Diana dan Liana tersenyum puas. Mereka melihat makanan dan minuman sudah tertata rapi di atas meja makan. Snack pun dalam toples-toples juga sudah terisi penuh.
"Akhirnya kelar juga, Di," kata Liana padanya. Liana segera membuka kulkas dan mengeluarkan sebotol coca-cola. Liana lalu mengambil gelas di kabinet bawah.
"Minta sini," kata Diana padanya.
"Okay." Liana segera menuangkan coca-cola di dua gelas dan menyerahkan satunya kepada Diana. Mereka meminumnya dalam satu kali tegukan. Diana berkata pada Liana, "Li, menurut lo, Richard nanti beneran dateng ngga?"
"Iya beneran lah Di. Dia udah confirm kan waktu lo kirim kabar?"
"Iya sih, cumen gue takut aja kalau dia ngga show up," kata Diana dengan nada cemas. Liana mendekati Diana dan memeluk bahu sahabatnya, "Kalau dia ngga show up berarti lo harus jauhin dia. Anggap aja dia stranger kemarin sore."
Diana mengangguk. Hatinya sedikit lega mendengar ceramah singkat Liana. Liana memegang kedua pipi Diana dan meyakinkannya kalau semuanya akan baik-baik saja. Mereka segera menuju ke ruang keluarga dan beristirahat sejenak di sofa. Tiba-tiba Pak Wisnu datang dari belakang mereka dengan membawa gelas.
"Diana, papa mau bicara sama kamu."
Diana segera menegakkan badannya. Padahal dia belum beristirahat. Melihat papanya membawa gelas, Diana menatap Papanya dan bertanya, "Mau Diana bikinin teh lagi, Pa?"
Papanya menggeleng. Papa segera duduk di salah satu kursi sofa yang terletak di samping Diana. "Diana, tadi mama kasih tahu papa kalau nanti ada laki-laki yang dateng kesini. Apa benar?" Diana mengangguk pelan. Dalam diam, Liana mendengarkan percakapan Diana dan papanya. Dia berusaha tidak mencampuri percakapan mereka.
"Dia kerja atau kuliah?" tanya Pak Wisnu lagi.
"Dia punya usaha sendiri, Pa. Resto dekat dengan kampus. Diana memang sengaja masak supaya dia bisa cobain karena dia lagi cari koki yang bagus," jawab Diana dengan halus
Mendengar hal itu, Papanya jadi naik pitam. Papanya berkacak pinggang dan berkata pada anak perempuannya itu, "Koki yang bagus? Diana Chandra Wisnu! Kamu itu Papa sekolahin tinggi-tinggi bukan buat jadi koki resto. Otakmu itu encer, kamu bisa jadi eksekutif kek, atau mungkin kuliah lagi, atau malah kalau bisa jalanin usaha Papa Mama."
Diana berusaha menarik nafasnya dalam-dalam. Dia sadar dia telah dalah bicara dan menyebabkan papanya salah paham. Diana mencoba untuk tenang menjawab, "Maksud Diana itu Diana mau bantu Richard buat ngembangin usahanya. Diana bisa tulisin resepnya atau bikin bumbunya lalu koki-kokinya dia disana tinggal bikin menunya. Sesimpel itu Pa!. Bukan berarti Diana jadi karyawannya Richard. Mungkin di pemahaman Papa istilahnya itu konsultan."
Pak Wisnu terlihat masih memproses jawaban Diana. Diana berkata lagi, "Papa tahu bayaran chef jaman sekarang tinggi-tinggi? Jadi kalaupun jadi chef, sebenarnya ngga masalah juga kan? Papa kan juga chef."
Pak Wisnu mengernyitkan dahi mendengar jawaban Diana. Beliau segera bertanya, "Maksudnya papa chef? Papa bukan koki, Diana."
"Tugas koki kan orang yang mengolah barang mentah jadi bahan jadi yang siap dikonsumsi. Papa juga ngolah cengkeh, nilam mentah jadi minyak atsiri. Berarti papa itu koki juga kan? Dalam hal yang berbeda pastinya. Buktinya, papa juga sukses. Diana bisa sekolah di tempat bagus-bagus karena Papa."
