Beranda / Romansa / Di Balik Kemudi Sang Pemegang Kendali / BAB 5 : Tidak Boleh Tertangkap

Share

BAB 5 : Tidak Boleh Tertangkap

Penulis: reefisme
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-10 19:38:59

Nielson membelalakkan mata. “Imera Sky Tower? Pencakar langit futuristik di California yang terkenal dan dipuji dunia itu?”

“Ya, benar. Itu dikerjakan olehnya beberapa tahun lalu, bersama-sama Triton Land yang ternama itu.”

“Oh astaga,” Nielson menggelengkan kepalanya penuh ketakjuban.

“Dan kabarnya ia masih single,” Pria pertama menaikkan bibir, mungkin sambil berkhayal jika ia memiliki seorang putri, ia akan dengan senang hati memperkenalkan putrinya pada pria itu.

Molly Beckett, wanita berambut pirang yang berdiri di samping Nielson, tersenyum manis dengan binar mata penuh kekaguman. "Aku penasaran, mengapa pria seperti itu masih belum menikah? Apakah dia terlalu gila kerja?"

Sebelum ada yang sempat menjawab, suara ketukan sepatu hak tinggi menggema di lantai marmer ballroom.

Terdengar jelas.

Nielson merasakan sesuatu yang seakan menusuk dari arah belakangnya.

Saat ia berbalik, pandangannya langsung membeku.

Di sana, berdiri seorang wanita dengan gaun hitam anggun, namun dengan tatapan penuh api.

Catelyn.

Mata Nielson melebar seketika, seolah-olah ia baru saja melihat hantu dari masa lalunya.

"Ca-Catelyn?" Suara bisikan-nya terdengar kaget, bahkan ada nada kecemasan yang terselip di sana.

Nielson seketika menjadi gugup saat melihat Catelyn. Wajahnya yang awalnya penuh percaya diri kini berubah tegang.

Di sampingnya, Molly Beckett menatap mereka dengan kebingungan. "Kau mengenalnya?" tanyanya dengan nada curiga.

Nielson buru-buru menepis, memasang senyum palsu. "Tidak. Aku tidak mengenalnya."

Namun, sebelum Catelyn bisa menyela, Nielson berpura-pura mengingat sesuatu. "Ah, apa kau yang menemukan barang milikku?"

Tanpa memberi kesempatan bagi Catelyn untuk bicara, ia segera berpamitan pada Molly. "Aku akan kembali sebentar," katanya, lalu dengan cepat menarik Catelyn menjauh dari sana.

Mereka berhenti di sudut yang lebih sepi, jauh dari pandangan Molly.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Nielson menyentak marah, suaranya rendah tapi penuh tekanan.

Catelyn tersenyum pahit. "Apa yang aku lakukan?" Ia menatap pria itu dengan penuh kebencian. "Seharusnya aku yang bertanya, apa yang kau lakukan di sini, berpura-pura menjadi pria sukses setelah semua yang kau lakukan padaku?"

Nielson mendengkus. "Hentikan omong kosongmu. Aku telah memutuskanmu, percuma jika kau memohon aku untuk kembali. Segera pergi dari sini sebelum kau mempermalukan dirimu sendiri."

“Memohon kembali? Tidak akan.” Catelyn melipat tangan di depan dada, menatap tajam. "Setelah semua yang aku korbankan untukmu, setidaknya kau bisa memiliki sedikit rasa malu dan mengembalikan semua yang telah aku keluarkan."

Nielson terkekeh sinis. "Mengembalikan apa? Jangan bicara omong kosong!"

Catelyn mencibir. "Ya, aku sudah menduga kau akan berkata begitu. Maka dari itu, aku tak punya pilihan."

Ia melirik ke arah Molly yang masih berdiri di sana, terlihat kebingungan karena Nielson belum kembali.

"Aku akan menemui putri Tuan Beckett itu," lanjut Catelyn. "Aku akan memberitahunya siapa aku sebenarnya. Bahwa aku adalah kekasih yang kau manfaatkan selama bertahun-tahun, dan aku-lah yang membiayai kuliahmu sampai kau bisa berdiri di sini dengan jas mahal itu!"

Warna wajah Nielson seketika memucat. Ia meraih tangan Catelyn dengan kasar, mencengkeramnya erat. "Jangan berani-berani melakukan itu!"

