Share

Bab 15

Penulis: Amanah Cinta
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bab 14

Bact to now.... 

Aku melangkah menuju gedung pengadilan. Aku tak sabar melihat Remon. Kemarin ia mengatakan tak akan melawanku. Artinya siap berada dalam jeruji besi. Aku tak yakin seorang bajingan seperti Remon akan diam saja. Kuyakin kemarin hanya akal-akalannya berharap aku iba lalu melepaskan. 

Aku mengingat pertayaan 'Tersisakah cinta dihatimu' apa itu Remon? Mahluk licik! Ia pikir aku akan terbayang sampai tak bisa tidur. 

"Remon, Remon. Sekarang kamu bertanya cinta setelah hatiku mati" Aku tersenyum miris dalam hati. 

Dari kejauhan aku sudah melihat Tia serta Mas Indra. Aku melihat angka di jam tanganku. Aku kira mereka kepagian ternyata  aku yang tertinggal karena macet.

"Mega..." Tia memanggilku. Padahal aku tepat di hadapannya. 

Aku tersenyum menanggapi ekspresi Tia. 

"Kamu harus kuat! Semangat" Tia mengangkat kepalan tangan ke atas. Aku berujar dalam hati. 'Seperti biasa!' .<

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 16

    Bab 16Aku menjerit ketakutan setelah membuka isi bingkisan yang berisi seekor tikur dicabik-cabik perutnya. Isi dalam perutnya menyembul keluar.Aku merasa mual, kepalaku pusing aku langsung pergi ke kamar mandi. Melepehkan semua isi dalam perut."Huek...huek...huek""Sungguh terlalu peneror ini! Siapa sih dia?""Apa dia tak jijik saat melakukan ini?""Hewan pun jadi ulahnya"Aku berbicara sendiri seperti orang gila. Jika aku melawan peneror itu sendirian aku bisa kehilangan kewarasanku.Aku menelfon Mas Indra, tapi panggilan di matikan. Kepalaku pusing memikirkan ini. Belum lagi, aku harus membuang bangkai tikus itu.Aku mencari cara membuang bangkai tikus tanpa melihat lagi, aku berjalan ke arah ruang tamu dimana kotak itu ku letakkan. Tak lupa melapisi tangan dengan palstik. Aku bejalan mengendap-ngendap agar tak tersandung, karena aku membelakangi tempat.Aku menoleh sedikit ke tutup kot

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 17

    Bab 17Orang itu sungguh penguntit. Bagaimana ditengah malam saat orang memejamkan mata, ia sempet-sempetnya memotret kami."Orang ini berbahaya!" Mas Indra bergumam."Aku takut, Mas. Orang itu masuk" aku bersembunyi balik punggungnya."Kita sebaiknya bicara di kamar saja. Biar tak terlihat dari luar" Mas Indra menuntunku masuk ke dalam kamar."Kamu tahu sendiri, kan. Orang ini gila. Bisa-bisanya ia beraksi tengah malam" ujarku."Padahal tak ada siapa-siapa" ucap Mas Indra."Dia pasti sembunyi, Mas! Tadi kamu ada yang ngikutin enggak di jalan" tanyaku memastikan."Enggak ada Mega, pasti orang ini dekat dengan apartemen ini atau dia memang menguntitmu" ungkap Mas Indra."Aku takut Mas""Matikan saja HPmu" aku menuruti perkataan Mas Indra. Langsung kumatikan gawai itu.Mas Indra memandangku, matanya memancarkan ketidak sabaran. Mas Indra tanpa aba-aba mencium bibirku. Aku terbawa

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 18

    Bab 18Remon tidak mau mengaku, terpaksa aku melakukan cara licik lagi. Diam-diam aku mendatangi lapas, bertanya pada petugas sana siapa yang paling berkuasa nara pidana disana. Lalu kubuat perjanjian..."Siapa, Nona menemui saya?" sapa orang yang kutahu bernama karsono. Jangan hanya menilai orang dari namanya aku melihat sendiri bagaimana wujud perawakan preman itu.Orang itu pasti sangat kejam dari wajahnya ia pantas menjadi preman. Badannya tinggi dan gagah. Mukanya memiliki beberapa titik brewok, mata dan bibirnya di bentuk bak seolah orang kejam."Kudengar kamu orang yang biasa menguasai lapas" aku bertanya padanya"Hahaha. Itu hal biasa" jawabnya tertawa."Lalu apa yang membawamu padaku?" tanya preman itu dengan sorot mata jahat."Aku hanya meminta tolong" ucapku halus."Pertolongan? Aku tak memberikan pertolongan cuma-cuma" ujar lelaki berbrewok."Sebab itu aku mencarimu" ujarku sambil melontarka

