Share

Bab 46

Penulis: shimizudani
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Gita merasakan hembusan angin yang meniup kulitnya serta menerbangkan rambutnya dan membuatnya berantakan. Hembusan angin tersebut cukup kuat namun anehnya, dia tidak merasa kedinginan. Dia justru merasakan ketenangan seiring dengan sebuah suara yang memasuki telinganya. Suara itu sangat menenangkan hingga dia menutup kedua mata untuk meresapinya.

Tapi kemudian sesuatu melintas di kepalanya. Kenapa suara itu terdengar sangat familiar? Dan kenapa itu mengingatkannya pada bunyi alarmnya?

Lalu dia tersadar. Itu memang alarmnya.

Dia tidak tahu bagaimana tapi dia menyuruh dirinya sendiri untuk bangun. Perlahan namun pasti, dia memperoleh kesadarannya dan suara tersebut semakin jelas baginya walaupun itu masih terdengar cukup jauh. Di mana ponselnya?

Gita membuka matanya hanya untuk menemukan dirinya berada dalam pelukan Rangga. Ini membawanya seperti merasa deja vu. Dia pernah dalam posisi seperti ini.

Dengan hati-hati Gita bangun dan mencari ponselnya. Dan dia menemukannya berada di
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 47

    Setelah pagi yang menggairahkan adalah waktu untuk merilekskan tubuh. Gita dan Rangga berendam di Jacuzzi dan merasakan air hangat yang seakan-akan memijat pelan tubuh mereka. Itu akan menghilangkan lelah dan memberi kesegaran ke tubuh mereka untuk mempersiapkan diri melalui hari. Ini memang sedikit terlambat sebab sudah jam sepuluh dan mereka baru saja sarapan. Pagi ini memang membuat mereka lupa waktu. "Pesawatmu nanti malam, kan?" Tanya Gita sembari mengalirkan air hangat ke pundaknya. Rangga berdecak lalu menggelengkan kepalanya. "Gita, ini hari Sabtu. Pesawatku hari Minggu malam, seperti biasanya." Oops, Gita lupa. Pesta ulang tahun Kirana adalah di hari Jumat malam, dan setelah Jumat adalah Sabtu. Apa yang ada di pikirannya hingga salah menghitung hari? Gita memperlihatkan cengiran lebarnya dan berucap, "Aku lupa." "Kamu pasti senang. Kita masih punya besok untuk menghabiskan waktu bersama. Mungkin aku bisa mengajarimu soal bisnis sembari kita melakukannya," ucap Rangga en

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 48

    Gita mengatur napasnya agar teratur walaupun itu sulit sebab kegugupan telah melanda dan mengambil alih fokusnya. Ini merupakan makan siang pertamanya dengan keluarga Rangga setelah hari pernikahan mereka. Dan juga dengan keluarga Kirana. Mereka memutuskan makan siang bersama karena kebetulan kedua orang tua Kirana berada di Jakarta. Pasti sulit bagi para pebisnis seperti mereka untuk berkumpul bersama sehingga ketika kesempatan itu ada, mereka akan menggunakannya sebaik mungkin, termasuk mengundangnya. "Kamu gugup?" tanya Rangga di sebelahnya. Gita masih menatap ke depan seraya melemaskan jarinya untuk mengendorkan ketegangannya. "Apa yang kamu lihat dariku?" tanyanya balik. Seharusnya jawabannya sudah jelas, bukan? Dia..."Kamu gugup," tukas Rangga. Benar. Dia gugup. Tiba-tiba Rangga meletakkan tangannya di atas tangannya lalu meremasnya pelan. "Kamu sudah pernah ketemu mereka, dan kamu tahu mereka menyukaimu." Gita menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan. Dia berusa

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 49

    "Gita." Dela memanggil namanya begitu panggilan telepon tersambung. Itu terjadi sekitar waktu makan malam. Seketika kedua alis Gita berkerut. Cara Dela bicara seperti menunjukkan rasa kecewa. Tapi, apa salahnya? "Kenapa?" tanya Gita, memilih untuk berakting tak tahu apa-apa. Dia tak mau terlalu jelas memperlihatkan jika dia bisa membaca emosi wanita itu. "Aku telepon kamu berkali-kali, dan juga chat supaya kamu telepon aku. Tapi kenapa kamu nggak melakukannya?" Oh, Gita ingat. Dia melupakan pesan-pesannya. "Maaf. Aku lupa." Itu adalah kebenarannya. Dia tiba-tiba menjadi sibuk sejak insiden malam ini. Dia bahkan hanya sekali membalas pesan dari adiknya. "Farah punya schedule di Sabtu-Minggu ini?" "Begitulah." Bagian ini adalah kebohongan. Dia selalu menggunakannya sejak Rangga rutin mengunjunginya di akhir pekan. Maaf, Del. "Kenapa telepon?" "Aku mau ajak kamu shopping. Sebentar lagi akan ada pesta anniversary perusahaan Lukman, dan aku butuh dress baru." Kerutan kembali muncul