Catelyn tersenyum dingin. "Kau pikir aku tidak berani?"

Nielson menggeretakkan giginya. Ia menatap Catelyn penuh kemarahan. "Apa yang kau mau?" tanyanya dengan suara tertekan.

Catelyn langsung menjawab tanpa ragu. "Kembalikan semua uangku."

Nielson tertawa sinis. "Itu terlalu banyak!"

Catelyn menatapnya penuh kebencian. "Banyak? Ya, itu amat banyak! Apa kau baru sadar sekarang?! Nielson, kau benar-benar lelaki tidak tahu malu dan tidak tahu diri!"

Nielson menghela napas tajam, lalu berkata dengan geram, "Aku hanya akan mengembalikan deposit sewa apartemen. Itu saja."

Ia menatap Catelyn dengan penuh ejekan sebelum melanjutkan, "Setelah aku memberikannya, kau harus menyingkir dari hadapanku. Kembali saja ke kampung halamanmu di Basalt sana dan jangan muncul lagi di hadapanku!"

Catelyn menatap sedih wajah keras Nielson.

Basalt adalah kota tempat mereka berdua dibesarkan. Catelyn meninggalkan Basalt setelah bertengkar dengan kakak-kakaknya, karena tidak setuju hubungannya dengan Nielson.

Mengingat hal itu, hati Catelyn bagai tersayat. Kini ia mengerti mengapa keluarganya menentang hubungan dirinya dengan Nielson.

Catelyn pun mengepalkan tangan.

"Tidak," katanya tegas. "Aku tidak akan menerima jumlah sekecil itu. Aku menuntut kau mengembalikan semua uang yang telah kukeluarkan untuk membiayaimu!"

Nielson menatapnya lama. Lalu, tiba-tiba, ia tersenyum dingin. "Baiklah," katanya, suaranya pelan namun penuh ancaman. "Kalau kau bersikeras, maka aku juga punya cara lain."

Catelyn mengernyit. "Apa maksudmu?"

Nielson mengeluarkan ponselnya, membuka galeri, lalu menyodorkannya ke hadapan Catelyn.

"Aku akan menyebarkan ini ke media sosial jika kau tidak pergi dari sini sekarang juga."

Catelyn menatap layar ponsel dan langsung membeku.

Di sana, ada sebuah foto seorang wanita yang tampak tidak berbusana, duduk di dalam bathtub. Wajahnya tidak sepenuhnya terlihat, tapi cukup jelas bagi siapa pun yang mengenalnya.

Catelyn menatap Nielson dengan wajah pucat. "Ini… ini tidak mungkin…"

Nielson menyeringai. "Oh, tapi ini benar. Kau lupa? Aku punya fotomu saat kau mabuk berat di apartemen dulu. Dan kebetulan, ada beberapa yang cukup… menarik."

Catelyn menggigit bibirnya. Ia benar-benar tidak mengingat pernah berada dalam kondisi seperti itu, tapi melihat foto ini—

"Kau hanya menggertak," desisnya, meski suaranya sedikit bergetar.

Nielson tersenyum puas. "Benarkah? Mau kita coba lihat reaksi publik kalau foto ini tersebar."

Catelyn mengepalkan tangannya. Ia tidak percaya pria ini bisa serendah itu.

Dan sebelum ia bisa membalas, Nielson tiba-tiba melambaikan tangannya ke arah seorang petugas keamanan yang sedang berkeliling di sekitar ballroom.

"Maaf, bisa sebentar?" panggil Nielson dengan suara lantang.

Petugas itu mendekat. "Ada masalah, Tuan?"

Nielson memasang ekspresi serius. "Wanita ini… Aku rasa dia tidak memiliki undangan dan menyusup masuk ke acara ini."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Di Balik Kemudi Sang Pemegang Kendali   BAB 6 : Membuatnya Tak Bisa Bernapas