Papa mengangguk-angguk dan berkata pada Diana, "Kamu memang cerdas Diana. Maafin Papa ya Di tadi jadi agak marah sama kamu padahal kamu ngga salah apa-apa. Papa takut kalau kamu kenapa-kenapa. Walaupun kamu sudah besar, namun di mata Papa, kamu tetap putri kecil Papa Mama. Selain itu, karena baru kali ini kamu mau bawa cowok ketemu papa mama. Pacar-pacarmu sebelumnya yang katanya ganteng aja ngga kamu kenalin ke papa mama. Papa cuman tau foto dan ceritanya tapi ngga pernah tahu orangnya langsung."
Diana tersenyum dan memeluk papanya, "Diana sampai kapanpun akan tetep jadi putri kecil Papa. Tapi Diana minta tolong satu hal ke Papa?"
Papa melihat wajah anaknya dan bertanya, "Apa Diana?"
"Diana belum kenal Richard banget. Diana baru mengenalnya kemarin. Richard juga bukan pacar Diana. Jadi jangan terlalu neken Richard ya pa. Anggap Richard kayak Dino."
Papa tertawa dan mengusap-usap rambut Diana. "Iya sayangku. Papa tahu kok porsinya. Tenang ya."
Diana mengangguk. Liana yang selama ini diam memperhatikan mereka, tersenyum dalam hati. Liana segera duduk tegak dan menengok ke arah Pak Wisnu dan Diana, "Om, Diana, saya mau ke kamar dulu ya."
Pak Wisnu mengiyakan. Liana segera berjalan menuju ke kamarnya.
"Oh ya Liana," panggil Pak Wisnu. Liana segera menoleh ke arah Pak Wisnu, "Iya om."
"Nanti ajak Dino juga ya."
"Okay, baik om." Liana mengangguk mohon ijin masuk kamarnya. Diana tersenyum melihatnya.
Pak Wisnu segera berkata pada Diana yang masih terdiam disitu, "Mandi sana. Pakai baju yang bagus. Hargai dirimu sendiri."
Diana mengangguk dan segera mencium pipi papanya. Lalu dirinya segera masuk ke kamarnya.
***
Waktu menunjukkan pukul 6 sore. Diana sudah bersiap. Dia memakai gaun hitam pendek yang menampilkan sisi femininnya. Tak lupa dia pun mengepang rambutnya di bahu sebelah kiri. Poninya pun dibiarkan sedikit berantakan. Dia segera keluar dari kamarnya dan mengecek tempat makan kembali. Memastikan semuanya sudah siap dan tidak kekurangan sesuatu apapun. Liana membantu Diana mengecek semuanya. Liana memakai gaun floral pendek berwarna hijau.
Jantung Diana berdegub kencang namun dia meyakinkan dirinya sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Tak lama kemudian terdengar suara ketokan di pintu rumah. Pasti itu Richard. Liana segera memberikan isyarat pada Diana supaya dirinya yang membuka pintu. Diana mengangguk dan segera berjalan ke pintu membukanya.
Begitu Diana membuka pintunya, Richard tersenyum dan melihat Diana dari atas sampai bawah dengan takjub. Diana merasa risih, namun Richard terus melihatnya dan mematung.
"Halo Richard!" seru Diana sambil mengarahkan tangannya ke depan mata Richard.
"Halo.. Halo.. Richard!"
Richard terkejut dan berkedip. Dia tersadar, "Oh hi Diana. Maaf tadi aku kaget banget liat kamu. Kamu cantik banget malam ini."
Wajah Diana terasa memerah. "Thank you. Ayo sini masuk Richard. Ada Papa dan Mama di dalem." Hati Diana seperti melompat melihat Richard, namun dia menunjukkan sikap coolnya.
Richard malam itu memang terlihat lebih tampan dari biasanya. Dia memakai kemeja putih yang dibalut dengan rompi warna abu-abu dan celana hitam panjang. Parfumnya pun tercium sangat maskulin. Penampilan yang casual namun stylish.
"Ayo, duduk disini dulu Richard. Aku ijin ke belakang sebentar ya."
"Sebentar Diana." Richard segera memberikkan tas kertas coklat besar kepada Diana. "Ini pancake buat tambahan makan malam."
Senyum Diana mengembang tipis, "Campuran dong eastern sama western food malam ini."Richard berbisik ke telinga Diana, "Seperti aku juga kan? Campuran?" Diana tertawa namun hatinya berdegub kencang. Bukan karena perkataan Richard, namun karena bisikannya yang membuat Diana dapat merasakan nafasnya di telinga.
