Bab 31
Aksi kejar-kejaran terjadi, kami layaknya pembalap berkeliaran di jalan. Kemampuan Andrian tidak bisa diragukan. Meski aku terpental-pental Andrian berhasil melewati beberapa mobil yang menghalangi.
"kamu tidak papa, Nona?" tanya Andrian. Saat kami sudah agak jauh dari pengejar.
"A-ku ti-dak pap-pa" ujarku menahan rasa sakit diperutku.
"Kamu tidak papa? Kamu sepertinya sakit" ucap Andrian bernada khawatir.
"Fokus saja pada kemudimu. Aku tidak papa" ungkapku berusaha tegar.
"Kamu sedang tidak baik-baik saja! Kamu kesakitan! Aku akan membawamu ke rumah sakit!" tegasnya lagi.
"Jangan!" ucapku tak kalah tegas. Jalan yang sedang kami lewati rumah sakit terdekat adalag dimana Tia bekerja. Apa yang harus ku katakan? Kalau Tia memergoki dalam keadaan seperti ini.
"Pokoknya kamu aku antar ke rumah sakit!" paksa Andrian. Dia terus memaksaku, aku tetap menolak sampai aku menemukan klinik saja.
"Andrian... Awas!" Teriaku saat
Bab 32Melihat ekspresi mereka seperti singa siap saling mencengkram, aku bertambah kesal."Bisa kalian hentikan. Mas Indra ini bukan salahnya, siapa yang tahu peneror itu akan melakukan hal ini. Dan kamu Andrian! Mas Indra bukan tidak bertanggung jawab, dia memang tidak bisa datang menjengukku!" tegasku. Membuat mereka merenung.Beberapa menit saling diam, suasana menjadi canggung aku berdehem mencairkan suasana. "Ehem.""Oh, iya, aku pergi dulu" Andrian mengacir pergi. Padahal aku memberi kode pada Mas Indra untuk berbicara bukan untuk mengusirnya."Meg, Maafin aku tidak bisa nemenin kamu saat di rawat" sesal Mas Indra."Tidak papa, Mas. Ini bukan salahmu. Aku mengerti keadaannya" ungkapku tak menyalahkan."Makasih udah maafin aku" Aku tersenyum mengangguk melihat ketulusan Mas Indra."Lalu bagaimana kamu disana. Apa kamu bertemu Tia" tanya Mas Indra lirih."Bukan cuma bertemu, Mas. Tia juga yang merawatku" jawabku.
Bab 33Aku membuka pintu, belum sempat melangkah Andrian menyambutku "Ada paket.""Dari siapa" ucapku tak menghiraukan."Kamu bisa saja baca sendiri dari siapa? Mungkin dari suami angkuhmu" Andrian mengolok suamiku, meletakkan kata angkuh diperkataannya."Hei, Kamu harus hati-hati kalau bicara" Aku tidak terima. Suami tercintaku dibilang begitu."Oke, Nona" jawabnya malas sambil menaruh sarapan di atas meja.Aku mencicipi sepotong tempe goreng, rasanya sangat enak "Wow, ini enak sekali""Tentu. Tanganku ajaib bisa membuat masakan apapun menjadi enak" candanya. Aku mangut-mangut. Padahal masakan begitu sederhana, tapi begitu enak.Aku langsung duduk mengambil nasi berserta lauk pauknya."Kamu sepertinya menyukai masakanku" tanyanya penuh senyum. Andrian tertawa geli melihatku melahap makanan buatan tangannya itu."Masakanmu enak" ucapku mengancungkan jempol."Kenapa kamu tidak membuka rumah makan
Bab 34"Apa kamu jatuh cinta pada pandangan pertama?" alih-alih menjawab aku melontarkan pertayaan konyol."Hahaha, aku cuma bertanya" tukasnya sambil tertawa."Apa penting buatmu sampai kamu harus tahu?" ucapku dengan mendongakkan pandangan mentapnya."Hm, tidak. Aku cuma merasa kamu menyembunyikan sesuatu pada sahabatmu""Kenapa kamu begitu ingin tahu?" tanyaku mulai terlibat obrolan serius."Aku hanya ingin tahu saja" jawabnya acuh."Jika itu alasanmu, kurasa tidak perlu menjawabnya bukan.""Ah, kamu sungguh membosankan! Aku hanya ingin mencari obrolan saja!" Andrian kesal mengutarakan niat dari perkataannya.Seketika hening sejenak. Aku berfikir yang dikatakan Andrian ada benarnya juga, rasanya membosankan, sepi dan hampa.Apalagi disuasana seperti ini, lantaran masalah penerorran ini membuatku kian setres. Seperti burung yang diincar harus waspada dimana pun, bahkan jika harus di rumah seperti ini
