Bab 25
Aku membeli seikat bunga, kemudian meletakkan disebuah batu nisan, tanahnya masih merah. hatiku menangis, sedangkan mata dan logikaku terus merasa puas.
"Kamu pergi lebih cepat. Padahal kamu ingin aku mati dulu, tapi lihatlah aku menghadiri kuburanmu! Kamu tahu aku sudah lepas dari maut berkali-kali, tapi tuhan masih ingin aku hidup dan terbukti mellihatmu dalam keadaan ini! Selamat menikmati neraka" Aku pergi dari makam itu, ada rasa senang ada rasa sedih, Meski aku tersenyum, tapi hati? Hatiku tidak nyaman, tidak bisa menerima ini.
Kemudian aku mendatangi Rumah Tia, aku menghubungi Mas Indra, tapi diabaikan terpaksa aku datang ke rumahnya.------
"Hai! Ya ampun, Mega, kamu enggak ngomong kalau kamu kesini. Harusnya biar aku jemput" sambut Tia, dengan perasaan hangat seperti biasa, sedangkan Mas Indra tampak kikuk, glagapan, aku tiba-tiba datang.
"Aku kangen sama kamu, Tia. Pengen makan masakanmu" ucapku seolah aku berkunju
Bab 26Mas Indra sudah berpaikan rapih ketika aku membuka mata."Selamat pagi, Sayang" sambut Mas Indra, duduk ditempat tidur sambil memberikan segelas air putih."Kamu enggak pulang?" tanyaku. Bukankah tadi malam Mas Indra akan pulang."Tadinya aku mau pulang, tapi ninggal kamu sendirian enggak tega. Jadi kubatalkan" ujarnya sambil membelai pipiku."Kepalaku sakit banget, Mas. Pusing" aku memegangi kepalaku terasa penat, sakit rasanya tidak karuan."Nanti kita ke dokter, ya" ucap Mas Indra, mengecup keningku seperti biasanya.Aku mendadak ingat dengan peristiwa semalam "Mas, kita ke kantor polisi""Hm, tapi kamu enggak papa""Aku nanti aja priksanya! Oh, iya. Kamu pake baju ini" aku berjalan, membuka lemari, lalu melemparkan pakaian, jaket, topi dan kacamata.Mas Indra hendak menolak, tapi aku menghentikannya sebelum Mas Indra mulai berbicara " Pokoknya, Mas pakai aja. Dari sini nanti kita tahu. Karsono ber
Bab 27"Ngumpet, Mas. Cepetan! Ngumpet!" aku meyuruh Mas Indra, menggiring ke kamar, ke dapur, mengitariSaking lamanya kami mencari tempat ngumpet sampai bel pintu tak berbunyi lagi, aku dan Mas Indra berjalan pelan menuju pintu, ya dari tadi Mas Indra tidak bisa bersembunyi. Aku mengintip celah pintu lagi, Tia sudah beranjak pergi.Nada dring ponsel bergetar, aku melihat panggilan dari Tia, akupun mengangkatnya."Halo""Halo, Meg, kamu dimana" sahut suara sahabatku"A--ku, " belum menyahut Mas Indra memperagakan kode dengan tanganya."Aku lagi, pergi""Ke mana?""Eee," Aku melihat kode Mas Indra, karena bingung aku langsung sentuh kata akhiri panggilan."Apa sih, Mas, aku enggak ngerti!" sewotku, kode Mas Indra, membuat otakku lemot mencari alasan."Bilang aja, sibuk. Kalau Tia telepon lagi, bilang aja sibuk!""Hm" aku telanjur jengkel malas meladeni. Terpenting, Tia tidak j
Bab 28Hari ini aku dan Mas Indra mendatabgi alamat peneror itu bersembunyi. berbekal aplikasi ponsel, Kami tidak akan kehilangan arah atau nyasar.-----Sebuah kota kecil, ramai, tapi tak terlalu ramai, tenang dan udaranya tidak seperti dikota besar masih cenderung asri.Sebuah toko kecil bernama Andrian Shoess mencuri perhatianku, "Mas, tunggu bentar," titahku pada Mas Indra. Menyuruh menghentikan mobilnya yang sedari tadi berjalan pelan."Ada apa?" tanyanya seraya menepikan mobil di pinggir jalan."Itu" Telunjukku menunjuk " Kita awasi toko itu" Mas Indra melirik toko yang kutunjuk."Andrian Shoess. Toko sepatu. Apa itu andrian yang kita cari?" Mas Indra sedikit heran."Kita tunggu aja. Lihat ada lelaki disana, tapi mukanya tidak jelas" Aku dan Mas Indra memeperhatikan dari mobil, terlihat seorang lelaki dengan kemeja duduk di kasir."Lebih baik kamu dekati aja, Meg" suruhnya. Aku langsung menoleh menatap mukany
