Share

Bab 52

Penulis: shimizudani
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Makasih ya sudah nganterin aku," ucap Gita setelah Dewa menurunkannya di tempat tujuannya.

Dewa menatap bangunan megah di hadapan mereka. Adiwijaya Hotel. "Siapa yang mau kamu temui di sini?"

"Teman." Balas Gita singkat. Ya, dia meminta Dewa menurunkannya di Adiwijaya Hotel setelah penolakannya ditolak. Dia awalnya hendak pulang sendiri. Namun Dela mengatakan soal seorang pria tidak boleh membiarkan wanita pulang sendiri, dan alasan random lainnya sehingga dia berakhir menerimanya. Itu pun setelah tawaran Lukman yang juga berniat mengantarkannya pulang ditolak oleh Dela. Intinya, Dela menginginkannya bersama Dewa.

Dewa tidak merespon. Matanya masih tertuju pada bangunan tinggi itu dan menebak-teman teman seperti apa yang akan Gita temui di sana. "Dia dari Jogja ya?" Seseorang yang menginap di hotel biasanya berasal dari luar kota.

"Begitulah." Gita memilih jawaban yang aman dengan membiarkan semuanya tetap rahasia.

"Lalu kita-" Dewa berhenti di tengah-tengah kalimanya dan menguba
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 53

    Gita sengaja mengambil jarak selangkah di belakang Rangga ketika mereka berjalan kembali ke kamar mereka. Entah kenapa dia merasa Rangga sedang kesal. Pria itu lebih diam daripada biasanya, dan itu membuatnya bertanya-tanya. Apakah itu karena dirinya? Rangga terus diam bahkan setelah mereka sampai di dalam kamar. Namun, tatapan mata Gita tak lepas dari sang suami yang kini berada di dapur dan menenggak habis minumannya seolah-olah mencoba untuk mendinginkan sesuatu yang membara di dalam tubuhnya. Dan ketika Rangga tengah mengisi kembali gelasnya, Gita berjalan pelan menghampirinya. "Kamu marah sama aku?" tanya Gita begitu sampai di samping Rangga. "Nggak," jawab Rangga singkat lalu kembali menenggak gelasnya. Gita kembali diam dan mengamati setiap pergerakan pria itu. Barulah setelah Rangga meletakkan gelasnya ke atas meja, Gita meraih tangannya lalu menggengamnya untuk dia bawa mengikutinya menuju sofa.Rangga tidak berkata apa pun, begitu pun Gita. Dan sesampainya mereka di sofa

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 54

    Rangga sedang bekerja dengan tabletnya sambil menikmati angin laut yang menyapu kulitnya. Itu memberikan ketenangan seiring bunyi ombak yang datang bergantian, memberikan suasana alam yang natural, dan menenangkan benaknya sehingga dia dapat lebih berfokus pada apa yang dikerjakannya. Membaca laporan. Ya, dia bekerja sembari menikmati ketenangan laut. Dan tentu saja, dia tidak datang seorang diri. Ada dua wanita yang paling berharga di hidupnya bersamanya. Seulas senyum tercetak di bibirnya memikirkan hal tersebut. Dia akhirnya menambahkan seseorang baru dalam hidupnya, istrinya, dan sebutan itu mungkin akan bertambah seiring perjalanan pernikahan mereka. Kemudian dia mengalihkan pandangannya sejenak pada hamparan pasir, laut, serta dua orang yang menjadi tokoh utama hari ini. Gita dan ibunya berdiri saling bersisian di tepi laut dan merasakan sisa ombak yang merendam kaki mereka. Tampaknya mereka tak berniat pergi lebih jauh dan menggunakan kesempatan tersebut untuk mengobrol sant

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 55

    Gita berada di kantor Jenny keesokan paginya. Rasanya aneh ketika dia seharusnya menemani Farah ke sebuah event donasi dari organisasi sebelumnya dan malah berakhir sendirian di sini. Dia bahkan datang lebih dulu dibandingkan sang pemilik kantor. "Kok kamu sudah datang?" tanya Jenny seraya menutup pintu di belakanya. Dia lalu berjalan menuju mejanya, meletakkan tasnya, menghampiri Gita, dan duduk di sofa di hadapannya. Gita mengamati Jenny melakukan semuanya dan menjawab ketika wanita itu siap berbincang dengannya. "Aku mau berterima kasih soal pesanmu dan rasa pengertianmu," ujarnya, memulai percakapan dengan mengatakan bagian terbaik usai insiden memalukan malam itu. "Oh, dan hari libu kamu berikan. Aku gunakan dengan sangat baik," cengirnya. "Aku sudah menduga kamu pasti akan membutuhkannya. Dia memang," Jenny berhenti untuk mencari kata-kata yang tepat. "Apa kata yang paling pas mendeskripsikannya?" tanyanya setelah tak menemukan apa pun. Dahi Gita berkerut seiring otaknya yan

