Aku hanya kekasih yang disimpan. dikeluarkan jika perlu, disembuyikan bila tak dibutuhkan. Lantas, sekarang aku cemburu menyaksikan dua insan saling bahagia, meski ku tahu Mas Indra melakukan itu agar Tia tak curiga. Aku tahu cincin berlian yang indah itu di peruntukan aku.
Mereka berpelukan dalam bahagia. Tia terlihat begitu mencintai Mas Indra. Sedangkan tatapan Mas Indra terus mencuri pandang terhadapku.
"Kamu bener-bener romantis banget, Mas." ucap Tia. Terlihat begitu bahagia memandang terus cincin yang diberikan suaminya.
"Aku jadi iri deh, sama kalian" Aku berusaha tersenyum meski sebenarnya kesal.
"Aku yakin kamu bakal nemu pasangan seperti Mas Indra. Kamu yakin aja, ya" timpal Tia dia terlihat bahagia, aku iri padanya yang bisa bahagia sesimpel itu.
"Mega, kamu sendirian aja disini" Mas Indra bertanya seolah kita tak bertemu. Ada yang mengganjal melihat perlakuan Mas Indra. Ah, sepertinya aku telah dirudung asmara.
"Mas, masak sendirian. Mana ada orang datang sendirian, tapi pesennya dua porsi" cecar Tia dengan nada ditekan.
"Aku mau lihat pacar Mega" rengek Tia
"Enggak ada pacar kok, aku juga mau pulang" Aku ingin segera berpamitan. Melihat mereka berdua membuat aku sedikit merasa panas.
"Jangan..." Mas Indra menghentikanku, Tia menatap suaminya
"Maksud aku. Kita makan malam bersama, jarang-jarang lho, sekarang kita ketemu" Mas Indra memeberikan alasan. "Aku yang traktir" lanjutnya lagi.
"Tapi, aku udah dari tadi disini. Aku juga udah makan" tolakku halus.
"Mega, masak kamu mau tinggalin kita sih," ucap Tia memelas, akupun terpaksa menuruti menyaksikan kemesraan mereka.
"Baiklah aku akan makan semuanya" ucapku dalam hati, sebenarnya malam ini aku ingin melahap semuanya, termasuk mereka
Tia terus berceloteh bahagia menayakan aku dengan siapa, akupun berbohong memberi alasan. Kubilang saja aku bertemu teman kemudian ia malah meninggalkanku sendirian ketika bertemu yang lain, Mas Indra terlihat tersindir. Begitu pun Mas Indra mengatakan hal romantis untuk Tia yang membuat dadaku semakin terbakar. Aku menyibakan rambutku, dapat sedikit mengurangi hawa panas dibadanku.
Makan malam yang harusnya indah malah kacau. Aku yang memimpikan malam romantis, malah meringis. Duh, nasib!
-------------------
Akhirnya aku kembali ke kontrakan ku. Tanpa Mas Indra, aku kesal dengannya. Bagaimana dia seromatis itu? Tapi, mengingat kembali aku yang bersalah. Ya, aku bersalah jatuh cinta dengannya.Aku ingin tidur tapi, mata enggan terpejam. Kepalaku terus memikirkan kejadian barusan. Antara lega atau cemburu. Lega Karena Tia tak tahu, cemburu karena Mas Indra mementingkan Tia.
Aku membolak-balik dikasur sendirian, saat seperti ini aku merindukan Mas Indra, tetapi ia sekarang Mas Indra bersamaTia....Sejak kejadian itu, aku sama sekali tak semangat berkerja. Mas Indra tak memberi kabar sekalipun. Aku ingin menghubunginya, tapi Aku tak punya keberanian. Mas Indra juga tak menemuiku di tempat biasa. Setiap sore aku menunggunya. Tapi, Mas Indra tak ku temui keberadaanya.Sampai suatu malam, aku sangat gembira. Sebuah notifikasi whatsaap berbunyi. Ketika ku buka pesan dari Mas Indra.
Ting...
[Kenapa, tak pernah ke Apartment?][Buat apa, kesana] balasku
[Kamu marah?]
Masih ditanya lagi, ya, jelas aku marah, sebenarnya aku tak begitu marah. Tapi, aku ingin dimanja.[Hm ] kubalas saja singkat, aku ingin tau responnya.