    Catelyn terkejut. "Apa?!"Nielson sungguh-sungguh tega padanya!Petugas keamanan lalu menatap Catelyn dengan curiga. "Benarkah begitu, Nona?"Catelyn tahu, ia dalam masalah besar jika benar-benar ketahuan dirinya menyelinap masuk ke acara ini.Tanpa berpikir panjang, ia spontan berbalik dan melarikan diri."Nona, berhenti!" seru petugas keamanan.Namun Catelyn sudah lebih dulu menerobos kerumunan, berlari keluar dari ballroom dengan napas memburu.Ia tidak bisa tertangkap.Tidak malam ini.Catelyn terus berlari serampangan, tidak tahu ke mana arah tujuannya.Jantungnya berdentum kencang, napasnya tersengal-sengal. Sekilas, ia menoleh ke belakang—lebih dari satu petugas keamanan kini mengejarnya.Tidak. Ia tidak boleh tertangkap. Jika itu terjadi, hidupnya akan semakin hancur.Ia tahu, ia akan berakhir di penjara jika sampai mereka berhasil menangkap dirinya. Hidupnya sudah buruk saat ini, ia tidak bisa menambahkan hal lain dalam daftar.Di sepanjang koridor, Catelyn menerobos lorong

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • Di Balik Kemudi Sang Pemegang Kendali   BAB 7 : Bellboy

    Molly Beckett menatap tajam ke arah Nielson yang baru kembali ke sisinya setelah sempat menjauh.Wajahnya dipenuhi kekesalan saat ia bertanya dengan nada sedikit menyindir, "Mengapa kau begitu lama?"Nielson tersenyum kecil, seolah berusaha meredakan emosi calon tunangannya.Ia meraih pinggang Molly, menariknya lebih dekat, lalu mengecup pelipisnya dengan lembut. "Maaf, Sayang. Sedikit berdebat tadi, karena dia minta uang lebih besar dari yang seharusnya."“Meminta…apa?”Saat Molly hendak berbicara lagi, suara mikrofon yang sedikit berdesis terdengar dari panggung utama ballroom.Perhatian semua orang langsung teralih ketika seorang pria dengan jas rapi, yang merupakan Master of Ceremonies (MC), berdiri di tengah panggung dengan sikap profesional.Diam-diam Nielson menghela napas lega."Ladies and gentlemen, may I have your attention, please?" (mohon perhatian Anda) suara MC terdengar lantang dan jelas melalui sistem suara yang berkualitas tinggi, khas acara bergengsi di Denver. "We re

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Di Balik Kemudi Sang Pemegang Kendali   BAB 8 : Memberikan Nomor Padanya

    Di Luar Hotel Le Jardin.Sebuah pintu baja berwarna abu-abu dengan pegangan vertikal terbuka sedikit, menghubungkan tangga darurat dengan area parkir belakang hotel. Cahaya redup dari lampu-lampu luar hotel menerangi lorong sempit di belakang gedung, sementara angin malam berhembus pelan, membawa aroma khas aspal yang sedikit lembap.Dari pintu itu, Catelyn muncul dengan napas masih terengah, tangan kecilnya masih menarik erat pria bermata biru di belakangnya. Sepatu hak tingginya sedikit bergeser di atas permukaan jalan yang halus, sementara ia cepat-cepat memastikan sekelilingnya. Tidak ada tanda-tanda petugas keamanan yang mengejarnya.Begitu yakin telah aman, Catelyn berbalik dan dengan refleks melepaskan genggamannya dari tangan pria itu."Terima kasih," ucapnya cepat, kedua tangannya bertumpu di lutut saat ia mencoba mengatur napas.Pria itu berdiri tegak di hadapannya, mengenakan kemeja putih yang kini sedikit kusut akibat pelarian tadi. Tat

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Di Balik Kemudi Sang Pemegang Kendali   BAB 9 : Tamu Kehormatan Itu

    “Bukan siapa-siapa,” jawab Nielson buru-buru. Molly mengangkat alisnya dengan curiga. "Benarkah?" Matanya menyipit, memperhatikan ekspresi Nielson dengan seksama. Tangannya yang sebelumnya bertengger di lengan pria itu kini melipat di depan dada, menunjukkan bahwa ia ingin jawaban yang memuaskan. “Ini dari wanita yang tadi. Dia membahas lagi soal barang milikku yang tadi hilang.” “Memang barang apa yang hilang?” Molly masih terlihat mengerutkan kening. Sejenak, Nielson tampak ragu. Matanya berkedip cepat, tanda ia berpikir mencari alasan yang masuk akal. Namun, ia segera menguasai diri. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan ekspresi pura-pura murung dan penuh tekanan. "Sebenarnya… dia seorang penguntit," ucapnya lirih, suaranya dibuat sedikit berat seolah mengandung luka batin. "Aku tidak mengenalnya, tapi dia terus mengejarku. Aku tidak tahu bagaimana dia bisa ada di acara tadi. Dan yang lebih parah…" Nielson berhenti sejenak, memastikan Molly terpaku pada c