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 19

    Bab 19Aku mendapati Mas Indra tidur di sofa ruang tamu, aku telah mengusirnya semalam. Kenapa Mas Indra tidak pergi? Ia juga tak menggangguku jadi kukira ia telah pulang."Mas, bangun. Udah pagi" Aku menenteng segelas air putih lalu membangunkannya."Kamu udah bangun, Sayang?" Mas Indra masih mengucek mata. Tubuhnya mengulet merenggangkan otot.Aku menyodorkan segelas air putih, Mas Indra menerimanya dan meminumnya "Kenapa tidak pulang?" tanyaku."Aku pulang, kok. Ini kan rumah istriku""Maksudku, ke rumah Tia""Aku sedang ingin bersamamu""Kenapa tidak masuk tadi malam""Aku takut mengganggumu""Maafkan aku. Aku kira kamu pulang"Mas Indra memelukku, aku merasa tenang berada di dekapannya."Sayang. Kita piknik, yuk" ajak Mas Indra."Aku takut Mas, aku sedang tidak ingin keluar rumah" ucapku. Aku sedang ingin bersembunyi dari peneror. Rasanya tidak nyaman selalu diikut

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 20

    Bab 20Mengapa aku harus iba? Ini adalah keinginanku. Melihat Remon menderita. Kenapa hatiku tidak nyaman? Mungkin karena Remon berpura-pura baik.-----------"Bagaimana, Sayang. Sudah beres masalah Remon" tanya Mas Indra sembari duduk di hadapanku"Belum" jawabku. Masih dengan aktivitasku, membaca majalah."Belum? Bagaimana cara orang suruhanmu menanganinya""Sudah, tapi tidak berhasil. Remon tetap tidak mengaku" jawabku tanpa melihat wajahnya."Apa orang suruhanmu bisa melakukan pembunuhan?" tanya Mas Indra lirih, tapi ditekan"Dia terbiasa dengan itu, aku tidak menyuruh untuk membunuhnya jadi dia membiarkan Remon masih bisa bernafas" sesantai mungkin aku menjawab pertayaan mas Indra."Kenapa tak kamu suruh saja menghabisinya?" Mas Indra langsung membawaku ke arah itu.Aku sudah tahu kemana arah Mas Indra membawa percakapan ini, aku langsung meletakan majalah yang sedang kubaca."Mas, aku

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 21

    Bab 21"Mega... Dari mana aja, kamu" Tia berlari menghampiriku, padahal menungguku berjalan lebih baik dari pada membuang energinya."Pasti habis lari, ya. Tumben" ucap Tia, padahal aku belum menjawab pertayaanya. Untung saja Mas Indra tidak ikut, kalau ikut kan, bisa ketahuan."Kamu udah lama, ya. Nunggu aku" aku berbalik bertanya."Udah hampir sejam, aku kaya orang ilang di lihatin penghuni sini. Kaya mau maling!" ujar Tia sambil melirik kanan kiri penghuni apartemen sini."Lagian, kamu. Kenapa enggak pake call dulu atau WA""Kamu yang enggak bales WAku" aku pun langsung mengmbil handponeku dari saku memastikan."Ada kan" tanya Tia, melongkokkan matanya ke gawaiku."Hehe. Maaf, deh. Enggak kedengeran" ucapku merasa bersalah.Kami masuk ke dalam apartemen, aku langsung membawakan Tia minuman berserta camilan."Tia, aku mandi dulu, ya. Bauk asem" pamitku meninggalkan Tia,"Ya,