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 56

    "Siapa Gilang?" "Dia yang terkenal itu loh dan banyak main di series dan film." Ada jeda selama beberapa detik. Orang di seberang, Rangga, sepertinya bingung mendapati seseorang mengangkat panggilan teleponnya namun bukan orang yang diteleponnya meski suara itu terdengar familiar. "Mama? Ini Mama?" Dia ragu-ragu bertanya. "Yes, ini ibumu," jawab Ibu Rangga santai. "Kenapa ponsel Gita ada pada Mama? Kalian lagi bareng-bareng?" "Iya, Sayang. Kita lagi makan siang bareng." "Kenapa Gita nggak bilang?" Bibir Ibu Rangga membentuk sebuah senyuman meski tahu putranya tidak dapay melihatnya. "Memang dia cerita apa sama kamu?" "Dia cuma bilang soal pekerjaannya yang dipindah ke tim Gilang. Makanya aku tanya siapa Gilang." Ibu Rangga menggumam kala sebuah kesimpulan melintasi benaknya. "Karena itulah dia selalu pegang ponselnya. Dia nunggu teleponmu," gumamnya lebih kepada dirinya sendiri walaupun itu cukup keras hingga dapat didengar oleh Rangga. "Siapa yang menunggu teleponku?" "Gi

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 57

    "Empat kopi, please," kata Gita pada staf kafe lalu mengeluarkan empat buah botol dari tasnya. "Dan tolong pakai ini saja," imbuhnya seraya menyodorkan satu persatu botol kepada sang staf. Setelah pesanannya dikonfirmasi, dia membayarnya dan beralih berdiri di samping antrian untuk menunggu minumannya. Tepat saat itulah ponselnya berdering. "Hai," sapa Gita cerah pada orang di seberang. Itu Rangga. Tentu saja. Entah kenapa mood-nya menjadi lebih baik tiap kali pria itu menghubunginya."Hai. Kamu lagi sibuk sekarang?" Gita memandangi staf yang masih menyiapkan pesanan kopinya. "Nggak juga. Aku cuma lagi nunggu pesanan kopiki." Terdapat jeda selama tiga detik sebelum Rangga berucap, "Ini sudah jam delapan malam, Gita. Kamu nggak akan bisa tidur kalau minum kopi di jam segini." Ya, waktu sudah menunjuk angka delapan malam dan Rangga benar mengenai sulit tidur. Kopi seharusnya membantunya terbangun, bukan sebaliknya. Sedangkan sekarang sudah waktunya menjelang tidur. "Memang sih. Tap

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 58

    Beberapa minggu telah berlalu. Tidak ada banyak perubahan pada hubungan Gita dan Rangga. Mereka bertukar kabar setiap hari, Rangga akan mendatanginya akhir pekan atau hari lain ketika Gita libur, mereka akan menghabiskan waktu dengan mengobrol dan diselingi dengan saling menggoda, dan banyak lagi. Hubungan mereka terlihat baik-baik saja. Seperti hari ini, mereka mengakhiri panggilan telepon mereka ketika waktu makan siang berakhir. "Chat aku ya." Dan Rangga akan selalu meminta hal ini. Jika menelepon tidak memungkinkan, akan berbeda dengan berkirim pesan. Itu bisa dilakukan kapan pun meski mungkin mereka tidak dapat langsung membalasnya. "Tentu saja. Apakah aku juga perlu kirim foto juga?" "Boleh." "Tapi cuma foto punggungku. Nggak apa-apa?" Wajah Rangga berubah cemberut mendengarnya. Rupanya itu cuma kejahilan sang istri. "Aku tahu kamu nggak suka selfie, tapi kamu bisa minta tolong Hendri buat motoin kamu," sungutnya. Hendri adalah asisten termuda dalam tim baru Gita. Hendri