[Cepatlah ke Apartement. Aku disini] pesan Mas Indra membuat aku bersemangat, ingin ku jawab. 'Enggak mau' tapi hati ini terlalu senang. Aku tak mau mengnyia-nyiakan kesempatan.
[Jangan lama-lama. Aku merindukanmu] pesannya lagi, akupun segera memesan taxi onlen. Aku pergi tanpa dandan pasti akan lama, sedangkan kekasih sudah menungguku.
Aku melangkah ke Apartemen. Betapa terkejutnya aku, Mas Indra tak ada disini. Aku jadi bimbang. Seketika segelintir pikiran. Apakah tadi Tia? Apakah selama ini Mas Indra menghubungiku karena Tia sudah tau? Tapi, Tia juga tak menghubungiku.
Ku panggil namanya tapi, tak ada sahutan. Ah, jangan-jangan Mas Indra membohongiku. Aku mendengus kesal. Huh....
[Kamu sudah, di Apartement] pesan lagi dari Mas Indra. Apa aku telphon saja ya? ujarku
Tut... Tut... Tut....
"Hai, Sayang" suara Mas Indra disebrang sana."Kamu dimana?" tanyaku lesu.
"Kamu, udah di Apartemen?" ditanya malah balik tanya. Aku menjadi tembah kecewa.
"Iya, Aku di Apartemen" jawabku tanpa semangat.
"Udah cek dikamar belum"
"Belum"
"ke kamar, Sayang" kemudian Mas Indra mengakhiri percakapan sepihak. Menyebalkan sekali.
Akupun ke kamar. Mengikuti apa yang disuruh Mas Indra. Sebuah kejutan besar yang kutemukan didalam sana. Membuatku begitu bahagia, rasa bahagia ini melebihi aku bertemu Mas Indra.
Kamar ini dihias begitu indah. Banyak bunga mawar merah bertaburan seperti kamar pengantin. Gaun yang sexy tergelatak disana. Yang paling senang adalah sebuah kalung berlian tertulis sebuah kertas.
[ Sayang, Maafkan aku. Aku mencintaimu jangan marah lagi, ya. Pakailah gaun itu kemudian tutup mata dalam lima menit suamimu ini akan datang.] Hanya sebuah tulisan saja, membuat aku bahagia. Apakah semua wanita seperti ini? Mudah luluh hanya dengan kata maaf.
Aku memakai gaun sexy ini, tak lupa aku memoles wajahku. Aku memandangi diri dicermin aku terlihat begitu anggun. Lalu aku menutup mata. Tak berselang lama langkah kaki terdengar mendekat. Suara bisikan terasa nyata ditelingaku.
"Aku merindukanmu. Bukalah matamu"
Aku membuka mata, Mas Indra tersenyum melihat ku dicermin. Aku tersipu malu. Aku tak kuat menahan rindu. Aku membalikan badan lalu memeluk Mas Indra dengan cinta."Kamu kemana aja, Mas"
"Aku disini, tak kemana-mana"
"Bohong! Aku menunggumu setiap sore. Aku menantikan pesanmu setiap saat"
"Serindu itukah dirimu" tanyanya. Aku tak menjawabnya.
"Maafkan aku, aku sibuk dikantor. Aku juga takut kamu masih marah setelah kejadian malam itu" Mas Indra memberikan penjelasan."Pasti sibuk dengan Tia" ucapku kelepasan.
"Sayang, kita lagi berdua. Jangan bahas siapapun."
"Maaf Mas, tapi kenapa kamu tak menghubungiku. Ini terlalu lama, aku hampir tak kuat merindukanmu"
"Maafkan aku, lain kali akan Mas usahakan menghubungimu"
Aku dan Mas Indra bertemu dengan rindu yang menggebu lalu, aktivitas sebagai suami Istripun terjadi. Aku dan Mas Indra layaknya orang yang dimabuk cinta. di Apartemen ini kami bebas melakukan apapun yang kami mau. Hasrat yang telah lama terpendam akhirnya tertunaikan berkali-kali.
kami berhenti sejenak. Setelah melakukan hubungan halal. Kami juga butuh untuk istirahat. Mas Indra memelukku terus, seolah tak membolehkanku pergi sedikitpun. Serindu itukah kamu, Mas?
