Bab 20
Mengapa aku harus iba? Ini adalah keinginanku. Melihat Remon menderita. Kenapa hatiku tidak nyaman? Mungkin karena Remon berpura-pura baik.
-----------
"Bagaimana, Sayang. Sudah beres masalah Remon" tanya Mas Indra sembari duduk di hadapanku
"Belum" jawabku. Masih dengan aktivitasku, membaca majalah.
"Belum? Bagaimana cara orang suruhanmu menanganinya"
"Sudah, tapi tidak berhasil. Remon tetap tidak mengaku" jawabku tanpa melihat wajahnya.
"Apa orang suruhanmu bisa melakukan pembunuhan?" tanya Mas Indra lirih, tapi ditekan
"Dia terbiasa dengan itu, aku tidak menyuruh untuk membunuhnya jadi dia membiarkan Remon masih bisa bernafas" sesantai mungkin aku menjawab pertayaan mas Indra.
"Kenapa tak kamu suruh saja menghabisinya?" Mas Indra langsung membawaku ke arah itu.
Aku sudah tahu kemana arah Mas Indra membawa percakapan ini, aku langsung meletakan majalah yang sedang kubaca.
"Mas, akuBab 21"Mega... Dari mana aja, kamu" Tia berlari menghampiriku, padahal menungguku berjalan lebih baik dari pada membuang energinya."Pasti habis lari, ya. Tumben" ucap Tia, padahal aku belum menjawab pertayaanya. Untung saja Mas Indra tidak ikut, kalau ikut kan, bisa ketahuan."Kamu udah lama, ya. Nunggu aku" aku berbalik bertanya."Udah hampir sejam, aku kaya orang ilang di lihatin penghuni sini. Kaya mau maling!" ujar Tia sambil melirik kanan kiri penghuni apartemen sini."Lagian, kamu. Kenapa enggak pake call dulu atau WA""Kamu yang enggak bales WAku" aku pun langsung mengmbil handponeku dari saku memastikan."Ada kan" tanya Tia, melongkokkan matanya ke gawaiku."Hehe. Maaf, deh. Enggak kedengeran" ucapku merasa bersalah.Kami masuk ke dalam apartemen, aku langsung membawakan Tia minuman berserta camilan."Tia, aku mandi dulu, ya. Bauk asem" pamitku meninggalkan Tia,"Ya,
Bab 22Aku memegangi perutku yang kesakitan, akibat ditikam, aku melihat mata orang itu sebelum pergi. Aku seperti familiar dan sangat mengenalnya, tapi siapa?"Arkkhh...tolong, tolong" Aku meminta pertolongan, berjalan merangkak aku tak bisa untuk memberdirikan badan, lalu langkah kaki banyak berdentum ditelingaku kemudian banyak orang mengeremuniku.------Aku terbangun di rumah sakit. Aku bersyukur masih bisa melewati ini, setelah peristiwa tikaman itu hampir membuat jiwaku melayang terpisah dengan ragaku.Mas Indra mencariku dengan banyaknya chat yang masuk. [ Mega, kamu dimana? ][ Cepat angkat telfonku ][ Kami dimana ][ Aku mencarimu di apartement ][ Aku sudah menemukan rencana selanjutnya, Sayang ] seketika pikiranku yang telah buntu kini kembali bersemangat, rencana apa yang Mas Indra susun? Tanpa pikir panjang atau ketikan aku membalas dengan berselfi. Sebuah foto kukirimkan ke nomer Mas Indra.[ Kamu saki