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 50

    "Aku lihat loh." Seketika kerutan tercetak di dahi Gita begitu mendengar kalimat pertama Dela. Dia baru saja sampai dan langsung mendapati wanita itu berkata demikian. Itu jelas membingungkannya. "Apa yang kamu lihat?" "Kamu barusan keluar dari mobil hitam tapi itu bukan mobilmu." Dan kerutan Gita menghilang seiring kelegaan yang dirasakannya. Ternyata Dela melihatnya turun dari mobil Rangga. Atau lebih tepatnya, mobil Kirana yang Rangga pinjam untuk mengantarkannya ke sini. Untungnya, dia meminta Rangga menurunkannya agak jauh jadi Dela tidak bisa melihat siapa yang mengendarainya. "Kamu ingat Kirana? Dia yang anterin aku ke sini." Kenapa bukan nama Rangga yang keluar dari bibirnya?"Kamu sering ketemu dia?" "Nggak juga. Kita beberapa kali ketemu untuk membahas soal rekomendasiku." Dan kebohongan Gita terus berlanjut. "Rekomendasi apa?" "Pesta ulang tahunnya." Dan lagi-lagi terus berlanjut. Betapa bodoh Gita yang tak berani mengungkapkan kebenarannya padahal ini hanya sesimpel

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 51

    Gita dan Dela sedang mengobrol dan bercanda ketika Lukman dan Dewa tiba-tiba datang. Dela juga terkejut melihat kehadiran mereka. Meski mereka semua berjanji makan malam bersama, dia tidak pernah tahu Dewa akan datang. "Kamu nggak bilang Dewa akan ikut ke sini?" Tanya Gita--protes--kepada Dela dengan berbisik-bisik. "Aku juga nggak tahu. Lukman nggak ngomong apa-apa soalnya." Dela membalas Gita dengan cara yang sama. Gita menaikkan satu alisnya, antara percaya dan tidak percaya. Dela sudah melakukan banyak hal seperti ini di masa lalu. Merencanakan makan siang atau makan malam sambil membawa seorang pria tanpa memberitahukannya terlebih dahulu. Ya, Dela sering menjebaknya. Tapi oke, dia akan mencoba untuk percaya. Toh, dia tidak bisa apa-apa lagi karena Dewa sudah terlanjur berada di sini. Sedangkan Lukman tidak mungkin dengan sengaja melakukannya, bukan? Lukman tahu siapa laki-laki yang disukainya. "Hai, girls," sapa Dewa ketika sampai di depan Gita dan Dela. "Boleh aku duduk di

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 52

    "Makasih ya sudah nganterin aku," ucap Gita setelah Dewa menurunkannya di tempat tujuannya.Dewa menatap bangunan megah di hadapan mereka. Adiwijaya Hotel. "Siapa yang mau kamu temui di sini?" "Teman." Balas Gita singkat. Ya, dia meminta Dewa menurunkannya di Adiwijaya Hotel setelah penolakannya ditolak. Dia awalnya hendak pulang sendiri. Namun Dela mengatakan soal seorang pria tidak boleh membiarkan wanita pulang sendiri, dan alasan random lainnya sehingga dia berakhir menerimanya. Itu pun setelah tawaran Lukman yang juga berniat mengantarkannya pulang ditolak oleh Dela. Intinya, Dela menginginkannya bersama Dewa. Dewa tidak merespon. Matanya masih tertuju pada bangunan tinggi itu dan menebak-teman teman seperti apa yang akan Gita temui di sana. "Dia dari Jogja ya?" Seseorang yang menginap di hotel biasanya berasal dari luar kota. "Begitulah." Gita memilih jawaban yang aman dengan membiarkan semuanya tetap rahasia. "Lalu kita-" Dewa berhenti di tengah-tengah kalimanya dan menguba