Bab 29"Kalian dapat darimana foto itu" Andrian nampak begitu serius, matanya menahan amarah."Sekarang kamu sudah terciduk, tidak usah membangkang" kata Mas Indra sambil terus menodongkan pistol."Kamu tidak usah berpura bodoh lagi. Permainannya berakhir. Jadi, kamu tinggal pilih atau kamu..." Aku melirik pada pistol Mas Indra, tidak perku dijelaskan pasti Andrian mengerti maksudku."Aku mengerti sekarang. Kalian adalah korban atau sedang dalam masa diburu oleh foto yang kalian kira adalah aku. Kalian salah mengenali orang" ucap Andrian dengan nada biasa datar."Maksudmu" Mas Indra bingung.Aku menyela bicaranya "Aku tidak salah mengenali orang, mataku belum rabun. Tiap hari kamu berdiri memandangi jendela apartemenku. Jangan bohong!""Aku benar-benar tidak berbohong. Jika, kalian membiarkan aku menjelaskan, aku akan membantu kalian. Kebetulan sekali aku akan menangkap dia" ujar Andria menahan sedikit amarah saat mengatak
Bab 30Mas Indra, ingin segera mebarik pelatuk pistol...."Itu adalah Ardi" ucap Andraian, aku dan Mas Indra dibuat semakin bingung."Aku mohon lepaskan ibuku. Yang kalian ambil fotonya itu adalah Ardi. Bukan aku" Andrian memohon sembari memberikan penjelasan."Maksudmu?" aku semakin bingung dibuatnya. Mas Indra juga kebingungan."Aku sudah katakan biarkan aku menjelaskan" titah Andrian. Sementara ibu Andrian jatuh dari kursi roda, lalu kejang-kejang."Ibu..." gadis remaja itu menghampiri ibunya, Mas Indra mundur selangkah sedangkan aku merasa iba melihat pemandangan ini."Ini gara-gara kalian" Gadis itu menangis, menyalahkan kami.Andrian langsung membopong ibunya "Aku akan menjelaskan, tapi tolong jangan sakiti ibu dan adikku" Andrian pergi menggendong ibunya pergi, mungkin menuju kamar.Aku dan Mas Indra memilih percaya, apalagi Ardi? Siapa dia? Aku dan Mas Indra semakin penasaran dengan ini. Siapa sih, di
Bab 31Aksi kejar-kejaran terjadi, kami layaknya pembalap berkeliaran di jalan. Kemampuan Andrian tidak bisa diragukan. Meski aku terpental-pental Andrian berhasil melewati beberapa mobil yang menghalangi."kamu tidak papa, Nona?" tanya Andrian. Saat kami sudah agak jauh dari pengejar."A-ku ti-dak pap-pa" ujarku menahan rasa sakit diperutku."Kamu tidak papa? Kamu sepertinya sakit" ucap Andrian bernada khawatir."Fokus saja pada kemudimu. Aku tidak papa" ungkapku berusaha tegar."Kamu sedang tidak baik-baik saja! Kamu kesakitan! Aku akan membawamu ke rumah sakit!" tegasnya lagi."Jangan!" ucapku tak kalah tegas. Jalan yang sedang kami lewati rumah sakit terdekat adalag dimana Tia bekerja. Apa yang harus ku katakan? Kalau Tia memergoki dalam keadaan seperti ini."Pokoknya kamu aku antar ke rumah sakit!" paksa Andrian. Dia terus memaksaku, aku tetap menolak sampai aku menemukan klinik saja."Andrian... Awas!" Teriaku saat
Bab 32Melihat ekspresi mereka seperti singa siap saling mencengkram, aku bertambah kesal."Bisa kalian hentikan. Mas Indra ini bukan salahnya, siapa yang tahu peneror itu akan melakukan hal ini. Dan kamu Andrian! Mas Indra bukan tidak bertanggung jawab, dia memang tidak bisa datang menjengukku!" tegasku. Membuat mereka merenung.Beberapa menit saling diam, suasana menjadi canggung aku berdehem mencairkan suasana. "Ehem.""Oh, iya, aku pergi dulu" Andrian mengacir pergi. Padahal aku memberi kode pada Mas Indra untuk berbicara bukan untuk mengusirnya."Meg, Maafin aku tidak bisa nemenin kamu saat di rawat" sesal Mas Indra."Tidak papa, Mas. Ini bukan salahmu. Aku mengerti keadaannya" ungkapku tak menyalahkan."Makasih udah maafin aku" Aku tersenyum mengangguk melihat ketulusan Mas Indra."Lalu bagaimana kamu disana. Apa kamu bertemu Tia" tanya Mas Indra lirih."Bukan cuma bertemu, Mas. Tia juga yang merawatku" jawabku.
