Share

Waktu Terasa Cepat

Penulis: Feay Hullah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Seminggu kemudian … 

Hari sekaligus bulan yang telah kami tunggu-tunggu akhirnya telah tiba. Aku dan Jo telah resmi menjadi sepasang suami istri tepat pukul sepuluh pagi. Kebahagiaan yang seharusnya menyelimuti hariku ini justru berganti menjadi sebuah kesedihan. you know yourself , ibuku tak ada disampingku. Dia sudah tenang di alam sana bersama Dinda. Sementara itu, Bapak dan Rania entah di mana dan bagaimana kabarnya sekarang. Aku tidak tahu.

'Aku harus bisa menyembunyikan kesedihan ini, pokoknya harus bisa!!'  tekadku dalam hati.

Kala penyematan cincin pernikahan oleh Jo, sebisa mungkin aku menatapnya dengan senyum menyer

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Pertama Kerja Usai Menikah

    "Kamu gak mau nemenin suami bekerja, Yang? Kalau gitu ya udah mending aku sama yang lain aja gimana?"Kepalaku rasanya mendidih mendengar dia mengatakan kalimat itu di dekat telingaku. Andai aku bisa dan berani, ingin rasanya menutup mulut dia agar tidak bisa berkata seperti tadi lagi. Aku benar-benar tidak bisa bila dia mengatakan 'mending aku sama yang lain' , perasaanku bak terbakar oleh api cemburu."Kalau gitu silakan aja! Tapi, jangan pernah berharap nanti pulang aku ada di rumah, bay!" seruku, kemudian meninggalkan dia di samping meja rias.Sebenarnya aku tidak ingin jauh-jauh darinya. Jika perlu aku ingin setiap detik, setiap menit bahkan setiap jam berada di dekat Jo. Tidak ada sehari atau dua hari terpisahkan. Selamanya dekat di sisi Jo sampai mau

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Part 01. Tak Tahan

    “Bu, Ibu!” teriak seseorang memecah keheningan di malam hari. “Tuli apa gimana sih? Dipanggil berpuluh-puluh kali kenapa gak jawab juga sih, Ibu!!” lagi-lagi suara itu semakin jelas terdengar olehku. "Mana udah malem. Jam udah setengah dua belas lebih seperempat, masih juga teriak-teriak. Padahal aku baru mau tidur. Huf, tubuhku sangat lelah. Sebaiknya aku periksa aja deh.” Aku selalu mengurus rumah dan menulis. Meski begitu, aku tidak pernah sedikit pun mengeluh. Namun sepertinya kali ini, aku akan mengeluh jika sekali lagi mendengar suara teriakan adikku—Rania Astri Safitri. Ya, dia adikku. Setiap hari aku tak pernah lepas dari suara-suara cemprengnya, dia selalu memaki Ibu kapan pun dia mau. Parahnya lagi, Rania menganggap Ibu seperti seorang pembantu. Bayangkan saja, anak mana yang tega melihat ibunya sendiri diperlakuk

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Part 02. Penyiksaan Bertubi-Tubi

    Setelah memastikan Rania, si gadis menyebalkan itu pergi sekolah. Gegas kuhampiri ibu dan meminta ibu menyudahi pekerjaannya mencuci pakaian Rania."Bu! Aku mau bicara sama Ibu, sekarang juga ku mohon tinggalkan toilet dan ikut aku!" titahku kepadanya. Hati kecilku sangat sakit rasanya, harus berucap dengan nada tinggi. Aku yakin, ibu pasti setelah ini akan menangis.Ibu bangkit dan kulihat mencuci tangannya, kemudian mengikutiku hingga ke ruang tengah. Di saat kami berdua telah saling berhadap-hadapan, kuberanikan diri untuk mengembuskan napas, lalu membuka suara. Bismillah."Bu, viani mohon sama Ibu, jangan mau disuruh-suruh sama Rania! Via cuma gak mau kalau harus liat Ibu dimaki-maki, Via gak mau! Plis, ku

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Part 03. Aku Kuat Demi Ibu

    Berharap dengan menjelaskan ini kepadanya, dia dapat mengerti dan meminta ibu membatalkan keinginannya. Akan tetapi, ternyata pikiranku yang salah. Manusia macam Rania memang tidak punya hati."Viani, sudah! Ibu bisa pinjem kok ke tetangga seratus ribu lagi," sergah Ibu."Tuh, dia aja gak masalah. Kenapa lo yang sewot?""Apa? Ibu mau pinjem lagi? Ingat, Bu! Utang kita udah 200 ribu loh, kalau kita pinjem lagi dari mana bayarnya?" Rasanya semakin tidak rela, melihat ibu hanya demi seorang Rania mau untuk berutang."Pokoknya aku gak mau tau, Bu. I

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Part 04. Jangan Jadi Anak Durhaka, Ran!