Bab 35Andrian tertawa, makin lama tawanya terdengar sangat jahat.Hahahahahaha...hahahahaha. Andrian bangkit, lalu tanpa aba-aba mencekik leherku.Aku di hempitkan pada dinding, tubuhku tidak bisa melawan, aku terus meronta mencoba melepas cekikan tangan Andrian."Harusnya aku tidak bergabung dengan kalian. Harusnya aku tidak pernah mempercayai kalian!" setelah mengatakan itu, aku sekarat di hempaskan.Uhuk...uhuk...uhuk...uhuk.... Aku terbatuk-batuk. "Aku akan membicarakan masalah ini dengan Mas Indra" tubuhku lemah, berusaha menjelaskan.Andrian semakin diam saja, seketika rasa bersalah muncul, di sepanjang jalan pulang Andrian diam seribu bahasa. Pikiranku kalut. Mengapa Mas Indra menyiksanya? Apa yang dilakukan gadis kecil itu? Harusnya sebelum pulang aku menanyainya dulu tetapi, gara-gara emosi kakaknya gadis itu malu, menutup pintu enggan membuka untukku.-------"Kapan suamimu itu pulang?" tanya
Bab 36Aku melihat aksi Andrian di belakang saudaranya, Andrian bersiap menyuntikkan obat bius pada Ardi namun aku harus menelan kekalahan lagi karna Ardi tahu. Bahkan berhasil menangkis tangan Andrian.Ardi berlari kabur dari tempat itu, Andrian tak menyerah dan ikut mengejar. Aku menyanggakan tangan memikirkan kekhawatiran jika malah Andrian yang kalah. Baru saja kaki beranjak pergi pintu sudah terbuka dari luar.Dua wajah sama, serupa tanpa banding sekilas pun, bahkan kedua wajah itu sama bonyoknya. Tebakkanku meraka adu jotos saat mencoba bertahan melarikan diri."Aku berhasil menangkapnya" ucap Andrian sambil membawa saudaranya yang sempoyongan akibat obat bius.Aku tak mau kehilangan akal, takut jika yang berdiri di hadapanku adalah sang peneror untuk mengelabuhuiku "Boleh kulihat tanganmu" ucapku."Untuk apa lagi! Sebaiknya siapkan kursi dan tali untuk mengikatnya" suruhnya padaku.Herannya aku langsung
Bab 37[ Mas, Aku sudah menangkap Ardi. Sekarang dia disekap di gudang apartement kita ]. Kukirimkan pesan untuk suami tercinta.[ What? Secepat ini! Kamu tidak menduksikan denganku ] responnya sangat cepat, sepertinya Mas Indra memiliki waktu luang.[ Apa kamu sendirian di rumah? Kamu tidak di apa-apakan kan oleh peneror itu] Belum kubalas, notif selanjutnya adalah rasa khawatir suami tercinta. Apa aku bilang, Mas Indra akan selalu menghawatirkanku 'kan.[ Apa kamu ada waktu ] rentetan balasanya membuatku ingin meminta waktunya.[ Hm ]balasnya cepat, singkat dan padat.[ Ada yang ingin aku bicarakan ] Aku mau bertanya soal adik Andrian sebenarnya, tapi aku perlu berbicara di hadapannya. Kenapa adik Andrian bisa babak belur di sekujur tubuhnya?[ Oke ] hanya tiga huruf, sungguh respon tercepat.--------Aku melihat Andrian duduk menunduk di ruang tengah. Aku berjalan menghampirinya, sekilas