Richard segera mencari tempat duduk yang membuatnya nyaman. Diana segera menuju ke dapur untuk mengambil minuman dan mengatur pancake yang dibawa oleh Richard. Diana segera mengambil piring-piring kecil sebagai alas pancake tersebut.
Richard duduk dan melihat sekitarnya. Ada foto-foto Diana dan Liana tergantung di dinding ruangan tersebut dengan berbagai pose dan ada lukisan bunga mawar besar di ruangan itu. Richard bertanya-tanya dalam hati apakah bunga Mawar adalah bunga favorit Diana. Richard terus memandang lukisan itu sampai dia mendengar suara sapaan di belakangnya. "Halo, ini pasti Richard ya?"
Richard segera berdiri dan menyambut wanita paruh baya yang mirip dengan Diana. "Pasti ini ibunya", pikir Richard. Richard segera membalas sapaan itu, "Iya. Selamat malam tante. Saya Richard" Richard menunduk kepala sebentar menunjukkan sikap hormat pada bu Wisnu.
Bu Wisnu tersenyum melihat sikap Richard. Dia sangat senang dengan kesopanan yang ditunjukkan oleh Richard. Tak lama kemudian Pak Wisnu keluar dari kamarnya dan segera menemui Richard juga, "Halo nak Richard." Richard menoleh kepalanya dan melihat pria gagah yang diduganya sebagai papa Diana.
"Selamat malam Om." Papa Diana tersenyum dan mengulurkan tangannya kepada Richard. Richard menjabat tangan Papa Diana dengan mantap. Pak Wisnu segera berkata kepadanya, "Ayo duduk dulu."
Richard mengangguk lalu kembali duduk. Papa Diana segera duduk di samping depan Richard. Richard tampak gugup namun dia berhasil mengendalikan perasaannya. Pak Wisnu membuka percakapannya, "Tadi kesini naik apa Richard?"
"Naik mobil om, tante. Mohon ijin mobilnya saya parkir di depan rumah."
Pak Wisnu menggangguk dan mengiyakan, "Iya gpp. Kosong itu. Pake aja."
"Oh ya, nak Richard dari mana tadi?" tanya Bu Wisnu.
"Dari Resto langsung om, tante. Kebetulan besok pagi ada pesanan makanan, jadi temen-temen mulai menyiapkan bahannya mulai sekarang biar ngga buru-buru," jawab Richard sambil tersenyum.
"Wah lumayan juga ya, banyak pesanannya?" tanya Pak Wisnu lagi.
"Sekitar 500 porsi om, tante, karena besok ada acara jurusan MIPA. Ya usaha kecil-kecilan sih om, tante. Yang pesan ke tempat saya juga palingan temen-temen kampus seperti anak-anak BEM, atau anak-anak Himpro."
Papa Diana mengangguk dan mengernyitkan dahi, "Lha kamu kuliah juga atau ngga?"
Belum sempat menjawab itu, Diana datang membawa gelas berisi teh hangat. Dia segera menghidangkannya depan Richard dan kedua orang tuanya. Diana sekilas mendengar percakapan mereka lalu menimpali, "Papa ah, ngga usah interogasi Richard. Ini minumannya mari diminum dulu."
Richard melihat Diana dan berkata kepadanya, "Terima kasih Diana. Gapapa kok."
Diana tersenyum dan dia kembali masuk ke dalam.
Richard kembali menjawab Pak Wisnu, "Saya sudah lulus kuliah om, tahun lalu. Saya ambil Hubungan Internasional kemarin." Pak Wisnu tampat terkejut.
"Wah, bisa jadi diplomat itu. Bener kan ma?" tanya Papa Diana sambil melirik istrinya. Bu Wisnu mengangguk dan tersenyum.
"Iya, mungkin ke depannya. Tapi ini masih fokus dengan usaha dulu sih om, tante," jawab Richard sambil tersenyum.
"Iya ya. Yang penting ikutin kata hati. Seperti kita kan ya Pa?" kata bu Wisnu sambil melirik suaminya. Mereka pun tertawa bersama.
Diana dan Liana mengamati Richard dari jauh. Liana berbisik kepadanya, "Tuh Di, cakep banget. Udah sikat Di!"
Diana menjawab, "Apaan sih. Gue deg-degan nih, ngomong apaan ya papa mama ke Richard?"
"Sejauh yang gue lihat, mereka tertawa-tertawa aja sih, Di. Jadi kayaknya lancar jaya. Udah ngga usah kebanyakan mikir lu!"
