Bab 8
Sebelum ke pengadilan aku sengaja mendatangi Remon. Aku ingin melihat betapa sengsaranya ia berada di jeruji besi.
"Mau apa kamu ke sini, jalang!" sapaan Remon terdengar mengerikan layaknya bajingan.
"Aku hanya ingin memberimu selamat. Congrolation..." aku memberi kejutan sebuah kue. Kue yang mengingatkanku setiap saat, aku pernah di ambang kematian saat ulang tahunku Remon memberikan kue itu.
"Selamat menikmati. Aaaaaa" Aku ingin Remon menikmati. Sengaja kusodorkan tanganku ingin menyuapinya, belum sempat sampai ke mulut, Remon menampel tanganku.
"Kenapa? Kamu takut" Aku tersenyum miris.
"Aku tak licik sepertimu Remon," Lalu, aku sengaja memakan kue di hadapannya.
Tatapan Remon begitu sengit memadangku seolah ingin melahapku hidup-hidup.
"Lihat aku tak mati, bahkan jika ini beracun pun aku takkan mati" sindirku mengingatkan dengan kejadian dulu.
"Katakan apa maumu pe-la-cur" Remon bertanya seraya
Bab 9Virus cinta datang menyerangku, aku demam menggigil karena rindu. Sungguh aku tak percaya telah jatuh cinta saat itu, pertemuan lima menit membuat aku selalu terbayang.Kerap kali malam tak bisa tidur, menanti pagi dan sore. Ketika orang lain ingin kemacetan segera berlalu, aku malah ingin berlama-lama, berharap menemukannya ditengah keramaian lalu lintas.Dari kejauhan aku melihat orang berseragam sama seperti orang yang menggugah hatiku. Hatiku berbunga-bunga melihat kejauhan. Aku segera menyela motor-motor di depanku.Akhirnya aku sampai di samping pria berseragam pizza. Pipiku bersemu merah takut dan malu menyapa duluan, lalu aku memberanikan diri."Hai, Remon" aku menepuk bahu pria itu, saat menoleh aku kaget, dia bukan orang yang kucari."Alamak salah orang! Mukanya kaya anoman pula," aku bergumam lirih menahan malu. Orang bergigi berantakan itu malah menunjukan senyum tak indahnya."Apa neng?" Oran
Bab 10Usia kandunganku sudah berusia empat bulan, Remon selalu menjagaku, ia berubah 360 drajat. Berbanding terbalik dengan sifatnya, selalu mengalah padaku, saat aku menginginkan sesuatu pun ia langsung menurutinya.Sore hari Remon pulang dengan wajah lesu. Pasti ia sangat capek berkerja. Aku pun langsung menyiapkan air hangat untuknya. JRemon segera mandi.Ada yang aneh darinya, ia tak menyambutku seperti biasanya, ia seperti banyak menyimpan beban."Kamu kenapa? Sayang." Aku memberanikan diri bertanya"Mega... " Remon tak mengatakan apapun, tapi menyerahkan amplop berwarna coklat."Apa ini?" Aku membuka amplop tersebut, berisikan uang satu bulan gaji. Aku masih belum mengerti maksudnya."Aku di PHK. Itu pesangonnya" Aku syok mendengarnya, mau makan apa kami kalau pesangon hanya sebulan gaji, tabunganku juga sudah menipis untuk menutupi kekurangan biaya hidup kami." Tapi aku janji. Aku akan cari kerja lainny