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 22

    Bab 22Aku memegangi perutku yang kesakitan, akibat ditikam, aku melihat mata orang itu sebelum pergi. Aku seperti familiar dan sangat mengenalnya, tapi siapa?"Arkkhh...tolong, tolong" Aku meminta pertolongan, berjalan merangkak aku tak bisa untuk memberdirikan badan, lalu langkah kaki banyak berdentum ditelingaku kemudian banyak orang mengeremuniku.------Aku terbangun di rumah sakit. Aku bersyukur masih bisa melewati ini, setelah peristiwa tikaman itu hampir membuat jiwaku melayang terpisah dengan ragaku.Mas Indra mencariku dengan banyaknya chat yang masuk. [ Mega, kamu dimana? ][ Cepat angkat telfonku ][ Kami dimana ][ Aku mencarimu di apartement ][ Aku sudah menemukan rencana selanjutnya, Sayang ] seketika pikiranku yang telah buntu kini kembali bersemangat, rencana apa yang Mas Indra susun? Tanpa pikir panjang atau ketikan aku membalas dengan berselfi. Sebuah foto kukirimkan ke nomer Mas Indra.[ Kamu saki

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 23

    Bab 23"Namanya adalah Andrian. Alamat. JL. Abdxxx" Regal membuat aku dan Mas Indra menemukan harapan."Bisa kita cari lebih lanjut" tanya Mas Indra."Atau kita cari Nasibooknya. Sebuah aplikasi terkenal berlogo biru" ide muncul tepat waktu dikepalaku.Banyak deretan nama andrian dalam dunia maya. Berkat kepintaran sang hacker dan potret yang sempat kuambil kemarin, kami menemukan dengam tepat. Ya, dia andrian yang kita maksud? Kami mencocokan gambar dan benar saja.Aku dan Mas Indra merasa puas dengan cara kerja Regal. Sebelum berpamitan Mas Indra memberikan amplot berwarna coklat."Regal, kuharap kamu jangan sampai menyebarkan tentang ini" celetuk Mas Indra pada Regal."Tenang saja, Pak Indra. Banyak orang datang kesini dengan kasus sama seperti, Pak Indra. Masalah yang Pak Indra ini sepele daripada yang pernah saya tangani" timpal Regal profesional."Kalau Pak Indra masih kurang puas dengan saya, Pak Indra bisa lapor d

Bab terbaru

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 49

    ○Bab 49"Sedang apa kamu di sini?" tanya Andrian, nadanya mengisyaratkan ketidaksukaan. "A-ku, aku" aku bingung dengan keadaanku, naman sayanyanya kalimat ini tercekat dalam hati. "Belum puaskah? Uruasanku denganmu selesai!" tekannya. "Aku minta maaf" akhirnya kalimat ini tersampaikan. "Mudah bagi kami memaafkan. Silahkan pergi dari sini" ucapnya sambal menunjuk pintu terbuka. "Kakak, jangan usir tante mega. Lihat sekarang keadaanya?" Putri memohon. "Putri, dengarkan Kakak. Dia pernah membuat kita berantakan, dia menjadikan kita tawanan tidakkah kamu ingat perlakuan jahatnya?" ujar Adrian menjelaskan. Sebenarnya aku ingin pergi, namun aku tidak punya tempat lagi. "Tapi dia baik, tidak pernah sekali pun aku atau ibu di perlakukan buruk, Kak" ujar putri"Putri bagaimana pun dia tetap orang asing yang pernah menaruh kejahatan pada kita" tukas Andrian. "Tolong jangan berdebat karena aku. Aku akan pergi. Aku berjalan berbulan-bulan demi bisa menemui Kalian hanya berharap kalian me

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 48

    ○Bab 48Sepasang sepatu hitam mengkilat memijakkan kakinya di sini, serta beberapa pengawalnya. Siapa lagi? Ya, dia, Pak Burhan lelaki tua yang menjebakku di sini. "Bagaimana kabarmu wanita rendah?" sapa Pak Burhan. Kali ini aku tidak marah malah aku ngrasa benar menjadi perempuan rendah. "Apa kamu betah tinggal di sini?" tanyanya, aku juga melihat matanya tanpa ingin menjawab. Tetiba saja terlintas dibenakku tentang keluarga si kembar. "Ardi dan Andrian tidak salah. Kuharap Pak Burhan masih punya hati tidak menerlibatkan mereka dalam permainanmu" ucapku. Aku sungguh kasian jika melihat nasib mereka sepertiku, sebab terlepas ini semua mereka tidak bersalah. "Tentu saja saya punya hati tidak seperti kamu yang begitu tega dalam segala hal. Mereka telah hidup dengan damai tanpa ada kalian menjalani hari-hari seperti sebelumnya" perkataan Pak Burhan, biarpun menusuk namun membuatku merasa sangat lega. "Keluarkan dia" titah Pak Burhan pada bawahannya. Akhirnya aku bisa menghela naf