Diana tertawa lalu melihat ke arah Liana, "Dino uda dimana? Kalau ngga dateng-dateng, bakalan molor ini acaranya. Mana gue uda laper nahan ngga makan dari tadi."
"Oh iya. Mana ya tuh bocah? Gue telp dia dulu deh," Liana segera berjalan menjauh menelepon Dino. Diana termenung sambil menatap Richard dan kedua orang tuanya yang bercakap-cakap di ruang tamu.
Tak lama kemudian, bel pintu rumah kembali berdering. Liana langsung menuju membukanya dan permisi kepada ketiga orang yang sedang bercakap-cakap dalam ruangan tersebut.
"Halo Dino!" kata Liana.
Dino memakai kemeja dan celana coklat. Senyum Dino melebar melihat Liana.
"Halo Liana. Udah pada disini semua ya?" tanya Dino sambil mengintip ke belakang Liana. Liana menginjak kakinya dan berkata, "Tinggal nunggu lo. Lama banget sih."
"Iya maaf. Maaf."
Pak Wisnu terkekeh melihat adegan itu dan segera berkata kepada mereka, "Udah Liana, jangan galak-galak sama Dino. Kalian ini dari kecil ngga berubah."
Dino segera menyapa mereka, "Malam om dan tante,"
"Malam Dino. Ayo masuk," kata bu Wisnu kepadanya.
Pak Wisnu menimpali, "Ayo sini masuk, No. Kenalan sama Richard."
Richard segera berdiri dan mengulurkan tangannya pada Dino. Dino tersenyum dan membalas jabatan tangannya.
"Halo Richard. Aku Dino temennya Diana dan Liana," kata Dino memperkenalkan diri.
Richard mengangguk dan berkata, "Akhirnya ketemu kamu juga, No. Diana sama Liana sempet cerita tentang kamu."
"Oh ya? Semoga ngga yang aneh-aneh ya," kata Dino menjawab.
Richard tertawa mendengarnya. Diana segera berkata kepada mereka, "Yuk, mari semuanya langsung ke ruang makan. Chef Diana sudah masak Rawon untuk semuanya." Diana melirik Papanya. Papanya tersenyum.
Makan malam kali ini berbeda. Diana merasa sangat bahagia karena orang-orang yang disayanginya semuanya berkumpul bersama, tidak terkecuali Richard. Pria yang baru ditemuinya kemarin namun menarik hatinya secara instan.Setelah Dino datang, Diana langsung mengajak untuk segera berkumpul di meja makan. Mereka segera menempati tempat duduk di meja oval yang terletak di ruang makan. Pak Wisnu, Bu Wisnu, dan Diana berhadap hadapan dengan Richard, Dino, dan Liana. Richard terlihat gugup makan langsung berhadapan dengan Pak Wisnu.Setelah duduk, Bu Wisnu berbisik kepada Diana, "Mama seneng lihat Richard. Orangnya baik. Dia juga ganteng.""Ih apaan sih ma," balas Diana. Mama terkekeh. Diana melirik Richard di ujung sana yang masih terdiam.Pak Wisnu berdeham dan berkata, "Ini siapa ya yang punya acara?" Liana pun menendang kaki Diana. Diana memandannya dan Liana memberikan isyarat supaya Diana yang berbicara.Diana menarik nafas panjang dan membuka
Dino dan Liana segera memaksa Diana dan Richard masuk ke dalam kamar Diana. Liana mematikan lampunya dan berpesan kalau Diana dan Richard menyalakan lampunya, maka mereka akan dipaksa berciuman depan orang tua Diana."Sungguh kejam! Emang kita anak-anak," batin Diana. Tapi mereka ngga punya pilihan lain. Dino dan Liana bisa menjadi sangat keras kepala kalau sudah ambil keputusan.Richard memilih duduk di ujung tempat tidur dan Diana juga duduk di ujung satunya lagi. Mereka berdua duduk dalam keheningan. Ketertarikan seksual diantara keduanya hampir memuncak. Dengan adanya sedikit cahaya dari arah luar kamar yang menembus ke jendela, Richard sesekali melihat bibir Diana dan menelan ludahnya. Dia melihat sosok Diana yang sangat menarik di matanya. Sayangnya, Diana tidak bergeming. Richard pun menahan dirinya."Hmm, Diana?"Diana menjawab, "Iya Richard.""Agak aneh sih kalau kita diem-dieman gini. Tujuh menit lumayan lama lho. Gimana kalau kita tanya