"Sayang, Mas libur tiga hari"
"Libur"
"Iya, kita jalan yuk. Mas pengen ngajak kamu liburan"
"Aku kan, enggak libur Mas"
"Kamu bisa cuti""Tapi nanti... "
"Enggak ada tapi-tapian. Biar aku urus semuanya masalah pekerjaan kamu" belum sempat kalimatku selesai, Mas Indra sudah memotong ucapanku.
"Mau liburan kemana emang Mas." tanyaku.
"Kemana ya, mau kamu dimana?" Mas Indra malah balik bertanya. Dasar lelaki tidak bisa menentukan pilihan.
"Terserah Mas ajalah"
"Ke Bali, gimnana?"
"Boleh, tapi kita libur cuma tiga hari"
"Jadilah kita sehari disana" ujar Mas Indra
Setelah kesepakatan liburan, Mas Indra ingin menciumku lagi, hasratnya pasti sudah tak tahan lagi. Saat kami akan melakukannya lagi, suara bel pintu mengganggu kami. Aku memandang Mas Indra. Apakah dia mengundang seseorang? Lagi-lagi pikiranku tertuju pada Tia.
Tingtong....
Buru-buru aku memakai baju, begitupun Mas Indra. Mas Indra buru-buru membuka pintu sedangkan aku masih merapikan pakaianku.
Bab 5Aku keluar dari kamar. Ada rasa gemetaran dalam hati, namun saat keluar yang ku lihat Mas Indra sedang menyantap pizza.Oh, rupanya hanya kurir. Hampir membuat jantungku copot saja, dan Mas Indra. Kelaparan ia kah? sampai disaat seperti ini sanggup makan.Akupun ikut makan bersama Mas Indra, dengan duduk dipangkuannya. Aku bisa romantis bukan, makanpun penuh dengan kemanjaan. Kapan lagi? Kalau tidak sekarang. Beginilah nasib menjadi Istri kedua, diutamakan tapi nunggu giliran.------------------Aku dan Mas indra menikmati angin pantai Bali, hari-hariku terasa indah, bila boleh diminta aku ingin lebih lama lagi, tetapi tuntutan pekerjaan Mas Indra tak bisa lama.Ting... Sebuah pesan masuk[ Mega, kamu dimana? Katanya kamu cuti. Dikontrakan enggak ada. Kamu pulang kampung kah? ]Pesan dari Tia berurutan disertai puluhan panggilan telepon.'Tia, Tia. Tak bisakah kamu tak mengangguku saat ini. Aku ingin bersama Mas
Bab 6Meski kami kembali berbaikan, aku dan Mas Indra sepakat tak bertemu beberapa minggu. Kami takut Remon memata-matai kami. Sekaligus sebagai pelajaran supaya lebih berhati-hati lagi.Sampai suatu hari aku mendapat panggilan telfon misterius, setiap hari mengirim pesan. Mas Indra menyuruhku memblokir nomer tersebut, tetapi nomer tersebut mengirim sebuah foto, bahkan foto kami di Bali. Lalu sebuah pesan ancaman bermunculan.[ Temui aku, lok. Gedung Jaya xxx no.1xxx ]Aku tak pernah membalasnya, namun kali ini terpaksa aku membalas. Siapa dia? Apakah Remon?[ Siapa kamu? ][ Aku pelacur! ] jawaban pesan ini membuat otakku mendidih. Aku langsung pencet tombol call, tapi herannya peneror tak mengangkat.[ Angkat telfonmu pecundang! ] pesan makian pun terkirim.[ Datang ke sini atau ku kirim foto ini ke madumu ]Aku tak membalasnya, aku langsung menghubungi Mas Indra. Aku hampir stres diteror terus menerus.