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 53

    Gita sengaja mengambil jarak selangkah di belakang Rangga ketika mereka berjalan kembali ke kamar mereka. Entah kenapa dia merasa Rangga sedang kesal. Pria itu lebih diam daripada biasanya, dan itu membuatnya bertanya-tanya. Apakah itu karena dirinya? Rangga terus diam bahkan setelah mereka sampai di dalam kamar. Namun, tatapan mata Gita tak lepas dari sang suami yang kini berada di dapur dan menenggak habis minumannya seolah-olah mencoba untuk mendinginkan sesuatu yang membara di dalam tubuhnya. Dan ketika Rangga tengah mengisi kembali gelasnya, Gita berjalan pelan menghampirinya. "Kamu marah sama aku?" tanya Gita begitu sampai di samping Rangga. "Nggak," jawab Rangga singkat lalu kembali menenggak gelasnya. Gita kembali diam dan mengamati setiap pergerakan pria itu. Barulah setelah Rangga meletakkan gelasnya ke atas meja, Gita meraih tangannya lalu menggengamnya untuk dia bawa mengikutinya menuju sofa.Rangga tidak berkata apa pun, begitu pun Gita. Dan sesampainya mereka di sofa

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 54

    Rangga sedang bekerja dengan tabletnya sambil menikmati angin laut yang menyapu kulitnya. Itu memberikan ketenangan seiring bunyi ombak yang datang bergantian, memberikan suasana alam yang natural, dan menenangkan benaknya sehingga dia dapat lebih berfokus pada apa yang dikerjakannya. Membaca laporan. Ya, dia bekerja sembari menikmati ketenangan laut. Dan tentu saja, dia tidak datang seorang diri. Ada dua wanita yang paling berharga di hidupnya bersamanya. Seulas senyum tercetak di bibirnya memikirkan hal tersebut. Dia akhirnya menambahkan seseorang baru dalam hidupnya, istrinya, dan sebutan itu mungkin akan bertambah seiring perjalanan pernikahan mereka. Kemudian dia mengalihkan pandangannya sejenak pada hamparan pasir, laut, serta dua orang yang menjadi tokoh utama hari ini. Gita dan ibunya berdiri saling bersisian di tepi laut dan merasakan sisa ombak yang merendam kaki mereka. Tampaknya mereka tak berniat pergi lebih jauh dan menggunakan kesempatan tersebut untuk mengobrol sant

Bab terbaru

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 130 - Epilog 2

    Gita mengintip melalui pintu kamar mandi di lantai pertama sebelum melangkah keluar dengan santai seolah-olah tidak ada yang terjadi. Dia berjalan melewati Rangga, yang sedang duduk di sofa di ruang tamu mereka dan membaca laporan di tablet, dengan Ardian merangkak di lantai."Ardian, sayang, kemari." Gita memanggil Ardian, yang perhatiannya selalu mudah didapatkannya. "Ayo bermain di luar."Dan reaksi Ardian dapat diprediksi. Dia berlari ke arah ibunya dengan penuh semangat. Senyumnya begitu lebar.Menjadi anak-anak tampaknya menyenangkan, bukan?Gita mengikuti Ardian yang berlari keluar rumah ke halaman tanpa alas kaki. Dia tidak bisa menahan senyum di wajahnya melihat putranya dan kebahagiaan lain yang baru saja dia temukan hari ini.Gita hamil dengan anak kedua mereka.Tapi ini masih rahasia. Gita ingin membuat kejutan untuk suaminya.Oh, dia tidak sabar ingin melihat reaksi Rangga!"Ardian, kemari. Mama ingin mengatakan sesuatu."Ardian menghentikan larinya untuk melihat ibunya d

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 129 - Epilog 1

    Tiga tahun kemudian.Gita memperhatikan semuanya. Setiap gerakan, tawa, canda, teriakan, dan banyak lagi.Dia tidak bisa untuk tidak tersenyum lebar melihat itu semua. Rasanya terlalu indah untuk menjadi kenyataan. Tapi itulah yang terjadi karena memang itulah realitanya.Ardian kini berusia tiga tahun dan dalam masa aktifnya. Dia berlari ke setiap sudut rumah dan selalu bersemangat untuk berlari di halaman.Meskipun melelahkan tubuh mereka karena harus mengikuti pergerakan Ardian, mereka tidak mengeluh, terutama Rangga. Suaminya selalu punya energi untuk bermain dengan Ardian dan tidak pernah kehabisan ide. Rangga membesarkan anak mereka dengan sepenuh hati.Gita menggelengkan kepalanya untuk memaksa dirinya kembali ke tempatnya. Dia tidak bisa hanya mengamati mereka sepanjang waktu, karena dia perlu menyelesaikan adonan kuenya.Ardian memiliki selera yang sama dengannya mengenai makanan manis. Jadi dia mencoba menjadi ibu yang baik dengan memanggang kue sendiri daripada membelinya d

