“Ma.” Alif langsung mendekat, saat melihat mamanya seperti menahan sakit. Rasa khawatir akan kehilangan kembali menghampirinya.Baru saja memegang, mamanya langsung jatuh tak sadarkan diri. Alif kelimpungan bukan main, terkejut dengan keadaan sang Mama.Tanpa banyak berpikir lagi, Alif langsung membawa mamanya ke rumah sakit terdekat.Di tengah perjalanan, Alif panik sepanik-paniknya. Ia mempercepat laju kendaraannya. Tanpa menghiraukan bunyi klakson, sebagai peringatan untuknya agar berhati-hati saat berkendara.“Kuat, Ma. Sebentar lagi kita sampai, tolong bertahan, Ma.” Alif tak kuasa menahan tangisnya sepanjang perjalanan. Ini kali ke dua dia menangis. Pertama karena Laura, dan sekarang karena sang Mama.Saat sampai di rumah sakit, ia langsung disambut oleh perawat di sana. Dan dibantu agar bidadari surganya segera mendapatkan pertolongan.Di sinilah Alif sekarang, menyesali kecerobohannya, mengakibatkan kejadian yang sangat fatal.Alat bantu terpasang di tubuh orang tersayangnya.
“Rindu ini masih miliknya, Ra.” Tiara tak tahan menatap wajah murung dari Laura. Ia lalu membawa Laura dalam dekapannya.“Tolong peluk aku dengan erat dan katakan bahwa semuanya akan baik-baik saja, Ra,” ujar Laura dengan wajah yang sendu. Ia merasa sangat rapuh sekarang. Bukannya bahagia karena perceraiannya dan Alif terlaksana, tapi ia merasakan kehilangan. Apalagi setelah Alif yang hilang tanpa memberinya kabar.“Semuanya akan baik-baik saja, aku yakin itu,” jawab Tiara penuh keyakinan. Ia tak tega melihat sang sahabat seperti ini. Padahal dulu Laura begitu kuat, tapi entah kenapa sekarang dia menjadi rapuh seperti ini.“Laura, ayo pulang!” panggilan suara membuat mereka berdua menoleh. Laura buru-buru membersihkan sisa air mata yang sempat jatuh membasahi pipinya. Ia tak ingin tangisannya dilihat oleh kedua orangtuanya “Tiara, terima kasih kamu selalu ada untuk Laura, ya.” Ibu Laura memeluk Tiara penuh kasih sayang. Sang Ibu bukan tak tahu bahwa putrinya baru saja menangis, tapi
“Parah gimana? Gue ngelakuin sesuatu yang menurut gue itu benar. Dan yang lu harus tau, gue nggak bakal lakuin hal lebih. Kalo itu nggak menyangkut kebahagiaan gue,” ujar Debi sambil bersiap-siap untuk pergi ke supermarket. Ia mengganti pakaiannya terlebih dahulu.“Iya dah terserah lu. Eh si Yoga gimana kabarnya, nggak lu undang?” tanya Ressa penasaran. Karena setaunya Yoga adalah kekasih dari Debi, walau sebenarnya ia juga sudah tahu bahwa Debi adalah perebut suami orang lain.'Kagak lah, gue udah putus sama dia. Jadi buat apa pakai ngundang dia segala, yang ada nanti acara kita hancur.' Debi berdecak karena pertanyaan Ressa yang menurutnya tidak masuk akal."Jadi gimana, jam berapa lu ke rumah gue. Biar gue siapin perlengkapannya?" tanya Debi pada Resa.“Jam 8 malam aja deh, kayaknya kalo malam sampai subuh seru. Gimana?” tanya Ressa balik. Ia sudah menyusun rencana di tempatnya. Rencana yang mungkin saja membuat Debi menyesali semuanya.“Oke deh, terserah aja yang penting lu pada d
