Jaxx langsung diarahkan ke lokasi. Melihat beberapa kotak digali agar terlihat semua, Jaxx turun begitu saja, dan memeriksa satu yang paling dekat dengannya. Melihat apa yang ada di dalam, Jaxx tertawa, “Aku menemukannya.” Menoleh ke Bill, “Siapkan tempat yang kita bicarakan kemarin, bawa semuanya ke sana, dan perketat penjagaan."Bill mengangguk dan pergi untuk menyiapkan perintah Jaxx.Abi mendekat, “Saya akan menyiapkan truk untuk mengangkutnya.”Jaxx yang masih tertawa, berbalik menghadap Abi, “Lakukan yang terbaik, jangan lupa menghitungnya, aku akan mengawasi dari atas.” Dia sedang berbahagia. Sepertinya sebentar lagi Scott akan memberikan posisi yang dia inginkan setelah penemuan ini dan dengan itu dia tak perlu lagi bekerja keras karena kedamaian pasti sudah teratasi oleh posisi yang diincarnya itu.Abi turun, mencatat semua penemuan agar tak sampai ada yang tertinggal, dan memerintah anak buah Jaxx yang lain agar menyiapkan truk karena Bill sudah bilang kalau tempat penyimpan
‘Secepatnya. Anda tidak usah kawatir.’Hampir malam. Erica merasa apa yang diucapkannya dari tadi menggema di telinga, bahkan saat dia makan pun, lidahnya tak merasakan enak, hanya ingin segera bertemu dengan Jaxx saja.“Anda ingin yang lain, Nona?’ tanya pelayan Jaxx.Erica menggeleng, “Terima kasih. Aku mau istirahat.” Erica menghabiskan minumannya dan pergi ke kamar. Ada beberapa hal yang harus dikerjakan menyangkut tugas akhirnya, tetapi pikirannya tak bisa fokus, dia hanya membolak-balik buku tanpa bisa menyelesaikan apa pun, dan malah ke luar saat mendengar deru mobil mendekat. Sepertinya Jaxx sudah pulang.“Kau belum tidur?” Jaxx memeluk Erica dan memagut bibir singkat.Erica tersenyum, “Bagaimana dengan lenganmu?”“Lebih baik karena aku punya perawat yang bisa diandalkan.” Jaxx memeluk Erica, merayapkan tangan ke punggung untuk menggoda, dan bersiap mencium Erica lagi.“Jangan di sini, Jaxx. Aku mau di kamar.”Jaxx terkekeh, “Oke.” Memegangi tangan Erica dan menuntunnya ke kam
Mendengar pertanyaan itu, Erica malah merapikan rambut yang bahkan tak mengganggu sekali pun, “Aku ... tahu kalau kau menembak Jaxx.” Hans tersenyum, “Semua orang juga mengetahuinya. Kabarnya dimuat dikoran, kan? Meski hanya sehari dan peredarannya dicabut, tetap saja ada beberapa orang yang sudah membelinya.” “Kenapa kau melakukannya, Hans?” “Apa aku menyakiti hatimu?” Erica menelan ludah, dia tahu betul Hans menyukainya dan semua ini bukan tentang dirinya saja yang sedih, Hans pun pasti juga sakit. “Aku tidak tahu ada apa denganmu, Hans. Kamu sangat baik dan sopan padaku, kau tak pernah melakukan hal yang membuatku marah, tetapi ... semua orang yang ada di sekitarmu tidak pernah membuatku nyaman, dan aku merasa harus menjadi orang lain untuk dekat denganmu. Maaf.” Hans membawa kopinya dan berdiri, “Setidaknya hanya aku yang tulus mencintaimu.” Ke luar dari kedai kopi. Dia memang senang bertemu dengan Erica, tetapi kalau cinta Erica bukan untuknya? Apa yang bisa dilakukan Hans m