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Di Balik Kemudi Sang Pemegang Kendali   BAB 10 : Meneruskan Hidup Di Denver

    Catelyn samar-samar menghirup aroma yang begitu memikat, begitu seksi dan memabukkan, menelusup ke dalam hidungnya seperti angin malam yang lembut namun tak terhindarkan.Ada sesuatu yang adiktif dalam aroma itu, mengikat kesadarannya yang terombang-ambing antara mimpi dan kenyataan.Seiring dengan aroma tersebut, muncul potongan-potongan gambar yang kabur namun jelas terasa dalam benaknya.Itu adalah satu dada bidang yang keras seakan terpahat dari batu, dengan otot-otot yang terdefinisi sempurna. Rahang tegas, wajah yang tak sepenuhnya bisa ia lihat, namun cukup untuk membuat jantungnya bertalu, berdegup kencang.Dengan sedikit bergetar, tangan Catelyn terulur untuk menyentuh dada bidang nan kuat itu.Namun hanya sekian senti lagi, kedua mata Catelyn bergeser ke atas untuk kemudian bertemu dengan sepasang manik biru yang tajam.Sebuah suara dalam kemudian mengalun, seakan berulang-ulang. “Sudah puas melihat-lihatnya?”Bu

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20
  • Di Balik Kemudi Sang Pemegang Kendali   BAB 11 : Malam Yang Berbahaya

    Begitu keduanya masuk ke dalam Rolls-Royce Phantom, kendaraan mewah itu meluncur mulus ke jalan utama, menuju pusat kota.Ethan bersandar pada kursinya, menatap keluar jendela dengan mata birunya yang tajam."Saya sudah menjadwalkan pertemuan dengan perwakilan Moonriver Inc besok pagi," kata Cole. "Kita juga punya janji dengan pihak kota siang harinya. Setelah itu, apakah Anda ingin bertemu dengan tim proyek di Glendale?"Ethan menghela napas ringan. "Ya. Tapi malam ini aku ingin tenang dulu."Cole menutup tabletnya, lalu menoleh sedikit. "Langsung ke Four Seasons, Tuan?"Ethan tidak langsung menjawab.Matanya masih menatap keluar jendela, memperhatikan gemerlap lampu kota yang mulai menyala seiring matahari tenggelam di ufuk barat."Berapa lama lagi sampai hotel?" tanya pria tampan itu akhirnya.Sopir melirik sekilas ke kaca spion sebelum menjawab. "Sekitar 35 menit, Tuan."Ethan terdiam sejenak sebelum berkata dengan nada lebih pelan. "Aku butuh minuman."Cole menoleh dengan sedikit

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20
  • Di Balik Kemudi Sang Pemegang Kendali   BAB 12 : Pria Bermata Biru Itu

    Sosoknya tinggi, tubuhnya sempurna dengan bahu bidang yang kokoh.Wajahnya luar biasa tampan, dengan rahang tegas dan ekspresi dingin yang mengintimidasi.Dan yang paling mencuri perhatian—sepasang mata biru menawan yang kini menatap pria mabuk itu dengan kilatan tajam.Ruangan kembali sunyi.Catelyn menelan ludah, jantungnya berdegup kencang."Kau baik-baik saja?" Suara dalam pria itu mengudara, tenang namun penuh wibawa.Catelyn belum sempat menjawab ketika lelaki mabuk yang hampir menamparnya tadi menyentak kasar, marah karena dihalangi."Kau siapa?! Jangan ikut campur urusan orang lain!"Pria bermata biru itu tetap tenang, tidak bereaksi terhadap kemarahan pria mabuk itu."Kau tidak akan melakukan apa pun," ucapnya ringan, seakan memberi peringatan tanpa perlu meninggikan suara.Pria mabuk itu mendengkus marah dan tertawa mengejek. "Siapa kau, hah?! Apa kau tahu siapa kami?"Pria bermata biru itu dengan santai mengeluarkan dan mengangkat ponselnya. "Kebetulan, aku merekam semuanya

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-21
  • Di Balik Kemudi Sang Pemegang Kendali   BAB 13 : Memanfaatkannya