Bab7Remon kebingungan, melihat aku menembak Mas Indra. Lalu, suara sirine polisi terdengar nyaring."Kurang ajar!" maki Remon, terjawab sudah kebingungannya."Sialan!" Remon menamparku lalu, merebut pistol dari tanganku."Daripada aku di tangkap polisi Karena dijebak. Aku lebih memilih pembunuhan" Remon menodongkan pistol ke arah kami.Remon menarik pelatuk pistol, tapi sangat di sayangkan pelurunya kosong. Aku sudah hapal akal bulus Remon. Sengaja aku mengosongkannya.Pucuk dicinta ulampun tiba, momen Remon seperti seorang penjahat disitu polisi datang."Jangan bergerak! Angkat tangan!" seru seorang polisi. Akhirnya Remon hanya bisa pasrah. Dia tak bisa menyangkal tuduhan. Polisi melihat sendiri adegannya. Aku ditodong pistol, Mas Indra tertembak serta tas berisi uang ada di tangan Remon.----------"Ini Rencana kamu, Meg?" Mas Indra bertanya melalui bisikan telinga"Kamu gila! Kamu mau membunuhku!"
Bab 8Sebelum ke pengadilan aku sengaja mendatangi Remon. Aku ingin melihat betapa sengsaranya ia berada di jeruji besi."Mau apa kamu ke sini, jalang!" sapaan Remon terdengar mengerikan layaknya bajingan."Aku hanya ingin memberimu selamat. Congrolation..." aku memberi kejutan sebuah kue. Kue yang mengingatkanku setiap saat, aku pernah di ambang kematian saat ulang tahunku Remon memberikan kue itu."Selamat menikmati. Aaaaaa" Aku ingin Remon menikmati. Sengaja kusodorkan tanganku ingin menyuapinya, belum sempat sampai ke mulut, Remon menampel tanganku."Kenapa? Kamu takut" Aku tersenyum miris."Aku tak licik sepertimu Remon," Lalu, aku sengaja memakan kue di hadapannya.Tatapan Remon begitu sengit memadangku seolah ingin melahapku hidup-hidup."Lihat aku tak mati, bahkan jika ini beracun pun aku takkan mati" sindirku mengingatkan dengan kejadian dulu."Katakan apa maumu pe-la-cur" Remon bertanya seraya
Bab 9Virus cinta datang menyerangku, aku demam menggigil karena rindu. Sungguh aku tak percaya telah jatuh cinta saat itu, pertemuan lima menit membuat aku selalu terbayang.Kerap kali malam tak bisa tidur, menanti pagi dan sore. Ketika orang lain ingin kemacetan segera berlalu, aku malah ingin berlama-lama, berharap menemukannya ditengah keramaian lalu lintas.Dari kejauhan aku melihat orang berseragam sama seperti orang yang menggugah hatiku. Hatiku berbunga-bunga melihat kejauhan. Aku segera menyela motor-motor di depanku.Akhirnya aku sampai di samping pria berseragam pizza. Pipiku bersemu merah takut dan malu menyapa duluan, lalu aku memberanikan diri."Hai, Remon" aku menepuk bahu pria itu, saat menoleh aku kaget, dia bukan orang yang kucari."Alamak salah orang! Mukanya kaya anoman pula," aku bergumam lirih menahan malu. Orang bergigi berantakan itu malah menunjukan senyum tak indahnya."Apa neng?" Oran