***Pagi harinya, Debi terbangun dengan rasa yang sangat menyakitkan. Ia merasakan seluruh badannya seperti tak bertulang, bahkan membuka matanya pun terasa sangat sulit bagi Debi."Aduh, aku kenapa sih. Kok rasanya badan aku pegal-pegal semua, perasaan malam tadi ga ada ngapa-ngapain deh." Debi memijat kepalanya yang terasa sakit. Ia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi malam tadi, tapi satu pun kejadian sama sekali tak dapat terlintas di pikirannya.Debi merasakan sakit yang sangat di bagian bawah. Ia membuka mata perlahan, sambil meringis pelan.“Aw, sakit banget gila!” umpat Debi.Ia lalu duduk dari tidurnya sambil mengucek mata.“Siapa kalian!” teriak Debi setelah kesadarannya penuh. Ia terkejut bukan main melihat ada beberapa pria berada di dalam kamarnya.“Kau sudah bangun?” tanya seorang lelaki sambil merapikan jasnya. Sedangkan yang satunya lagi baru ke luar dari kamar mandi. Devi bertanya-tanya mengapa mereka bisa berada di dalam kamarnya.“Siapa kalian, hah! Berani sek
***Pagi harinya, Debi terbangun dengan rasa yang sangat menyakitkan. Ia merasakan seluruh badannya seperti tak bertulang, bahkan membuka matanya pun terasa sangat sulit bagi Debi."Aduh, aku kenapa sih. Kok rasanya badan aku pegal-pegal semua, perasaan malam tadi ga ada ngapa-ngapain deh." Debi memijat kepalanya yang terasa sakit. Ia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi malam tadi, tapi satu pun kejadian sama sekali tak dapat terlintas di pikirannya.Debi merasakan sakit yang sangat di bagian bawah. Ia membuka mata perlahan, sambil meringis pelan.“Aw, sakit banget gila!” umpat Debi.Ia lalu duduk dari tidurnya sambil mengucek mata.“Siapa kalian!” teriak Debi setelah kesadarannya penuh. Ia terkejut bukan main melihat ada beberapa pria berada di dalam kamarnya.“Kau sudah bangun?” tanya seorang lelaki sambil merapikan jasnya. Sedangkan yang satunya lagi baru ke luar dari kamar mandi. Devi bertanya-tanya mengapa mereka bisa berada di dalam kamarnya.“Siapa kalian, hah! Berani sek
“Sudahlah, tak usah berlagak suci. Nyatanya kau memang kotor dari sananya. Kami pamit dahulu, sebenarnya kami ingin bermain lagi denganmu pagi ini. Tapi apalah daya, kami harus segera berangkat ke kantor. Oh ya, ngomong-ngomong malam tadi kamu sangat menggoda. Terima kasih untuk malam yang indah itu ya, cantik,” ucap salah satu dari mereka sambil mencolek dagu Debi. Debi menghapus bekas colekan itu dengan kasar. Merasa jijik dengan tubuhnya sendiri karena telah digilir oleh dua pria yang pantasnya menjadi ayahnya.Mereka tak memperdulikan isak tangis Debi yang mulai terdengar. “Jangan disesali, lagipula kamu sepertinya sudah banyak bermain. Uang bayaranmu, ambil dengan temanmu tadi malam.” Mereka lalu meninggalkan Debi yang masih menangis menyesali acaranya tadi malam. Bukannya berakhir bahagia, malah itu menjadi petaka untuknya. Dan pastinya akan meninggalkan jejak luka yang sangat menyakitkan.Tak ingin berlarut dalam penyesalan, Debi pergi ke kamar mandi, membersihkan dirinya dan
***“Kamu yakin mau balik lagi ke Jakarta?” tanya Rina pada Alif keponakannya. Pasalnya setelah 3 bulan kepergian Ibunya, Alif semakin merasa kesepian di rumahnya sendiri. Rina sendiri berniat berkunjung menjenguk Alif, tapi kedatangannya dikagetkan dengan Alif yang tiba-tiba ingin kembali ke Jakarta “Iya, Tan. Alif di sini malah tambah susah buat ngelupain semuanya. Alif nanti bakalan sering jenguk Mama kok di sini,” jawab Alif sambil merapikan tasnya."Kamu nggak mau ngurusin toko butik mamamu saja? Daripada harus memulai semuanya dari awal, 'kan," ucap Rina sang Tante. Ia masih berat jika harus melepaskan Alif untuk pergi ke kota.Alif berniat kembali ke kota, tempat di mana ia dulu memulai usaha dan mendapatkan pujaan hati. Walau awalnya berat, Alif tetap bertekad untuk kembali ke sana. Ia ingin merintis usaha dari bawah. Bukan untuk mencari tahu tentang keberadaan Laura. Alif ikhlas, mungkin ini memang jalan mereka untuk berpisah.Lagipula, cinta tak akan mungkin bisa dipaksaka
“Mbak Lau!” Yoga dan Laura menoleh secara besamaan.Laura tak membuang kesempatan, ia langsung mengambil gawainya dan berlari menuju karyawannya itu.