diana."Baru aja mbak. Tadi dengerin suara motornya mas Richard. Jadi aku tahu kalian uda balik. Mba Diana jadi masak bareng kan? Tadi aku uda beliin bahan-bahannya rawon surabaya."D
Sudah dua jam lebih Diana, Aryo, dan Heru memasak sekaligus merekam videonya. Aryo merasa sangat senang bisa memasak bersama Diana. dia merasa mendapatkan banyak ilmu dari Diana. Perasaan Diana pun juga sama dengan Aryo. Aryo sangat welcome dengan dirinya dan juga sangat cepat belajar. Tak heran Richard menjadikannya kepala chef disini. Penghargaan yang cocok untuknya.Mereka bertiga mengecek video rekaman bersama-sama. Berharap videonya dapat dimengerti banyak orang."Mba Diana emang cakep banget. Coba ini masukin ke youtube, pasti langsung viral," kata Aryo sambil melihat rekaman.Diana mengelak, "Justru kamu yang viral. Masih muda tapi jago masak kayak masterchef. Langsung tuh direkrut sama hotel-hotek terkenal.""Aku dulu juga diajarin mas Richard sama mas Bono kok mbak. Kalau ngga ada mereka, mungkin aku uda kerja di pabrik."Heru menimpali," Iya bener yang disampein Aryo mba. Baik bener merka mau kita yang kerja. Biasanya kan kayak resto nyar
Mata Liana terbelalak,"Jadi besok Richard bakalan ketemuan sama Adam? Demi apa?!""Demikian dan terima kasih," jawab Diana datar. Liana menggerakkan bola matanya kesal."Ih, lo ah malah bercanda. Serius dikit napa? Masalah penting nih! Gini loh maksud gue, Di. Lo harus ngomong sama Dino deh biar dia mau nemenin Richard. Jadi kalau Adam mau ngomong yang aneh-aneh, Dino bisa langsung nutup mulutnya si kecoa bassist itu. Soalnya kalau gue liat nih, Richard itu seratus persen suka sama lo dan berhubung dia emang cakep banget, jadi sayang aja kalau dilepasin gitu aja."Diana menatap Liana dengan tatapan nanar. Hatinya sangat bimbang saat ini. Dino dan Liana sampai sekarang belum mengetahui rahasia Diana. Bagaimana kalau Dino beneran besok ikut dan akhirnya rahasia Diana terbongkar di publik? Bakalan tambah malu!Liana terlihat ingin memakannya saat ini. Diana menarik nafas panjang. Dia memberikan pengertian dan alasan," Bukan gitu, Li. Gue paham ma
Diana baru mengerjakan literatur skripsinya ketika hpnya berdering. Matanya sibuk memilah-milah judul jurnal yang sesuai dengan penelitiannya. Tiba-tiba hpnya berdering. Diana melihat hpnya dan mengernyitkan dahinya. Diliatnya nomor tidak dikenalnya. "Mungkin dari kampus," pikir Diana. Diana memutuskan untuk mengangkatnya."Halo, betul ini dengan mba Diana?" Tanya suara wanita di sebrang sana."Iya betul. Maaf dengan siapa?""Dengan Elsa dari Media Selebriti. Maaf saya mau bertanya mba."Diana mendengarnya kesal. Hidupnya selama ini sudah tenang dan sekarang tiba-tiba media menganggunya lagi."Maaf ya mba Elsa. Lain kali saja ya."Diana memutuskan mengakhiri telponnya namun reporter bernama Elsa itu menyelanya, "Apa mba Diana tahu mengenai Richard?"Mendengar nama Richard, Diana urung mengakhirinya. Diana berkata dengan suara tegas, "Mba, saya memang dekat dengan Richard tapi tolong jangan ganggu dia!"Diana langsung menutup te
