Gita bersenandung sepanjang perjalanan menuju rumah Lukman. Dia bahagia karena rencananya mengunjungi rumah mereka akhirnya terlaksana. Tentu saja, dengan Rangga bersamanya untuk dia perkenalkan kepada mereka. Ya, kalian tidak salah baca. Dia akhirnya memutuskan untuk memberitahukan semuanya. "Kamu kelihatan senang banget," kata Rangga di sebelahnya. Matanya tertuju pada jalanan meski sesekali dia melirik ke arah sang istri yang melihat keluar jendela dengan senandung panjang dan berirama dari bibirnya. Siapa pun tahu Gita sedang dalam mood yang bagus. Dan itu menular kepadanya sehingga sesekali dia tersenyum hanya dengan mendengar suara wanitanya. Gita menoleh dan menyunggingkan senyum lebarnya. "Tentu saja. Aku akan bertemu sahabatku. Mereka benar-benar kejam nggak mengabariku sama sekali." Suaranya terdengar kompleks. Rasa senang diakhiri gerutuan. Tapi perasaan senang adalah yang dominan sebab sorot matanya memancarkan binar-binar antusiasme meski dengusan pelan dikeluarkannya.
Lukman melihat dua tamunya secara bergantian. Mereka bertiga tengah berada di ruang makan, saling berhadapan dengan Gita duduk di sisi kanan dan Rangga ada di sampingnya. Gita dan Rangga sudah berada di pintu rumahnya dan dia tidak mungkin mengusir mereka terlebih ketika dilihatnya sang sahabat menangis di pelukan Rangga. Gita menangis? Dia lupa kapan terakhir kali dia menghapus tangisan Gita. Wanita itu memang jarang menangis. "Maaf kamu harus melihatnya," kata Lukman lemah. Sebesar dia mempedulikan sahabatnya, Dela adalah yang pertama baginya. Dela merupakan istrinya meski saat ini sedang ada kesalahpahaman di anatar mereka. Dan itu dimulai sejak kehamilannya, or kehamilan mereka berdua, Dela dan Gita. Hanya karena Dela menduga Gita menyukainya, Dela berpikir mereka berselingkuh dan dia menghamili Gita. Itu sangat konyol, bukan? Yang lebih buruk, Dela tak mau mendengarkan seberapa pun keras dia menjelaskan. Termasuk soal Rangga dan percakapan tentang Rangga adalah ayah dari bayi
"Jadi ini semua pakaian untuk bayi laki-laki?" Gita mendongakkan kepalanya dari deretan pakaian yang menarik perhatiannya. Baju-baju itu dikirimkan Alia ke perusahaan jadi dia perlu melakukan pengecekan. Selain untuk memastikan barang-barang yang diterima dalam kondisi baik, dia juga merasa antusias untuk menyentuhnya. Dia ingin tahu bagaimana rasanya menyentuh baju bayi. Bibir Gita tertarik membentuk sebuah senyuman saat melihat Jenny berjalan menghampirinya. "Iya. Semua ini kelihatan lucu-lucu, kan?" Dia tidak bisa menahan diri untuk tak menunjukkan antusiasmenya. Oh, sepertinya, dia lebih antusias dibandingkan Jessica. "Tentu saja. Ini semua lucu seperti bayi. Dan kamu seperti ibu yang senang sekali melihat perlengkapan bayi." Gita memperlihatkan cengiran lebarnya. "Aku perlu belajar banyak hal untuk bayiku juga." "Dan itu membuatku lega karena sudah menempatkanmu mengurus Jessica." "Yah, makasih." Kemudian Gita membuka bungkusan terakhir dan membentangkan pakaian berwarna p
Jessica membukakan pintu untuk Gita dan Rangga ketika mereka bertandang ke rumahnya. Itu merupakan rumah dua tingkat dengan pekarangan yang luas. Tapi itu tak memiliki pagar sebab terletak di kompleks perumahan yang memiliki penjagaan ketat di jalan masuk dan keluar. Jadi area tersebut akan tetap aman baginya dan dapat menjauhkannya dari penggemar atau paparazzi. Sesosok wanita tinggi dan berambut cokelat muncul dari baliknya. Dia mengenakan pakaian santai dengan rambut dikucir kuda dengan asal. Dia tetap terlihat cantik meskipun tanpa make up. Tentu saja. Jessica adalah seorang model aktif sebelum hamil dan sekarang merawat bayinya. Namun dia sekarang berubah menjadi model yang merepresentasikan wanita hamil dan ibu muda. "Boleh suamiku masuk juga? Dia mengantarkanku ke sini." Gita telah mengirim pesan sebelumnya bahwa dia akan datang bersama Rangga tapi belum mendapatkan jawaban dari Jessica. Jessica melihat ke arah Rangga sebelum mengembalikan pandangannya kepada Gita. Lalu sebu