Bab 33Aku membuka pintu, belum sempat melangkah Andrian menyambutku "Ada paket.""Dari siapa" ucapku tak menghiraukan."Kamu bisa saja baca sendiri dari siapa? Mungkin dari suami angkuhmu" Andrian mengolok suamiku, meletakkan kata angkuh diperkataannya."Hei, Kamu harus hati-hati kalau bicara" Aku tidak terima. Suami tercintaku dibilang begitu."Oke, Nona" jawabnya malas sambil menaruh sarapan di atas meja.Aku mencicipi sepotong tempe goreng, rasanya sangat enak "Wow, ini enak sekali""Tentu. Tanganku ajaib bisa membuat masakan apapun menjadi enak" candanya. Aku mangut-mangut. Padahal masakan begitu sederhana, tapi begitu enak.Aku langsung duduk mengambil nasi berserta lauk pauknya."Kamu sepertinya menyukai masakanku" tanyanya penuh senyum. Andrian tertawa geli melihatku melahap makanan buatan tangannya itu."Masakanmu enak" ucapku mengancungkan jempol."Kenapa kamu tidak membuka rumah makan
○Bab 49"Sedang apa kamu di sini?" tanya Andrian, nadanya mengisyaratkan ketidaksukaan. "A-ku, aku" aku bingung dengan keadaanku, naman sayanyanya kalimat ini tercekat dalam hati. "Belum puaskah? Uruasanku denganmu selesai!" tekannya. "Aku minta maaf" akhirnya kalimat ini tersampaikan. "Mudah bagi kami memaafkan. Silahkan pergi dari sini" ucapnya sambal menunjuk pintu terbuka. "Kakak, jangan usir tante mega. Lihat sekarang keadaanya?" Putri memohon. "Putri, dengarkan Kakak. Dia pernah membuat kita berantakan, dia menjadikan kita tawanan tidakkah kamu ingat perlakuan jahatnya?" ujar Adrian menjelaskan. Sebenarnya aku ingin pergi, namun aku tidak punya tempat lagi. "Tapi dia baik, tidak pernah sekali pun aku atau ibu di perlakukan buruk, Kak" ujar putri"Putri bagaimana pun dia tetap orang asing yang pernah menaruh kejahatan pada kita" tukas Andrian. "Tolong jangan berdebat karena aku. Aku akan pergi. Aku berjalan berbulan-bulan demi bisa menemui Kalian hanya berharap kalian me
○Bab 48Sepasang sepatu hitam mengkilat memijakkan kakinya di sini, serta beberapa pengawalnya. Siapa lagi? Ya, dia, Pak Burhan lelaki tua yang menjebakku di sini. "Bagaimana kabarmu wanita rendah?" sapa Pak Burhan. Kali ini aku tidak marah malah aku ngrasa benar menjadi perempuan rendah. "Apa kamu betah tinggal di sini?" tanyanya, aku juga melihat matanya tanpa ingin menjawab. Tetiba saja terlintas dibenakku tentang keluarga si kembar. "Ardi dan Andrian tidak salah. Kuharap Pak Burhan masih punya hati tidak menerlibatkan mereka dalam