Bab 38."Sebagai wanita, apa yang kamu rasakan ketika sudah jatuh cinta begitu dalam" Abdrian menggiringku ke kenyataan, setelah beberapa detik terjatuh ke masalalu."Tidak ada dunia selain dirinya. Aku pernah merasakan itu" ucapku tulus dari hati."Pernah? Kamu selalu merasakan itu bukan. Kalian dapat bersama saling mencintai""Tidak." Jawabanku membuat Andrian menoleh."Ya, tidak. Aku tidak pernah tahu hati suamiku, hatiku sendiri selalu merasa ragu""Eh, aku jadi curhat. Sudahlah jangan bahas tentang diriku" lanjutku."Benar, tadinya aku ingin bertanya, tapi sekarang aku ingin curhat" jawabnya."Tidak apa-apa, Aku akan mendengarkan. Pasti rasanya sakit setelah menyakiti saudaramu sendiri, padahal aku tidak menyuruhmu untuk melakukan apapun""Aku menghajarnya atas inisiatif diriku sendiri, tidak ada hubungannya denganmu. Namun, setelah melakukan ini hatiku tetap tidak lega""Mungkin aku akan se
Bab 39."Duh, aku merepotkan ya." ujar Tia."Apaan sih, Tia. Biasa aja kali. Hehe" jawabku tersenyum."Tidak kok" jawab Andrian, kemudian dia pergi meninggalkan apartemen.Sebelum melangkah jauh aku memeluknya sembari membisikkan kalimat di telinganya "Ingat! Kamu tahu kita harus berpura-pura. Jangan buat dia curiga kita bukan pasangan""Kalian so sweet banget sih," sorak Tia.Andrian melempar senyum kemudian berlalu."Kamu romantis banget sih, paling tinggal belanja bentar, nempel mulu" cletuk Tia."Biar harmonis" jawabku."Bikin iri, tahu gak""Oh, iya" ucapku heran"Kamu tahu sendiri aku sibuk, Mas Indra juga sibuk. Apa lagi akhir ini saking sibuknya aku sampai gak tahu dia lagi apa? Dia sedang ngerjain apa? Udah makan belum?" adunya mulai curhat.Aku berfikir sejenak, jadi selama ini Mas Indra tidak bersama Tia. Pekerjaannya begitu banyak kah, dia juga tidak menghunb
○Bab 49"Sedang apa kamu di sini?" tanya Andrian, nadanya mengisyaratkan ketidaksukaan. "A-ku, aku" aku bingung dengan keadaanku, naman sayanyanya kalimat ini tercekat dalam hati. "Belum puaskah? Uruasanku denganmu selesai!" tekannya. "Aku minta maaf" akhirnya kalimat ini tersampaikan. "Mudah bagi kami memaafkan. Silahkan pergi dari sini" ucapnya sambal menunjuk pintu terbuka. "Kakak, jangan usir tante mega. Lihat sekarang keadaanya?" Putri memohon. "Putri, dengarkan Kakak. Dia pernah membuat kita berantakan, dia menjadikan kita tawanan tidakkah kamu ingat perlakuan jahatnya?" ujar Adrian menjelaskan. Sebenarnya aku ingin pergi, namun aku tidak punya tempat lagi. "Tapi dia baik, tidak pernah sekali pun aku atau ibu di perlakukan buruk, Kak" ujar putri"Putri bagaimana pun dia tetap orang asing yang pernah menaruh kejahatan pada kita" tukas Andrian. "Tolong jangan berdebat karena aku. Aku akan pergi. Aku berjalan berbulan-bulan demi bisa menemui Kalian hanya berharap kalian me
○Bab 48Sepasang sepatu hitam mengkilat memijakkan kakinya di sini, serta beberapa pengawalnya. Siapa lagi? Ya, dia, Pak Burhan lelaki tua yang menjebakku di sini. "Bagaimana kabarmu wanita rendah?" sapa Pak Burhan. Kali ini aku tidak marah malah aku ngrasa benar menjadi perempuan rendah. "Apa kamu betah tinggal di sini?" tanyanya, aku juga melihat matanya tanpa ingin menjawab. Tetiba saja terlintas dibenakku tentang keluarga si kembar. "Ardi dan Andrian tidak salah. Kuharap Pak Burhan masih punya hati tidak menerlibatkan mereka dalam permainanmu" ucapku. Aku sungguh kasian jika melihat nasib mereka sepertiku, sebab terlepas ini semua mereka tidak bersalah. "Tentu saja saya punya hati tidak seperti kamu yang begitu tega dalam segala hal. Mereka telah hidup dengan damai tanpa ada kalian menjalani hari-hari seperti sebelumnya" perkataan Pak Burhan, biarpun menusuk namun membuatku merasa sangat lega. "Keluarkan dia" titah Pak Burhan pada bawahannya. Akhirnya aku bisa menghela naf