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 59

    "Aku dengar kamu nggak bisa ke Jakarta," kata Ibu Rangga memulai obrolan di tengah makan malam mereka. Hanya ada mereka bertiga: dia, Ayah Rangga, dan Rangga. Sebuah keluarga kecil, bukan? Hanya ada tiga orang dalam keluarganya--empat jika menambahkan Gita. "Itu benar?" Dia mengakhirinya dengan sebuah pertanyaan. Rangga sedikit terkejut mendengarnya. "Gita yang cerita sama Mama?" tanyanya balik. Ah, pertanyaan retoris. Pastilah Gita yang menceritakannya sebab itu merupakan percakapan mereka siang tadi. Pertanyaannya seharusnya menjadi kenapa Gita menceritakan kepada ibunya? "Iya. Aku tanya soal rencana kalian di akhir pekan tapi dia bilang kamu nggak bisa datang," jelas Ibu Rangga. Jadi Gita bukan tiba-tiba memberitahunya informasi tersebut. Selalu ada alasan di baliknya, mungkin... "Dia terdengar lumayan kecewa." Ya, kekecewaan. "Aku akan ke sana kok, Ma. Itu bohong supaya aku bisa kasih kejutan ke Gita." "Oh." Ibu Rangga merespon singkat. "Dia pasti senang kalau lihat kamu." "Y

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 60

    Gita merasakan tubuhnya berat. Selain kantuk yang masih menggelayut akibat tidur di waktu hampir subuh, tulang-tulangnya terasa pegal. Itu mungkin hasil dari seharian bekerja menemani syuting Gilang. Padahal yang dilakukannya hanya menunggu dan mengamati proses syuting. Tapi tetap saja, itu melelahkannya. Dia benar-benar ingin bergelung dalam kasur dan selimutnya seharian penuh. Namun dia tidak dapat melakukannya sebab dia punya janji jam sepuluh nanti. Jadi, dia memaksakan tubuh beratnya untuk bangun, menyebak selimut hangatnya, kemudian beranjak menuju kamar mandi. Dia harus bersiap-siap karena ini sudah jam sembilan. Untungnya, tidak ada jadwal syuting hari ini. Kalaupun ada, hari ini merupakan giliran Aldi. Gilirannya sudah selesai, atau hampir karena sebenarnya, hanya tersisa beberapa adegan yang perlu Gilang lakukan lalu benar-benar selesai. Itu kabar baik, bukan? Tidak ada masalah dalam proses syuting, dan hal itu jelas melegakan semua pihak. Yang tersisa adalah proses produ

Bab terbaru

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 130 - Epilog 2

    Gita mengintip melalui pintu kamar mandi di lantai pertama sebelum melangkah keluar dengan santai seolah-olah tidak ada yang terjadi. Dia berjalan melewati Rangga, yang sedang duduk di sofa di ruang tamu mereka dan membaca laporan di tablet, dengan Ardian merangkak di lantai."Ardian, sayang, kemari." Gita memanggil Ardian, yang perhatiannya selalu mudah didapatkannya. "Ayo bermain di luar."Dan reaksi Ardian dapat diprediksi. Dia berlari ke arah ibunya dengan penuh semangat. Senyumnya begitu lebar.Menjadi anak-anak tampaknya menyenangkan, bukan?Gita mengikuti Ardian yang berlari keluar rumah ke halaman tanpa alas kaki. Dia tidak bisa menahan senyum di wajahnya melihat putranya dan kebahagiaan lain yang baru saja dia temukan hari ini.Gita hamil dengan anak kedua mereka.Tapi ini masih rahasia. Gita ingin membuat kejutan untuk suaminya.Oh, dia tidak sabar ingin melihat reaksi Rangga!"Ardian, kemari. Mama ingin mengatakan sesuatu."Ardian menghentikan larinya untuk melihat ibunya d

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 129 - Epilog 1

    Tiga tahun kemudian.Gita memperhatikan semuanya. Setiap gerakan, tawa, canda, teriakan, dan banyak lagi.Dia tidak bisa untuk tidak tersenyum lebar melihat itu semua. Rasanya terlalu indah untuk menjadi kenyataan. Tapi itulah yang terjadi karena memang itulah realitanya.Ardian kini berusia tiga tahun dan dalam masa aktifnya. Dia berlari ke setiap sudut rumah dan selalu bersemangat untuk berlari di halaman.Meskipun melelahkan tubuh mereka karena harus mengikuti pergerakan Ardian, mereka tidak mengeluh, terutama Rangga. Suaminya selalu punya energi untuk bermain dengan Ardian dan tidak pernah kehabisan ide. Rangga membesarkan anak mereka dengan sepenuh hati.Gita menggelengkan kepalanya untuk memaksa dirinya kembali ke tempatnya. Dia tidak bisa hanya mengamati mereka sepanjang waktu, karena dia perlu menyelesaikan adonan kuenya.Ardian memiliki selera yang sama dengannya mengenai makanan manis. Jadi dia mencoba menjadi ibu yang baik dengan memanggang kue sendiri daripada membelinya d