    Catelyn keluar dari ruangan manajer dengan langkah pelan. Wajahnya terlihat lelah, napasnya terasa berat.Baru satu malam bekerja, dan ia sudah dimarahi.Bob, manajer The Gilded Lounge, baru saja memberikan teguran keras."Apa yang kau lakukan, Catelyn?!" suara Bob masih terngiang di telinganya. "Pelanggan di VIP 3 mengeluh! Kau tahu siapa mereka? Orang-orang berduit yang bisa saja membuat tempat ini kehilangan lisensi!"Catelyn sudah menjelaskan.Ia hanya membela diri. Para pria kaya itu mencoba menyentuhnya tanpa izin, dan ia tidak akan tinggal diam begitu saja.Tak ia sangka, para pelanggan kurang ajar itu melayangkan keluhan langsung kepada Bob.Bob memang tidak memperpanjang masalah ini, tapi tatapannya tajam. "Lain kali, lebih hati-hati. Aku tak mau ada masalah lagi."Catelyn hanya bisa mengangguk.Saat ia berjalan ke area bar, Levin—bartender yang tengah merapikan meja—menatapnya dengan senyum simpati. "Hari pertama yang berat, huh?"Catelyn mengangkat bahu, tersenyum kecil. "L

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-24

Bab terbaru

  • Di Balik Kemudi Sang Pemegang Kendali   BAB 98 : Titik Kelemahan

    Cole menjawab dengan suara pelan. “Mr. Ellworth, Sir.”Mata Ethan langsung terangkat. Suara di ruangan meredup seketika, seolah energi di dalamnya berubah.Ethan bangkit dari kursinya. “Saya akan kembali dalam lima menit. Lanjutkan review laporan keuangan tanpa saya.”Para eksekutif mengangguk cepat, sebagian tampak bersyukur mendapat jeda dari tekanan kehadiran pria bermata biru itu.Cole membuka pintu ruang rapat untuk Ethan, dan keduanya melangkah keluar menuju ruang kerja pribadi yang terhubung langsung.Begitu pintu tertutup rapat, ketegangan berubah jadi keheningan.Para eksekutif saling melirik, masih terguncang oleh dua hal: panggilan “sweetheart” sebelumnya… dan sekarang, nama yang baru saja disebut. Mr. Ellworth.Itu bukan nama sembarangan. Di dunia real estate dan investasi, nama itu seperti bayangan tajam yang sulit diabaikan.Dan jika dua raksasa itu sedang berbicara…Sesuatu besar akan terjadi.* * *Cahaya putih dari lampu panel di langit-langit ruang rapat perlahan mere

  • Di Balik Kemudi Sang Pemegang Kendali   BAB 97 : Sweetheart

    Beberapa hari berlalu dan itu begitu tenang.Catelyn yang sempat mengkhawatirkan tindakan Nielson, tampaknya bisa tenang saat ini.Lelaki itu bahkan tidak masuk kantor sejak malam itu.Ketika Catelyn merasa khawatir Nielson masuk rumah sakit, lalu terdengar berita dari staf senior lain, bahwa Nielson mengambil cuti beberapa hari untuk perjalanan keluar kota.Kembali, Catelyn tidak memiliki hal tersisa untuk dikhawatirkan.Siang itu cukup sibuk, bahkan akan ada meeting cukup penting setengah jam lagi. Catelyn tak ikut meeting tersebut, namun ia ikut menyiapkan beberapa hal untuk itu.Catelyn juga terlupa sesaat pada Ethan yang juga tengah berada di luar kota beberapa hari ini.“Catelyn?”Suara Howard tiba-tiba dari balik pintu membuat Catelyn yang sedang menyusun data survei tersentak.Ia segera menoleh dan berdiri.Supervisor-nya, Howard, berdiri di depan pintu ruang meeting internal dengan raut wajah cemas.“Daniel… mendadak tumbang. Dia muntah-muntah dan pusing hebat. Sepertinya foo