Rose meletakkan cerutu yang dipegang dan mendekati Jaxx, memperhatikan wanita di depannya, dan mencium bibir itu di depan Jaxx. Tentu saja wanita itu tak berani menolak, dia tahu benar akan berakhir bagaimana kalau sampai kliennya kecewa, jadi meski adegan ini menjijikkan, dia tetap melakukan sesempurna mungkin. Rose melepas ciuman itu dan membersihkan bibirnya sendiri, “Ya, rasanya memang manis. Seleramu bagus juga.” Duduk kembali di tempatnya, mengambil cerutu, dan mengisap lagi, “Apa aku berencana memberikannya padaku?” Eva menunjuk meja di depannya dengan dagu, “Baru kali ini aku melihat hal seperti itu?” Erica mengerutkan kening, “Ada apa?” “Wanita di sana mencium wanita lain, padahal dia sudah dipangku oleh pria gagah, apa begitu banyak orang sakit di zaman sekarang ini?” Erica merapikan rambut sambil menoleh, dia tak kenal dengan wajah itu, tampak seperti wanita kaya dari pakaiannya, tetapi pria yang memunggunginya, seolah kegagahannya bisa diukir dengan mata tertutup. E
Meski agak terkejut, Jaxx tetap diam saat mendapati dirinya sadar dan berada di ruangan dokter yang biasa menanganinya. Menyibak selimut dan duduk untuk menyeimbangkan tubuh sebelum pergi dari tempat ini.“Kau sudah bangun, Jaxx? Apa ada yang mengganggumu? Kau terlalu banyak minum obat tidur?” Dokter masuk, dia ingin memeriksa, dan bersyukur melihat Jaxx sudah sadar.Menghela napas, “Apa gumpalan itu benar-benar kau ambil?”Dokter itu mengerutkan kening, “Kau mencurigaiku? Yang benar saja?!” Terkekeh, duduk di depan komputer, dan memeriksa apa yang seharusnya, “Meski operasinya lancar, seharusnya kepalamu tidak boleh terbentur, jangan salahkan aku kalau kau yang melakukan kesalahan, ya? Jangan sering minum obat tidur. Sebenarnya obat seperti itu sangat berbahaya.”Jaxx menghela napas lagi, “Aku sudah lama tidak minum barang sialan seperti itu.”“Lalu? Apa yang membuatmu pingsan? Kali ini memang pingsan, aku hanya kawatir kamu terlalu memaksakan diri, sekuat-kuatnya manusia tetap butuh
Abi terjatuh karena orang yang akan ditabrak langsung melompat dan membuatnya hampir menabarak Bill, kalau tidak menghindar dan sengaja menjatuhkan diri, dia pasti akan menyelakai sahabatnya itu.Berdiri dan mengambil kunci motor, “Sepertinya aku sedang beruntung sampai mendapat tangkapan besar begini.”Bill bangun dan membantu Abi, “Ayo!” Berlari untuk berduel dengan pria kurang ajar yang mengganggunya.Abi juga ikut serta, dia mengerahkan seluruh tenaga yang dimiliki, tetapi tetap saja kalah. “Akh!” Tersungkur saat perutnya tertendang dengan keras.Bill pun sama, dia juga tersungkur, lama berlari membuat tenaganya menipis, jadi perkelahian ini semakin mencekiknya.“Apa yang kalian lakukan di sini?!” Satpam berlari mendekat sambil mengacungkan tongkat, “Aku akan memanggil polisi agar menangkap kalian!”Terkekeh, “Untuk apa? Kami hanya bercanda, kami ini berlatih, Pak. Untuk apa sampai memanggil polisi? Memangnya kami salah?” Motor yang dari tadi tumbang tak tertolong, segera diberdir
‘Ting. Ting.’ Erica menoleh bermaksud menyambut pembeli, tetapi yang datang saat ini membuatnya langsung tersenyum kecut. “Apa pekerjaan ini membuatmu terlalu sibuk sampai tidak ada waktu untuk meneleponku, Erica?” Jaxx terus mendekat dan berhenti setelah tepat berada di depan Erica meski hanya terhalang meja. Erica mengangguk, “Maaf.” Jaxx menghela napas, “Aku tidak menyuruhmu minta maaf. Di mana Jessie?” “Dia ada kepentingan jadi aku menjaga kedai sendiri. Dulu selama aku di sini dia juga sering sibuk. Kau ... mau kopi?” Erica tersenyum lagi. Semarah apa dia dengan Jaxx, nyatanya tetap sulit membenci pria itu, terlebih saat berhadapan seperti ini. “Ya, bautkan apa pun yang spesial dan enak.” Jaxx mengedarkan padangan, tahu ada meja kosong, dia duduk di sana, membiarkan Bill yang baru saja pamit ke luar. Erica mengantar segelas kopi Latte untuk Jaxx, “Aku ... harus segera menyelesaikan pekerjaanku, sebentar lagi ada pendaftaran di Aganta, kalau saat itu pekerjaanku belum siap
