Beranda / Romansa / Di Balik Taruhan Cinta / Percobaan Bunuh Diri

Share

Percobaan Bunuh Diri

Penulis: Sofi Prabandani
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-29 21:26:16

Suasana ruang rapat lantai 7 terasa kaku, seperti biasa. Davin duduk di kursi utama dengan mata tajam menyisir setiap grafik di layar proyektor. Nada suaranya tegas, dingin, dan membuat semua peserta tak berani bersuara lebih dari yang diperlukan.

Namun tiba-tiba...

"Maaf, saya harus keluar."

Semua kepala menoleh.

Dean, yang berdiri di samping kanan Davin, refleks melirik bosnya dengan dahi mengernyit.

"Vin?" gumamnya lirih, tak percaya.

Davin sudah berdiri, satu tangannya menggenggam ponsel yang baru saja dia angkat lima detik lalu. Wajahnya berubah. Bukan hanya tegang-tapi juga panik. Sebuah ekspresi yang tak pernah terlihat dari pria se-dingin es seperti Davin.

Dean bergegas mengikuti, namun Davin mengangkat tangan menghentikan.

"Gue sendiri."

Seketika, Dean tahu ini bukan urusan bisnis.

Davin menyetir sendiri. Mobil hitamnya melaju cepat, melewati jalanan Jakarta yang masih ramai.

Di dashboard, panggilan terakhir tertulis: Bi Suri - 01:42 PM

Suara wanita paruh baya itu masih terngiang jelas di telinganya:

"Tuan Davin... Ibu Aleya jatuh dari tangga. Saya nggak tahu bagaimana bisa. Tadi saya tinggal ambil cucian sebentar. Sekarang dia pingsan, Pak. Saya sudah panggil dokter William."

Davin menggigit bibir bawahnya. Tangannya mencengkeram kemudi, mata menatap jalan tapi pikirannya... berputar pada kejadian pagi tadi.

---

Memori tadi pagi menghantam keras ulu hatinya.

"Aku nggak mau minum obat itu!" Aleya membentak dengan suara gemetar, tubuhnya menggigil di sudut kamar.

Davin berdiri, menatap tajam.

"Aleya. Stop." Nadanya pelan, tapi mengandung ancaman.

Wanita itu tetap geleng kepala. Air matanya mulai berkumpul tapi tak jatuh. Kali ini, dia tidak menangis. Tidak seperti biasanya. Hanya diam. Membatu. Tapi memberontak.

Davin kehilangan kesabaran.

"Minum obat itu atau kamu akan tetap jadi beban seumur hidup!"

Aleya berhenti bergerak. Sorot matanya kosong. Tidak sedih, tidak marah, tidak takut.

Hanya kosong.

---

Davin menggertakkan gigi. Mobilnya nyaris oleng saat pikirannya menerka-nerka kemungkinan buruk.

Apa... Aleya... sengaja jatuhin diri dari tangga? Karena aku? Karena ucapan kasarku?

Davin mengerang rendah, meninju setir.

"Bodoh..."

Dia bukan pria yang mengerti wanita. Dengan yang waras pun dia malas bicara, apalagi Aleya-yang pikirannya tak bisa ditebak, emosinya tak stabil.

Kenapa dia peduli sekarang?

Kenapa jantungnya berdetak lebih cepat?

Begitu sampai di rumah, Davin tak menunggu sopir membuka pintu. Ia langsung keluar, menghampiri pintu utama yang sudah dibuka Bi Suri.

"Tuan...!"

"Di mana dia?" suara Davin rendah tapi mematikan.

"Di kamar, dokter William baru selesai periksa..."

Langkah Davin panjang-panjang dan cepat. Dean yang ternyata menyusul di belakang masih megap-megap.

"Bro, gila lo ngacir banget! Gue nyusul lo udah kayak dikejar preman!"

Namun Dean langsung bungkam saat melihat Davin berhenti di ambang kamar Aleya.

Davin mematung.

Aleya terbaring lemah di ranjang. Wajahnya pucat, mata tertutup. Selimut menutupi tubuhnya sampai dada. Di sisi ranjang, dokter William berdiri sambil menuliskan sesuatu di clipboard.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Davin, suaranya pelan.