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 128

    "Hai. Ayah senang kamu bangun, dan Ayah bisa memegangmu. Ibumu pasti merasakan hal yang sama. Tapi dia sedang beristirahat sekarang, jadi jangan ganggu dia dan bermain dengan Ayah saja." Suara Rangga dipenuhi kebahagiaan, begitu pun sorot matanya menunjukkan perasaan yang sama. Tidak ada yang lebih membahagiakan dibandingkan saat ini ketika dia akhirnya bisa memegang bayi Ardian. Dan kenyataan bahwa Ardian lahir dengan sehat adalah hal yang terbaik. Semuanya akan bertambah sempurna saat pemulihan istrinya berjalan dengan baik.Bayi Ardian menggerakkan tangannya yang kecil dan berhasil menangkap jari Rangga. Dia menggenggamnya meskipun matanya masih tertutup. Bayi Ardian mungkin merasakan suasana yang akrab dan aman, sehingga dia tidak menangis, yang membuat hati Rangga terasa hangat dan bangga. Hanya sentuhan dari Rangga yang bisa melakukan itu, dan dia jelas bangga akan hal itu."Gimana pendapatmu tentang dunia ini? Menakjubkan, kan? Kamu punya Ayah, ibumu, dan seluruh keluargamu di

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 127

    Beberapa bulan kemudian.Gita sedang menutup laci setelah memeriksa yang ada di dalamnya masih di tempatnya.Mungkin terdengar membingungkan. Intinya, Gita baru saja selesai memeriksa kebutuhan bayi mereka, seperti pakaian, popok, kaos kaki, selimut, dan lainnya. Dia ingin memastikan semuanya siap saat waktunya tiba, yang tidak akan lama lagi. Tanggal perkiraan kelahirannya harusnya minggu ini, dan dia sangat bersemangat untuk menyambut bayi mereka.Dia berpindah ke satu-satunya tempat tidur di ruangan tersebut. Tempat tidur itu besar dan memiliki dinding kayu di keempat sisinya untuk melindungi bayi mereka agar tak terjatuh. Dan itu adalah tempat tidur yang dikatakan Rangga bisa menampung tubuhnya saat menyusui bayi mereka. Dia bahkan bisa tidur di situ juga.Tangannya bergerak untuk menyentuh boneka di dekatnya dan meletakkannya dengan rapi di antara boneka-boneka lain dan bantal. Ada beberapa jenis boneka, terutama dengan karakter hewan yang lucu untuk menemani bayi mereka saat tid

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 126

    "Aku lihat semuanya, Gita. Aku tahu apa yang kamu sembunyikan di belakang punggungmu." Alis Rangga terangkat seolah-olah menunggu Gita untuk mengungkapkannya sendiri. Tidak ada gunanya menyembunyikannya lagi karena itulah alasan dia menghampiri istrinya. Dia sudah melihat Gita menikmati es krim!"Apa maksudmu?"Jadi Gita memilih untuk bermain-main dengannya. Sayangnya, dia tidak ingin berpura-pura tidak melihatnya. "Mangkuknya. Es krim."Dan Gita hanya bisa memaksakan untuk tersenyum."Kemarilah." Tangan Rangga terjulur untuk meminta Gita mendekat."Nggak mau. Kamu akan memarahiku.""Artinya kamu tahu kamu melakukan kesalahan. Sudah berapa mangkuk es krim yang kamu habiskan?""Hmm. Lima?""Hitung dengan benar, Sayang.""Oke. Oke. Sembilan." Gita mengangkat kedua tangannya ke udara dan menyerah."Nggak, Sayang. Mangkuk di belakangmu itu yang kesebelas."Sebenarnya Rangga tidak masalah dengan Gita menikmati es krim. Tapi istrinya itu suka makan berlebihan, dan Gita mungkin akan makan le