Erica tersenyum, “Apa kamu melakukannya dengan wanita itu juga? Kau juga melakukan ini?” Bobi terkekeh, “Siapa? Aku tidak pernah melakukan apa pun dengan siapa pun? Aku bersih dan aku hanya tertarik padamu saja.” Kembali mendekat, menciumi bibir yang nyatanya manis juga, meski dulu dia sempat menolak rencana ini karena Erica terlihat aneh, nyatanya tetap sama seperti cewek lain saat mabuk begini. “Lalu siapa wanita yang kau peluk kemarin?” Meski menerima ciuman itu, Erica merasa harus menuntut jawab atas rasa penasarannya. “Siapa? Aku tidak memeluk siapa pun kemarin.” Bobi menyelusupkan tangan untuk menyentuh milik Erica, kaki yang merespons baik tujuannya, membuat Bobi berhasil menyisikan kain tipis itu tanpa perlu bersusah payah. Dia mulai mengeluar masukkan jemari dan membuat milik Erica semakin basah. “Aaahhh ... kau belum menjawab pertanyaanku. Tunggu sebentar, ooughhhh ....” Erica menahan tangan yang sedang membuatnya semakin naik itu. Bobi semakin liar, larangan itu membua
“Jadi, kau mengingatku?” Erica menangis sampai tergugu, “Aku menunggumu dan mencarimu ke mana-mana. Kenapa kau pergi jauh sekali.” Erica tak menyangka kalau Jaxx telah mengingatnya selama ini. Tersenyum, “Aku ingin kau hidup lebih baik. Mendapatkan keluarga dan disayangi seperti anak-anak lain.” Jaxx dan Erica memang dari panti asuhan yang sama. Dulu, Jaxx memang sudah lebih dewasa dan dia benci dengan pengurus gereja yang sering ca bul ke anak-anak. Dia selalu mengabaikan orang itu, tetapi saat Erica yang diganggu, rasanya tak rela, dan Jaxx memukul dengan membabi buta. Barulah dia kabur ke kota karena tak ingin berakhir di penjara. Erica menggeleng, “Hanya kamu yang baik padaku. Aku tidak ingin keluarga lainnya. Aku tidak ingin kasih sayang dari orang lain. Cepatlah sembuh, Jaxx. Aku takut kamu pergi lagi dariku.” Jaxx membuka tangan agar Erica memeluknya. “Bukankah itu sakit?” Menunjuk perban yang melingkar di lengan dan dadanya. “Kau bisa memelukku dengan hati-hati.” Erica m
Dokter yang sibuk dengan komputer di depannya itu, melepas kaca mata, dan mempersilakan duduk.Erica menarik napas panjang dan dalam sebelum mengajukan pertanyaan, “Aku tidak tahu di mana dan kenapa Jaxx tertembak, tetapi ini bukan pertama kalinya, dan aku yakin ini juga bukan yang ke dua kalinya, kan? Kemarin kamu yang menangani Jaxx, kurasa kalian saling kenal, sedangkan aku hanya orang asing yang mencintai Jaxx saja. Bolehkah aku tahu ada apa sebenarnya?”Dokter itu tersenyum, “Sebenarnya aku bukan orang yang tepat untuk menjawab pertanyaan itu. Aku hanya membantu Jaxx selama ini dan kebetulan saja dia mempercayaiku. Jaxx punya gangguan tidur yang parah, aku memberinya obat tidur dosis tinggi awalnya, lalu menurunkan dosis seiring berjalannya waktu, dan kurasa dia mulai terbiasa.”Erica menyimak dengan saksama.“Jaxx sempat protes dan minta dosisnya dikembalikan, tetapi Bill bercerita kalau dia akhir-akhir ini bisa tidur tanpa obat itu, dan kurasa karena kehadiranmu.” Dokter tersen