“Tolong! Dia ingin melecehkanku.” Karyawan Laura menatap bingung. Pasalnya mereka sama sekali tak melihat bahwa Yoga sedang melecehkan dirinya.Tanpa rasa takut, Laura langsung menceritakan kejadian itu semua pada Dina dan juga karyawan yang lainnya.Yoga merasa suasana mulai tidak kondusif.Ia lalu berjalan mendekat sambil mengangkat kedua tangannya.“Aku tidak melakukan apapun. Lihatlah bahkan dia sekarang masih dalam keadaan baik-baik saja,” kilahnya mencoba membohongi mereka semua. Yoga memasang wajah polosnya, siapapun pasti akan mengira bahwa apa yang dikatakannya adalah sebuah kebenaran. Padahal nyatanya, Yoga sedang membohongi orang-orang yang berada di dalam toko ini.Laura menggeleng tak percaya dengan apa yang diucapkan Yoga. Dia benar-benar ingin membunuh Yoga sekarang juga rasanya. Yoga pandai membuat kilah dan ber-akting, s
Aku terdiam tatkala Ibu mengungkapkan kekhawatirannya pada Laura. Aku merasakan sedih saat Ibu masih tak dapat memberikan kepercayaannya lagi padaku.Ya, aku sadar luka hati Laura begitu besar. Sikap dan perbuatanku dulu memang tak akan mungkin terlupakan. Aku juga tak ada niatan untuk melakukan pembelaan terhadap diriku sendiri.Kutatap manik mata milik Laura yang sudah basah, bergantian dengan Ibu yang juga terlihat berkaca-kaca. Karenaku, sebuah keluarga mengalami pertengkaran hebat. Karena kehadiranku, mereka tak seharmonis dahulu."Ibu hanya khawatir Laura, Ibu takut kamu tersakiti lagi. Ibu masih belum yakin Alif bisa berubah seperti yang kamu harapkan." Dari awal memang aku memilih untuk diam, mendengarkan pembicaraan antara Ibu dan anak. Masih tak berani ikut berbicara takut menambah keadaan semakin memburuk."Tak perlu mengkhawatirkan Laura, Bu. Mas Alif sudah menjadi sosok suami yang bertanggung jawab. Mas Alif sudah benar-benar berubah, Bu, dia sudah tak lagi mengambil peke
"Bu," tegurku saat mendengar Ibu seperti sedang memojokkan Mas Alif."Laura, Ibu seperti ini karena Ibu tidak ingin kamu merasakan sakit kembali. Ibu tak ingin kejadian yang lalu terulang lagi, cukup sekali saja dia berkhianat dan membuat kamu seperti mayat hidup.""Dari awal memang Ibu kurang setuju jika kamu harus berbalikan dengan Alif, tapi saat melihat binar di matamu. Ibu jadi tidak tega jika harus menghalangimu untuk bersama dengannya. Kamu harus mengerti, Laura, semua yang Ibu lakukan murni untuk kebaikan kamu untuk kebahagiaan kamu dan juga Reyhan. Kalo kalian jauh dari Ibu, Ibu tak bisa memantau rumah tangga kalian, Ibu juga tidak bisa mengawasi Alif lagi." Ucapan membuatku membeku seketika. Pertanyaan demi pertanyaan berputar dalam pikiran.Mengapa?Hanya satu kata yang menimbulkan banyak tanya, mengapa Ibu menjadi berubah, ke mana sosok ibuku yang begitu lembut dahulu. Sosok Ibu yang tak pernah menilai seseorang dari masalalu mereka. Mengapa Ibu seperti sosok yang tak bisa