Bab 23"Namanya adalah Andrian. Alamat. JL. Abdxxx" Regal membuat aku dan Mas Indra menemukan harapan."Bisa kita cari lebih lanjut" tanya Mas Indra."Atau kita cari Nasibooknya. Sebuah aplikasi terkenal berlogo biru" ide muncul tepat waktu dikepalaku.Banyak deretan nama andrian dalam dunia maya. Berkat kepintaran sang hacker dan potret yang sempat kuambil kemarin, kami menemukan dengam tepat. Ya, dia andrian yang kita maksud? Kami mencocokan gambar dan benar saja.Aku dan Mas Indra merasa puas dengan cara kerja Regal. Sebelum berpamitan Mas Indra memberikan amplot berwarna coklat."Regal, kuharap kamu jangan sampai menyebarkan tentang ini" celetuk Mas Indra pada Regal."Tenang saja, Pak Indra. Banyak orang datang kesini dengan kasus sama seperti, Pak Indra. Masalah yang Pak Indra ini sepele daripada yang pernah saya tangani" timpal Regal profesional."Kalau Pak Indra masih kurang puas dengan saya, Pak Indra bisa lapor d
Bab 24Sangat mustahil, sangat, sangat mustahil! perasaan baru kemarin Remon mengakui kesalahannya, tapi sekarang ia sudah pergi menghadap pangkuan ilahi."Lalu dimana, dia dimakamkan, Pak" tanyaku pada seorang petugas."Di Kamboja Indahxx" jawab petugas berseragam coklat. Jadi, dekat sini. Aku akan mengunjunginya nanti. Sebelum pergi aku ada hal penting yang perlu kutanyakan."Bapak ada waktu sebentar" pintaku lirih, tapi petugas itu masih bersikap acuh."Aku mohon, Pak. Ini penting! Sekedar beberapa pertayaan saja" Aku memepet petugas itu, sambil memberikan beberapa lembar uang merah ditangannya. Mencuri pandang sekitar jangan sampai terlihat yang lain!"Baiklah. Cuma pertayaan, kan," Aku mengangguk, lelaki berseragam coklat menyanggupi permintaanku.----"Bagaimana kejadian Remon meninggal, Pak. Apa sebelumnya Remon mempuyai masalah dengan tahanan lain? Lantas apa benar meninggalnya Remon karena perkelahian atau ada pihak lain
Bab 25Aku membeli seikat bunga, kemudian meletakkan disebuah batu nisan, tanahnya masih merah. hatiku menangis, sedangkan mata dan logikaku terus merasa puas."Kamu pergi lebih cepat. Padahal kamu ingin aku mati dulu, tapi lihatlah aku menghadiri kuburanmu! Kamu tahu aku sudah lepas dari maut berkali-kali, tapi tuhan masih ingin aku hidup dan terbukti mellihatmu dalam keadaan ini! Selamat menikmati neraka" Aku pergi dari makam itu, ada rasa senang ada rasa sedih, Meski aku tersenyum, tapi hati? Hatiku tidak nyaman, tidak bisa menerima ini.Kemudian aku mendatangi Rumah Tia, aku menghubungi Mas Indra, tapi diabaikan terpaksa aku datang ke rumahnya.------"Hai! Ya ampun, Mega, kamu enggak ngomong kalau kamu kesini. Harusnya biar aku jemput" sambut Tia, dengan perasaan hangat seperti biasa, sedangkan Mas Indra tampak kikuk, glagapan, aku tiba-tiba datang."Aku kangen sama kamu, Tia. Pengen makan masakanmu" ucapku seolah aku berkunju
Bab 26Mas Indra sudah berpaikan rapih ketika aku membuka mata."Selamat pagi, Sayang" sambut Mas Indra, duduk ditempat tidur sambil memberikan segelas air putih."Kamu enggak pulang?" tanyaku. Bukankah tadi malam Mas Indra akan pulang."Tadinya aku mau pulang, tapi ninggal kamu sendirian enggak tega. Jadi kubatalkan" ujarnya sambil membelai pipiku."Kepalaku sakit banget, Mas. Pusing" aku memegangi kepalaku terasa penat, sakit rasanya tidak karuan."Nanti kita ke dokter, ya" ucap Mas Indra, mengecup keningku seperti biasanya.Aku mendadak ingat dengan peristiwa semalam "Mas, kita ke kantor polisi""Hm, tapi kamu enggak papa""Aku nanti aja priksanya! Oh, iya. Kamu pake baju ini" aku berjalan, membuka lemari, lalu melemparkan pakaian, jaket, topi dan kacamata.Mas Indra hendak menolak, tapi aku menghentikannya sebelum Mas Indra mulai berbicara " Pokoknya, Mas pakai aja. Dari sini nanti kita tahu. Karsono ber