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 47

    ○Bab 47"Tia, aku mohon maafkan aku. Aku janji bakal ninggalin suamimu. Tapi tolong bebaskan aku, bukankah selama ini kamu mengejarku dengan selalu mengancam nyawaku" ujarku. "Iya. Aku selalu menghantuimu dengan rasa takut, bahkan resep obat untuk membuat gila, serta aku yang menggurkan bayimu. Ada yang lebih penting lagi dari ini" ungkap Tia."Apa? Bisakah kita berbicara dengan baik seperti biasanya?" tukasku. " Kamu itu ular mana mungkin aku mau berbicara baik denganmu. Semakin dibaikin malah mematokku" ujar Tia. "Mega, jika Andrian tidak melakukan kesalah di masalalu apa kamu akan tetap merebut suamiku?" tanya Tia. "Tentu saja tidak. Aku sangat mencintainya" jawabku. "Sudah kuduga. Kamu sangat mencintainya. Kamu tahu cara dia mati" ungkap tia. "Jangan-jangan kamu ..." aku menggantungkan kalimat. Berfikir bahwa Tia. "Aku yang menyuruh bekas suruhanmu untuk menghajarnya kemudian membawanya padaku. Sebenarnya dia masih hidup dan menceritakan tentang kalian. Perdunganku di pen

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 46

    ○Bab 46"Ya, kamu meninggalkan putriku saat dia mengandung anakmu. Dasar lelaki biadab!" maki Pak Burhan. "Siapa sebenarnya putri, Bapak?" "Laras dia putri saya" air mata lelaki iti luruh begitu saja. "Laras. Jadi dia... Sekarang dimana dia, Pak. Saya ingin bertemu kenapa tidak dia katakan kalau sedang hamil" ucap Mas Indra. "Dia bunuh diri setelah melahirkan anakmu" lelaki tua itu tak membendung lagi tangisnya bercampur emosi."Apa... " Raut wajah Mas Indra penuh penyesalan. Entah ada apa dibalik cerita ini. Sedangkan aku masih mencari tahu siapa selama ini yang ingin membunuhku. Belum sempat terbesit. Seorang wanita berpaikan dokter datang menghampiri lelaki tua itu. Dia adalah sahabatku, sekaligus istri sah Mas Indra. "Tia... Kamu" ucapku tak mengerti. "Iya aku, Meg. Aku tahu semuanya apa yang telah kamu sembunyikan dariku. Sungguh kamu sahabat paling jahat, tega merebut Mas Indra" ucapan tia menyambar hatiku, tia yabg manis dan lembut kini datar mukanya tak bermimik.

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 45

    Bab 45"Kamu gak papa, Sayang," ucapku sambil mengelus bahu Andrian, lebih tepatnya aku meremasnya sebagai tanda jangan kaget."Ng ... Gak papa, kok" ucapnya sambil tersenyum ramah.Mereka saling berjabat tangan seolah tidak saling kenal."Ya, udah aku kembali ke kamar" Mas Indra berpamitan, sambil berjalan menjauh."Ya, kita juga belum selesai beberes" ucap Andrian berjalan masuk ke kamar sok sibuk. "Eh, besok kalian harus bangun pagi, ya. Kita kliling puncak" ucap Tia, berlalu pergi menyusul suaminya. Aku menutup pintu, dadaku yang tadinya berdegup kencang ada kelegaan, aku mendeprok depan pintu. "Gila kamu!" maki Andrian menghampiriku."Apaan sih?" Aku risih, suara Andrian mengejutkanku."Jadi ini alasan kamu, nyuruh aku buat jadi suami kamu" lantang Andrian sambil menggelengkan kepala. Aku tak mampu mengelak pasrah atas ucapan A