Bab 11"Kenapa menutup mata?" Bos gendut bertanya, suaranya terdengar sangat dekat."Jangan menutup mata. Apa yang kamu takutkan" Aku masih tidak mau mmembuka mataku, atau pun menjawabnya."Baiklah, pisau ini kuletakkan. Aku tidak akan menyakitimu" Sebuah benda seperti dari almunium dilempar. Bunyi klentingnya sangat jelas. Aku mulai membuka mata perlahan.Aku masih tak mau melihat mereka kuarahakan penglihatanku ke bawah menunduk."Lihat aku, apa yang kamu takutkan?" Bos gendut malah menayaiku, aku bahkan tak bisa menjawab."Kamu sudah membaca perjanjiannya bukan? Remon sudah menandatanganinya, tapi ia tak bertanggung jawab. Dia pergi, dan bisa di gantikan orang lain. Kurasa kamu penggantinya" meski nada bicaranya halus aku dapat merasakan aura kejam pria gendut ini,Aku langsung berlutut berharap masih ada ampun. Semua salah Remon bukan aku."Aku mohon lepaskan aku. Aku sungguh tak tau masala
Bab 12Tia menyaksikan kami kembali berbaikan, Tia tersenyum, raut wajahnya tetap tidak suka. Mungkin Tia butuh bukti Remon sudah berubah. Sedangkan aku yang akan membuat bukti itu. Aku yakin Remon sudah kembali. Ia akan menjadi Remonku, yang dulu.Selama di rumah sakit ia merawatku sampai pulih, meski aku kehilangan anak, aku sudah menerimanya, meski sulit. Perubahan sikap Remon pun membuat aku pulih lebih cepat.Aku kembali menjalani hidup dengan Remon, ia tak mengekangku lagi melainkan. memberi aku cinta, kebebasan dan kebahagiaan.Hari-hari yang kulalui kembali seperti dulu, Remon memanjakanku, menyanyangiku. Bahkan ia tak melarangku jika ingin kembali bekerja asal aku sudah pulih.Remon sekarang berkerja menjadi supir. Ia tak lagi keluar malam selain untuk pekerjaan. Aku tak mendapati Remon mabuk atau lainnyaMalam itu, Remon mendadak Romantis. Ia memberiku sebuah hadiah, kalung emas putih."Selamat ulang tahun
Bab 13"Mega, kamu kenapa" Tia terperanjat melihat gerakanku."Ibu... Tia, Ibuku..." aku tak sanggup menjelaskan. Pikiranku sibuk memikirkan apa yang akan Remon lakukan.Sontak Tia langsung mengambil HPku. Beruntung layarnya saja yang pecah. Semuanya masih bisa di lihat dengan jelas.Tia menghubungi nomer Remon dengan HPnya. Begitu nomer tersambung Tia tak habis memakinya. Marahnya berapi-api.[ Hey. Dasar laki-laki bajingan, laknat, biadab. Apa yang kamu inginkan? Tidak puaskah kau menyiksa Mega, sampai orang tua pun mau kau siksa. Dimana hati nuranimu, dimana rasa kemanusiaanmu. Oh, iya aku lupa kau tak punya empati karna bukan manusia. Kau adalah iblis menyerupai manusia ] Tia mengoceh, tapi ocehannya malah di tertawakan dari sebrang telpon.[ Hahaha... Kamu Tia, sahabat Mega yang menjadi pahlawan. Katakan saja pada perempuan lacur itu untuk mencabut tuntutan ]Mendengar tawanya Tia, sangat membencinya. Ia tak menjawab dengan
Bab 14Bact to now....Aku melangkah menuju gedung pengadilan. Aku tak sabar melihat Remon. Kemarin ia mengatakan tak akan melawanku. Artinya siap berada dalam jeruji besi. Aku tak yakin seorang bajingan seperti Remon akan diam saja. Kuyakin kemarin hanya akal-akalannya berharap aku iba lalu melepaskan.Aku mengingat pertayaan 'Tersisakah cinta dihatimu' apa itu Remon? Mahluk licik! Ia pikir aku akan terbayang sampai tak bisa tidur."Remon, Remon. Sekarang kamu bertanya cinta setelah hatiku mati" Aku tersenyum miris dalam hati.Dari kejauhan aku sudah melihat Tia serta Mas Indra. Aku melihat angka di jam tanganku. Aku kira mereka kepagian ternyata aku yang tertinggal karena macet."Mega..." Tia memanggilku. Padahal aku tepat di hadapannya.Aku tersenyum menanggapi ekspresi Tia."Kamu harus kuat! Semangat" Tia mengangkat kepalan tangan ke atas. Aku berujar dalam hati. 'Seperti biasa!' .