    "Ibu!!" teriakku memecah keheningan.Ibu melepas mukenanya dan dia langsung menghampiriku yang tergeletak tak berdaya di tanah. Aku yakin, pipiku ini semakin bertambah parah. Kucoba untuk menahan rasa sakit ini supaya ibu tak mengkhawatirkanku. Namun, diri ini terlalu sulit membohongi perasaan sendiri. Perih, panas, nyeri semuanya bercampur menjadi satu.Ku paksakan berdiri dan membantu ibu membawanya masuk ke dalam, angin malam sangatlah tak baik untuk usia sepertinya.Akhir-akhir ini ibu memang sering merasakan sakit, badan pegal-pegal, kepala puyeng dan semuanya. Namun, aku memaklumi akan hal tersebut. Sayangnya, meski ibu sakit atau masih dalam keadaan biasa. Saudara-saudaraku selalu memperlakukan ibu tak semestinya.

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Bab 05. Sosok Diana

    Sebagai seorang kakak tertua, seharusnya dia bisa mengayomi adik-adiknya. Memberikan contoh yang baik untuk mereka yang usianya jauh di bawahnya. Namun, nyatanya Diana memang berbeda dari sekian banyaknya perempuan di luar sana. Diana menikah dengan seorang pria berusia lima tahun di atasnya. Kehidupan Diana memang terbilang sangat sempurna. Bagaimana tidak, mertuanya membuatkan rumah mewah bertingkat di pinggir sawah. Dengan halaman yang cukup luas. Segala kemauanya, selalu dituruti oleh suami dan semua anggota keluarga mertuanya. Sayang, ketika dia mendapatkan segalanya. Diana tidak pernah ingat pada Ibu dan adik-adiknya di kampung. Dia selalu saja berpura-pura tidak punya uang, padahal dia terkadang memposting kegiatannya di status di WhatsAp. Sampai makan mengunjungi dan beli parfum pun, dia tidak pernah ket

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Bab 06. Gara-Gara Lukaku Tetangga Pada Heboh

    "Bu, Ibu! Tau gak sih, katanya si Neng Milen pipinya digores, ya sama adiknya sendiri?" tanya salah seorang ibu-ibu di sebuah warung dekat tak jauh dari rumah."Maksudnya gimana itu? Maaf nih, ya, Ibu-Ibu saya teh gak ngerti sumpah. Jadi ceritanya Neng Milen kenapa? Saya penasaran, Bu," sahutnya lagi."Jadi begini, Bu Marni, kamaren ada seseorang yang datang ke rumahna si Neng Milen. Nah, di situ dia nemuin Neng Milen wajahnya cacat, menurut pendapat orang yang liatnya itu, katanya Neng Milen pipinya sengaja digores sama piso oleh adiknya.""Owalah, eh kok bisa orang itu tau kejadian sebenarnya? Emangnya Neng Milen cerita?" tanya si Bu Marni.&nb

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Part 07. Kapan Kamu Berubah, Ran?