Bab 10Usia kandunganku sudah berusia empat bulan, Remon selalu menjagaku, ia berubah 360 drajat. Berbanding terbalik dengan sifatnya, selalu mengalah padaku, saat aku menginginkan sesuatu pun ia langsung menurutinya.Sore hari Remon pulang dengan wajah lesu. Pasti ia sangat capek berkerja. Aku pun langsung menyiapkan air hangat untuknya. JRemon segera mandi.Ada yang aneh darinya, ia tak menyambutku seperti biasanya, ia seperti banyak menyimpan beban."Kamu kenapa? Sayang." Aku memberanikan diri bertanya"Mega... " Remon tak mengatakan apapun, tapi menyerahkan amplop berwarna coklat."Apa ini?" Aku membuka amplop tersebut, berisikan uang satu bulan gaji. Aku masih belum mengerti maksudnya."Aku di PHK. Itu pesangonnya" Aku syok mendengarnya, mau makan apa kami kalau pesangon hanya sebulan gaji, tabunganku juga sudah menipis untuk menutupi kekurangan biaya hidup kami." Tapi aku janji. Aku akan cari kerja lainny
Bab 11"Kenapa menutup mata?" Bos gendut bertanya, suaranya terdengar sangat dekat."Jangan menutup mata. Apa yang kamu takutkan" Aku masih tidak mau mmembuka mataku, atau pun menjawabnya."Baiklah, pisau ini kuletakkan. Aku tidak akan menyakitimu" Sebuah benda seperti dari almunium dilempar. Bunyi klentingnya sangat jelas. Aku mulai membuka mata perlahan.Aku masih tak mau melihat mereka kuarahakan penglihatanku ke bawah menunduk."Lihat aku, apa yang kamu takutkan?" Bos gendut malah menayaiku, aku bahkan tak bisa menjawab."Kamu sudah membaca perjanjiannya bukan? Remon sudah menandatanganinya, tapi ia tak bertanggung jawab. Dia pergi, dan bisa di gantikan orang lain. Kurasa kamu penggantinya" meski nada bicaranya halus aku dapat merasakan aura kejam pria gendut ini,Aku langsung berlutut berharap masih ada ampun. Semua salah Remon bukan aku."Aku mohon lepaskan aku. Aku sungguh tak tau masala
Bab 12Tia menyaksikan kami kembali berbaikan, Tia tersenyum, raut wajahnya tetap tidak suka. Mungkin Tia butuh bukti Remon sudah berubah. Sedangkan aku yang akan membuat bukti itu. Aku yakin Remon sudah kembali. Ia akan menjadi Remonku, yang dulu.Selama di rumah sakit ia merawatku sampai pulih, meski aku kehilangan anak, aku sudah menerimanya, meski sulit. Perubahan sikap Remon pun membuat aku pulih lebih cepat.Aku kembali menjalani hidup dengan Remon, ia tak mengekangku lagi melainkan. memberi aku cinta, kebebasan dan kebahagiaan.Hari-hari yang kulalui kembali seperti dulu, Remon memanjakanku, menyanyangiku. Bahkan ia tak melarangku jika ingin kembali bekerja asal aku sudah pulih.Remon sekarang berkerja menjadi supir. Ia tak lagi keluar malam selain untuk pekerjaan. Aku tak mendapati Remon mabuk atau lainnyaMalam itu, Remon mendadak Romantis. Ia memberiku sebuah hadiah, kalung emas putih."Selamat ulang tahun
○Bab 49"Sedang apa kamu di sini?" tanya Andrian, nadanya mengisyaratkan ketidaksukaan. "A-ku, aku" aku bingung dengan keadaanku, naman sayanyanya kalimat ini tercekat dalam hati. "Belum puaskah? Uruasanku denganmu selesai!" tekannya. "Aku minta maaf" akhirnya kalimat ini tersampaikan. "Mudah bagi kami memaafkan. Silahkan pergi dari sini" ucapnya sambal menunjuk pintu terbuka. "Kakak, jangan usir tante mega. Lihat sekarang keadaanya?" Putri memohon. "Putri, dengarkan Kakak. Dia pernah membuat kita berantakan, dia menjadikan kita tawanan tidakkah kamu ingat perlakuan jahatnya?" ujar Adrian menjelaskan. Sebenarnya aku ingin pergi, namun aku tidak punya tempat lagi. "Tapi dia baik, tidak pernah sekali pun aku atau ibu di perlakukan buruk, Kak" ujar putri"Putri bagaimana pun dia tetap orang asing yang pernah menaruh kejahatan pada kita" tukas Andrian. "Tolong jangan berdebat karena aku. Aku akan pergi. Aku berjalan berbulan-bulan demi bisa menemui Kalian hanya berharap kalian me