Bab 14Bact to now....Aku melangkah menuju gedung pengadilan. Aku tak sabar melihat Remon. Kemarin ia mengatakan tak akan melawanku. Artinya siap berada dalam jeruji besi. Aku tak yakin seorang bajingan seperti Remon akan diam saja. Kuyakin kemarin hanya akal-akalannya berharap aku iba lalu melepaskan.Aku mengingat pertayaan 'Tersisakah cinta dihatimu' apa itu Remon? Mahluk licik! Ia pikir aku akan terbayang sampai tak bisa tidur."Remon, Remon. Sekarang kamu bertanya cinta setelah hatiku mati" Aku tersenyum miris dalam hati.Dari kejauhan aku sudah melihat Tia serta Mas Indra. Aku melihat angka di jam tanganku. Aku kira mereka kepagian ternyata aku yang tertinggal karena macet."Mega..." Tia memanggilku. Padahal aku tepat di hadapannya.Aku tersenyum menanggapi ekspresi Tia."Kamu harus kuat! Semangat" Tia mengangkat kepalan tangan ke atas. Aku berujar dalam hati. 'Seperti biasa!' .
Bab 16Aku menjerit ketakutan setelah membuka isi bingkisan yang berisi seekor tikur dicabik-cabik perutnya. Isi dalam perutnya menyembul keluar.Aku merasa mual, kepalaku pusing aku langsung pergi ke kamar mandi. Melepehkan semua isi dalam perut."Huek...huek...huek""Sungguh terlalu peneror ini! Siapa sih dia?""Apa dia tak jijik saat melakukan ini?""Hewan pun jadi ulahnya"Aku berbicara sendiri seperti orang gila. Jika aku melawan peneror itu sendirian aku bisa kehilangan kewarasanku.Aku menelfon Mas Indra, tapi panggilan di matikan. Kepalaku pusing memikirkan ini. Belum lagi, aku harus membuang bangkai tikus itu.Aku mencari cara membuang bangkai tikus tanpa melihat lagi, aku berjalan ke arah ruang tamu dimana kotak itu ku letakkan. Tak lupa melapisi tangan dengan palstik. Aku bejalan mengendap-ngendap agar tak tersandung, karena aku membelakangi tempat.Aku menoleh sedikit ke tutup kot
○Bab 49"Sedang apa kamu di sini?" tanya Andrian, nadanya mengisyaratkan ketidaksukaan. "A-ku, aku" aku bingung dengan keadaanku, naman sayanyanya kalimat ini tercekat dalam hati. "Belum puaskah? Uruasanku denganmu selesai!" tekannya. "Aku minta maaf" akhirnya kalimat ini tersampaikan. "Mudah bagi kami memaafkan. Silahkan pergi dari sini" ucapnya sambal menunjuk pintu terbuka. "Kakak, jangan usir tante mega. Lihat sekarang keadaanya?" Putri memohon. "Putri, dengarkan Kakak. Dia pernah membuat kita berantakan, dia menjadikan kita tawanan tidakkah kamu ingat perlakuan jahatnya?" ujar Adrian menjelaskan. Sebenarnya aku ingin pergi, namun aku tidak punya tempat lagi. "Tapi dia baik, tidak pernah sekali pun aku atau ibu di perlakukan buruk, Kak" ujar putri"Putri bagaimana pun dia tetap orang asing yang pernah menaruh kejahatan pada kita" tukas Andrian. "Tolong jangan berdebat karena aku. Aku akan pergi. Aku berjalan berbulan-bulan demi bisa menemui Kalian hanya berharap kalian me
○Bab 48Sepasang sepatu hitam mengkilat memijakkan kakinya di sini, serta beberapa pengawalnya. Siapa lagi? Ya, dia, Pak Burhan lelaki tua yang menjebakku di sini. "Bagaimana kabarmu wanita rendah?" sapa Pak Burhan. Kali ini aku tidak marah malah aku ngrasa benar menjadi perempuan rendah. "Apa kamu betah tinggal di sini?" tanyanya, aku juga melihat matanya tanpa ingin menjawab. Tetiba saja terlintas dibenakku tentang keluarga si kembar. "Ardi dan Andrian tidak salah. Kuharap Pak Burhan masih punya hati tidak menerlibatkan mereka dalam permainanmu" ucapku. Aku sungguh kasian jika melihat nasib mereka sepertiku, sebab terlepas ini semua mereka tidak bersalah. "Tentu saja saya punya hati tidak seperti kamu yang begitu tega dalam segala hal. Mereka telah hidup dengan damai tanpa ada kalian menjalani hari-hari seperti sebelumnya" perkataan Pak Burhan, biarpun menusuk namun membuatku merasa sangat lega. "Keluarkan dia" titah Pak Burhan pada bawahannya. Akhirnya aku bisa menghela naf
