Mata Liana terbelalak,"Jadi besok Richard bakalan ketemuan sama Adam? Demi apa?!"
"Demikian dan terima kasih," jawab Diana datar. Liana menggerakkan bola matanya kesal.
"Ih, lo ah malah bercanda. Serius dikit napa? Masalah penting nih! Gini loh maksud gue, Di. Lo harus ngomong sama Dino deh biar dia mau nemenin Richard. Jadi kalau Adam mau ngomong yang aneh-aneh, Dino bisa langsung nutup mulutnya si kecoa bassist itu. Soalnya kalau gue liat nih, Richard itu seratus persen suka sama lo dan berhubung dia emang cakep banget, jadi sayang aja kalau dilepasin gitu aja."
Diana menatap Liana dengan tatapan nanar. Hatinya sangat bimbang saat ini. Dino dan Liana sampai sekarang belum mengetahui rahasia Diana. Bagaimana kalau Dino beneran besok ikut dan akhirnya rahasia Diana terbongkar di publik? Bakalan tambah malu!
Liana terlihat ingin memakannya saat ini. Diana menarik nafas panjang. Dia memberikan pengertian dan alasan," Bukan gitu, Li. Gue paham ma
Diana baru mengerjakan literatur skripsinya ketika hpnya berdering. Matanya sibuk memilah-milah judul jurnal yang sesuai dengan penelitiannya. Tiba-tiba hpnya berdering. Diana melihat hpnya dan mengernyitkan dahinya. Diliatnya nomor tidak dikenalnya. "Mungkin dari kampus," pikir Diana. Diana memutuskan untuk mengangkatnya."Halo, betul ini dengan mba Diana?" Tanya suara wanita di sebrang sana."Iya betul. Maaf dengan siapa?""Dengan Elsa dari Media Selebriti. Maaf saya mau bertanya mba."Diana mendengarnya kesal. Hidupnya selama ini sudah tenang dan sekarang tiba-tiba media menganggunya lagi."Maaf ya mba Elsa. Lain kali saja ya."Diana memutuskan mengakhiri telponnya namun reporter bernama Elsa itu menyelanya, "Apa mba Diana tahu mengenai Richard?"Mendengar nama Richard, Diana urung mengakhirinya. Diana berkata dengan suara tegas, "Mba, saya memang dekat dengan Richard tapi tolong jangan ganggu dia!"Diana langsung menutup te
Sesampainya di resto, Diana segera masuk dan mencari Richard. Matanya melihat kesana kemari dan mengecek bangku demi bangku, siapa tahu Richard masih ada di depan. Sosok laki-laki yang membuat pikirannya melayang-layang akhir-akhir ini ternyata sedang duduk berhadapan dengan seorang perempuan. Diana langsung menundukkan kepalanya, kecewa. Diana diam-diam keluar dari gedung dengan muka menunduk sampai dirinya bertabrakan dengan Adam."Diana," sapa Adam lembut.Diana terkejut melihat pria yang ada di depan matanya sekarang. Dia langsung membelalakkan matanya, "Buat apa kamu kesini lagi?""Aku cumen mau ngasih undangan konser ke Richard sama kamu. Kalau kamu mau dateng."Adam menyerahkan poster konsernya. Kenangan ketika Adam menembaknya sewaktu konser memenuhi benaknya lagi. Namun, itu masa lalu. Diana sudah berhasil move on.Tiba-tiba terdengar suara Richard di belakang Diana. Richard memegang tangan Diana. Diana menoleh ke arah Richa
Bono menggedor-gedor kamar Richard. "Ric, kowe neng njero tho? (Ric, kamu di dalam kan?)" Namun tidak ada jawaban. Bono menggedor-gedor kamar Richard lagi beberapa kali. Dia juga menelepon Richard. Terdengar suara ringtone di dalam kamar. "Asemik! Ora dibuka-buka (Sial! Tidak dibuka-buka)," gumam Bono kesal. Bono berteriak lagi, "Isih urip ora kowe? Jan gondes tenan!. Pokmen aku wegah balek nek kowe ora metu seko kamar! (Masih hidup ngga kamu? Kampungan! Pokoknya saya ngga mau pulang kalau kamu ngga keluar dari kamar!)" Namun suasana masih hening. Richard tidak membuka pintu kamarnya. Mendengar keributan yang ditimbulkan oleh Bono, ibunya Richard segera menemui Bono dan membawa segelas minuman. "Ono opo tho le?(Ada apa nak?)" "Ini tante. Richard ngga mau buka pintunya dari tadi. Saya sampai capek gedor-gedor pintunya." Bu Brown terlihat sedih, namun beliau be