○Bab 47"Tia, aku mohon maafkan aku. Aku janji bakal ninggalin suamimu. Tapi tolong bebaskan aku, bukankah selama ini kamu mengejarku dengan selalu mengancam nyawaku" ujarku. "Iya. Aku selalu menghantuimu dengan rasa takut, bahkan resep obat untuk membuat gila, serta aku yang menggurkan bayimu. Ada yang lebih penting lagi dari ini" ungkap Tia."Apa? Bisakah kita berbicara dengan baik seperti biasanya?" tukasku. " Kamu itu ular mana mungkin aku mau berbicara baik denganmu. Semakin dibaikin malah mematokku" ujar Tia. "Mega, jika Andrian tidak melakukan kesalah di masalalu apa kamu akan tetap merebut suamiku?" tanya Tia. "Tentu saja tidak. Aku sangat mencintainya" jawabku. "Sudah kuduga. Kamu sangat mencintainya. Kamu tahu cara dia mati" ungkap tia. "Jangan-jangan kamu ..." aku menggantungkan kalimat. Berfikir bahwa Tia. "Aku yang menyuruh bekas suruhanmu untuk menghajarnya kemudian membawanya padaku. Sebenarnya dia masih hidup dan menceritakan tentang kalian. Perdunganku di pen
○Bab 46"Ya, kamu meninggalkan putriku saat dia mengandung anakmu. Dasar lelaki biadab!" maki Pak Burhan. "Siapa sebenarnya putri, Bapak?" "Laras dia putri saya" air mata lelaki iti luruh begitu saja. "Laras. Jadi dia... Sekarang dimana dia, Pak. Saya ingin bertemu kenapa tidak dia katakan kalau sedang hamil" ucap Mas Indra. "Dia bunuh diri setelah melahirkan anakmu" lelaki tua itu tak membendung lagi tangisnya bercampur emosi."Apa... " Raut wajah Mas Indra penuh penyesalan. Entah ada apa dibalik cerita ini. Sedangkan aku masih mencari tahu siapa selama ini yang ingin membunuhku. Belum sempat terbesit. Seorang wanita berpaikan dokter datang menghampiri lelaki tua itu. Dia adalah sahabatku, sekaligus istri sah Mas Indra. "Tia... Kamu" ucapku tak mengerti. "Iya aku, Meg. Aku tahu semuanya apa yang telah kamu sembunyikan dariku. Sungguh kamu sahabat paling jahat, tega merebut Mas Indra" ucapan tia menyambar hatiku, tia yabg manis dan lembut kini datar mukanya tak bermimik.
Bab 45"Kamu gak papa, Sayang," ucapku sambil mengelus bahu Andrian, lebih tepatnya aku meremasnya sebagai tanda jangan kaget."Ng ... Gak papa, kok" ucapnya sambil tersenyum ramah.Mereka saling berjabat tangan seolah tidak saling kenal."Ya, udah aku kembali ke kamar" Mas Indra berpamitan, sambil berjalan menjauh."Ya, kita juga belum selesai beberes" ucap Andrian berjalan masuk ke kamar sok sibuk. "Eh, besok kalian harus bangun pagi, ya. Kita kliling puncak" ucap Tia, berlalu pergi menyusul suaminya. Aku menutup pintu, dadaku yang tadinya berdegup kencang ada kelegaan, aku mendeprok depan pintu. "Gila kamu!" maki Andrian menghampiriku."Apaan sih?" Aku risih, suara Andrian mengejutkanku."Jadi ini alasan kamu, nyuruh aku buat jadi suami kamu" lantang Andrian sambil menggelengkan kepala. Aku tak mampu mengelak pasrah atas ucapan A