Sesampainya di resto, Diana segera masuk dan mencari Richard. Matanya melihat kesana kemari dan mengecek bangku demi bangku, siapa tahu Richard masih ada di depan. Sosok laki-laki yang membuat pikirannya melayang-layang akhir-akhir ini ternyata sedang duduk berhadapan dengan seorang perempuan. Diana langsung menundukkan kepalanya, kecewa. Diana diam-diam keluar dari gedung dengan muka menunduk sampai dirinya bertabrakan dengan Adam."Diana," sapa Adam lembut.Diana terkejut melihat pria yang ada di depan matanya sekarang. Dia langsung membelalakkan matanya, "Buat apa kamu kesini lagi?""Aku cumen mau ngasih undangan konser ke Richard sama kamu. Kalau kamu mau dateng."Adam menyerahkan poster konsernya. Kenangan ketika Adam menembaknya sewaktu konser memenuhi benaknya lagi. Namun, itu masa lalu. Diana sudah berhasil move on.Tiba-tiba terdengar suara Richard di belakang Diana. Richard memegang tangan Diana. Diana menoleh ke arah Richa
Diana menarik nafas panjang. Dirinya melihat ke arah Pak Putu yang sedang sibuk menandatangani dokumen di meja kerjanya."Diana, ada apa?"Diana hanya tersenyum dan menggeleng. Pak Putu heran melihat sikap Diana yang tak biasanya."Kenapa Diana? Kelihatannya kamu ada sesuatu?"Diana menggeleng dan menjawab, "Maaf, belum pak. Saya ngga ada masalah apa-apa kok. Saya hanya kagum sama bapak, itu dokumennya banyak sekali," kata Diana sambil menunjuk dokumen-dokumen di atas meja Pak Putu. Pak Putu tertawa mendengarnya.Diana berkata lagi, "Richard sudah pulang ke Jogja karena ada masalah dengan bisnisnya."Pak Putu mengernyitkan dahinya, "Masalah apa Diana?"Diana menggeleng, "Saya juga kurang tahu pak. Dia begitu mendadak dan setiap saya tanya dia hanya bilang semua akan baik-baik saja. Katanya dia bisa menangani semuanya.""Bapak percaya kok pacarmu bisa mengatur semua masalahnya. Yang penting kamu tetap ada di sisinya baik dalam s
Baru saja Diana mau menceritakan permasalahannya, tiba-tiba pintu kamar Diana digedor. Richard dan Diana langsung menoleh ke arah pintu. Hati Diana berdegub kencang. Richard memegang tangan Diana dan mencoba menenangkannya."Sebentar baby. Aku buka dulu pintunya," kata Richard kepada Diana.Diana mengangguk. Richard segera berjalan ke arah pintu dan membukanya. Di depan Richard terlihat Dino berdiri dengan nafas tersengal-sengal. Bajunya basah keringat dan rambutnya terlihat sangat berantakan. Richard mengernyitkan dahinya."Dino, abis ngapain?"Dino memegang gagang pintu kamar dan mencoba mengatur nafasnya, "Gue lari dari Club. Takutnya ngga keburu kalau naik taksi. Gimana Diana?" tanya Dino lagi tanpa basa-basi.Richard tersenyum dan berkata kepada Dino, " Dia udah baikan kok. Aku juga uda ngomong baik-baik sama dia. Dia ngerti kok.""Syukurlah. Gue ngga mau Diana kenapa-kenapa. Richard, wanita itu gila. Masak dia bilang dia masih cinta sa