Dokter William mengangguk singkat. "Untungnya tidak ada tulang patah. Tapi ada memar di lengan kanan dan pelipis. Sepertinya dia jatuh cukup keras. Mungkin juga karena efek obat yang tidak diminum, tubuhnya lemah, keseimbangannya terganggu."

Davin mengusap wajah dengan kasar.

"Dia pingsan karena benturan?"

"Sebagian, sebagian lagi mungkin karena syok. Mental pasien Anda, Tuan Davin... terlalu rapuh untuk stres sekecil apa pun."

Setelah memberi catatan resep tambahan, dokter berpamitan.

Dean menatap Davin yang masih berdiri mematung.

"Lu oke, Vin?"

Davin tidak menjawab. Hanya berjalan perlahan ke sisi ranjang. Ia jongkok. Menatap wajah Aleya yang damai dalam tidur tak sadar.

Tangan kirinya terulur... hampir menyentuh pipi Aleya... tapi ragu. Ia menariknya kembali, hanya membenarkan selimut dengan hati-hati.

"Kenapa kamu nggak nurut?" bisiknya nyaris tak terdengar. "Kenapa harus bikin aku begini..."

Dean masuk pelan-pelan, membawakan air dari Bi Suri yang sudah menyiapkan obat.

"Ini... kata Bi Suri, kalau dia bangun."

Davin mengangguk pelan. Tidak memalingkan pandangan dari Aleya.

Dean berdiri tak jauh, mengamati.

Sosok bosnya yang biasanya dingin, penuh kendali, kini terlihat seperti... manusia biasa. Ragu. Takut. Penuh tanda tanya.

"Vin..." Dean akhirnya bicara pelan.

Davin hanya menoleh sedikit. Matanya masih kosong.

"Istri lo butuh rumah, bukan neraka yang lo bangun sendiri."

Deg.

Davin tidak merespon.

Dia benar-benar merasa bersalah.

________________

Di tengah dinginnya malam dan ketegangan yang belum surut, ruang kerja Davin menjadi satu-satunya tempat yang masih menyala lampunya. Di dalamnya, hanya ada dua orang.

Davin duduk membelakangi jendela, tangan mengepal di atas meja. Di hadapannya, Dokter Wiliam, pria paruh baya berkacamata bulat, menyelipkan map hasil pemeriksaan ke dalam tas kulitnya.

"Keadaannya tidak seburuk yang kita khawatirkan," ujar Dokter Wiliam pelan, mencoba menenangkan suasana.

Davin tak langsung merespons. Tatapannya tertuju ke sebotol air mineral yang belum disentuh sejak tadi.

"Tapi?" gumamnya akhirnya.

Dokter Wiliam mengangguk pelan. "Tapi... mentalnya mungkin terguncang. Tuan sendiri tahu, selama beberapa minggu terakhir, Nona Aleya sempat menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Ia mulai tidak takut suara laki-laki, sudah bisa menerima keberadaan orang lain di ruangan yang sama, bahkan tidak lagi langsung menolak kontak fisik ringan."

Davin mendongak, pelan tapi tajam. "Lalu kenapa-tiba-tiba... begini?"

"Karena pagi tadi."

Dokter Wiliam menatap Davin lekat.

"Satu bentakan, satu ekspresi kemarahan dari orang yang tengah dia usahakan percaya... itu bisa mengguncang kembali ke titik nol. Saya bilang bisa, bukan pasti. Tapi Anda paham maksud saya, kan?"

Hening.

Davin menutup matanya sesaat, rahangnya menegang.

"Jadi?" desaknya pelan.

"Jadi, saya sarankan pendekatan yang lebih lembut. Jangan beri tekanan, apalagi bentakan. Bicaralah dengan bahasa tubuh yang nyaman, pelan, tidak mengintimidasi. Dia bukan wanita biasa, Tuan Davin. Dia... mudah rapuh. Tapi bukan berarti tak bisa disembuhkan."

"Dan kalau tetap gagal?" tanya Davin dengan suara rendah, tapi tajam.