Bab 27"Ngumpet, Mas. Cepetan! Ngumpet!" aku meyuruh Mas Indra, menggiring ke kamar, ke dapur, mengitariSaking lamanya kami mencari tempat ngumpet sampai bel pintu tak berbunyi lagi, aku dan Mas Indra berjalan pelan menuju pintu, ya dari tadi Mas Indra tidak bisa bersembunyi. Aku mengintip celah pintu lagi, Tia sudah beranjak pergi.Nada dring ponsel bergetar, aku melihat panggilan dari Tia, akupun mengangkatnya."Halo""Halo, Meg, kamu dimana" sahut suara sahabatku"A--ku, " belum menyahut Mas Indra memperagakan kode dengan tanganya."Aku lagi, pergi""Ke mana?""Eee," Aku melihat kode Mas Indra, karena bingung aku langsung sentuh kata akhiri panggilan."Apa sih, Mas, aku enggak ngerti!" sewotku, kode Mas Indra, membuat otakku lemot mencari alasan."Bilang aja, sibuk. Kalau Tia telepon lagi, bilang aja sibuk!""Hm" aku telanjur jengkel malas meladeni. Terpenting, Tia tidak j
Bab 28Hari ini aku dan Mas Indra mendatabgi alamat peneror itu bersembunyi. berbekal aplikasi ponsel, Kami tidak akan kehilangan arah atau nyasar.-----Sebuah kota kecil, ramai, tapi tak terlalu ramai, tenang dan udaranya tidak seperti dikota besar masih cenderung asri.Sebuah toko kecil bernama Andrian Shoess mencuri perhatianku, "Mas, tunggu bentar," titahku pada Mas Indra. Menyuruh menghentikan mobilnya yang sedari tadi berjalan pelan."Ada apa?" tanyanya seraya menepikan mobil di pinggir jalan."Itu" Telunjukku menunjuk " Kita awasi toko itu" Mas Indra melirik toko yang kutunjuk."Andrian Shoess. Toko sepatu. Apa itu andrian yang kita cari?" Mas Indra sedikit heran."Kita tunggu aja. Lihat ada lelaki disana, tapi mukanya tidak jelas" Aku dan Mas Indra memeperhatikan dari mobil, terlihat seorang lelaki dengan kemeja duduk di kasir."Lebih baik kamu dekati aja, Meg" suruhnya. Aku langsung menoleh menatap mukany
○Bab 49"Sedang apa kamu di sini?" tanya Andrian, nadanya mengisyaratkan ketidaksukaan. "A-ku, aku" aku bingung dengan keadaanku, naman sayanyanya kalimat ini tercekat dalam hati. "Belum puaskah? Uruasanku denganmu selesai!" tekannya. "Aku minta maaf" akhirnya kalimat ini tersampaikan. "Mudah bagi kami memaafkan. Silahkan pergi dari sini" ucapnya sambal menunjuk pintu terbuka. "Kakak, jangan usir tante mega. Lihat sekarang keadaanya?" Putri memohon. "Putri, dengarkan Kakak. Dia pernah membuat kita berantakan, dia menjadikan kita tawanan tidakkah kamu ingat perlakuan jahatnya?" ujar Adrian menjelaskan. Sebenarnya aku ingin pergi, namun aku tidak punya tempat lagi. "Tapi dia baik, tidak pernah sekali pun aku atau ibu di perlakukan buruk, Kak" ujar putri"Putri bagaimana pun dia tetap orang asing yang pernah menaruh kejahatan pada kita" tukas Andrian. "Tolong jangan berdebat karena aku. Aku akan pergi. Aku berjalan berbulan-bulan demi bisa menemui Kalian hanya berharap kalian me