    "Assalamualaikum, Bu Citra! Assalamualaikum!"Terdengar seseorang mengetuk pintu dari luar, membuat ucapanku kepotong. Aku, ibu dan Rania berpura-pura bersikap biasa demi menghindari hal yang tidak diinginkan. Sebelum aku membuka pintu, Rania memberikan peringatan untukku supaya ketika nanti ada yang bertanya mengenai luka di pipiku diri ini tak menceritakan kejadian sebenarnya.Terpaksa malam ini aku lagi-lagi berbohong dan menuruti semua kemauannya. Setelah aku mengiyakan semua ucapannya, bergegas pergi menuju ke dekat pintu dan membukanya.Perasaanku memang tidak salah lagi, si pemilik suara tadi tak lain adalah Teh Kinan. Tetangga dekat kami, tetapi rumahnya pinggir jalan. Teh Kinan dan keluarga merupakan bos sayuran. Bisa dibilang orang kaya di kampung

Bab terbaru

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Pertama Kerja Usai Menikah

    "Kamu gak mau nemenin suami bekerja, Yang? Kalau gitu ya udah mending aku sama yang lain aja gimana?"Kepalaku rasanya mendidih mendengar dia mengatakan kalimat itu di dekat telingaku. Andai aku bisa dan berani, ingin rasanya menutup mulut dia agar tidak bisa berkata seperti tadi lagi. Aku benar-benar tidak bisa bila dia mengatakan 'mending aku sama yang lain' , perasaanku bak terbakar oleh api cemburu."Kalau gitu silakan aja! Tapi, jangan pernah berharap nanti pulang aku ada di rumah, bay!" seruku, kemudian meninggalkan dia di samping meja rias.Sebenarnya aku tidak ingin jauh-jauh darinya. Jika perlu aku ingin setiap detik, setiap menit bahkan setiap jam berada di dekat Jo. Tidak ada sehari atau dua hari terpisahkan. Selamanya dekat di sisi Jo sampai mau

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Waktu Terasa Cepat

    Seminggu kemudian …Hari sekaligus bulan yang telah kami tunggu-tunggu akhirnya telah tiba. Aku dan Jo telah resmi menjadi sepasang suami istri tepat pukul sepuluh pagi. Kebahagiaan yang seharusnya menyelimuti hariku ini justru berganti menjadi sebuah kesedihan. you know yourself , ibuku tak ada disampingku. Dia sudah tenang di alam sana bersama Dinda. Sementara itu, Bapak dan Rania entah di mana dan bagaimana kabarnya sekarang. Aku tidak tahu.'Aku harus bisa menyembunyikan kesedihan ini, pokoknya harus bisa!!' tekadku dalam hati.Kala penyematan cincin pernikahan oleh Jo, sebisa mungkin aku menatapnya dengan senyum menyer

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Hal Buruk 2

    "Ish, jahil kamu.""Suka, kan?" tanyanya.Aku hanya tersenyum tanpa mengatakan apa-apa. Tiga puluh menit waktu yang cukup lama bagiku mengabulkan permintaannya.Cinta … hadir tanpa kita duga. Datang tanpa memberi salam, kemudian singgah tanpa permisi. Kata orang cinta unik. Cinta itu nyata sehingga kedatangannya mengubah kepedihan menjadi kebahagiaan. Menghapus tangis air mata, menjadi senyuman."Unik, kan?"Awalnya aku tak percaya akan cinta, aku pun tidak berharap lebih dari kata tersebut. Hanya saja setiap orang ingin bahagia bersama pasangan masing-masing begitupun yang dirasakan olehku. Aku ingin bahagia bersama Joo

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Hal Buruk

    Aku serba salah dengan keadaan sekarang. Antara bahagia dan tidak. Itulah dua rasa yang tidak bisa disatukan. Bahagia karena bisa lebih dekat dengan keluarga besar Joo dan tidak lantaran adanya wanita itu menjadikan hidupku mungkin akan lebih buruk lagi ketimbang saat bersama Rania dulu."Sayang-sayang! Ayang! Millen udah, Millen dia udah gak ada kok. Sayang!" panggilnya begitu lembut.Kurasakan tangannya menyentuh punggungku, mengusapnya kemudian dia mengangkatku agar wajahku bisa sejajar dengannya."Yang! Ayang gak enak sama bibikku?" tanyanya.Aku menggeleng, mengusap air mata kepalsuan ini sambil tersenyum memandangnya."Mi

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Si Bibik Ketus

    "Dia kenapa sih, kok aneh banget sama aku?" tanyaku dengan memelankan suara sehingga hanya aku sendiri yang mendengarnya.Semenjak Joo menurunkanku dari pangkuannya. Sekilas aku melirik ke arah wanita tua yang usianya sekitar dibawah bunda. Aku sendiri tidak tahu pasti berapa usianya. Hanya saja tatapan dialah yang membuatku tak nyaman saat ini."Joo!" panggil si Kakek.Kekasihku ini menoleh dan menjawab panggilannya dengan sangat santun. "Ada apa, Mbah?""Bawa pacarmu nih istirahat! Kasian pasti capek lama di jalan," katanya menyuruh Joo membawaku beristirahat.Kupikir setelah si Kakek memintaku m