Diana menarik nafas panjang. Dia sedang bersantai di pinggiran kolam renang villa tante Shinta dengan hanya memakai bikini favoritnya. Cuacanya sangat mendukung, tidak panas namun juga tidak dingin. Diana mencelupkan badannya di air dan mulai berenang kesana kemari. Sekitar lima kali bolak balik sampai akhirnya dia beristirahat sambil minum gelas berisi soda yang telah disiapkannya sendiri di pinggiran kolam renang.Sambil menikmati minumannya, matanya melihat bunga-bunga kamboja putih kuning yang tumbuh di sekitar kolam renang. Villa milik tantenya ini cukup luas dan dikelilingi oleh taman bunga. Berbagai bunga tumbuh di halamannya. Maklum, tante Shinta adalah seorang Florist terkenal di Jakarta. Beliau begitu mencintai bunga. Kolam renangnya sendiri ada di belakang Villa. Selain tumbuhan bunga di samping kolam, di salah satu sisi kolam renang, terdapat kaca bening tebal yang memperlihatkan pemandangan sawah yang membentang jauh di bawahnya. Sangat menyegarkan.Diana
Lampu remang-remang dengan berbagai warna menyala berpendar ke seluruh penjuru ruangan. Musik EDM dengan para disk jockey sedang memutarkan lagu-lagu yang mengenakkan telinga dan mengajak tubuh untuk bergoyang. Ardi dan Diana sedang duduk bersama di meja bartender. Mereka meminum alkohol dan bersulang beberapa kali.Diana benar-benar menikmati malamnya sehingga dia pun cukup banyak meminum alkohol. Diana menganggap daya tahan tubuhnya terhadap pengaruh alkohol cukup baik karena sampai saat ini dia belum mabuk. Untungnya Ardi tipe anak baik-baik jadi dia sangat menjaga Diana. Beberapa kali Ardi memperingati Diana supaya tidak minum terlalu banyak, namun Diana mengabaikan peringatannya sambil tertawa dan terus meneguk alkohol."Diana, aku mau ke toilet sebentar ya," kata Ardi pada Diana. Diana menoleh ke arah Ardi dan mengangguk, "Iya Di. Sana gih! Nanti bocor malah berabe lho!"Ardi tertawa namun dalam hatinya dia khawatir terjadi sesuatu dengan Diana. Ar
Diana membuka matanya. Dia melihat sekelilingnya yang tamapak tidak asing. Lalu dia mengernyitkan dahinya dan berusaha mengingat apa yang terjadi semalaman. Namun dia belum dapat mengingat apapun."Sial! Pasti aku mabuk semalaman,"gumamnya.Dia bangkit dari tempat tidur dan mengamati dirinya sendiri di depan cermin dari ujung kepala sampai kaki. Ketika dirinya tersadar bahwa ternyata dia sudah ganti baju, dia sangat terkejut. Dia langsung mundur beberapa langkah dari cermin, lalu mencoba mengintip bayangannya lagi untuk memastikan."Siapa yang mengganti bajuku? Bahaya! Bahaya!" katanya keras-keras.Diana langsung duduk di sudut tempat tidur. Kepalanya merasa sangat pusing hingga akhirnya dia mengambil obat sakit kepala dan air putih di meja kamarnya. Dia segera meneguknya dan berharap supaya sakit kepalanya segera pergi. Namun tak lama kemudian, pintu kamarnya tiba-tiba terbuka, Richard masuk ke dalam membawa nampan. Diana kehilangan kata-kata."Di