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab44

    Bab 44.Perlengkapan dengan segala tetek bengeknya sudah disiapkan."Kita satu mobil atau gimana?" tanya Andrian sambil menenteng tas besar."Gak lah, kita ketemu di pos""Memangnya alamatnya mana sih?""Nih," aku menyodorkan handphone dengan mode gps."Jadi nanti kita ngikutin alamat ini. Udah berangkat belum mereka?" tanya Andrian."Sudah. Kita agak belakangan aja. Santai" Aku membuka bagasi mobil, sedangkan Andrian membawa koper.Aku dan Andrian, memasuki mobil aku menyuruh Andrian menyetir seseuai arah gps, sambil memberikan beberapa peraturan."Kamu nanti harus bisa acting. Tidak boleh ada mukamu yang mencurigakan. Kita harus terlihat seolah kita itu pasangan" ucapku disela-sela kesibukan Andrian."Soal acting gampang! Cuma kamu udah bilang belum sama suami aslimu?" balas Andrian."Dia tahu" ucapku acuh."Oh, iya. Yang

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 43

    Bab 43."Kamu diapakan? Kenapa menangis seperti ini?" Andrian mengguncang bahu sang adik."Kamu jangan mengarang cerita yang tidak-tidak ya, aku tak melakukan kekerasan seksual" ancam Mas indra terang-terangan."Mas!" Aku melirik gemas."Cerita, Dik. Jangan bikin aku hawatir" ucap Andrian pada adiknya."Atau aku saja yang cerita?" tawar Mas Indra."Kami ingin mendengar dari mulut adiknya, Mas. Kamu bisa saja berkilah!" ucapku."Mega, please! Percaya aku. Aku memang menyiksanya tapi itu di alam bawah sadarku!" elak Mas Indra."Sudahlah, Mas. Sebaiknya kamu minta maaf. Agar adik Andrian tidak takut untuk menceritakan" nasehatku.Huh! Mas Indra mendengkus kesal. "Hei! Gadis kecil, Om, minta maaf atas perlakuan Om tempo hari. Om, melakukannya tanpa sadar. Lagian kamu yang cari masalah!" Mas Indra meminta maaf dengan kasar sambil menyalahkan. Entah apa yang terjadi sebenarnya?

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 42

    Bab 42.Samar-samar terdengar suara Mas Indra, aku tidak dapat mendengar dengan jelas. Tetapi, aku yakin itu suaranya.Aku membuka mataku "Mas" kata yang pertama kuucapkan."Sayang, kamu harus istirahat dulu. Maafkan aku" ucapnya"Tidak papa, mungkin aku juga salah tidak membiarkanmu menjelaskan" tukasku."Jam berapa ini" aku menyibakkan tirai yang menutupi ruangan."Ya ampun, ini sudah siang. Kita ada perlu yang harus diselesaikan. Urusanmu dengan Andrian" aku mendengkus."Sayang, jangan terlalu memaksakan diri. Minum obatnya dulu" Mas Indra menyodorkan segelas air putih serta beberapa butir obat."Obat? Obat apa? Aku tidak sakit" tolakku."Kamu tadi pingsan, dokter baru saja pergi memeriksamu" jelas Mas Indra."Maafkan aku ini salahku" lanjutnya."Lalu, apa kata dokter" tanyaku."Kamu masih mengalami trauma, mungkin apa yang dilakukan mant

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 41

    Bab 41Kluntang, buk, bak, gedabak, gedebuk...Suara mengagetkan rundingan kami, kami bertiga menoleh ke arah suara."Suara apa itu?" tanya Mas Indra."Ardi!" Andrian mengucapkan nama kembarannya."Saudaramu! Ayo, kita ke sana" tukasku.Kami bertiga berlari menuju tempat dimana Ardi di sekap.Klek... Pintu tidak langsung terbuka begitu saja, banyak tindihan di belakang sana, sangat sulit terbuka."Kenapa susah sekali" Andrian mendorong pintu susah payah."Mas, bantuin dong" pintaku. Mas Indra langsung menuruti. Dua lelaki itu saling berusaha, mengeluarkan segenap tenaga mereka.Brak...Bruk. barang-barang yang menghimpit pintu mulai terjatuh satu persatu sampai di akhirnya pintu dengan mudah di buka.Kaki Ardi bergelatung kebingungan, sedangkan mata dan lidahnya mencolot, tangannya menahan sebuah tali. Ini adalah pemandangan aksi bunuh diri.Andria

DMCA.com Protection Status