"Dek, tadi Mami ada menghubungiku," ucap Alif saat sedang menikmati masakan milik istrinya. Sedangkan Laura sibuk mengurus Reyhan yang berlarian ke sana kemari."Oh ya, Masyaa Allah kangen banget aku sama Mami. Gimana kabar Mami sekarang, Mas, udah lama kita nggak ketemu sama beliau," kata Laura pada Alif. Ia lalu berjalan mendekati Alif dengan Reyhan dalam gendongannya."Alhamdulillah baik, Dek. Tapi Mami tadi ada ngomong sesuatu sama, Mas. Mami nyuruh Mas untuk pulang ke B******. Katanya kita disuruh ngurus butik yang dahulu di kelola sama Almarhum Mama. Tapi kalo Adek nggak mau, ya nggak papa. Mas nggak bisa maksa juga, Mas nggak mau kalo Adek nggak nyaman nantinya di sana." Alif berbicara langsung tanpa menunggu jawaban dari Laura. Alif hanya takut Laura tak mau pergi meninggalkan rumah yang penuh kenangan bersama dengannya dan juga pastinya Laura akan berjauhan dengan Ayah dan Ibunya.Sedangkan Laura dia nampak terdiam. Lalu setelahnya menatap Alif dengan wajah tersenyum. "Kata
"Mas, mau langsung berangkat kerja, nggak sarapan dulu?" tanya Laura saat melihat Alif yang buru-buru karena bangun kesiangan."Mas langsung berangkat saja ya, Sayang, takut telat. Nanti kalo kamu mau datang aja ke kantor aku ya, ajak Reyhan sekalian. Kapan lagi kan kamu ke kantor aku," ucap Alif sambil memakai sepatunya."Iya, nanti aku ke kantor kamu ya, Mas. Oh ya, mau dibawain apa bekal siang nanti?" tanya Laura lagi sambil mendekat pada sang suami."Apa saja, masakan kamu selalu pas di lidah aku. Jadi apapun itu pasti akan aku makan, termasuk kamunya." Alif langsung tertawa ketika mendapat pelototan tajam dari Laura."Udah, jangan kebanyakan gombal. Lihat tuh udah jam berapa," ucap Laura sambil menggandeng tangan Reyhan dan juga mengamit lengan kekar sang suami."Aku berangkat kerja dulu ya, Sayang. Kamu hati-hati di rumah, jangan terlalu kerja yang berat-berat nanti capek," ucap Alif begitu perhatian pada Laura."Iya, kamu juga, ya, hati-hati di jalan. Jangan ngebut pokoknya kal
"Kamu yakin ingin kembali dengan Alif, Lau?" Tiara tiba-tiba masuk ke dalam ruangan Laura.Bukan hal mudah, apalagi Tiara juga termasuk orang yang ikut dalam kisah hidup Laura. Sosok yang juga ikut serta jatuh bangun bersama dengan Laura."Seminggu lagi hari pernikahanmu dan Alif, Lau. Rasanya aku tak menyangka kau kembali lagi pada seseorang yang sudah membuatmu terluka dahulu.""Jujur, aku sebagai seorang sahabat seperti merasa tak rela sahabatku jatuh ke lubang yang sama. Aku takut dia akan mengulangi kesalahannya lagi.""Tiara, aku meminta banyak terima kasih padamu, karena selalu ada untukku. Aku sangat bersyukur memiliki sahabat dan juga Kakak Ipar sepertimu. Doakan yang terbaik untuk adik iparmu ini. Walau rasanya, ini seperti dejavu. Aku juga tak menyangka akan jatuh cinta kembali pada Mas Alif." Laura memegang tangan sang sahabat, dia menatap Tiara dengan rasa sayang yang dalam. Tiara sendiri langsung memeluk Laura. Air matanya menetes begitu saja, antara rasa tak rela dan ju
Debi terduduk di pinggir jalan, ia menenangkan pikirannya terlebih dahulu. Lalu memutuskan untuk pergi ke tempat penginapan berbekal uang seadanya.Debi ingin mengakhiri hidupnya, akan tetapi teringat bahwa dia memilih melakukan tindakan b*d*h itu agar dirinya tetap hidup.Jadi Debi memutuskan untuk mengistirahatkan pikiran terlebih dahulu, selanjutnya baru ia akan memikirkan tahap selanjutnya.Debi bersyukur polisi tak ada mencarinya, itu artinya mereka tak melaporkan kasus kepada pihak berwajib.Setelah seminggu menghilang, Debi merasakan badannya sering kelelahan, saat malam badannya berkeringat. Selain itu berat badannya pun menurun dan sering mengalami sakit kepala.Jadi Debi memutuskan untuk memeriksa kondisinya ke rumah sakit.****"Lu nggak apa-apa, kan?" tanya Ningsih melihat Ressa yang terbaring lemah di ranjang."Gue baik-baik aja," jawab Ressa. Matanya menatap kosong."Gue ngerasa bersalah sama dia, gue terlalu jauh membuatnya sengsara," ucap Ressa tanpa sadar mengeluarkan