Diana bolak-balik di kamarnya dan samar-sama dia mendengar suara Richard. Diana langsung keluar dari kamarnya dan mengintip Richard dan Ardi dari balik jendela. Jantungnya berdebar-debar mendengar Richard memberikan peringatan keras kepada Ardi dan klaim bahwa Diana adalah miliknya. Wajah Diana memerah dan tidak percaya bahwa Richard akan berkata seperti itu kepada Ardi.Selama mendengar pernyataan Richard, pikiran Diana melayang-layang dan dia benar-benar ketakutan kalau harus menjalin hubungan lagi. "Kalau nanti dia tidak puas denganku bagaimana? Kalau Richard ujung-ujungnya seperti Adam bagaimana?" Diana bertanya-tanya dalam hatinya. Namun tiba-tiba perkataan Liana dulu terngiang-ngiang di kepalanya,"Lo ngga bisa terus-terusan sendirian, Di. Lo harus buka hati!"Diana menarik nafas panjang. Matanya kembali fokus kepada Richard dan Ardi. Diana melihat Ardi tertunduk mendengar perkataan Richard. Diana mengguman dalam hatinya, "Keterlaluan sih Richard. Kalaupun gue ngg
Hari demi hari berlalu dan Diana mulai sibuk dengan penelitiannya. Namun, tetap ada kekosongan di hatinya karena Richard pergi dan sama sekali tidak menghubunginya. Diana berpikiran dengan terputusnya komunikasi dengan Richard maka dia dapat move on. Namun ternyata tidak. Diana malah semakin merindukan lelaki itu.Beberapa kali Diana melihat Richard di sekitar kantornya sedang memotret, namun Diana urung menegurnya. Selain itu, Richard selalu pergi sebelum Diana berhasil mendekatinya. Hal itu membuat hatinya kecewa. Diana terus mencoba mengabaikan perasaannya namun wajah Richard selalu masuk ke pikiran Diana. Kemanapun Diana pergi, bayangan Richard selalu ada di pelupuk matanya. Diana sampai berpikiran mungkin dia sudah gila.Saat malam pun, Diana sering memandang foto dalam akun sosial medianya ketika dirinya dan Richard jalan bersama di Jogja beberapa waktu lalu. Dia masih ingat betul perasaannya kala itu. Perasaan dimana seolah kesedihan sirna dari muka bumi. Memori
Diana menarik nafas panjang. Dirinya melihat ke arah Pak Putu yang sedang sibuk menandatangani dokumen di meja kerjanya."Diana, ada apa?"Diana hanya tersenyum dan menggeleng. Pak Putu heran melihat sikap Diana yang tak biasanya."Kenapa Diana? Kelihatannya kamu ada sesuatu?"Diana menggeleng dan menjawab, "Maaf, belum pak. Saya ngga ada masalah apa-apa kok. Saya hanya kagum sama bapak, itu dokumennya banyak sekali," kata Diana sambil menunjuk dokumen-dokumen di atas meja Pak Putu. Pak Putu tertawa mendengarnya.Diana berkata lagi, "Richard sudah pulang ke Jogja karena ada masalah dengan bisnisnya."Pak Putu mengernyitkan dahinya, "Masalah apa Diana?"Diana menggeleng, "Saya juga kurang tahu pak. Dia begitu mendadak dan setiap saya tanya dia hanya bilang semua akan baik-baik saja. Katanya dia bisa menangani semuanya.""Bapak percaya kok pacarmu bisa mengatur semua masalahnya. Yang penting kamu tetap ada di sisinya baik dalam s
Baru saja Diana mau menceritakan permasalahannya, tiba-tiba pintu kamar Diana digedor. Richard dan Diana langsung menoleh ke arah pintu. Hati Diana berdegub kencang. Richard memegang tangan Diana dan mencoba menenangkannya."Sebentar baby. Aku buka dulu pintunya," kata Richard kepada Diana.Diana mengangguk. Richard segera berjalan ke arah pintu dan membukanya. Di depan Richard terlihat Dino berdiri dengan nafas tersengal-sengal. Bajunya basah keringat dan rambutnya terlihat sangat berantakan. Richard mengernyitkan dahinya."Dino, abis ngapain?"Dino memegang gagang pintu kamar dan mencoba mengatur nafasnya, "Gue lari dari Club. Takutnya ngga keburu kalau naik taksi. Gimana Diana?" tanya Dino lagi tanpa basa-basi.Richard tersenyum dan berkata kepada Dino, " Dia udah baikan kok. Aku juga uda ngomong baik-baik sama dia. Dia ngerti kok.""Syukurlah. Gue ngga mau Diana kenapa-kenapa. Richard, wanita itu gila. Masak dia bilang dia masih cinta sa