○Bab 48Sepasang sepatu hitam mengkilat memijakkan kakinya di sini, serta beberapa pengawalnya. Siapa lagi? Ya, dia, Pak Burhan lelaki tua yang menjebakku di sini. "Bagaimana kabarmu wanita rendah?" sapa Pak Burhan. Kali ini aku tidak marah malah aku ngrasa benar menjadi perempuan rendah. "Apa kamu betah tinggal di sini?" tanyanya, aku juga melihat matanya tanpa ingin menjawab. Tetiba saja terlintas dibenakku tentang keluarga si kembar. "Ardi dan Andrian tidak salah. Kuharap Pak Burhan masih punya hati tidak menerlibatkan mereka dalam permainanmu" ucapku. Aku sungguh kasian jika melihat nasib mereka sepertiku, sebab terlepas ini semua mereka tidak bersalah. "Tentu saja saya punya hati tidak seperti kamu yang begitu tega dalam segala hal. Mereka telah hidup dengan damai tanpa ada kalian menjalani hari-hari seperti sebelumnya" perkataan Pak Burhan, biarpun menusuk namun membuatku merasa sangat lega. "Keluarkan dia" titah Pak Burhan pada bawahannya. Akhirnya aku bisa menghela naf
○Bab 47"Tia, aku mohon maafkan aku. Aku janji bakal ninggalin suamimu. Tapi tolong bebaskan aku, bukankah selama ini kamu mengejarku dengan selalu mengancam nyawaku" ujarku. "Iya. Aku selalu menghantuimu dengan rasa takut, bahkan resep obat untuk membuat gila, serta aku yang menggurkan bayimu. Ada yang lebih penting lagi dari ini" ungkap Tia."Apa? Bisakah kita berbicara dengan baik seperti biasanya?" tukasku. " Kamu itu ular mana mungkin aku mau berbicara baik denganmu. Semakin dibaikin malah mematokku" ujar Tia. "Mega, jika Andrian tidak melakukan kesalah di masalalu apa kamu akan tetap merebut suamiku?" tanya Tia. "Tentu saja tidak. Aku sangat mencintainya" jawabku. "Sudah kuduga. Kamu sangat mencintainya. Kamu tahu cara dia mati" ungkap tia. "Jangan-jangan kamu ..." aku menggantungkan kalimat. Berfikir bahwa Tia. "Aku yang menyuruh bekas suruhanmu untuk menghajarnya kemudian membawanya padaku. Sebenarnya dia masih hidup dan menceritakan tentang kalian. Perdunganku di pen
○Bab 46"Ya, kamu meninggalkan putriku saat dia mengandung anakmu. Dasar lelaki biadab!" maki Pak Burhan. "Siapa sebenarnya putri, Bapak?" "Laras dia putri saya" air mata lelaki iti luruh begitu saja. "Laras. Jadi dia... Sekarang dimana dia, Pak. Saya ingin bertemu kenapa tidak dia katakan kalau sedang hamil" ucap Mas Indra. "Dia bunuh diri setelah melahirkan anakmu" lelaki tua itu tak membendung lagi tangisnya bercampur emosi."Apa... " Raut wajah Mas Indra penuh penyesalan. Entah ada apa dibalik cerita ini. Sedangkan aku masih mencari tahu siapa selama ini yang ingin membunuhku. Belum sempat terbesit. Seorang wanita berpaikan dokter datang menghampiri lelaki tua itu. Dia adalah sahabatku, sekaligus istri sah Mas Indra. "Tia... Kamu" ucapku tak mengerti. "Iya aku, Meg. Aku tahu semuanya apa yang telah kamu sembunyikan dariku. Sungguh kamu sahabat paling jahat, tega merebut Mas Indra" ucapan tia menyambar hatiku, tia yabg manis dan lembut kini datar mukanya tak bermimik.