Melihat pria di depannya jatuh setelah tertembak, Jaxx yang tadinya mulai lengah, kini waspada kembali, bahkan dia pun menem baki juga beberapa orang yang dia tahu anak buah Rose. “Kita cari jalan ke luar sekarang!” Bill membuka jalan, berjibaku dengan pis tolnya sendiri, dan sesekali menoleh ke arah Jaxx, “Sebelah sini, Mr. Jaxx!” Abi pun sama, dia juga sibuk dengan pistol di tangan, menembak siapa saja yang terlihat membahayakan, dan mengikuti ke mana pun Jaxx pergi. Bosnya itu harus tetap di tengah agar aman sampai di luar markas besar. “Mereka ke sana!” terika seorang anak buah Rose. Mendengar itu, Rose yang juga membawa pistol, ikut berlari, menatap setiap sudut dengan awas, dan menyeringai melihat sekelebat orang berlari ke arah kanan, “Aku tahu ke mana mereka pergi.” Meninggalkan anak buahnya dan menuju ke arah lain. “Apa benar ini tempatnya?” tanya Jaxx melihat Bill sibuk membuka pintu. “Hanya ada pintu ini di sini.” Bill mengungkit lagi sekali dan tersenyum saat pintu i
“Bagaimana pun juga aku punya hak di markas ini!!” Rose melempar gelas yang isinya baru saja diminum seteguk saja, “Aku bisa menem bak tempat ini dan membuatnya bisa menjadi abu dalam sekejap mata. Apa kalian ingin melihatnya lebih cepat lagi?” Mengulurkan tangan dan siap menerima pis tol dari anak buahnya. Semua orang jadi gugup, “Ma-maafkan kami, Madam Rose. Mr. Scott sudah memberikan markas besar sepenuhnya kepada Mr. Jaxx, dengan begitu kami tidak berani menerima apa pun permintaan Anda, Mr. Jaxx mengubah beberapa aturan secara tertulis, dan kami tidak mau kehilangan pekerjaan karena kelalaian kami sendiri.” Rose tersenyum sambil menggeleng, “Kalau begitu,” Menopang dagu dan memainkan kakinya sendiri untuk diayun-ayunkan, “di mana harta karun yang ditemukan di lokasi kontruksi? Aku hanya ingin melihatnya saja. Setelah itu aku akan pergi, dan tidak mengganggu tempat ini lagi.” Tersenyum semanis mungkin. Meski begitu, tak ada seorang pun yang berani merendahkannya, apa lagi menata
Erica merapikan rambutnya, “Bukan itu maksudku, Hans.” Hans tertawa mendengarnya, “Aku bercanda, Erica. Ceritakan tentangmu. Apa yang akan kamu lakukan di Aganta?” Erica lega Hans hanya menggodanya saja, “Aku harus membayar mahal untuk tugas akhir itu, Hans, jadi aku membuat diriku disandera oleh Aganta, aku akan bekerja di sana secara gratis sampai bisa menjual semua karya seni buatanku.” Hans mengangguk, “Itu tidak gratis, kan? Kurasa kamu mengganti kata magang. Aku juga sering ke Aganta, aku akan mengunjungimu kalau ke sana.” “Jangan merepotkan dirimu sendiri, Hans.” Keduanya pun tertawa. Setelah bubur manis itu habis, Erica membayar, dan mengajak Hans pergi, “Aku pulang dulu.” “Aku akan mengantarmu. Bukankah ini masih lumayan jauh?” Hans mengambil semua peralatan seni Erica begitu saja dan memasukkannya ke mobil, “Bagaimana kamu membawa tugas akhirmu? Apa itu besar? Kamu belum menunjukkannya padaku.” Hans menyuruh anak buahnya melajukan mobil. Erica tersenyum, “Aku mengangku
“Mr. Scott!” Jaxx langsung berlari melihat Scott hampir masuk bandara, “Apa ini?!” Scott terkekeh, “Aku sudah bilang padamu kalau aku ingin pensiun, kan?” “Dengan melarikan diri? Aku bisa membebaskanmu dari wanita sialan itu, tinggal sedikit lagi, Aganta tidak akan dijual ke siapa pun. Meski itu juga berarti aku tidak bisa mengusir Rose, dia tidak akan bertingkah di sini, aku akan melakukan apa pun untuk menaikkan saham kita di sana.” Jaxx berharap bisa merayu Scott, “Tolong, tetaplah di sini.” Scott tersenyum lebar, “Aku hanya berlibur untuk beberapa hari, aku tidak mati atau pergi ke mars, jadi jangan kawatir. Aku akan kembali lagi, Jaxx.” “Kapan? Aku harus tahu kapan pastinya Anda kembali, Mr. Scott.” Andai Jaxx bisa mungkin dia sudah menarik koper-koper yang dibawa anak buah pribadi Scott dan mengajak Scott kembali ke markas inti. “Kau akan mengetahuinya. Berhati-hatilah dengan Rose, kita sama-sama tahu kalau dia selalu menghalalkan segala cara untuk kepentingan pribadinya se