Dokter Wiliam menarik napas panjang.

"Kalau tetap gagal... semua trauma yang sedang dia bangun ulang bisa runtuh. Dan akan jauh lebih sulit untuk menyembuhkannya kembali."

Seketika ruangan itu terasa jauh lebih sunyi daripada sebelumnya.

Setelah beberapa detik yang terasa lama, Dokter Wiliam menyandarkan punggung.

"Dan tentang perawatan rahasia kita..."

Davin mengangguk tipis. "Lanjutkan."

"Saya sudah mengatur semuanya. Terapi psikiater akan dilakukan in-house, lima kali seminggu. Jadwal acak, tidak tetap, demi menghindari sorotan siapa pun di luar. Hanya Bi Suri dan Dean yang akan diberi akses penuh. Saya juga sudah merekrut satu konsultan medis tambahan, namun akan diperkenalkan perlahan-lahan agar tidak memicu kepanikan pada Aleya."

"Dan jika ada kebocoran ke media?" tanya Davin pelan.

"Saya sudah mengunci semua perawat dan staf dengan kontrak kerahasiaan. Jika bocor, konsekuensinya berat. Tapi... tetap, semua itu bisa terjadi jika Anda sendiri tidak hati-hati."

Davin menatap kosong ke arah rak buku di seberangnya.

"Aku tidak pernah berniat menyakiti dia, Wiliam."

"Saya tahu. Tapi kadang... perasaan takutlah yang paling menyakitkan untuk orang seperti dia."

Sunyi kembali menyelimuti ruang itu, sampai akhirnya Davin bangkit perlahan.

"Buat semua ini berhasil, Wiliam. No media, no skandal. Saya akan lindungi Aleya. Dengan cara saya."

Wiliam mengangguk mantap. "Dan saya akan pastikan Nona Aleya mendapat kesempatan pulih, sepenuhnya."

Davin berjalan menuju pintu. "Terima kasih. Sampaikan pada psikiater, mulai besok, dia akan datang langsung ke mansion. Aku yang akan menghadapinya duluan."

Wiliam menatap pria muda itu penuh tanya. "Apakah anda sudah yakin?"

Davin menatap balik. Dingin. Tapi kali ini... ada seberkas lembut di sana.

"Iya, aku akan berusaha."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Di Balik Taruhan Cinta   Satu sentuhan, Ribuan getaran

    Jam menunjukkan pukul setengah dua dini hari. Hujan turun tipis di luar jendela, menciptakan irama samar yang membungkus seisi mansion dengan dingin mendalam.Davin duduk di sisi tempat tidur Aleya, menatap wajah pucat yang masih tertidur dengan napas teratur. Selimut putih yang membungkus tubuh wanita itu disentuhnya perlahan, seperti takut mengganggu.Tidak ada suara.Hanya tatapan.Tatapan yang berusaha mengurai satu demi satu emosi yang sempat dia acak-acak sendiri pagi tadi.“Maaf, Aleya…”Kalimat itu tidak terucap. Tapi menggema keras di dalam dadanya. Membeku di ujung lidah pria yang tak pernah tahu bagaimana cara memeluk luka orang lain.Tangannya hampir menyentuh rambut Aleya, namun kembali berhenti di tengah udara. Ragu. Seperti ada tembok tak kasat mata yang membentang di antara mereka. Davin… hanya seorang asing. Tapi… dia juga satu-satunya yang mengikat wanita itu dalam janji hidup.Shhhhh—Aleya mengerang pelan. Tubuhnya sedikit menggeliat.Davin langsung kaku.Kelopak

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-29
  • Di Balik Taruhan Cinta   Pagi Pertama Istriku