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 128

    "Hai. Ayah senang kamu bangun, dan Ayah bisa memegangmu. Ibumu pasti merasakan hal yang sama. Tapi dia sedang beristirahat sekarang, jadi jangan ganggu dia dan bermain dengan Ayah saja." Suara Rangga dipenuhi kebahagiaan, begitu pun sorot matanya menunjukkan perasaan yang sama. Tidak ada yang lebih membahagiakan dibandingkan saat ini ketika dia akhirnya bisa memegang bayi Ardian. Dan kenyataan bahwa Ardian lahir dengan sehat adalah hal yang terbaik. Semuanya akan bertambah sempurna saat pemulihan istrinya berjalan dengan baik.Bayi Ardian menggerakkan tangannya yang kecil dan berhasil menangkap jari Rangga. Dia menggenggamnya meskipun matanya masih tertutup. Bayi Ardian mungkin merasakan suasana yang akrab dan aman, sehingga dia tidak menangis, yang membuat hati Rangga terasa hangat dan bangga. Hanya sentuhan dari Rangga yang bisa melakukan itu, dan dia jelas bangga akan hal itu."Gimana pendapatmu tentang dunia ini? Menakjubkan, kan? Kamu punya Ayah, ibumu, dan seluruh keluargamu di

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 127

    Beberapa bulan kemudian.Gita sedang menutup laci setelah memeriksa yang ada di dalamnya masih di tempatnya.Mungkin terdengar membingungkan. Intinya, Gita baru saja selesai memeriksa kebutuhan bayi mereka, seperti pakaian, popok, kaos kaki, selimut, dan lainnya. Dia ingin memastikan semuanya siap saat waktunya tiba, yang tidak akan lama lagi. Tanggal perkiraan kelahirannya harusnya minggu ini, dan dia sangat bersemangat untuk menyambut bayi mereka.Dia berpindah ke satu-satunya tempat tidur di ruangan tersebut. Tempat tidur itu besar dan memiliki dinding kayu di keempat sisinya untuk melindungi bayi mereka agar tak terjatuh. Dan itu adalah tempat tidur yang dikatakan Rangga bisa menampung tubuhnya saat menyusui bayi mereka. Dia bahkan bisa tidur di situ juga.Tangannya bergerak untuk menyentuh boneka di dekatnya dan meletakkannya dengan rapi di antara boneka-boneka lain dan bantal. Ada beberapa jenis boneka, terutama dengan karakter hewan yang lucu untuk menemani bayi mereka saat tid

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 126

    "Aku lihat semuanya, Gita. Aku tahu apa yang kamu sembunyikan di belakang punggungmu." Alis Rangga terangkat seolah-olah menunggu Gita untuk mengungkapkannya sendiri. Tidak ada gunanya menyembunyikannya lagi karena itulah alasan dia menghampiri istrinya. Dia sudah melihat Gita menikmati es krim!"Apa maksudmu?"Jadi Gita memilih untuk bermain-main dengannya. Sayangnya, dia tidak ingin berpura-pura tidak melihatnya. "Mangkuknya. Es krim."Dan Gita hanya bisa memaksakan untuk tersenyum."Kemarilah." Tangan Rangga terjulur untuk meminta Gita mendekat."Nggak mau. Kamu akan memarahiku.""Artinya kamu tahu kamu melakukan kesalahan. Sudah berapa mangkuk es krim yang kamu habiskan?""Hmm. Lima?""Hitung dengan benar, Sayang.""Oke. Oke. Sembilan." Gita mengangkat kedua tangannya ke udara dan menyerah."Nggak, Sayang. Mangkuk di belakangmu itu yang kesebelas."Sebenarnya Rangga tidak masalah dengan Gita menikmati es krim. Tapi istrinya itu suka makan berlebihan, dan Gita mungkin akan makan le