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 125

    Akhirnya, hari yang mereka tunggu-tunggu tiba. Hari itu begitu sibuk tapi juga menyenangkan. Teman-teman dan keluarga mereka berkumpul bersama untuk merayakan hari bahagia tersebut. Apa lagi yang lebih menyenangkan daripada itu?Akad mereka berjalan dengan baik. Meskipun Gita merasa lebih gugup, kali ini semuanya terasa sempurna dibandingkan dengan pernikahannya yang sebenarnya. Ayahnya menikahkannya dan menyerahkannya kepada Rangga, seperti yang seharusnya dilakukan dalam sebuah upacara pernikahan. Dan dia bersama suaminya mengucapkan janji mereka lagi dan menjadi suami istri sekali lagi.Dan untuk membuatnya semakin sempurna, Rangga mengunci janji mereka dengan sebuah ciuman di bibir Gita. Kemudian tepuk tangan dan sorakan mengisi aula yang penuh tersebut.Itu adalah momen yang hangat dan membahagiakan. Dan itu berlangsung hingga malam."Senang sekali akhirnya bertemu dengan Nyonya Adiwijaya yang baru." Irfan menyapa Gita seraya menjabat tangannya. "Namaku Irfan.""Oh!" Gita tidak b

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 124

    Gita merasakan kehangatan di kulitnya. Sebuah angin sepoi-sepoi yang lembut dan hangat yang menyapu lehernya dan membawa getaran ke tubuhnya. Sedetik kemudian, dia merasakan sebuah kehangatan lain bergerak di perut buncitnya dan mengusapnya dengan sangat lembut seolah-olah takut untuk membangunkannya."Hmm." Gita terbangun dari tidurnya, tentu saja, akibat perbuatan tersebut. Barulah saat itu dia menyadari ada tangan yang melingkupinya, dan dia tahu itu milik siapa. "Rangga." Suaranya terdengar serak karena baru bangun tidur."Maaf aku membangunkanmu." Rangga bergumam di lekukan leher istrinya.Gita mendengarnya tapi dia tidak ingin menjawab karena suaranya seperti tersangkut di tenggorokan. Tapi dia tidak bisa menahannya lagi ketika kedua matanya membuka dan kegelapan menyambutnya melalui dinding kaca yang memberikan pemandangan langit malam nan gelap. "Masih gelap ternyata.""Iya.""Jam berapa sekarang?""Lewat tengah malam.""Kenapa kamu nggak tidur?"Alih-alih menjawab, Rangga mem

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 123

    "Semua persiapannya berjalan dengan baik, kan?" Rangga bertanya kepada Erik, Manajer Hotel Adiwijaya yang ada di Jakarta, saat mereka melihat-lihat aula yang akan digunakan untuk acara pernikahannya. Aula itu masih penuh dengan dekorasi lain, karena akan digunakan untuk acara seseorang malam ini."Iya. Kami sudah mempersiapkan semua yang diperlukan. Hadiah untuk tamu-tamu juga sudah tiba, dan kami sedang memasukkannya ke dalam goodie bag."Rangga mengangguk paham. "Persiapkan dengan baik dan pastikan itu sesuai untuk setiap acara. Jangan sampai salah."Sesuai rencana, mereka akan membagi acara menjadi dua, yaitu akad dan pesta. Karena itu, mereka akan menggunakan aula terpisah, begitu pun dekorasi, hadiah untuk tamu, makanan, dan lainnya. Mereka memiliki persiapan yang berbeda untuk setiap acara."Tentu saja. Kami sudah berpengalaman dengan hal-hal seperti ini. Saya jamin semuanya akan ditangani oleh tangan terbaik. Pak Rangga bisa menikmati waktu bersama istri Bapak.""Oke. Saya perc

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 122

    "Aku seperti lumba-lumba!" Suara Gita bergema di seluruh ruangan. Dia berdiri di depan cermin dan sedang mengamati penampilannya dari pantulan kaca. Dia mengenakan gaun midi berbentuk A-line dan berwarna hitam, yang tampak jatuh dengan indah di tubuhnya. Tapi itu juga memperlihatkan perutnya yang mulai membesar."Siapa yang bilang begitu?" Rangga berjalan ke arah sang istri sambil mengancingkan kemejanya."Aku." Gita masih berfokus pada pantulannya tubuhnya sendiri, seolah-olah mencari sesuatu untuk memuaskan dirinya."Kalau begitu, kamu salah. Kamu sama sekali nggak terlihat seperti itu." Rangga melingkarkan lengannya di pinggang Gita. "Sebaliknya, kamu terlihat makin seksi." Dia mencium leher istrinya dan mulai mengelus perutnya dengan lembut. Sudah hampir enam bulan, dan perut Gita sudah cukup besar."Jangan bohong sama aku, Rangga. Lihat. Tubuhku membengkak sekarang. Bahkan pipiku kelihatan seperti bakpao.""Itulah yang bikin kamu seksi, Sayang. Aku suka tubuhmu sekarang."Gita me

DMCA.com Protection Status