    Hari itu Sabtu. Biasanya jadwal Davin penuh dengan undangan pertemuan, kegiatan amal, hingga meeting bisnis yang tak ada habisnya. Tapi pagi ini—untuk pertama kalinya sejak menikah—Davin menonaktifkan alarm, tidak menjawab telepon Dean, dan memilih bangun dengan rambut acak-acakan, wajah belum dicuci, dan... masih memakai bathrobe abu-abu longgar dengan bagian dada sedikit terbuka. Ugh.Tangannya yang besar membuka kulkas, menarik botol air dingin, lalu menenggaknya langsung di mulut. Ia menengadah, membiarkan air dingin mengalir pelan melewati tenggorokannya. Suara "gluk gluk" terdengar jelas, dan jakunnya yang naik turun tanpa sadar mencuri perhatian...Karena ternyata—dia tidak sendiri di dapur.Deg.Davin memutar badan cepat. Tepat di ambang pintu dapur, berdiri Aleya, dalam daster biru muda bergambar awan. Wajah polos itu menatapnya... tak berekspresi, tapi sorot matanya jelas menyimpan keterkejutan.Davin berdehem gugup. "Kau... sudah bangun?" ucapnya pelan, nada suara yang tak

    Terakhir Diperbarui : 2025-05-01
  • Di Balik Taruhan Cinta   Kalah Taruhan

    "Kau kalah, Lio." Nada suara Davin terdengar datar, tapi dinginnya menampar seluruh ruangan. Suara itu menggema di tengah forum saham tertutup yang hanya dihadiri segelintir elite. Semua mata tertuju pada dua sosok penguasa pasar modal: Davin Valizan Alviano, CEO muda dari Valizan Corp, dan Lio Daryan, pewaris sekaligus wajah depan korporasi raksasa Daryan Group. Lio menyeringai miring, mencoba menyembunyikan kekalahan memalukannya. Tapi grafik saham di layar LED di belakang mereka tak bisa dibantah. Garis biru milik Valizan mengungguli merah milik Daryan Group, tajam dan menusuk. "Ini belum berakhir, Davin." "Sayangnya, menurut data, ini sudah selesai," potong Davin tajam. "Tahun ini, aku menang." Seketika suasana mencekam. Seorang petinggi forum mulai berdiri, bersiap mengakhiri pertemuan—namun Davin angkat tangan, menghentikannya. "Aku punya satu tambahan sebelum kita tutup hari ini." Semua kepala menoleh. "Aku ingin... setengah saham dari perusahaan Lio." Lio m

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-21
  • Di Balik Taruhan Cinta   Istriku Gila?

    "Jangan buat suara."Kalimat itu bukan perintah biasa. Itu semacam peringatan, lirih tapi menusuk seperti bisikan hantu di koridor rumah tua. Suasana rumah keluarga Daryan yang megah itu terasa jauh dari mewah—lebih mirip museum tak bernyawa. Setiap langkah Davin menggema pelan, disambut dinding putih gading yang dingin dan lukisan-lukisan lawas yang menatapnya dengan mata mati.Perempuan tua yang membukakan pintu tidak menatap matanya, seolah takut sesuatu. Atau seseorang."Di lantai dua, kamar paling ujung," katanya tanpa suara berarti, seperti mengirim Davin ke tempat yang seharusnya tidak dikunjungi.Davin naik, tidak bicara, tidak ragu. Map di tangannya berisi dokumen yang secara hukum mengikat seorang perempuan bernama Aleya sebagai istrinya. Hanya karena taruhan. Hanya karena dendam. Hanya karena kekuasaan.Pintu kamar itu tidak terkunci. Saat dibuka, bau lembap menyambutnya. Jendela tertutup rapat. Tirai tebal menahan cahaya masuk. Dan di dalamnya—ada dia.Gadis itu duduk di

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-21
  • Di Balik Taruhan Cinta   Davin Mulai Iba