  • Di Balik Kemudi Sang Pemegang Kendali   BAB 96 : Tidak Kepada Siapapun

    Langit dini hari masih kelabu ketika Axel memarkirkan mobil hitam polos di belakang gedung kosong tak jauh dari kantor ADG.Lampu interior menyala samar.Di kursi belakang, tubuh Nielson masih terkulai, belum sepenuhnya sadar dari pingsannya.Kepalanya miring, jas mahalnya kusut, dan dasinya sudah longgar separuh.Axel membuka ponselnya. Di layar terpampang pesan singkat yang baru saja diterima dari Ethan.[Jangan lukai dia. Tapi pastikan dia tidak bertingkah untuk urusan malam ini]Axel menekan tombol lock dan menghela napas, menatap Nielson dengan senyum dingin."Beruntung sekali kau, Pecundang. Nona Adams berhati lembut," gumamnya.Betapa Axel tahu, bos-nya―Ethan Wayne, tidak akan membiarkan begitu saja siapapun yang mengganggu keluarganya dan orang-orang penting baginya.Perintah yang baru saja ia terima bukanlah murni perintah Ethan. Itu pasti atas dasar keinginan seseorang yang penting bagi bos-nya, Catelyn Adams.Dengan cekatan, Axel mengambil beberapa barang dari laci dan mema

  • Di Balik Kemudi Sang Pemegang Kendali   BAB 95 : Biarkan Saja

    Suasana di dalam mobil terasa hening, hanya diiringi oleh suara pelan dari mesin dan lampu jalan yang melintas seperti kilatan-kilatan lampu kamera.Di belakang kemudi, Ethan melirik ke arah Catelyn beberapa kali.Sorot matanya tak pernah setenang tadi, saat ia melindunginya dari Nielson.Sekarang, ada kekhawatiran tipis di sana—halus, nyaris tak terlihat, tapi cukup nyata bagi yang peka.“Kalau kau belum makan malam, bagaimana kalau kita cari tempat yang tenang?” Suara Ethan pelan, hampir seperti gumaman di antara jeda.Namun Catelyn hanya menggeleng, menatap ke luar jendela. “Tidak usah. Setelah apa yang terjadi tadi… aku kehilangan selera makan. Antarkan saja aku pulang.”Ethan tak menjawab. Ia hanya mengangguk singkat, menekan pedal gas dengan hati-hati, membiarkan keheningan kembali menyelimuti.Beberapa menit berlalu.Ethan mencuri pandang ke arah gadis di sebelahnya.Catelyn tampak tenang, tapi garis-garis halus di wajahnya menunjukkan sebaliknya.Wajah itu muram. Terluka.Diam-

  • Di Balik Kemudi Sang Pemegang Kendali   BAB 94 : Amarah Yang Menawan

    Senja belum sepenuhnya lenyap saat Catelyn keluar dari gedung Aurora Development Group.Rambutnya masih tergerai rapi setelah seharian bekerja, dan tubuhnya menyisakan sedikit lelah.Namun kelelahan itu sirna seketika saat ia menemukan sosok yang berdiri di depan jalur jalannya—Nielson.Wajah pria itu suram.Matanya merah, mungkin karena marah atau karena tekanan yang terus menggerogotinya.Jas kerjanya kusut, dasinya longgar, dan bahunya mengemban beban yang jelas tak tertahan. Ada ketegangan di gerakannya, dan amarah yang nyaris meledak dari napasnya.Catelyn berdiri tenang.Tak sedikit pun mundur, tak goyah.Matanya menatap langsung pada pria yang hingga kemarin malam, selalu menyudutkannya.Nielson mengangkat tangan, memperlihatkan satu bundel kecil berkas, lalu satu thumb drive.Wajahnya memohon, namun juga memaksa. Tak ada dialog. Hanya gestur, tekanan, dan desakan yang tak henti.Dia menunjuk s

  • Di Balik Kemudi Sang Pemegang Kendali   BAB 93 : Lebih Dari Rindu

    Nielson membanting remote ke sofa.Napasnya memburu, matanya merah karena tak bisa tidur dan amarah yang memuncak.Di layar televisi yang menyala tanpa suara, berita pagi menampilkan kolom trending—dan lagi-lagi, fotonya.Fotonya yang memalukan."Apa-apaan ini?! Si brengsek mana yang berani nge-hack akun-ku?!"Ia berteriak ke udara kosong apartemennya, frustrasi.Rasa malunya seakan tak ada ujung.Akun X miliknya penuh dengan postingan vulgar—tanpa ia ketahui, seseorang telah membajak dan mengunggah foto-foto tak senonoh, membuatnya jadi bahan tertawaan seantero kota.Masalahnya, akun itu kini freeze. Tidak bisa login. Tidak bisa menghapus. Bahkan ia tidak bisa klarifikasi.Postingan-postingan itu tetap bisa dilihat publik, seolah sengaja dipaku agar tak bisa lenyap.Tiba-tiba suara ketukan pintu disusul suara perempuan menggema dari balik pintu."Nielson? Sayang, aku butuh uang tambahan. Salon kemarin itu mahal sekali karena aku pakai treatment keratin. Lalu aku juga sudah DP tas baru