"Andani tho! Tipsku kuwi ampuh. Rak percoyoan kok kowe!(Dibilangin! Tipsku itu ampuh. Ngga percayaan sih kamu!)" kata Bono kepada Richard. Mereka berdua duduk berhadap-hadapan di dalam dapur di resto mereka.Richard telah menceritakan semua kejadian kepada Bono. Bono mendengarnya dengan senang dan sesekali meledek Richard. Mereka segera mengeluarkanred wine dan minum bersama. Kebetulan udara malam kali ini juga sangat dingin sehingga anggur bisa jadi solusi untuk membuat badan mereka lebih hangat."Kok kamu ngga ngomong ke aku kalau kerjaan anak-anak uda selesai? Terus besok yang nganterin makanan ke MIPA siapa?" tanya Richard kepada Bono."Aku tuh ngga mau gangguin acaramu sama Diana, Ric! Lagian anak-anak juga uda pinter-pinter kok. Kerjanya pada cepet. Besok yang nganterin aku sama Yano.Wes, rak sah dipikir! (Sudah tidak usah dipikir)."Richard tersenyum dan berkata, "Maturnuwun yo Bon."Bono m
Richard segera mengantarkan ibunya ke luar resto dan Diana menunggunya dalam diam di dalam. Tak lama kemudian, Richard kembali ke dalam Resto."Sorry ya nunggu lama, kamu uda makan?" tanya Richard."Udah kok tenang aja." Diana segera membuka tasnya dan mengeluarkan menu yang sudah disiapkannya. Dia menyerahkan kepada Richard. Richard menerimanya dan memeriksanya sekilas. Dia tersenyum memandang Diana."Thank you, Di. Ayo masuk ke dapur," ajak Richard sambil melangkahkan kakinya menuju dapur. Diana mengikutinya. Dapurnya cukup luas, bersih, dan peralatannya juga memadai. Kira-kira ada 10 orang pegawai di dapur dan mereka sedang bekerja masing-masing. Ada yang bertugas menyiapkan bahan, memasak, sampai dengan memeriksa pesanan."Masih kecil kan, Di?" tanya Richard."Ngga kok. Lumayan banyak menurutku. Kulihat kerjanya juga cekatan."Diana cukup takjub dengan anak buah Richard yang cekatan dalam bekerja. Mereka benar-benar sibuk namun
Richard dan Diana akhirnya kembali ke Resto. Hati Diana berbunga-bunga, begitu pula Richard. Diana segera turun dari motor sementara Richard menyimpan kembali motornya di dalam toko. Sambil menunggu Richard, Diana memutuskan untuk segera memasuki resto terlebih dahulu. Situasi Resto sudah ramai. Beberapa orang menikmati makanan dan minuman sambil bercanda tawa, ada pula yang hanya membuka laptopnya sambil memakan cemilan, ada pula dudk sendirian yang sendirian menatap keluar jendela.Diana segera duduk di salah satu kursi makan sambil menunggu Richard."Ciyeee. Akhirnya posting foto mas Richard di IG," kata Aryo tiba-tiba di belakang Diana. Diana terkejut setengah mati dan segera menoleh ke belakang, "Astaga Aryo! Sejak kapan kamu disini?"Aryo langsung duduk di depan Diana."Baru aja mbak. Tadi dengerin suara motornya mas Richard. Jadi aku tahu kalian uda balik. Mba Diana jadi masak bareng kan? Tadi aku uda beliin bahan-bahannya rawon surabaya."D
Sudah dua jam lebih Diana, Aryo, dan Heru memasak sekaligus merekam videonya. Aryo merasa sangat senang bisa memasak bersama Diana. dia merasa mendapatkan banyak ilmu dari Diana. Perasaan Diana pun juga sama dengan Aryo. Aryo sangat welcome dengan dirinya dan juga sangat cepat belajar. Tak heran Richard menjadikannya kepala chef disini. Penghargaan yang cocok untuknya.Mereka bertiga mengecek video rekaman bersama-sama. Berharap videonya dapat dimengerti banyak orang."Mba Diana emang cakep banget. Coba ini masukin ke youtube, pasti langsung viral," kata Aryo sambil melihat rekaman.Diana mengelak, "Justru kamu yang viral. Masih muda tapi jago masak kayak masterchef. Langsung tuh direkrut sama hotel-hotek terkenal.""Aku dulu juga diajarin mas Richard sama mas Bono kok mbak. Kalau ngga ada mereka, mungkin aku uda kerja di pabrik."Heru menimpali," Iya bener yang disampein Aryo mba. Baik bener merka mau kita yang kerja. Biasanya kan kayak resto nyar