    Langit mendung menggantung saat mobil hitam berhenti tepat di depan gerbang mansion milik Davin Alvaro. Rumah dengan arsitektur modern itu berdiri megah, namun hari ini terasa dingin. Begitu juga dengan hati pria yang berdiri di ambang pintu, menyaksikan seorang gadis bertubuh mungil dituntun masuk oleh dua pengawal pribadinya."Aleya Daryan," gumam Davin pelan.Gadis itu tidak bicara. Langkahnya terhuyung, tubuhnya menegang ketika salah satu pengawal menyentuh bahunya. Matanya liar, seperti hewan buruan yang terpojok. Ia sempat meronta kecil, lalu kembali pasrah saat melihat Dean berdiri di dekat tangga.“Dia seperti... pecahan kaca,” gumam Dean sambil melipat tangan di depan dada. “Dan lo nggak tahu cara megang pecahan kaca, Vin.”Davin tidak menjawab. Tatapannya hanya tertuju pada sosok Aleya yang kini berdiri di tengah ruang tamunya. Gadis itu memeluk tubuh sendiri, seperti takut disentuh udara. Kepalanya tertunduk. Rambut panjang yang berantakan menutupi sebagian wajahnya.Hen

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-21
  • Di Balik Taruhan Cinta   Lio Kabur

    “Aleya, apakah kau menggapku suamimu?” gumam Davin pelan.Dan tanpa menjawab pertanyaan itu sendiri, Davin Velizan Alviano melangkah pergi—meninggalkan satu jiwa yang hancur perlahan di rumahnya sendiri.Namun, malam itu, untuk pertama kalinya sejak hari pernikahan mereka, langkah Davin terasa lebih berat dari biasanya. Ia berjalan ke ruang kerja, menyalakan lampu gantung modern berdesain hitam matte, lalu duduk di kursi kulit yang dibuat khusus dari Italia.Ia memandangi jendela, tapi pikirannya tak bisa diam. Wajah Aleya Calisha Daryan terus muncul. Wajah pucat, mata sembab, suara yang hilang entah ke mana, dan luka-luka tak terlihat yang kini menumpuk di bawah atap miliknya.Di luar, angin mengoyak tirai dan mengusik ketenangan malam. Tapi di dalam pikirannya, badai jauh lebih liar.Davin Velizan Alviano.Nama yang menggetarkan banyak pengusaha kelas atas dan pejabat tinggi. Di usia 30 tahun, lelaki itu sudah memegang lima anak perusahaan yang tersebar di bidang properti, perhot

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-21
  • Di Balik Taruhan Cinta   Luka Aleya

    Langit mulai gelap ketika Davin Velizan Alviano akhirnya pulang dari kantor pusat. Jas hitamnya masih tersemat rapi, tapi wajahnya penuh lelah. Bukan karena pekerjaan. Tapi karena... dia belum bisa berhenti memikirkan gadis itu."Aleyya Calisha Daryan."Nama itu menghantui pikirannya, bahkan saat rapat pemegang saham, bahkan ketika dia duduk di belakang kemudi mobil mewahnya. Luka gadis itu terlalu dalam. Terlalu sepi. Terlalu... memanggil sisi manusia dalam dirinya yang selama ini dia kunci rapat-rapat.Begitu melangkahkan kaki di dalam mansion, langkah Davin langsung mengarah ke kamar Aleya. Wajahnya tegang, berharap menemukan gadis itu tertidur atau setidaknya duduk diam seperti biasanya.Tapi kamar itu kosong.Ranjang rapi. Tidak ada suara. Tidak ada tanda-tanda kehadiran Aleya.“Bi Suri!” suara Davin meninggi, dingin dan tajam seperti biasa.Bi Suri datang tergopoh, tubuh tuanya gemetar. “I-itu... nona... nona di taman, T-tuan...”“Kenapa tidak kau bilang lebih awal?!”“S-saya

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-21
  • Di Balik Taruhan Cinta   Jeritan Aleya

    Suara jeritan itu kembali menggema di seluruh sudut rumah. Tangis pilu dan rengekan histeris memecah pagi yang biasanya sunyi dan tertata sempurna. Rumah megah Davin Velizan Alviano, sang CEO muda yang ditakuti itu, mendadak terasa seperti neraka kecil yang dibakar trauma masa lalu. Bi Suri panik bukan main. Tangannya gemetaran saat mencoba menyendokkan bubur ke mulut Aleya yang hanya bisa berteriak, meronta, dan menangis seperti anak kecil yang baru kehilangan semua arah. Aleya menyudut di lantai ruang tengah, meringkuk seperti hendak menghilang. "Jangan! Jangan bawa aku ke ruang gelap... tolong... jangan suntik aku lagi..." suaranya nyaris tak terdengar, lebih seperti bisikan yang keluar dari lorong penuh luka dan ketakutan. Dean, sekretaris kepercayaan Davin, sudah ada di sana sejak pukul lima pagi. Tak biasanya, pagi ini dia tak disambut oleh aroma kopi hangat atau suara radio klasik dari dapur. Yang ada hanya kekacauan dan ketegangan. "Bi, dia harus makan sedikit. Dia lemas,