Ia benar-benar menyesal dan merasa bersalah karena menjadi penyebab hancurnya keharmonisan rumah tangga orang lain.Dan sekarang Debi mulai terbiasa dengan pekerjaannya, bukan terbiasa tapi terpaksa. Ia harus jatuh ke dalam lembah dosa yang ke sekian kalinya."Maafkan aku, Mas Alif," ujarnya melemah. Debi lalu menghapus jejak air mata dan langsung masuk untuk melakukan pekerjaan yang tak halal itu kembali.****Setelah selesai, Debi lalu pulang bersama dengan Ressa. Mereka berdua pergi ke kontrakan milik Ressa, di sana sudah ada Ningsih dan juga temannya yang lain."Bagi hasil lagi nih kita," ujar Ningsih sambil tertawa.Debi hanya diam, lalu melangkahkan kaki untuk pergi."Mau ke mana lu?" tanya Ressa dengan nada tak enak."Mandi," jawab Debi ketus."Oh, oke, jangan lama-lama. Nggak gue bagi jatah lu entar," ancam Ressa.Debi tak memedulikan ancaman dari Ressa, ia tetap melanjutkan langkah dengan pikiran yang kosong."Gue lihat-lihat tuh anak makin ngelunjak, Res," ujar Ningsih."Iye,
***Setengah tahun sudah berlalu, selama itu juga Alif dan Laura tak pernah bertemu. Tak dipungkiri rasa rindu di hati mereka berdua masih sama.Namun mereka sendiri bingung, bagaimana cara menumpahkan rasa rindu itu. Padahal jelas-jelas mereka berdua tak bersama lagi.Kembali?Tak mungkin, menurut mereka hubungan mereka sudah berakhir sejak lama. Sejak Alif memutuskan untuk mendua. Hari ini Alif harus menarik pelanggan kembali, setelah beberapa bulan itu. Sebenarnya ia bisa saja berhenti bekerja begitu. Dia harusnya pulang ke tempat mamanya, dan mengelola butik yang tersisa.Namun Alif tak mau, dia masih bertekad untuk mencari uang dari hasil keringatnya sendiri. Tabungannya sekarang pun sudah lumayan untuk membeli rumah, walaupun tak terlalu besar. Tapi setidaknya bisa dijadikan tempat untuk tinggal.Ia berhasil membeli rumah sendiri dengan hasil kerja kerasnya saat menjadi buruh bangunan.Tak berapa lama, ia lalu menjemput pelanggannya."Mas ke hotel ***, ya," ujar seseorang yang s
"Laura!" panggil Tiara pada Laura. Tiara mihat Laura yang dari tadi melamun. Ia pikir Laura masih teringat kejadian yang membuatnya merasa takut."Eh." Laura tersentak kaget, lalu menghapus air matanya."Ada apa, Ra?" tanya Laura pada Tiara.Tiara menatap lama mata Laura."Maaf, Lau. Aku benar-benar minta maaf karena sudah datang terlambat," ujar Tiara penuh penyesalan. Ia merasa bersalah karena sudah memperkenalkan Yoga pada Laura.Bahkan merasa sangat berdosa karena menyuruh Yoga untuk perlahan-lahan mendekati Laura."Hey, ini bukan salahmu, Ra. Mungkin itu adalah alur yang diciptakan Tuhan dalam hidupku. Anggap saja sebagai pelajaran, bahwa aku tak boleh terlalu percaya dengan orang yang baru saja dikenal," jawab Laura sambil memegang tangan Tiara.Tiara segera membawa Laura dalam pelukannya."Jika terjadi apa-apa lagi padamu. Aku akan secepatnya datang untuk melindungimu," ujar Tiara lagi. Ia memegang telapak tangan Laura dengan lembut. "Aku sama sekali tak tahu mengapa Yoga sepe