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 125

    Akhirnya, hari yang mereka tunggu-tunggu tiba. Hari itu begitu sibuk tapi juga menyenangkan. Teman-teman dan keluarga mereka berkumpul bersama untuk merayakan hari bahagia tersebut. Apa lagi yang lebih menyenangkan daripada itu?Akad mereka berjalan dengan baik. Meskipun Gita merasa lebih gugup, kali ini semuanya terasa sempurna dibandingkan dengan pernikahannya yang sebenarnya. Ayahnya menikahkannya dan menyerahkannya kepada Rangga, seperti yang seharusnya dilakukan dalam sebuah upacara pernikahan. Dan dia bersama suaminya mengucapkan janji mereka lagi dan menjadi suami istri sekali lagi.Dan untuk membuatnya semakin sempurna, Rangga mengunci janji mereka dengan sebuah ciuman di bibir Gita. Kemudian tepuk tangan dan sorakan mengisi aula yang penuh tersebut.Itu adalah momen yang hangat dan membahagiakan. Dan itu berlangsung hingga malam."Senang sekali akhirnya bertemu dengan Nyonya Adiwijaya yang baru." Irfan menyapa Gita seraya menjabat tangannya. "Namaku Irfan.""Oh!" Gita tidak b

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 124

    Gita merasakan kehangatan di kulitnya. Sebuah angin sepoi-sepoi yang lembut dan hangat yang menyapu lehernya dan membawa getaran ke tubuhnya. Sedetik kemudian, dia merasakan sebuah kehangatan lain bergerak di perut buncitnya dan mengusapnya dengan sangat lembut seolah-olah takut untuk membangunkannya."Hmm." Gita terbangun dari tidurnya, tentu saja, akibat perbuatan tersebut. Barulah saat itu dia menyadari ada tangan yang melingkupinya, dan dia tahu itu milik siapa. "Rangga." Suaranya terdengar serak karena baru bangun tidur."Maaf aku membangunkanmu." Rangga bergumam di lekukan leher istrinya.Gita mendengarnya tapi dia tidak ingin menjawab karena suaranya seperti tersangkut di tenggorokan. Tapi dia tidak bisa menahannya lagi ketika kedua matanya membuka dan kegelapan menyambutnya melalui dinding kaca yang memberikan pemandangan langit malam nan gelap. "Masih gelap ternyata.""Iya.""Jam berapa sekarang?""Lewat tengah malam.""Kenapa kamu nggak tidur?"Alih-alih menjawab, Rangga mem

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 123

    "Semua persiapannya berjalan dengan baik, kan?" Rangga bertanya kepada Erik, Manajer Hotel Adiwijaya yang ada di Jakarta, saat mereka melihat-lihat aula yang akan digunakan untuk acara pernikahannya. Aula itu masih penuh dengan dekorasi lain, karena akan digunakan untuk acara seseorang malam ini."Iya. Kami sudah mempersiapkan semua yang diperlukan. Hadiah untuk tamu-tamu juga sudah tiba, dan kami sedang memasukkannya ke dalam goodie bag."Rangga mengangguk paham. "Persiapkan dengan baik dan pastikan itu sesuai untuk setiap acara. Jangan sampai salah."Sesuai rencana, mereka akan membagi acara menjadi dua, yaitu akad dan pesta. Karena itu, mereka akan menggunakan aula terpisah, begitu pun dekorasi, hadiah untuk tamu, makanan, dan lainnya. Mereka memiliki persiapan yang berbeda untuk setiap acara."Tentu saja. Kami sudah berpengalaman dengan hal-hal seperti ini. Saya jamin semuanya akan ditangani oleh tangan terbaik. Pak Rangga bisa menikmati waktu bersama istri Bapak.""Oke. Saya perc

  • Diam-Diam Menikahi Miliarder    Bab 122

    "Aku seperti lumba-lumba!" Suara Gita bergema di seluruh ruangan. Dia berdiri di depan cermin dan sedang mengamati penampilannya dari pantulan kaca. Dia mengenakan gaun midi berbentuk A-line dan berwarna hitam, yang tampak jatuh dengan indah di tubuhnya. Tapi itu juga memperlihatkan perutnya yang mulai membesar."Siapa yang bilang begitu?" Rangga berjalan ke arah sang istri sambil mengancingkan kemejanya."Aku." Gita masih berfokus pada pantulannya tubuhnya sendiri, seolah-olah mencari sesuatu untuk memuaskan dirinya."Kalau begitu, kamu salah. Kamu sama sekali nggak terlihat seperti itu." Rangga melingkarkan lengannya di pinggang Gita. "Sebaliknya, kamu terlihat makin seksi." Dia mencium leher istrinya dan mulai mengelus perutnya dengan lembut. Sudah hampir enam bulan, dan perut Gita sudah cukup besar."Jangan bohong sama aku, Rangga. Lihat. Tubuhku membengkak sekarang. Bahkan pipiku kelihatan seperti bakpao.""Itulah yang bikin kamu seksi, Sayang. Aku suka tubuhmu sekarang."Gita me

DMCA.com Protection Status