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-25

Bab terbaru

  • Di Balik Taruhan Cinta   Pagi Pertama Istriku

    Hari itu Sabtu. Biasanya jadwal Davin penuh dengan undangan pertemuan, kegiatan amal, hingga meeting bisnis yang tak ada habisnya. Tapi pagi ini—untuk pertama kalinya sejak menikah—Davin menonaktifkan alarm, tidak menjawab telepon Dean, dan memilih bangun dengan rambut acak-acakan, wajah belum dicuci, dan... masih memakai bathrobe abu-abu longgar dengan bagian dada sedikit terbuka. Ugh.Tangannya yang besar membuka kulkas, menarik botol air dingin, lalu menenggaknya langsung di mulut. Ia menengadah, membiarkan air dingin mengalir pelan melewati tenggorokannya. Suara "gluk gluk" terdengar jelas, dan jakunnya yang naik turun tanpa sadar mencuri perhatian...Karena ternyata—dia tidak sendiri di dapur.Deg.Davin memutar badan cepat. Tepat di ambang pintu dapur, berdiri Aleya, dalam daster biru muda bergambar awan. Wajah polos itu menatapnya... tak berekspresi, tapi sorot matanya jelas menyimpan keterkejutan.Davin berdehem gugup. "Kau... sudah bangun?" ucapnya pelan, nada suara yang tak

  • Di Balik Taruhan Cinta   Satu sentuhan, Ribuan getaran

    Jam menunjukkan pukul setengah dua dini hari. Hujan turun tipis di luar jendela, menciptakan irama samar yang membungkus seisi mansion dengan dingin mendalam.Davin duduk di sisi tempat tidur Aleya, menatap wajah pucat yang masih tertidur dengan napas teratur. Selimut putih yang membungkus tubuh wanita itu disentuhnya perlahan, seperti takut mengganggu.Tidak ada suara.Hanya tatapan.Tatapan yang berusaha mengurai satu demi satu emosi yang sempat dia acak-acak sendiri pagi tadi.“Maaf, Aleya…”Kalimat itu tidak terucap. Tapi menggema keras di dalam dadanya. Membeku di ujung lidah pria yang tak pernah tahu bagaimana cara memeluk luka orang lain.Tangannya hampir menyentuh rambut Aleya, namun kembali berhenti di tengah udara. Ragu. Seperti ada tembok tak kasat mata yang membentang di antara mereka. Davin… hanya seorang asing. Tapi… dia juga satu-satunya yang mengikat wanita itu dalam janji hidup.Shhhhh—Aleya mengerang pelan. Tubuhnya sedikit menggeliat.Davin langsung kaku.Kelopak

  • Di Balik Taruhan Cinta   Percobaan Bunuh Diri

    Suasana ruang rapat lantai 7 terasa kaku, seperti biasa. Davin duduk di kursi utama dengan mata tajam menyisir setiap grafik di layar proyektor. Nada suaranya tegas, dingin, dan membuat semua peserta tak berani bersuara lebih dari yang diperlukan.Namun tiba-tiba..."Maaf, saya harus keluar."Semua kepala menoleh.Dean, yang berdiri di samping kanan Davin, refleks melirik bosnya dengan dahi mengernyit."Vin?" gumamnya lirih, tak percaya.Davin sudah berdiri, satu tangannya menggenggam ponsel yang baru saja dia angkat lima detik lalu. Wajahnya berubah. Bukan hanya tegang-tapi juga panik. Sebuah ekspresi yang tak pernah terlihat dari pria se-dingin es seperti Davin.Dean bergegas mengikuti, namun Davin mengangkat tangan menghentikan."Gue sendiri."Seketika, Dean tahu ini bukan urusan bisnis.Davin menyetir sendiri. Mobil hitamnya melaju cepat, melewati jalanan Jakarta yang masih ramai.Di dashboard, panggilan terakhir tertulis: Bi Suri - 01:42 PMSuara wanita paruh baya itu masih terng