○Bab 47"Tia, aku mohon maafkan aku. Aku janji bakal ninggalin suamimu. Tapi tolong bebaskan aku, bukankah selama ini kamu mengejarku dengan selalu mengancam nyawaku" ujarku. "Iya. Aku selalu menghantuimu dengan rasa takut, bahkan resep obat untuk membuat gila, serta aku yang menggurkan bayimu. Ada yang lebih penting lagi dari ini" ungkap Tia."Apa? Bisakah kita berbicara dengan baik seperti biasanya?" tukasku. " Kamu itu ular mana mungkin aku mau berbicara baik denganmu. Semakin dibaikin malah mematokku" ujar Tia. "Mega, jika Andrian tidak melakukan kesalah di masalalu apa kamu akan tetap merebut suamiku?" tanya Tia. "Tentu saja tidak. Aku sangat mencintainya" jawabku. "Sudah kuduga. Kamu sangat mencintainya. Kamu tahu cara dia mati" ungkap tia. "Jangan-jangan kamu ..." aku menggantungkan kalimat. Berfikir bahwa Tia. "Aku yang menyuruh bekas suruhanmu untuk menghajarnya kemudian membawanya padaku. Sebenarnya dia masih hidup dan menceritakan tentang kalian. Perdunganku di pen
○Bab 46"Ya, kamu meninggalkan putriku saat dia mengandung anakmu. Dasar lelaki biadab!" maki Pak Burhan. "Siapa sebenarnya putri, Bapak?" "Laras dia putri saya" air mata lelaki iti luruh begitu saja. "Laras. Jadi dia... Sekarang dimana dia, Pak. Saya ingin bertemu kenapa tidak dia katakan kalau sedang hamil" ucap Mas Indra. "Dia bunuh diri setelah melahirkan anakmu" lelaki tua itu tak membendung lagi tangisnya bercampur emosi."Apa... " Raut wajah Mas Indra penuh penyesalan. Entah ada apa dibalik cerita ini. Sedangkan aku masih mencari tahu siapa selama ini yang ingin membunuhku. Belum sempat terbesit. Seorang wanita berpaikan dokter datang menghampiri lelaki tua itu. Dia adalah sahabatku, sekaligus istri sah Mas Indra. "Tia... Kamu" ucapku tak mengerti. "Iya aku, Meg. Aku tahu semuanya apa yang telah kamu sembunyikan dariku. Sungguh kamu sahabat paling jahat, tega merebut Mas Indra" ucapan tia menyambar hatiku, tia yabg manis dan lembut kini datar mukanya tak bermimik.
Bab 45"Kamu gak papa, Sayang," ucapku sambil mengelus bahu Andrian, lebih tepatnya aku meremasnya sebagai tanda jangan kaget."Ng ... Gak papa, kok" ucapnya sambil tersenyum ramah.Mereka saling berjabat tangan seolah tidak saling kenal."Ya, udah aku kembali ke kamar" Mas Indra berpamitan, sambil berjalan menjauh."Ya, kita juga belum selesai beberes" ucap Andrian berjalan masuk ke kamar sok sibuk. "Eh, besok kalian harus bangun pagi, ya. Kita kliling puncak" ucap Tia, berlalu pergi menyusul suaminya. Aku menutup pintu, dadaku yang tadinya berdegup kencang ada kelegaan, aku mendeprok depan pintu. "Gila kamu!" maki Andrian menghampiriku."Apaan sih?" Aku risih, suara Andrian mengejutkanku."Jadi ini alasan kamu, nyuruh aku buat jadi suami kamu" lantang Andrian sambil menggelengkan kepala. Aku tak mampu mengelak pasrah atas ucapan A