"Di, lo ngga coba ke dokter aja?" Tanya Liana kepada sahabatnya yang masih bercucuran air mata."Ngga mungkin dong Li kalau gue ke dokter dan bilang kalau gue ngga bisa berhubungan seks. Kita hidup di timur. Pasti tuh dokter mikir macem-macem tentang gue," sahut Diana.Liana menghela nafas panjang. Dia berkata pelan dan sejelas mungkin,"Di, sekarang seks bukan hal yang tabu lagi. Lo berhak tau apa yang terjadi sama tubuh lo."Diana menatap mata Liana tajam kemudian menggeleng, "Ngga Li. Tetep aja pasti dokter bakalan mikir macem-macem. Sekarang tenang aja. Kemungkinan karena gue ngga relaks. Gue pasti akan nemu jalannya nanti. Mungkin sama Richard akan beda ceritanya. Mungkin dia bisa bikin gue nyaman yang bikin gue bisa berhubungan sama dia."Liana tersenyum dan mengangguk, "Moga-moga aja ya Di karena itu. Gue harap Richard beneran bisa bikin lo bahagia."Setelah berkata demikian, Liana menarik nafas panjang dan berharap di kemudian hari benar-ben
Diana, Richard, Liana, dan Dino menikmati malam mereka di salah satu kelab malam atau yang sering disebut club. Mereka menengguk alkohol ringan dan menari bersama di lantai dansa. Diana menari berpasangan dengan Richard sedangkan Liana berpasangan dengan Dino.Richard berbisik di telinga Diana,"Baby, aku sampe sekarang masih belum percaya lho kamu jadi pacarku."Diana tertawa mendengarnya. Dia lalu mendekati Richard dan mencium bibirnya. Richard pun membalas ciuman Diana sambil memeluk Diana lebih erat. Mereka berciuman dengan intens sampai Liana dan Dino menolehkan pandangan ke mereka dan Liana berdeham sambil terbatuk yang disengaja.Diana pun melepaskan ciumannya dan menoleh ke arah Liana dan Dino sambil tersenyum. Liana mencoba berkata kepadanya namun Diana tidak dapat menangkapnya karena hingar bingar musik di sekelilingnya. Diana hanya memberi kode kepada Liana dan Liana pun segera menutup mulutnya.Diana dan Richard pun menari sambil menatap mata s
Dino dan Liana menunggu Richard di luar kamar Diana. Mereka berharap sekali Diana tidak lagi marah kepada mereka. Liana sesekali melamun mengingat momen-momen persahabatan mereka. Liana betul-betul tidak mau hubungan romantisnya dengan Dino menganggu persahabatan mereka bertiga yang sudah terjalin lama sekali.Begitu Richard keluar dari kamar Diana, mereka langsung menghampiri Richard. Tanpa basa basi, Dino bertanya kepadanya, "Bagaimana Diana? Apa dia mau maafin kita?"Richard tersenyum dan berkata kepada mereka berdua, "Dia butuh waktu. Biarkan dia menenangkan dirinya. Kalau dia sudah siap, dia pasti keluar."Liana tampak kecewa namun dia bisa menerimanya. Richard menepuk bahu Liana dan berusaha memberikannya semangat, "Sabar ya Liana. Diana pasti sebentar lagi keluar kok ketemu sama kalian. Dia tadi sudah tenang, hanya butuh waktu sebentar saja."Liana mengangguk. Hatinya sesak namun dia paham dengan perasaan Diana juga.Richard berusaha mengali