  • Di Balik Taruhan Cinta   Bukan hantu, tapi Istriku

    Malam mulai merangkak naik, menelan seluruh gedung rumah megah itu dengan gelap yang sunyi. Di ruang kerja di lantai dua, hanya terdengar bunyi gesekan kertas dan dentingan keyboard laptop yang ditekan cepat.Davin, dengan kemeja abu-abu yang lengannya digulung sembarangan, menatap layar laptop dengan ekspresi lelah tapi tetap dingin seperti biasanya. Dia sudah terbiasa meleburkan diri dalam tumpukan pekerjaan, seolah tidak ada dunia lain selain angka dan dokumen.Tok. Tok. Tok."Masuk," sahut Davin tanpa berpaling.Ia pikir Dean, sekretaris pribadinya, datang membawa laporan tambahan.Benar saja, pintu terbuka pelan, memperlihatkan sosok Dean dengan wajah setengah malas."Vin, gue kelar. Gue cabut dulu ya," katanya sambil bersandar santai di kusen pintu.Davin hanya mengangguk tanpa melepaskan pandangan dari layar."Ya sana."Dean mendecak."Yaelahh... pengantin baru mah harusnya senyum dikit kek, Vin. Biar aura cinta-cintanya nongol."Davin akhirnya melirik sekilas, malas."Deannnn.

  • Di Balik Taruhan Cinta   Jeritan Aleya

    Suara jeritan itu kembali menggema di seluruh sudut rumah. Tangis pilu dan rengekan histeris memecah pagi yang biasanya sunyi dan tertata sempurna. Rumah megah Davin Velizan Alviano, sang CEO muda yang ditakuti itu, mendadak terasa seperti neraka kecil yang dibakar trauma masa lalu. Bi Suri panik bukan main. Tangannya gemetaran saat mencoba menyendokkan bubur ke mulut Aleya yang hanya bisa berteriak, meronta, dan menangis seperti anak kecil yang baru kehilangan semua arah. Aleya menyudut di lantai ruang tengah, meringkuk seperti hendak menghilang. "Jangan! Jangan bawa aku ke ruang gelap... tolong... jangan suntik aku lagi..." suaranya nyaris tak terdengar, lebih seperti bisikan yang keluar dari lorong penuh luka dan ketakutan. Dean, sekretaris kepercayaan Davin, sudah ada di sana sejak pukul lima pagi. Tak biasanya, pagi ini dia tak disambut oleh aroma kopi hangat atau suara radio klasik dari dapur. Yang ada hanya kekacauan dan ketegangan. "Bi, dia harus makan sedikit. Dia lemas,

  • Di Balik Taruhan Cinta   Luka Aleya

    Langit mulai gelap ketika Davin Velizan Alviano akhirnya pulang dari kantor pusat. Jas hitamnya masih tersemat rapi, tapi wajahnya penuh lelah. Bukan karena pekerjaan. Tapi karena... dia belum bisa berhenti memikirkan gadis itu."Aleyya Calisha Daryan."Nama itu menghantui pikirannya, bahkan saat rapat pemegang saham, bahkan ketika dia duduk di belakang kemudi mobil mewahnya. Luka gadis itu terlalu dalam. Terlalu sepi. Terlalu... memanggil sisi manusia dalam dirinya yang selama ini dia kunci rapat-rapat.Begitu melangkahkan kaki di dalam mansion, langkah Davin langsung mengarah ke kamar Aleya. Wajahnya tegang, berharap menemukan gadis itu tertidur atau setidaknya duduk diam seperti biasanya.Tapi kamar itu kosong.Ranjang rapi. Tidak ada suara. Tidak ada tanda-tanda kehadiran Aleya.“Bi Suri!” suara Davin meninggi, dingin dan tajam seperti biasa.Bi Suri datang tergopoh, tubuh tuanya gemetar. “I-itu... nona... nona di taman, T-tuan...”“Kenapa tidak kau bilang lebih awal?!”“S-saya