Bab 44.Perlengkapan dengan segala tetek bengeknya sudah disiapkan."Kita satu mobil atau gimana?" tanya Andrian sambil menenteng tas besar."Gak lah, kita ketemu di pos""Memangnya alamatnya mana sih?""Nih," aku menyodorkan handphone dengan mode gps."Jadi nanti kita ngikutin alamat ini. Udah berangkat belum mereka?" tanya Andrian."Sudah. Kita agak belakangan aja. Santai" Aku membuka bagasi mobil, sedangkan Andrian membawa koper.Aku dan Andrian, memasuki mobil aku menyuruh Andrian menyetir seseuai arah gps, sambil memberikan beberapa peraturan."Kamu nanti harus bisa acting. Tidak boleh ada mukamu yang mencurigakan. Kita harus terlihat seolah kita itu pasangan" ucapku disela-sela kesibukan Andrian."Soal acting gampang! Cuma kamu udah bilang belum sama suami aslimu?" balas Andrian."Dia tahu" ucapku acuh."Oh, iya. Yang
Bab 43."Kamu diapakan? Kenapa menangis seperti ini?" Andrian mengguncang bahu sang adik."Kamu jangan mengarang cerita yang tidak-tidak ya, aku tak melakukan kekerasan seksual" ancam Mas indra terang-terangan."Mas!" Aku melirik gemas."Cerita, Dik. Jangan bikin aku hawatir" ucap Andrian pada adiknya."Atau aku saja yang cerita?" tawar Mas Indra."Kami ingin mendengar dari mulut adiknya, Mas. Kamu bisa saja berkilah!" ucapku."Mega, please! Percaya aku. Aku memang menyiksanya tapi itu di alam bawah sadarku!" elak Mas Indra."Sudahlah, Mas. Sebaiknya kamu minta maaf. Agar adik Andrian tidak takut untuk menceritakan" nasehatku.Huh! Mas Indra mendengkus kesal. "Hei! Gadis kecil, Om, minta maaf atas perlakuan Om tempo hari. Om, melakukannya tanpa sadar. Lagian kamu yang cari masalah!" Mas Indra meminta maaf dengan kasar sambil menyalahkan. Entah apa yang terjadi sebenarnya?
Bab 42.Samar-samar terdengar suara Mas Indra, aku tidak dapat mendengar dengan jelas. Tetapi, aku yakin itu suaranya.Aku membuka mataku "Mas" kata yang pertama kuucapkan."Sayang, kamu harus istirahat dulu. Maafkan aku" ucapnya"Tidak papa, mungkin aku juga salah tidak membiarkanmu menjelaskan" tukasku."Jam berapa ini" aku menyibakkan tirai yang menutupi ruangan."Ya ampun, ini sudah siang. Kita ada perlu yang harus diselesaikan. Urusanmu dengan Andrian" aku mendengkus."Sayang, jangan terlalu memaksakan diri. Minum obatnya dulu" Mas Indra menyodorkan segelas air putih serta beberapa butir obat."Obat? Obat apa? Aku tidak sakit" tolakku."Kamu tadi pingsan, dokter baru saja pergi memeriksamu" jelas Mas Indra."Maafkan aku ini salahku" lanjutnya."Lalu, apa kata dokter" tanyaku."Kamu masih mengalami trauma, mungkin apa yang dilakukan mant
Bab 41Kluntang, buk, bak, gedabak, gedebuk...Suara mengagetkan rundingan kami, kami bertiga menoleh ke arah suara."Suara apa itu?" tanya Mas Indra."Ardi!" Andrian mengucapkan nama kembarannya."Saudaramu! Ayo, kita ke sana" tukasku.Kami bertiga berlari menuju tempat dimana Ardi di sekap.Klek... Pintu tidak langsung terbuka begitu saja, banyak tindihan di belakang sana, sangat sulit terbuka."Kenapa susah sekali" Andrian mendorong pintu susah payah."Mas, bantuin dong" pintaku. Mas Indra langsung menuruti. Dua lelaki itu saling berusaha, mengeluarkan segenap tenaga mereka.Brak...Bruk. barang-barang yang menghimpit pintu mulai terjatuh satu persatu sampai di akhirnya pintu dengan mudah di buka.Kaki Ardi bergelatung kebingungan, sedangkan mata dan lidahnya mencolot, tangannya menahan sebuah tali. Ini adalah pemandangan aksi bunuh diri.Andria