Bab 45"Kamu gak papa, Sayang," ucapku sambil mengelus bahu Andrian, lebih tepatnya aku meremasnya sebagai tanda jangan kaget."Ng ... Gak papa, kok" ucapnya sambil tersenyum ramah.Mereka saling berjabat tangan seolah tidak saling kenal."Ya, udah aku kembali ke kamar" Mas Indra berpamitan, sambil berjalan menjauh."Ya, kita juga belum selesai beberes" ucap Andrian berjalan masuk ke kamar sok sibuk. "Eh, besok kalian harus bangun pagi, ya. Kita kliling puncak" ucap Tia, berlalu pergi menyusul suaminya. Aku menutup pintu, dadaku yang tadinya berdegup kencang ada kelegaan, aku mendeprok depan pintu. "Gila kamu!" maki Andrian menghampiriku."Apaan sih?" Aku risih, suara Andrian mengejutkanku."Jadi ini alasan kamu, nyuruh aku buat jadi suami kamu" lantang Andrian sambil menggelengkan kepala. Aku tak mampu mengelak pasrah atas ucapan A
Bab 44.Perlengkapan dengan segala tetek bengeknya sudah disiapkan."Kita satu mobil atau gimana?" tanya Andrian sambil menenteng tas besar."Gak lah, kita ketemu di pos""Memangnya alamatnya mana sih?""Nih," aku menyodorkan handphone dengan mode gps."Jadi nanti kita ngikutin alamat ini. Udah berangkat belum mereka?" tanya Andrian."Sudah. Kita agak belakangan aja. Santai" Aku membuka bagasi mobil, sedangkan Andrian membawa koper.Aku dan Andrian, memasuki mobil aku menyuruh Andrian menyetir seseuai arah gps, sambil memberikan beberapa peraturan."Kamu nanti harus bisa acting. Tidak boleh ada mukamu yang mencurigakan. Kita harus terlihat seolah kita itu pasangan" ucapku disela-sela kesibukan Andrian."Soal acting gampang! Cuma kamu udah bilang belum sama suami aslimu?" balas Andrian."Dia tahu" ucapku acuh."Oh, iya. Yang
Bab 43."Kamu diapakan? Kenapa menangis seperti ini?" Andrian mengguncang bahu sang adik."Kamu jangan mengarang cerita yang tidak-tidak ya, aku tak melakukan kekerasan seksual" ancam Mas indra terang-terangan."Mas!" Aku melirik gemas."Cerita, Dik. Jangan bikin aku hawatir" ucap Andrian pada adiknya."Atau aku saja yang cerita?" tawar Mas Indra."Kami ingin mendengar dari mulut adiknya, Mas. Kamu bisa saja berkilah!" ucapku."Mega, please! Percaya aku. Aku memang menyiksanya tapi itu di alam bawah sadarku!" elak Mas Indra."Sudahlah, Mas. Sebaiknya kamu minta maaf. Agar adik Andrian tidak takut untuk menceritakan" nasehatku.Huh! Mas Indra mendengkus kesal. "Hei! Gadis kecil, Om, minta maaf atas perlakuan Om tempo hari. Om, melakukannya tanpa sadar. Lagian kamu yang cari masalah!" Mas Indra meminta maaf dengan kasar sambil menyalahkan. Entah apa yang terjadi sebenarnya?
Bab 42.Samar-samar terdengar suara Mas Indra, aku tidak dapat mendengar dengan jelas. Tetapi, aku yakin itu suaranya.Aku membuka mataku "Mas" kata yang pertama kuucapkan."Sayang, kamu harus istirahat dulu. Maafkan aku" ucapnya"Tidak papa, mungkin aku juga salah tidak membiarkanmu menjelaskan" tukasku."Jam berapa ini" aku menyibakkan tirai yang menutupi ruangan."Ya ampun, ini sudah siang. Kita ada perlu yang harus diselesaikan. Urusanmu dengan Andrian" aku mendengkus."Sayang, jangan terlalu memaksakan diri. Minum obatnya dulu" Mas Indra menyodorkan segelas air putih serta beberapa butir obat."Obat? Obat apa? Aku tidak sakit" tolakku."Kamu tadi pingsan, dokter baru saja pergi memeriksamu" jelas Mas Indra."Maafkan aku ini salahku" lanjutnya."Lalu, apa kata dokter" tanyaku."Kamu masih mengalami trauma, mungkin apa yang dilakukan mant
Bab 41Kluntang, buk, bak, gedabak, gedebuk...Suara mengagetkan rundingan kami, kami bertiga menoleh ke arah suara."Suara apa itu?" tanya Mas Indra."Ardi!" Andrian mengucapkan nama kembarannya."Saudaramu! Ayo, kita ke sana" tukasku.Kami bertiga berlari menuju tempat dimana Ardi di sekap.Klek... Pintu tidak langsung terbuka begitu saja, banyak tindihan di belakang sana, sangat sulit terbuka."Kenapa susah sekali" Andrian mendorong pintu susah payah."Mas, bantuin dong" pintaku. Mas Indra langsung menuruti. Dua lelaki itu saling berusaha, mengeluarkan segenap tenaga mereka.Brak...Bruk. barang-barang yang menghimpit pintu mulai terjatuh satu persatu sampai di akhirnya pintu dengan mudah di buka.Kaki Ardi bergelatung kebingungan, sedangkan mata dan lidahnya mencolot, tangannya menahan sebuah tali. Ini adalah pemandangan aksi bunuh diri.Andria