"Kowe ki jadian karo Diana ora kondo-kondo karo aku? Parah kowe Ric! (Kamu itu jadian dengan Diana tidak bilang-bilang ke saya? Parah kamu Ric!)" teriak Bono dari ujung telepon. Richard tertawa dan hanya meminta maaf kepada sahabat dekatnya itu."Sorry Bon. Lagian itu kejadian kemarin. Oh ya, thanks ya tipsnya."Bono tertawa di ujung sana, "Tuh kan beneran nasihat master Bono itu tokcer. Oh ya Ric, kasih tahu keluargamu juga, atau harus aku yang bilang ke Boni sama Sharon? Kamu beneran serius sama Diana kan? Bukan cumen main-main?"Richard terdiam sejenak lalu berkata ke Bono, "Serius lah! Aku ngga mau main-main sama dia. Dapetin dia aja uda susah. Nanti aku aja yang kasih tahu keluargaku dan aku mau bilang ke mereka kalau aku emang serius sama Diana.""Baru kali ini kamu kedengeran yakin banget sama cewek. Kamu kan baru pacaran Ric!""Ngga tau kenapa ya Bon. Tapi begitu ketemu Diana sejak pertama kali, aku tahu dia itu memang ada
"Diana, kok senyum-senyum sendiri?"Diana terkejut mendengarnya. Dia langsung meletakkan hp di mejanya dan melihat Pak Putu dengan wajah yang memerah. Pak Putu, supervisor Diana di tempat penelitiannya menyaksikan wanita cantik di depannya itu senyum-senyum sendiri sambil menatap layar hapenya tadi."Oh, maaf Pak Putu. Saya barusan dapet pesen dari pacar saya," jawab Diana tersipu malu, lalu dia melanjutkan, "Saya selesaikan dulu input data murid pak.""Iya gapapa Diana. Santai saja. Deadlinenya masih minggu depan."Pak Putu meletakkan tas yang dibawanya ke atas bawah meja kerjanya. Mejanya sendiri berhadapan dengan meja Diana sehingga Pak Putu bisa mengetahui semua gerak-gerik Diana. Awal penelitian, Diana merasa sangat canggung, namun lama-kelamaan, dirinya terbiasa dengan kehadiran Pak Putu di depannya.Pak Putu memandang Diana lagi dan berkata kepada Diana, "Lihat kamu, bapak jadi inget anak temen bapak kemarin di upacara pawiwahan."Dia
Wajah Richard menjadi sumringah. Garis senyum seringkali terlihat dengan jelas di wajahnya. Dia sangat senang dengan jawaban Diana. Diana tersenyum juga. Namun, dia menunduk sebentar dan berkata lagi kepada Richard, "Tapi Richard, aku punya satu syarat."Richard segera mengernyitkan dahi dan bertanya kepada wanita asal Jakarta, "Syarat apa?""Hmm, gimana ya ngomongnya? Jadi gini, kamu boleh cium aku tapi jangan sentuh tubuhku sampai ke pernikahan. Kalau kamu bisa, aku mau pacaran sama kamu."Mendengar hal itu, Richard terdiam sejenak. Dia bertanya-tanya dalam hati apakah dirinya tahan untuk tidak menyentuh Diana. Richard sendiri pun dibesarkan dalam campuran budaya barat yang menjunjung tinggi kebebasan termasuk kebebasan dalam berpacaran. Namun, kalau dia tidak memenuhi persyaratan Diana, maka dia akan kehilangan wanita yang selama ini menghiasi mimpinya. "Kehilangan Diana akan jauh lebih menyakitkan," pikir Richard.Richard mengangguk. Dia mengajukan pe
Hari demi hari berlalu dan Diana mulai sibuk dengan penelitiannya. Namun, tetap ada kekosongan di hatinya karena Richard pergi dan sama sekali tidak menghubunginya. Diana berpikiran dengan terputusnya komunikasi dengan Richard maka dia dapat move on. Namun ternyata tidak. Diana malah semakin merindukan lelaki itu.Beberapa kali Diana melihat Richard di sekitar kantornya sedang memotret, namun Diana urung menegurnya. Selain itu, Richard selalu pergi sebelum Diana berhasil mendekatinya. Hal itu membuat hatinya kecewa. Diana terus mencoba mengabaikan perasaannya namun wajah Richard selalu masuk ke pikiran Diana. Kemanapun Diana pergi, bayangan Richard selalu ada di pelupuk matanya. Diana sampai berpikiran mungkin dia sudah gila.Saat malam pun, Diana sering memandang foto dalam akun sosial medianya ketika dirinya dan Richard jalan bersama di Jogja beberapa waktu lalu. Dia masih ingat betul perasaannya kala itu. Perasaan dimana seolah kesedihan sirna dari muka bumi. Memori