○Bab 48Sepasang sepatu hitam mengkilat memijakkan kakinya di sini, serta beberapa pengawalnya. Siapa lagi? Ya, dia, Pak Burhan lelaki tua yang menjebakku di sini. "Bagaimana kabarmu wanita rendah?" sapa Pak Burhan. Kali ini aku tidak marah malah aku ngrasa benar menjadi perempuan rendah. "Apa kamu betah tinggal di sini?" tanyanya, aku juga melihat matanya tanpa ingin menjawab. Tetiba saja terlintas dibenakku tentang keluarga si kembar. "Ardi dan Andrian tidak salah. Kuharap Pak Burhan masih punya hati tidak menerlibatkan mereka dalam permainanmu" ucapku. Aku sungguh kasian jika melihat nasib mereka sepertiku, sebab terlepas ini semua mereka tidak bersalah. "Tentu saja saya punya hati tidak seperti kamu yang begitu tega dalam segala hal. Mereka telah hidup dengan damai tanpa ada kalian menjalani hari-hari seperti sebelumnya" perkataan Pak Burhan, biarpun menusuk namun membuatku merasa sangat lega. "Keluarkan dia" titah Pak Burhan pada bawahannya. Akhirnya aku bisa menghela naf
○Bab 47"Tia, aku mohon maafkan aku. Aku janji bakal ninggalin suamimu. Tapi tolong bebaskan aku, bukankah selama ini kamu mengejarku dengan selalu mengancam nyawaku" ujarku. "Iya. Aku selalu menghantuimu dengan rasa takut, bahkan resep obat untuk membuat gila, serta aku yang menggurkan bayimu. Ada yang lebih penting lagi dari ini" ungkap Tia."Apa? Bisakah kita berbicara dengan baik seperti biasanya?" tukasku. " Kamu itu ular mana mungkin aku mau berbicara baik denganmu. Semakin dibaikin malah mematokku" ujar Tia. "Mega, jika Andrian tidak melakukan kesalah di masalalu apa kamu akan tetap merebut suamiku?" tanya Tia. "Tentu saja tidak. Aku sangat mencintainya" jawabku. "Sudah kuduga. Kamu sangat mencintainya. Kamu tahu cara dia mati" ungkap tia. "Jangan-jangan kamu ..." aku menggantungkan kalimat. Berfikir bahwa Tia. "Aku yang menyuruh bekas suruhanmu untuk menghajarnya kemudian membawanya padaku. Sebenarnya dia masih hidup dan menceritakan tentang kalian. Perdunganku di pen
○Bab 46"Ya, kamu meninggalkan putriku saat dia mengandung anakmu. Dasar lelaki biadab!" maki Pak Burhan. "Siapa sebenarnya putri, Bapak?" "Laras dia putri saya" air mata lelaki iti luruh begitu saja. "Laras. Jadi dia... Sekarang dimana dia, Pak. Saya ingin bertemu kenapa tidak dia katakan kalau sedang hamil" ucap Mas Indra. "Dia bunuh diri setelah melahirkan anakmu" lelaki tua itu tak membendung lagi tangisnya bercampur emosi."Apa... " Raut wajah Mas Indra penuh penyesalan. Entah ada apa dibalik cerita ini. Sedangkan aku masih mencari tahu siapa selama ini yang ingin membunuhku. Belum sempat terbesit. Seorang wanita berpaikan dokter datang menghampiri lelaki tua itu. Dia adalah sahabatku, sekaligus istri sah Mas Indra. "Tia... Kamu" ucapku tak mengerti. "Iya aku, Meg. Aku tahu semuanya apa yang telah kamu sembunyikan dariku. Sungguh kamu sahabat paling jahat, tega merebut Mas Indra" ucapan tia menyambar hatiku, tia yabg manis dan lembut kini datar mukanya tak bermimik.