  • Di Balik Kemudi Sang Pemegang Kendali   BAB 92 : Jadikan Aku Berguna

    Malam itu, mereka berada dalam ruang VIP dan duduk di meja dekat jendela kaca besar yang menghadap ke taman kecil berhiaskan lampu gantung kristal.Makanan tersaji anggun, dan anggur merah dalam gelas tinggi melengkapi suasana.Catelyn tertawa sesekali, dan Ethan, seperti biasa, lebih banyak mendengar sambil mengamati setiap gestur wanita di depannya.Ia senang melihat Catelyn bisa tertawa selepas itu, walau mata hazelnya tetap menyimpan sisa kesuraman―tentang ancaman foto-foto itu, yang belum benar-benar luruh.Setelah makan malam, Ethan mengantar Catelyn pulang, namun mobil tidak berhenti di apartemennya.Mereka berbelok ke arah barat, menyusuri jalan menuju pegunungan kecil di pinggiran kota.Catelyn sempat melirik jam di ponselnya. “Kita ke mana?” tanyanya bingung.“Aku ingin menunjukkan sesuatu,” jawab Ethan singkat, masih memegang kendali setir dengan satu tangan, sementara angin malam menerpa lewat jendela yang sedikit terbuka.Mobil akhirnya berhenti di Lookout Mountain, tempa

  • Di Balik Kemudi Sang Pemegang Kendali   BAB 91 : Koneksi Ajaib

    Pintu lift terbuka di lantai lima belas.Karpet lembut meredam suara langkah Nielson saat ia melangkah menuju ruangan direktur ADG.Setibanya di depan pintu berlapis kaca buram dengan ukiran nama Tim Beckett – Executive Director, Nielson berhenti sejenak.Dengan cermat, ia merapikan dasinya, mengibaskan jas agar jatuh sempurna di bahunya, lalu menarik napas dalam-dalam dan membiarkan senyum percaya dirinya mengembang.Sekretaris direktur berdiri dari balik mejanya dan membukakan pintu. "Tuan Beckett sudah menunggu."“Terima kasih,” ucap Nielson dengan anggukan kecil, lalu melangkah masuk.Ruangan itu luas, bergaya minimalis modern, dengan jendela tinggi yang menghadap pusat kota Denver.Di balik meja besar dari kayu walnut, Tim Beckett duduk dengan wajah menegang.Namun sebelum Nielson sempat melangkah lebih dekat, tangan Tim bergerak cepat.Sebuah nameplate logam bertuliskan Executive Director – Tim Beckett melayang deras ke arahnya dan—Bugh!Langsung menghantam sisi wajah Nielson."

  • Di Balik Kemudi Sang Pemegang Kendali   BAB 90 : Dibalaskan Satu Kota

    Koridor lantai empat kantor ADG hari itu tampak seperti biasa.Para staf lalu-lalang dengan berkas dan tablet di tangan, namun suasana agak berbeda.Suara-suara bisik-bisik dan desisan tertahan terdengar di antara meja-meja. Sesekali, terdengar tawa ditahan, dibungkam oleh rasa penasaran dan kaget yang masih menggantung.Pintu kaca berbingkai hitam di ujung koridor terbuka.Nielson Stokes melangkah keluar dari ruangannya dengan langkah penuh percaya diri.Dasi disesuaikan, jas disampirkan elegan di lengan, dan senyum angkuh khasnya terpajang di wajah.Ia hendak berjalan ke departemen Urban Development Research—tempat di mana Catelyn bekerja.Dalam pikirannya, ia akan mengambil alih konsep yang sejak semalam ia minta pada Catelyn untuk ditambahkan uraian beberapa poin. Ia butuh itu sekarang—untuk menyempurnakan pitch ke direktur sore ini.Namun langkahnya perlahan melambat.Ia mulai menyadari sesuatu yang tidak biasa.Beberapa karyawan yang biasa menyapanya kini menunduk cepat atau pura

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status