"Di, lo ngga coba ke dokter aja?" Tanya Liana kepada sahabatnya yang masih bercucuran air mata."Ngga mungkin dong Li kalau gue ke dokter dan bilang kalau gue ngga bisa berhubungan seks. Kita hidup di timur. Pasti tuh dokter mikir macem-macem tentang gue," sahut Diana.Liana menghela nafas panjang. Dia berkata pelan dan sejelas mungkin,"Di, sekarang seks bukan hal yang tabu lagi. Lo berhak tau apa yang terjadi sama tubuh lo."Diana menatap mata Liana tajam kemudian menggeleng, "Ngga Li. Tetep aja pasti dokter bakalan mikir macem-macem. Sekarang tenang aja. Kemungkinan karena gue ngga relaks. Gue pasti akan nemu jalannya nanti. Mungkin sama Richard akan beda ceritanya. Mungkin dia bisa bikin gue nyaman yang bikin gue bisa berhubungan sama dia."Liana tersenyum dan mengangguk, "Moga-moga aja ya Di karena itu. Gue harap Richard beneran bisa bikin lo bahagia."Setelah berkata demikian, Liana menarik nafas panjang dan berharap di kemudian hari benar-ben
Diana, Richard, Liana, dan Dino menikmati malam mereka di salah satu kelab malam atau yang sering disebut club. Mereka menengguk alkohol ringan dan menari bersama di lantai dansa. Diana menari berpasangan dengan Richard sedangkan Liana berpasangan dengan Dino.Richard berbisik di telinga Diana,"Baby, aku sampe sekarang masih belum percaya lho kamu jadi pacarku."Diana tertawa mendengarnya. Dia lalu mendekati Richard dan mencium bibirnya. Richard pun membalas ciuman Diana sambil memeluk Diana lebih erat. Mereka berciuman dengan intens sampai Liana dan Dino menolehkan pandangan ke mereka dan Liana berdeham sambil terbatuk yang disengaja.Diana pun melepaskan ciumannya dan menoleh ke arah Liana dan Dino sambil tersenyum. Liana mencoba berkata kepadanya namun Diana tidak dapat menangkapnya karena hingar bingar musik di sekelilingnya. Diana hanya memberi kode kepada Liana dan Liana pun segera menutup mulutnya.Diana dan Richard pun menari sambil menatap mata s
Dino dan Liana menunggu Richard di luar kamar Diana. Mereka berharap sekali Diana tidak lagi marah kepada mereka. Liana sesekali melamun mengingat momen-momen persahabatan mereka. Liana betul-betul tidak mau hubungan romantisnya dengan Dino menganggu persahabatan mereka bertiga yang sudah terjalin lama sekali.Begitu Richard keluar dari kamar Diana, mereka langsung menghampiri Richard. Tanpa basa basi, Dino bertanya kepadanya, "Bagaimana Diana? Apa dia mau maafin kita?"Richard tersenyum dan berkata kepada mereka berdua, "Dia butuh waktu. Biarkan dia menenangkan dirinya. Kalau dia sudah siap, dia pasti keluar."Liana tampak kecewa namun dia bisa menerimanya. Richard menepuk bahu Liana dan berusaha memberikannya semangat, "Sabar ya Liana. Diana pasti sebentar lagi keluar kok ketemu sama kalian. Dia tadi sudah tenang, hanya butuh waktu sebentar saja."Liana mengangguk. Hatinya sesak namun dia paham dengan perasaan Diana juga.Richard berusaha mengali
"Kowe ki jadian karo Diana ora kondo-kondo karo aku? Parah kowe Ric! (Kamu itu jadian dengan Diana tidak bilang-bilang ke saya? Parah kamu Ric!)" teriak Bono dari ujung telepon. Richard tertawa dan hanya meminta maaf kepada sahabat dekatnya itu."Sorry Bon. Lagian itu kejadian kemarin. Oh ya, thanks ya tipsnya."Bono tertawa di ujung sana, "Tuh kan beneran nasihat master Bono itu tokcer. Oh ya Ric, kasih tahu keluargamu juga, atau harus aku yang bilang ke Boni sama Sharon? Kamu beneran serius sama Diana kan? Bukan cumen main-main?"Richard terdiam sejenak lalu berkata ke Bono, "Serius lah! Aku ngga mau main-main sama dia. Dapetin dia aja uda susah. Nanti aku aja yang kasih tahu keluargaku dan aku mau bilang ke mereka kalau aku emang serius sama Diana.""Baru kali ini kamu kedengeran yakin banget sama cewek. Kamu kan baru pacaran Ric!""Ngga tau kenapa ya Bon. Tapi begitu ketemu Diana sejak pertama kali, aku tahu dia itu memang ada