Bab 45"Kamu gak papa, Sayang," ucapku sambil mengelus bahu Andrian, lebih tepatnya aku meremasnya sebagai tanda jangan kaget."Ng ... Gak papa, kok" ucapnya sambil tersenyum ramah.Mereka saling berjabat tangan seolah tidak saling kenal."Ya, udah aku kembali ke kamar" Mas Indra berpamitan, sambil berjalan menjauh."Ya, kita juga belum selesai beberes" ucap Andrian berjalan masuk ke kamar sok sibuk. "Eh, besok kalian harus bangun pagi, ya. Kita kliling puncak" ucap Tia, berlalu pergi menyusul suaminya. Aku menutup pintu, dadaku yang tadinya berdegup kencang ada kelegaan, aku mendeprok depan pintu. "Gila kamu!" maki Andrian menghampiriku."Apaan sih?" Aku risih, suara Andrian mengejutkanku."Jadi ini alasan kamu, nyuruh aku buat jadi suami kamu" lantang Andrian sambil menggelengkan kepala. Aku tak mampu mengelak pasrah atas ucapan A
Bab 44.Perlengkapan dengan segala tetek bengeknya sudah disiapkan."Kita satu mobil atau gimana?" tanya Andrian sambil menenteng tas besar."Gak lah, kita ketemu di pos""Memangnya alamatnya mana sih?""Nih," aku menyodorkan handphone dengan mode gps."Jadi nanti kita ngikutin alamat ini. Udah berangkat belum mereka?" tanya Andrian."Sudah. Kita agak belakangan aja. Santai" Aku membuka bagasi mobil, sedangkan Andrian membawa koper.Aku dan Andrian, memasuki mobil aku menyuruh Andrian menyetir seseuai arah gps, sambil memberikan beberapa peraturan."Kamu nanti harus bisa acting. Tidak boleh ada mukamu yang mencurigakan. Kita harus terlihat seolah kita itu pasangan" ucapku disela-sela kesibukan Andrian."Soal acting gampang! Cuma kamu udah bilang belum sama suami aslimu?" balas Andrian."Dia tahu" ucapku acuh."Oh, iya. Yang
Bab 43."Kamu diapakan? Kenapa menangis seperti ini?" Andrian mengguncang bahu sang adik."Kamu jangan mengarang cerita yang tidak-tidak ya, aku tak melakukan kekerasan seksual" ancam Mas indra terang-terangan."Mas!" Aku melirik gemas."Cerita, Dik. Jangan bikin aku hawatir" ucap Andrian pada adiknya."Atau aku saja yang cerita?" tawar Mas Indra."Kami ingin mendengar dari mulut adiknya, Mas. Kamu bisa saja berkilah!" ucapku."Mega, please! Percaya aku. Aku memang menyiksanya tapi itu di alam bawah sadarku!" elak Mas Indra."Sudahlah, Mas. Sebaiknya kamu minta maaf. Agar adik Andrian tidak takut untuk menceritakan" nasehatku.Huh! Mas Indra mendengkus kesal. "Hei! Gadis kecil, Om, minta maaf atas perlakuan Om tempo hari. Om, melakukannya tanpa sadar. Lagian kamu yang cari masalah!" Mas Indra meminta maaf dengan kasar sambil menyalahkan. Entah apa yang terjadi sebenarnya?
Bab 42.Samar-samar terdengar suara Mas Indra, aku tidak dapat mendengar dengan jelas. Tetapi, aku yakin itu suaranya.Aku membuka mataku "Mas" kata yang pertama kuucapkan."Sayang, kamu harus istirahat dulu. Maafkan aku" ucapnya"Tidak papa, mungkin aku juga salah tidak membiarkanmu menjelaskan" tukasku."Jam berapa ini" aku menyibakkan tirai yang menutupi ruangan."Ya ampun, ini sudah siang. Kita ada perlu yang harus diselesaikan. Urusanmu dengan Andrian" aku mendengkus."Sayang, jangan terlalu memaksakan diri. Minum obatnya dulu" Mas Indra menyodorkan segelas air putih serta beberapa butir obat."Obat? Obat apa? Aku tidak sakit" tolakku."Kamu tadi pingsan, dokter baru saja pergi memeriksamu" jelas Mas Indra."Maafkan aku ini salahku" lanjutnya."Lalu, apa kata dokter" tanyaku."Kamu masih mengalami trauma, mungkin apa yang dilakukan mant
Bab 41Kluntang, buk, bak, gedabak, gedebuk...Suara mengagetkan rundingan kami, kami bertiga menoleh ke arah suara."Suara apa itu?" tanya Mas Indra."Ardi!" Andrian mengucapkan nama kembarannya."Saudaramu! Ayo, kita ke sana" tukasku.Kami bertiga berlari menuju tempat dimana Ardi di sekap.Klek... Pintu tidak langsung terbuka begitu saja, banyak tindihan di belakang sana, sangat sulit terbuka."Kenapa susah sekali" Andrian mendorong pintu susah payah."Mas, bantuin dong" pintaku. Mas Indra langsung menuruti. Dua lelaki itu saling berusaha, mengeluarkan segenap tenaga mereka.Brak...Bruk. barang-barang yang menghimpit pintu mulai terjatuh satu persatu sampai di akhirnya pintu dengan mudah di buka.Kaki Ardi bergelatung kebingungan, sedangkan mata dan lidahnya mencolot, tangannya menahan sebuah tali. Ini adalah pemandangan aksi bunuh diri.Andria