Mata Liana terbelalak,"Jadi besok Richard bakalan ketemuan sama Adam? Demi apa?!""Demikian dan terima kasih," jawab Diana datar. Liana menggerakkan bola matanya kesal."Ih, lo ah malah bercanda. Serius dikit napa? Masalah penting nih! Gini loh maksud gue, Di. Lo harus ngomong sama Dino deh biar dia mau nemenin Richard. Jadi kalau Adam mau ngomong yang aneh-aneh, Dino bisa langsung nutup mulutnya si kecoa bassist itu. Soalnya kalau gue liat nih, Richard itu seratus persen suka sama lo dan berhubung dia emang cakep banget, jadi sayang aja kalau dilepasin gitu aja."Diana menatap Liana dengan tatapan nanar. Hatinya sangat bimbang saat ini. Dino dan Liana sampai sekarang belum mengetahui rahasia Diana. Bagaimana kalau Dino beneran besok ikut dan akhirnya rahasia Diana terbongkar di publik? Bakalan tambah malu!Liana terlihat ingin memakannya saat ini. Diana menarik nafas panjang. Dia memberikan pengertian dan alasan," Bukan gitu, Li. Gue paham ma
Diana baru mengerjakan literatur skripsinya ketika hpnya berdering. Matanya sibuk memilah-milah judul jurnal yang sesuai dengan penelitiannya. Tiba-tiba hpnya berdering. Diana melihat hpnya dan mengernyitkan dahinya. Diliatnya nomor tidak dikenalnya. "Mungkin dari kampus," pikir Diana. Diana memutuskan untuk mengangkatnya."Halo, betul ini dengan mba Diana?" Tanya suara wanita di sebrang sana."Iya betul. Maaf dengan siapa?""Dengan Elsa dari Media Selebriti. Maaf saya mau bertanya mba."Diana mendengarnya kesal. Hidupnya selama ini sudah tenang dan sekarang tiba-tiba media menganggunya lagi."Maaf ya mba Elsa. Lain kali saja ya."Diana memutuskan mengakhiri telponnya namun reporter bernama Elsa itu menyelanya, "Apa mba Diana tahu mengenai Richard?"Mendengar nama Richard, Diana urung mengakhirinya. Diana berkata dengan suara tegas, "Mba, saya memang dekat dengan Richard tapi tolong jangan ganggu dia!"Diana langsung menutup te
Diana menarik nafas panjang. Dirinya melihat ke arah Pak Putu yang sedang sibuk menandatangani dokumen di meja kerjanya."Diana, ada apa?"Diana hanya tersenyum dan menggeleng. Pak Putu heran melihat sikap Diana yang tak biasanya."Kenapa Diana? Kelihatannya kamu ada sesuatu?"Diana menggeleng dan menjawab, "Maaf, belum pak. Saya ngga ada masalah apa-apa kok. Saya hanya kagum sama bapak, itu dokumennya banyak sekali," kata Diana sambil menunjuk dokumen-dokumen di atas meja Pak Putu. Pak Putu tertawa mendengarnya.Diana berkata lagi, "Richard sudah pulang ke Jogja karena ada masalah dengan bisnisnya."Pak Putu mengernyitkan dahinya, "Masalah apa Diana?"Diana menggeleng, "Saya juga kurang tahu pak. Dia begitu mendadak dan setiap saya tanya dia hanya bilang semua akan baik-baik saja. Katanya dia bisa menangani semuanya.""Bapak percaya kok pacarmu bisa mengatur semua masalahnya. Yang penting kamu tetap ada di sisinya baik dalam s
Baru saja Diana mau menceritakan permasalahannya, tiba-tiba pintu kamar Diana digedor. Richard dan Diana langsung menoleh ke arah pintu. Hati Diana berdegub kencang. Richard memegang tangan Diana dan mencoba menenangkannya."Sebentar baby. Aku buka dulu pintunya," kata Richard kepada Diana.Diana mengangguk. Richard segera berjalan ke arah pintu dan membukanya. Di depan Richard terlihat Dino berdiri dengan nafas tersengal-sengal. Bajunya basah keringat dan rambutnya terlihat sangat berantakan. Richard mengernyitkan dahinya."Dino, abis ngapain?"Dino memegang gagang pintu kamar dan mencoba mengatur nafasnya, "Gue lari dari Club. Takutnya ngga keburu kalau naik taksi. Gimana Diana?" tanya Dino lagi tanpa basa-basi.Richard tersenyum dan berkata kepada Dino, " Dia udah baikan kok. Aku juga uda ngomong baik-baik sama dia. Dia ngerti kok.""Syukurlah. Gue ngga mau Diana kenapa-kenapa. Richard, wanita itu gila. Masak dia bilang dia masih cinta sa