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Dasar Pacar Stress

    "Aduuhh!"Aku menjerit histeris merasakan kepalaku membentur sesuatu. Aku tidak tahu bagaimana awalnya, mengapa kepalaku sampai mengenai bagian depan mobil. Jujur, sakit sekali dan tepat saat Joo menangkap tubuhku. Aku muntah.'Astaga, aku kok sampe muntah segala?' tanyaku dalam hati.Kupandangi wajah tampannya itu dan sekilas aku bisa melihat bagaimana reaksinya melihatku menumpahkan isi perutku di mobil mahalnya ini. Akan tetapi, tiba-tiba dia membenarkan posisi dudukku, lalu membantu membersihkan muntahan tadi. Tidak banyak yang dia ungkapkan selain dari mengambil pembersih mobil seperti; lap, air secukupnya dan keresek hitam.Aku pun tidak tahu bagaimana isi hatinya. Entah memang dia tida

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Isi Surat

    Teruntuk kamu …Dari aku, si pengagum dari dunia nyata …'Halo, Joo. Joo, aku merasa akhir-akhir ini kamu menghindar dari aku. Kamu lebih sering datang ke luar kota entah aku tidak tahu kamu nemuin siapa. Aku harap bukan bertemu perempuan, melainkan untuk bekerja saja.Joo … kamu harus tahu, kalau aku sebenarnya suka sama kamu. Dari kita SD sampai kita sebesar ini. Aku benar-benar sangat menyukai kamu. Perasaan ini masih rapi tersimpan dalam lubuk hati aku yang paling dalam. Kuakui … aku memang bukan siapa-siapa, tidak pantas bersanding dengan dirimu.Joo … untuk kali ini, ijinkan aku menyentuhmu. Maaf, aku membuat malam ini menjadi mal

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Ragu

    Kulangkahkan kaki perlahan meninggalkan pekarangan rumah. Dengan air mata yang tak henti-hentinya menetes. Perih rasanya harus meninggalkan rumah dan kampung halaman ini demi sebuah lembaran baru yang akan aku mulai bersama Joo di sana. Jujur aku ragu, baru kali pertama pergi jauh dan tanpa di dampingi ibu atau bapak."Sayang! Kakak tau, kamu tuh sedih dan pastinya berat banget buat lalui semua ini. Tapi, coba liat Joo. Bertahun-tahun dia menantikan momen ini, ingin menjagamu lebih dekat, masihkah kamu ragu?" tanya Jelita yang kemudian menghentikan langkahku, lalu memelukku."Aku bingung, Kak. Aku ragu untuk pergi. Di tampat ini begitu banyak kenangan sama ibu, Rania dan semuanya. Aku takut di sana malah akan ngecewain Joo," jawaku berterus terang.Kuharap dia mengerti denga

  • Dia Ibumu Bukan Pembantumu   Pelajaran Hidup

    Di tempat favoritku ini, Asia Plaza. Tempat yang ketika dulu bersama teman-temanku sering ke sini sebelum Rania dan Diana berbuat ulah. Teringat akan sesuatu hal yang sangat indah. Ada cerita di setiap sudut Mall tersebut. Setiap langkah kami bercerita panjang lebar, sampai-sampai kami pernah menabrak seseorang karena kami terus menunduk.Selain kenangan bersama sahabat dan teman-teman yang lainnya. Ada hal lain yang seketika ingatanku kembali pada sosok ibu. Dulu aku sempat berjanji ketika memiliki upah dari hasil menulisku aku berharap akan mengajaknya ke sini. Ke tempat yang orang-orang pun ingin sekali mengunjunginya."Kamu ngapain sih ngelamun mulu, Brinz?" tanyanya kepadaku sambil menjentikkan jarinya.Mataku mengerjap dan langsung menoleh, "Kamu apaan sih

DMCA.com Protection Status