Setelah pertemuan dengan Jessica berakhir, Rangga memutuskan untuk tidak langsung pulang ke rumah dan justru membelokkan mobilnya ke area pusat kota. Dia hampir putus asa mencari cara untuk mengembalikan mood istrinya ke sebelum insiden di rumah Lukman, dan akhirnya menemukannya tadi. Gita memancarkan binar berbeda saat bertemu Jessica, terutama baby Aldan. Tidak. Gita menjadi lebih baik sejak mengetahui paket dari brand sampai di perusahaan. Gita tampak antusias dan dia menginginkan perasaan itu bertahan lama. Jadi, dia berniat membawa sang istri ke toko perlengkapan bayi. "Kita akan ke mana?" tanya Gita, bergantian menatap jalanan dan Rangga. Raut wajahnya terlihat bingung. Tentu saja. Rangga tak mengatakan apa pun mengenai tujuan mereka."Kita akan membeli beberapa perlengkapan bayi," jawab Rangga masih berfokus pada jalanan. Mereka segera sampai di tujuan. Seketika, binar bahagia itu kembali meski Gita berusaha menutupinya dengan sebuah penolakan. "Tapi bukankah kamu harus beker
Gita terus mengecek tas belanjanya setelah mereka kembali dari berbelanja yang terasa seperti selamanya. Mereka berjalan dari ujung ke ujung hanya untuk mengecek seluruh koleksi toko tersebut. Catatan. Hanya mengecek sebab mereka cuma membeli perlengkapan untuk newborn. Selebihnya, itu keingintahuannya untuk melihat koleksi-koleksi lain untuk bayi yang berusia lebih dewasa. Dan waktu sudah menunjukkan pukul empat ketika mereka keluar dari toko untuk berpindah ke cafe terdekat sebelum pulang. Dia tertawa kecil sebab ini pertama kalinya dia berlaku seperti ini. Dia tidak pernah menikmati kegiatan berbelanja sebesar ini. "Kamu kelihatan senang banget," komentar Rangga dari arah belakang Gita. Dia baru saja kembali dari toilet dan mengamati sang istri dalam langkah pelannya menuju meja mereka, termasuk tawa yang keluar dari bibir wanitanya. Gita berbalik dan menyambut kedatangan Rangga dengan senyuman lebar. Dia biasanya malu jika tertangkap basah begini. Tapi sekarang, dia justru ingi
Farah tersenyum meremehkan mendengar ancaman Rangga. "Melaporkanku? Kamu pikir mereka akan percaya pada ceritamu bahwa aku menyerangnya?" Suaranya tak kalah mengejek. "Kenapa nggak? Aku tahu kamu punya image yang sangat bagus, tapi kamu bukan malaikat. Sifat aslimu akan tersebar cepat atau lambat." "Tapi kamu nggak punya bukti aku menyerangnya duluan. Mungkin, Gita-lah pelakunya." Ya. Tidak mungkin CCTV dipasang di dalam toilet. Itu merupakan area privat. "Nggak masalah. Aku akan pakai rekaman dari pesta. Aku sengaja menyimpannya." Rangga mungkin terdengar berlebihan. Tapi dia perlu mendapatkan bukti ketidakadilan atau kekerasan yang dialami istrinya jikalau kejadian serupa terulang. Meskipun Gita mengatakan tidak akan memperpanjang masalah tersebut, dia tetap menyimpannya sebagai pegangan. "Aku percaya hakim akan mengetahui mana yang benar dan salah." Wajah Farah memucat mendengarnya. "T-Tapi kamu nggak punya rekaman yang tadi." Dia berpura-pura tetap kuat meski suaranya sedikit
"Berhenti melakukannya. Kamu mungkin merusak ponselmu karena bolak-balik mengambil lalu meletakkannya di meja," kata Rangga setelah menangkap basah Gita mengambil ponselnya untuk yang kesekian kali. Dan yang dilakukan istrinya adalah sama. Membuka riwayat panggilan telepon dan pesannya. Gita, yang menyadari aksinya ketahuan, hanya merengut. Dia terpaksa kembali meletakkan ponselnya ke atas meja dengan bibir mengerucut. "Aku takut melewatkan panggilan atau pesan mereka," sungutnya. "Nggak akan. Ponselmu ada di depanmu dan kamu pasti kalau ada telepon atau pesan masuk." Gita merasakan beban di sampingnya saat Rangga mendudukkan dirinya di sofa yang sama dengannya. Dia tidak mau melihat suaminya karena telah mengomelinya. Tetapi Rangga tidak membiarkan hal tersebut dan justru menarik lembut dagunya untuk menatapnya sehingga mata mereka saling bertemu. "Aku benci kamu." Dia mengatakan kata-kata andalannya. Rangga hanya tertawa mendengarnya sebab dia tahu Gita tidak bersungguh-sungguh