"Di, lo ngga coba ke dokter aja?" Tanya Liana kepada sahabatnya yang masih bercucuran air mata."Ngga mungkin dong Li kalau gue ke dokter dan bilang kalau gue ngga bisa berhubungan seks. Kita hidup di timur. Pasti tuh dokter mikir macem-macem tentang gue," sahut Diana.Liana menghela nafas panjang. Dia berkata pelan dan sejelas mungkin,"Di, sekarang seks bukan hal yang tabu lagi. Lo berhak tau apa yang terjadi sama tubuh lo."Diana menatap mata Liana tajam kemudian menggeleng, "Ngga Li. Tetep aja pasti dokter bakalan mikir macem-macem. Sekarang tenang aja. Kemungkinan karena gue ngga relaks. Gue pasti akan nemu jalannya nanti. Mungkin sama Richard akan beda ceritanya. Mungkin dia bisa bikin gue nyaman yang bikin gue bisa berhubungan sama dia."Liana tersenyum dan mengangguk, "Moga-moga aja ya Di karena itu. Gue harap Richard beneran bisa bikin lo bahagia."Setelah berkata demikian, Liana menarik nafas panjang dan berharap di kemudian hari benar-ben
Diana, Richard, Liana, dan Dino menikmati malam mereka di salah satu kelab malam atau yang sering disebut club. Mereka menengguk alkohol ringan dan menari bersama di lantai dansa. Diana menari berpasangan dengan Richard sedangkan Liana berpasangan dengan Dino.Richard berbisik di telinga Diana,"Baby, aku sampe sekarang masih belum percaya lho kamu jadi pacarku."Diana tertawa mendengarnya. Dia lalu mendekati Richard dan mencium bibirnya. Richard pun membalas ciuman Diana sambil memeluk Diana lebih erat. Mereka berciuman dengan intens sampai Liana dan Dino menolehkan pandangan ke mereka dan Liana berdeham sambil terbatuk yang disengaja.Diana pun melepaskan ciumannya dan menoleh ke arah Liana dan Dino sambil tersenyum. Liana mencoba berkata kepadanya namun Diana tidak dapat menangkapnya karena hingar bingar musik di sekelilingnya. Diana hanya memberi kode kepada Liana dan Liana pun segera menutup mulutnya.Diana dan Richard pun menari sambil menatap mata s
Dino dan Liana menunggu Richard di luar kamar Diana. Mereka berharap sekali Diana tidak lagi marah kepada mereka. Liana sesekali melamun mengingat momen-momen persahabatan mereka. Liana betul-betul tidak mau hubungan romantisnya dengan Dino menganggu persahabatan mereka bertiga yang sudah terjalin lama sekali.Begitu Richard keluar dari kamar Diana, mereka langsung menghampiri Richard. Tanpa basa basi, Dino bertanya kepadanya, "Bagaimana Diana? Apa dia mau maafin kita?"Richard tersenyum dan berkata kepada mereka berdua, "Dia butuh waktu. Biarkan dia menenangkan dirinya. Kalau dia sudah siap, dia pasti keluar."Liana tampak kecewa namun dia bisa menerimanya. Richard menepuk bahu Liana dan berusaha memberikannya semangat, "Sabar ya Liana. Diana pasti sebentar lagi keluar kok ketemu sama kalian. Dia tadi sudah tenang, hanya butuh waktu sebentar saja."Liana mengangguk. Hatinya sesak namun dia paham dengan perasaan Diana juga.Richard berusaha mengali