  • Di Balik Taruhan Cinta   Lio Kabur

    “Aleya, apakah kau menggapku suamimu?” gumam Davin pelan.Dan tanpa menjawab pertanyaan itu sendiri, Davin Velizan Alviano melangkah pergi—meninggalkan satu jiwa yang hancur perlahan di rumahnya sendiri.Namun, malam itu, untuk pertama kalinya sejak hari pernikahan mereka, langkah Davin terasa lebih berat dari biasanya. Ia berjalan ke ruang kerja, menyalakan lampu gantung modern berdesain hitam matte, lalu duduk di kursi kulit yang dibuat khusus dari Italia.Ia memandangi jendela, tapi pikirannya tak bisa diam. Wajah Aleya Calisha Daryan terus muncul. Wajah pucat, mata sembab, suara yang hilang entah ke mana, dan luka-luka tak terlihat yang kini menumpuk di bawah atap miliknya.Di luar, angin mengoyak tirai dan mengusik ketenangan malam. Tapi di dalam pikirannya, badai jauh lebih liar.Davin Velizan Alviano.Nama yang menggetarkan banyak pengusaha kelas atas dan pejabat tinggi. Di usia 30 tahun, lelaki itu sudah memegang lima anak perusahaan yang tersebar di bidang properti, perhot

  • Di Balik Taruhan Cinta   Davin Mulai Iba

    Langit mendung menggantung saat mobil hitam berhenti tepat di depan gerbang mansion milik Davin Alvaro. Rumah dengan arsitektur modern itu berdiri megah, namun hari ini terasa dingin. Begitu juga dengan hati pria yang berdiri di ambang pintu, menyaksikan seorang gadis bertubuh mungil dituntun masuk oleh dua pengawal pribadinya."Aleya Daryan," gumam Davin pelan.Gadis itu tidak bicara. Langkahnya terhuyung, tubuhnya menegang ketika salah satu pengawal menyentuh bahunya. Matanya liar, seperti hewan buruan yang terpojok. Ia sempat meronta kecil, lalu kembali pasrah saat melihat Dean berdiri di dekat tangga.“Dia seperti... pecahan kaca,” gumam Dean sambil melipat tangan di depan dada. “Dan lo nggak tahu cara megang pecahan kaca, Vin.”Davin tidak menjawab. Tatapannya hanya tertuju pada sosok Aleya yang kini berdiri di tengah ruang tamunya. Gadis itu memeluk tubuh sendiri, seperti takut disentuh udara. Kepalanya tertunduk. Rambut panjang yang berantakan menutupi sebagian wajahnya.Hen

  • Di Balik Taruhan Cinta   Istriku Gila?

    "Jangan buat suara."Kalimat itu bukan perintah biasa. Itu semacam peringatan, lirih tapi menusuk seperti bisikan hantu di koridor rumah tua. Suasana rumah keluarga Daryan yang megah itu terasa jauh dari mewah—lebih mirip museum tak bernyawa. Setiap langkah Davin menggema pelan, disambut dinding putih gading yang dingin dan lukisan-lukisan lawas yang menatapnya dengan mata mati.Perempuan tua yang membukakan pintu tidak menatap matanya, seolah takut sesuatu. Atau seseorang."Di lantai dua, kamar paling ujung," katanya tanpa suara berarti, seperti mengirim Davin ke tempat yang seharusnya tidak dikunjungi.Davin naik, tidak bicara, tidak ragu. Map di tangannya berisi dokumen yang secara hukum mengikat seorang perempuan bernama Aleya sebagai istrinya. Hanya karena taruhan. Hanya karena dendam. Hanya karena kekuasaan.Pintu kamar itu tidak terkunci. Saat dibuka, bau lembap menyambutnya. Jendela tertutup rapat. Tirai tebal menahan cahaya masuk. Dan di dalamnya—ada dia.Gadis itu duduk di

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status