permainanmu" ucapku. Aku sungguh kasian jika melihat nasib mereka sepertiku, sebab terlepas ini semua mereka tidak bersalah. "Tentu saja saya punya hati tidak seperti kamu yang begitu tega dalam segala hal. Mereka telah hidup dengan damai tanpa ada kalian menjalani hari-hari seperti sebelumnya" perkataan Pak Burhan, biarpun menusuk namun membuatku merasa sangat lega. "Keluarkan dia" titah Pak Burhan pada bawahannya. Akhirnya aku bisa menghela naf
○Bab 47"Tia, aku mohon maafkan aku. Aku janji bakal ninggalin suamimu. Tapi tolong bebaskan aku, bukankah selama ini kamu mengejarku dengan selalu mengancam nyawaku" ujarku. "Iya. Aku selalu menghantuimu dengan rasa takut, bahkan resep obat untuk membuat gila, serta aku yang menggurkan bayimu. Ada yang lebih penting lagi dari ini" ungkap Tia."Apa? Bisakah kita berbicara dengan baik seperti biasanya?" tukasku. " Kamu itu ular mana mungkin aku mau berbicara baik denganmu. Semakin dibaikin malah mematokku" ujar Tia. "Mega, jika Andrian tidak melakukan kesalah di masalalu apa kamu akan tetap merebut suamiku?" tanya Tia. "Tentu saja tidak. Aku sangat mencintainya" jawabku. "Sudah kuduga. Kamu sangat mencintainya. Kamu tahu cara dia mati" ungkap tia. "Jangan-jangan kamu ..." aku menggantungkan kalimat. Berfikir bahwa Tia. "Aku yang menyuruh bekas suruhanmu untuk menghajarnya kemudian membawanya padaku. Sebenarnya dia masih hidup dan menceritakan tentang kalian. Perdunganku di pen
○Bab 46"Ya, kamu meninggalkan putriku saat dia mengandung anakmu. Dasar lelaki biadab!" maki Pak Burhan. "Siapa sebenarnya putri, Bapak?" "Laras dia putri saya" air mata lelaki iti luruh begitu saja. "Laras. Jadi dia... Sekarang dimana dia, Pak. Saya ingin bertemu kenapa tidak dia katakan kalau sedang hamil" ucap Mas Indra. "Dia bunuh diri setelah melahirkan anakmu" lelaki tua itu tak membendung lagi tangisnya bercampur emosi."Apa... " Raut wajah Mas Indra penuh penyesalan. Entah ada apa dibalik cerita ini. Sedangkan aku masih mencari tahu siapa selama ini yang ingin membunuhku. Belum sempat terbesit. Seorang wanita berpaikan dokter datang menghampiri lelaki tua itu. Dia adalah sahabatku, sekaligus istri sah Mas Indra. "Tia... Kamu" ucapku tak mengerti. "Iya aku, Meg. Aku tahu semuanya apa yang telah kamu sembunyikan dariku. Sungguh kamu sahabat paling jahat, tega merebut Mas Indra" ucapan tia menyambar hatiku, tia yabg manis dan lembut kini datar mukanya tak bermimik.