"Diana, kok senyum-senyum sendiri?"Diana terkejut mendengarnya. Dia langsung meletakkan hp di mejanya dan melihat Pak Putu dengan wajah yang memerah. Pak Putu, supervisor Diana di tempat penelitiannya menyaksikan wanita cantik di depannya itu senyum-senyum sendiri sambil menatap layar hapenya tadi."Oh, maaf Pak Putu. Saya barusan dapet pesen dari pacar saya," jawab Diana tersipu malu, lalu dia melanjutkan, "Saya selesaikan dulu input data murid pak.""Iya gapapa Diana. Santai saja. Deadlinenya masih minggu depan."Pak Putu meletakkan tas yang dibawanya ke atas bawah meja kerjanya. Mejanya sendiri berhadapan dengan meja Diana sehingga Pak Putu bisa mengetahui semua gerak-gerik Diana. Awal penelitian, Diana merasa sangat canggung, namun lama-kelamaan, dirinya terbiasa dengan kehadiran Pak Putu di depannya.Pak Putu memandang Diana lagi dan berkata kepada Diana, "Lihat kamu, bapak jadi inget anak temen bapak kemarin di upacara pawiwahan."Dia
Wajah Richard menjadi sumringah. Garis senyum seringkali terlihat dengan jelas di wajahnya. Dia sangat senang dengan jawaban Diana. Diana tersenyum juga. Namun, dia menunduk sebentar dan berkata lagi kepada Richard, "Tapi Richard, aku punya satu syarat."Richard segera mengernyitkan dahi dan bertanya kepada wanita asal Jakarta, "Syarat apa?""Hmm, gimana ya ngomongnya? Jadi gini, kamu boleh cium aku tapi jangan sentuh tubuhku sampai ke pernikahan. Kalau kamu bisa, aku mau pacaran sama kamu."Mendengar hal itu, Richard terdiam sejenak. Dia bertanya-tanya dalam hati apakah dirinya tahan untuk tidak menyentuh Diana. Richard sendiri pun dibesarkan dalam campuran budaya barat yang menjunjung tinggi kebebasan termasuk kebebasan dalam berpacaran. Namun, kalau dia tidak memenuhi persyaratan Diana, maka dia akan kehilangan wanita yang selama ini menghiasi mimpinya. "Kehilangan Diana akan jauh lebih menyakitkan," pikir Richard.Richard mengangguk. Dia mengajukan pe
Hari demi hari berlalu dan Diana mulai sibuk dengan penelitiannya. Namun, tetap ada kekosongan di hatinya karena Richard pergi dan sama sekali tidak menghubunginya. Diana berpikiran dengan terputusnya komunikasi dengan Richard maka dia dapat move on. Namun ternyata tidak. Diana malah semakin merindukan lelaki itu.Beberapa kali Diana melihat Richard di sekitar kantornya sedang memotret, namun Diana urung menegurnya. Selain itu, Richard selalu pergi sebelum Diana berhasil mendekatinya. Hal itu membuat hatinya kecewa. Diana terus mencoba mengabaikan perasaannya namun wajah Richard selalu masuk ke pikiran Diana. Kemanapun Diana pergi, bayangan Richard selalu ada di pelupuk matanya. Diana sampai berpikiran mungkin dia sudah gila.Saat malam pun, Diana sering memandang foto dalam akun sosial medianya ketika dirinya dan Richard jalan bersama di Jogja beberapa waktu lalu. Dia masih ingat betul perasaannya kala itu. Perasaan dimana seolah kesedihan sirna dari muka bumi. Memori