Jaxx, Bill, dan Abi saling melempar pandang, “Siapa?” Jaxx mengurai pelukan itu dan menatap Erica lebih serius. “Pak Johan. Beliau pimpinan Aganta. Bukankah kamu sering ke sini, Jaxx? Aku pikir kamu mengenalnya sampai membuat pengajuanku berjalan sangat lancar tadi.” Melihat wajah Jaxx yang berkecamuk, Erica jadi gugup, “Apa ... kita merayakannya dengan es krim?” Jaxx menoleh ke Bill dan Abi, “Aku beli es krim dengan Erica. Kerjakan tugas kalian.” Merangkul Erica dan ke luar dari Aganta sambil terus mencari Johan. Dia tidak menyangka kalau pria itu sudah berada di Aganta setelah sekian lama dicari-cari ke mana pun. Erica yang terganggu karena Jaxx diam dari tadi, merangkul pria itu lebih erat, “Apa ada sesuatu, Jaxx?” Jaxx tersenyum, “Sesuatu? Tidak ada. Apa memangnya?” Jaxx mendekat ke penjual es krim, “Semangkuk yang spesial untuk perempuan yang spesial.” Penjual tersenyum lebar, “Pasti, Tuan.” Meracik pesanan dengan senang hati. Erica yang mendengar pesanan Jaxx, jadi merona
“Tidak. Untuk apa aku cemburu?” Erica mempercepat memakai pakaian dan meneguk minuman bersoda yang tadi dibelikan Bill. “Malam ini pulanglah ke rumahku.” Jaxx mendekat dan menebuk birnya, “Setelah patungnya didaftarkan ke Aganta, harusnya kau tidak perlu ke kampus, kan? Menemui dosen atau temanmu yang tidak jelas itu.” imbuh Jaxx. Erica menggeleng lagi, “Dengan tetap di sini aku bisa menemukanmu secara tidak sengaja seperti waktu itu. Meski aku tahu kalau kamu bisa mengobrol dengan siapa saja, kejutan yang seperti itu membuatku lebih hidup.” Jaxx terkekeh, “Ucapanmu bisa disimpulkan kalau kamu kesepian setiap di rumahku. Apa tebakku benar?” Erica masih mau menjawab, pintu studio diketuk oleh seseorang, dan dia ke sana untuk membukakannya. “Masuklah!” Ternyata itu Bill, Abi, dan beberapa orang pria, “Tolong berhati-hatilah. Aku akan menangis kalau sampai ada kesalahan.” Jaxx mendekat dan merangkul pinggang Erica, mengawasi patung dinaikkan ke truk, dan mengajak Erica berangkat ke
Setelah tangan Hans selesai dibersihkan, Rose menyuruh Hans mandi agar bau keringat itu hilang, dan dia membantu Jaxx membuat mi. “Aku mandi dulu.” Scott meninggalkan Rose dan Jaxx di dapur karena tubuhnya juga gerah. Rose pun tersenyum, “Jadi, kau yang mengambil paket itu?” “Paket apa?” Jaxx tak paham. “Kau bilang Hans terjatuh dan kau yang mengejar anjingnya, kan? Kalau Hans sudah mengambil paketnya, untuk apa kamu masih mengejar anjing itu, artinya kau yang berhasil mengejar.” Meliat Jaxx mau menyangkal, Rose bicara lagi, “Aku lebih berpengalaman darimu, Jaxx. Jangan membohongiku. Katakan, kenapa kamu bilang kalah Hans yang mengambilnya?” Jaxx tersenyum, “Dia punya dua sosis di kulkas dan itu cukup adil, kan? Aku tahu apa yang kulakukan, Madam. Jangan kawatir.” Mi yang sudah siap makan, Jaxx membawanya ke ruang makan, dan langsung disantap. Sedangkan Rose pergi sambil tersenyum. Pikiran Jaxx masih sangat dangkal ternyata. Dia ke kamar, menyiapkan pakaian untuk Scott dan duduk