Bab 45"Kamu gak papa, Sayang," ucapku sambil mengelus bahu Andrian, lebih tepatnya aku meremasnya sebagai tanda jangan kaget."Ng ... Gak papa, kok" ucapnya sambil tersenyum ramah.Mereka saling berjabat tangan seolah tidak saling kenal."Ya, udah aku kembali ke kamar" Mas Indra berpamitan, sambil berjalan menjauh."Ya, kita juga belum selesai beberes" ucap Andrian berjalan masuk ke kamar sok sibuk. "Eh, besok kalian harus bangun pagi, ya. Kita kliling puncak" ucap Tia, berlalu pergi menyusul suaminya. Aku menutup pintu, dadaku yang tadinya berdegup kencang ada kelegaan, aku mendeprok depan pintu. "Gila kamu!" maki Andrian menghampiriku."Apaan sih?" Aku risih, suara Andrian mengejutkanku."Jadi ini alasan kamu, nyuruh aku buat jadi suami kamu" lantang Andrian sambil menggelengkan kepala. Aku tak mampu mengelak pasrah atas ucapan A
Bab 44.Perlengkapan dengan segala tetek bengeknya sudah disiapkan."Kita satu mobil atau gimana?" tanya Andrian sambil menenteng tas besar."Gak lah, kita ketemu di pos""Memangnya alamatnya mana sih?""Nih," aku menyodorkan handphone dengan mode gps."Jadi nanti kita ngikutin alamat ini. Udah berangkat belum mereka?" tanya Andrian."Sudah. Kita agak belakangan aja. Santai" Aku membuka bagasi mobil, sedangkan Andrian membawa koper.Aku dan Andrian, memasuki mobil aku menyuruh Andrian menyetir seseuai arah gps, sambil memberikan beberapa peraturan."Kamu nanti harus bisa acting. Tidak boleh ada mukamu yang mencurigakan. Kita harus terlihat seolah kita itu pasangan" ucapku disela-sela kesibukan Andrian."Soal acting gampang! Cuma kamu udah bilang belum sama suami aslimu?" balas Andrian."Dia tahu" ucapku acuh."Oh, iya. Yang
Bab 43."Kamu diapakan? Kenapa menangis seperti ini?" Andrian mengguncang bahu sang adik."Kamu jangan mengarang cerita yang tidak-tidak ya, aku tak melakukan kekerasan seksual" ancam Mas indra terang-terangan."Mas!" Aku melirik gemas."Cerita, Dik. Jangan bikin aku hawatir" ucap Andrian pada adiknya."Atau aku saja yang cerita?" tawar Mas Indra."Kami ingin mendengar dari mulut adiknya, Mas. Kamu bisa saja berkilah!" ucapku."Mega, please! Percaya aku. Aku memang menyiksanya tapi itu di alam bawah sadarku!" elak Mas Indra."Sudahlah, Mas. Sebaiknya kamu minta maaf. Agar adik Andrian tidak takut untuk menceritakan" nasehatku.Huh! Mas Indra mendengkus kesal. "Hei! Gadis kecil, Om, minta maaf atas perlakuan Om tempo hari. Om, melakukannya tanpa sadar. Lagian kamu yang cari masalah!" Mas Indra meminta maaf dengan kasar sambil menyalahkan. Entah apa yang terjadi sebenarnya?
Bab 42.Samar-samar terdengar suara Mas Indra, aku tidak dapat mendengar dengan jelas. Tetapi, aku yakin itu suaranya.Aku membuka mataku "Mas" kata yang pertama kuucapkan."Sayang, kamu harus istirahat dulu. Maafkan aku" ucapnya"Tidak papa, mungkin aku juga salah tidak membiarkanmu menjelaskan" tukasku."Jam berapa ini" aku menyibakkan tirai yang menutupi ruangan."Ya ampun, ini sudah siang. Kita ada perlu yang harus diselesaikan. Urusanmu dengan Andrian" aku mendengkus."Sayang, jangan terlalu memaksakan diri. Minum obatnya dulu" Mas Indra menyodorkan segelas air putih serta beberapa butir obat."Obat? Obat apa? Aku tidak sakit" tolakku."Kamu tadi pingsan, dokter baru saja pergi memeriksamu" jelas Mas Indra."Maafkan aku ini salahku" lanjutnya."Lalu, apa kata dokter" tanyaku."Kamu masih mengalami trauma, mungkin apa yang dilakukan mant
Bab 41Kluntang, buk, bak, gedabak, gedebuk...Suara mengagetkan rundingan kami, kami bertiga menoleh ke arah suara."Suara apa itu?" tanya Mas Indra."Ardi!" Andrian mengucapkan nama kembarannya."Saudaramu! Ayo, kita ke sana" tukasku.Kami bertiga berlari menuju tempat dimana Ardi di sekap.Klek... Pintu tidak langsung terbuka begitu saja, banyak tindihan di belakang sana, sangat sulit terbuka."Kenapa susah sekali" Andrian mendorong pintu susah payah."Mas, bantuin dong" pintaku. Mas Indra langsung menuruti. Dua lelaki itu saling berusaha, mengeluarkan segenap tenaga mereka.Brak...Bruk. barang-barang yang menghimpit pintu mulai terjatuh satu persatu sampai di akhirnya pintu dengan mudah di buka.Kaki Ardi bergelatung kebingungan, sedangkan mata dan lidahnya mencolot, tangannya menahan sebuah tali. Ini adalah pemandangan aksi bunuh diri.Andria