"Kowe ki jadian karo Diana ora kondo-kondo karo aku? Parah kowe Ric! (Kamu itu jadian dengan Diana tidak bilang-bilang ke saya? Parah kamu Ric!)" teriak Bono dari ujung telepon. Richard tertawa dan hanya meminta maaf kepada sahabat dekatnya itu."Sorry Bon. Lagian itu kejadian kemarin. Oh ya, thanks ya tipsnya."Bono tertawa di ujung sana, "Tuh kan beneran nasihat master Bono itu tokcer. Oh ya Ric, kasih tahu keluargamu juga, atau harus aku yang bilang ke Boni sama Sharon? Kamu beneran serius sama Diana kan? Bukan cumen main-main?"Richard terdiam sejenak lalu berkata ke Bono, "Serius lah! Aku ngga mau main-main sama dia. Dapetin dia aja uda susah. Nanti aku aja yang kasih tahu keluargaku dan aku mau bilang ke mereka kalau aku emang serius sama Diana.""Baru kali ini kamu kedengeran yakin banget sama cewek. Kamu kan baru pacaran Ric!""Ngga tau kenapa ya Bon. Tapi begitu ketemu Diana sejak pertama kali, aku tahu dia itu memang ada
"Diana, kok senyum-senyum sendiri?"Diana terkejut mendengarnya. Dia langsung meletakkan hp di mejanya dan melihat Pak Putu dengan wajah yang memerah. Pak Putu, supervisor Diana di tempat penelitiannya menyaksikan wanita cantik di depannya itu senyum-senyum sendiri sambil menatap layar hapenya tadi."Oh, maaf Pak Putu. Saya barusan dapet pesen dari pacar saya," jawab Diana tersipu malu, lalu dia melanjutkan, "Saya selesaikan dulu input data murid pak.""Iya gapapa Diana. Santai saja. Deadlinenya masih minggu depan."Pak Putu meletakkan tas yang dibawanya ke atas bawah meja kerjanya. Mejanya sendiri berhadapan dengan meja Diana sehingga Pak Putu bisa mengetahui semua gerak-gerik Diana. Awal penelitian, Diana merasa sangat canggung, namun lama-kelamaan, dirinya terbiasa dengan kehadiran Pak Putu di depannya.Pak Putu memandang Diana lagi dan berkata kepada Diana, "Lihat kamu, bapak jadi inget anak temen bapak kemarin di upacara pawiwahan."Dia
Wajah Richard menjadi sumringah. Garis senyum seringkali terlihat dengan jelas di wajahnya. Dia sangat senang dengan jawaban Diana. Diana tersenyum juga. Namun, dia menunduk sebentar dan berkata lagi kepada Richard, "Tapi Richard, aku punya satu syarat."Richard segera mengernyitkan dahi dan bertanya kepada wanita asal Jakarta, "Syarat apa?""Hmm, gimana ya ngomongnya? Jadi gini, kamu boleh cium aku tapi jangan sentuh tubuhku sampai ke pernikahan. Kalau kamu bisa, aku mau pacaran sama kamu."Mendengar hal itu, Richard terdiam sejenak. Dia bertanya-tanya dalam hati apakah dirinya tahan untuk tidak menyentuh Diana. Richard sendiri pun dibesarkan dalam campuran budaya barat yang menjunjung tinggi kebebasan termasuk kebebasan dalam berpacaran. Namun, kalau dia tidak memenuhi persyaratan Diana, maka dia akan kehilangan wanita yang selama ini menghiasi mimpinya. "Kehilangan Diana akan jauh lebih menyakitkan," pikir Richard.Richard mengangguk. Dia mengajukan pe
Hari demi hari berlalu dan Diana mulai sibuk dengan penelitiannya. Namun, tetap ada kekosongan di hatinya karena Richard pergi dan sama sekali tidak menghubunginya. Diana berpikiran dengan terputusnya komunikasi dengan Richard maka dia dapat move on. Namun ternyata tidak. Diana malah semakin merindukan lelaki itu.Beberapa kali Diana melihat Richard di sekitar kantornya sedang memotret, namun Diana urung menegurnya. Selain itu, Richard selalu pergi sebelum Diana berhasil mendekatinya. Hal itu membuat hatinya kecewa. Diana terus mencoba mengabaikan perasaannya namun wajah Richard selalu masuk ke pikiran Diana. Kemanapun Diana pergi, bayangan Richard selalu ada di pelupuk matanya. Diana sampai berpikiran mungkin dia sudah gila.Saat malam pun, Diana sering memandang foto dalam akun sosial medianya ketika dirinya dan Richard jalan bersama di Jogja beberapa waktu lalu. Dia masih ingat betul perasaannya kala itu. Perasaan dimana seolah kesedihan sirna dari muka bumi. Memori