Bab 44.Perlengkapan dengan segala tetek bengeknya sudah disiapkan."Kita satu mobil atau gimana?" tanya Andrian sambil menenteng tas besar."Gak lah, kita ketemu di pos""Memangnya alamatnya mana sih?""Nih," aku menyodorkan handphone dengan mode gps."Jadi nanti kita ngikutin alamat ini. Udah berangkat belum mereka?" tanya Andrian."Sudah. Kita agak belakangan aja. Santai" Aku membuka bagasi mobil, sedangkan Andrian membawa koper.Aku dan Andrian, memasuki mobil aku menyuruh Andrian menyetir seseuai arah gps, sambil memberikan beberapa peraturan."Kamu nanti harus bisa acting. Tidak boleh ada mukamu yang mencurigakan. Kita harus terlihat seolah kita itu pasangan" ucapku disela-sela kesibukan Andrian."Soal acting gampang! Cuma kamu udah bilang belum sama suami aslimu?" balas Andrian."Dia tahu" ucapku acuh."Oh, iya. Yang
Bab 43."Kamu diapakan? Kenapa menangis seperti ini?" Andrian mengguncang bahu sang adik."Kamu jangan mengarang cerita yang tidak-tidak ya, aku tak melakukan kekerasan seksual" ancam Mas indra terang-terangan."Mas!" Aku melirik gemas."Cerita, Dik. Jangan bikin aku hawatir" ucap Andrian pada adiknya."Atau aku saja yang cerita?" tawar Mas Indra."Kami ingin mendengar dari mulut adiknya, Mas. Kamu bisa saja berkilah!" ucapku."Mega, please! Percaya aku. Aku memang menyiksanya tapi itu di alam bawah sadarku!" elak Mas Indra."Sudahlah, Mas. Sebaiknya kamu minta maaf. Agar adik Andrian tidak takut untuk menceritakan" nasehatku.Huh! Mas Indra mendengkus kesal. "Hei! Gadis kecil, Om, minta maaf atas perlakuan Om tempo hari. Om, melakukannya tanpa sadar. Lagian kamu yang cari masalah!" Mas Indra meminta maaf dengan kasar sambil menyalahkan. Entah apa yang terjadi sebenarnya?
Bab 42.Samar-samar terdengar suara Mas Indra, aku tidak dapat mendengar dengan jelas. Tetapi, aku yakin itu suaranya.Aku membuka mataku "Mas" kata yang pertama kuucapkan."Sayang, kamu harus istirahat dulu. Maafkan aku" ucapnya"Tidak papa, mungkin aku juga salah tidak membiarkanmu menjelaskan" tukasku."Jam berapa ini" aku menyibakkan tirai yang menutupi ruangan."Ya ampun, ini sudah siang. Kita ada perlu yang harus diselesaikan. Urusanmu dengan Andrian" aku mendengkus."Sayang, jangan terlalu memaksakan diri. Minum obatnya dulu" Mas Indra menyodorkan segelas air putih serta beberapa butir obat."Obat? Obat apa? Aku tidak sakit" tolakku."Kamu tadi pingsan, dokter baru saja pergi memeriksamu" jelas Mas Indra."Maafkan aku ini salahku" lanjutnya."Lalu, apa kata dokter" tanyaku."Kamu masih mengalami trauma, mungkin apa yang dilakukan mant
Bab 41Kluntang, buk, bak, gedabak, gedebuk...Suara mengagetkan rundingan kami, kami bertiga menoleh ke arah suara."Suara apa itu?" tanya Mas Indra."Ardi!" Andrian mengucapkan nama kembarannya."Saudaramu! Ayo, kita ke sana" tukasku.Kami bertiga berlari menuju tempat dimana Ardi di sekap.Klek... Pintu tidak langsung terbuka begitu saja, banyak tindihan di belakang sana, sangat sulit terbuka."Kenapa susah sekali" Andrian mendorong pintu susah payah."Mas, bantuin dong" pintaku. Mas Indra langsung menuruti. Dua lelaki itu saling berusaha, mengeluarkan segenap tenaga mereka.Brak...Bruk. barang-barang yang menghimpit pintu mulai terjatuh satu persatu sampai di akhirnya pintu dengan mudah di buka.Kaki Ardi bergelatung kebingungan, sedangkan mata dan lidahnya mencolot, tangannya menahan sebuah tali. Ini adalah pemandangan aksi bunuh diri.Andria