Saat pintu tertutup Namira memutar tubuhnya dan berkata, "Pah ... sudahlah Pah, Papah harus legowo ... Mama udah nggak sanggup lagi kalau harus hidup di bawah bayang-bayang masa lalu. Mama ingin move on, izinkan Mama bermain dengan cucu-cucu Mama dengan tenang, Pah." "Mama nggak ingat betapa menderitanya Selena?" tanya Fuad yang tidak bisa menghilangkan perasaan sakit hatinya karena anak kesayangannya direbut begitu saja. "Papa sakit, Mah!"Namira menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil menariknya kesal, rasanya ia ingin menyalurkan semua amarahnya ke setiap tarikan rambutnya yang menyakitkan. "Mama ... Mama," panggil Intan mencoba menenangkan Namira, Intan dengan cepat mendekati Namira dan memeluknya erat-erat, "udah, Mah.""Mama nggak kuat lagi, Intan ... Mama capek," bisik Namira sambil mengusap punggung Intan pelan, "rasanya hidup Mama seperti ini terus. Mama nggak kuat hidup dalam kubangan dendam dan perasaan dengki pada Awan. Mama nggak kuat, Mama ingin buka lembaran baru
"Kalian mandi jangan lama-lama udah malem ini nanti sakit," ucap Sonya dari balik pintu kamar tidur Hana dan Haikal yang memang bersebelahan. "Mommy, aku mau pizza," teriak Hana dari dalam kamar mandi."Aku mau spaghetti," teriak Haikal dari dalam kamar mandi yang berada di dalam kamarnya."Iya nanti Mommy siapin, sekarang kalian mandi yang benar dan emang kalian beneran mau makan lagi? Bukannya tadi kalian udah makan di restoran bareng sama Kakek dan Daddy?" tanya Sonya yang kaget karena kedua anaknya tiba-tiba ingin kembali makan, sekaret apa perut kedua anaknya itu."Tadi makanannya nggak enak, Mommy," teriak Hana."Iya, nggak enak apalagi ngeliat muka Kakek, makin nggak enak," jawab Haikal yang memang mendengar teriakkan Hana. "Nggak boleh gitu," ucap Sonya sambil menggeleng dan menutup pintu kamar Hana juga Haikal.Saat Sonya berjalan ke arah dapur untuk mencari assisten rumah tangganya dia melihat Awan bersalaman dengan seseorang dan menyerahkan amplop cokelat ketangan orang t
"Makannya yang bener," pinta Awan saat melihat Haikal mencawil spaghetti-nya satu persatu menggunakan tangan. "Makan pakai garpu, Haikal," protes Hana sambil menyodorkan garpu lalu memaksa adiknya itu untuk menggunakannya, "manner."Haikal mencibir kemudian mengambil garpu dari tangan Hana, tanpa banyak kata ia mulai menggunakannya dengan malas-malasan karena menurut dia makan spaghetti menggunakan tangan itu sangat menyenangkan. "Padahal enak makan pakai tangan.""Tapi, nggak spaghetti juga Haikal, kamu mau dikutuk sama orang Italia, hah?" tanya Hana kesal dengan kelakuan adik kembarnya."Mana ada kam—""Makan Haikal," potong Sonya sambil tersenyum manis namun sorot matanya seolah memperingatkan Haikal kalau dia tidak makan dengan benar jangan harap bisa melihat matahari esok. "Oke," bisik Haikal pelan sambil memakan makanannya dengan lebih baik. Saat ini Haikal tidak akan mau membantah Sonya, melihat betapa galak dan judesnya Sonya saat menghadapi Kakeknya membuat Haikal sadar kal
Lidya berusaha untuk menutup pintu mobilnya dengan susah payah karena terlalu banyak barang bawaan miliknya. Hari ini melelahkan karena banyak sekali operasi ditambah tidak adanya Eka yang tidak ada jadwalnya hari ini membuat Lidya kewalahan. Lidya menyeret kakinya dengan malas-malasan memasuki rumah orang tuanya, hal yang pertama kali dia inginkan hanya merebahkan badannya di ranjang atau berendam air panas selama mungkin karena tubuhnya seperti mau patah. Encok. Iya diumurnya yang sudah berkepala tiga ini sahabat terbaiknya adalah balsam, parcok, minyak kayu putih, miyak GPU, dan semua bentuk gel penghangat yang bisa ditemui di apotek terdekat. Sebutkan merek benda-benda tersebut maka niscaya Lidya akan mengeluarkannya dari dalam tas jinjinnya. Saat memasuki ruang tamu langkah Lidya terhenti dan matanya membulat sempurna saat melihat dua orang pria sedang berbincang dengan penuh canda. Rasa kesal dengan cepat menjalar di seluruh tubuh Lidya hingga membuat wanita itu berteriak, "I
Eka yang sedang meminum kopi hangatnya kaget saat merasakan cengkeraman di bagian belakang kerah bajunya, "Eh ... apa ini?" tanya Eka sambil menyimpan kembali cangkir kopinya ke meja dan bergerak mengikuti tarikan di bagain belakang tubuhnya. "Ikut!" perintah Lidya menarik kerah baju Eka tanpa ampun dengan tenaga yang entah Lidya dapatkan dari mana. "Eh ... Lid, Papih lagi main catur sama Eka ini, lima langkah lagi Papih menang," protes Dandi yang kesal permainannya di interupsi oleh Lidya yang tiba-tiba menari Eka. "Papih main sendiri aja," ucap Lidya sambil terus menarik Eka ke arah pintu mobilnya, setelah sampai di depan pintu mobil Lidya membukanya. "Masuk!" "Hah? Mau ke mana? Aku masih main catur sama Papih," ucap Eka bingung karena tiba-tiba Lidya marah kepada dirinya, dia salah apa ya Tuhan! Padahal hari ini baru tadi dia bertemu dengan Lidya dan itu pun di rumah bukan di rumah sakit. "Papih? Enak aja, itu Papih aku bukan Papih kamu dan sekarang masuk!" perintah Lidya sam
"Ini sekarang kita mau ke mana?" tanya Eka sambil terus mengemudikan mobilnya menembus kemacetan ibu kota. "Ke ...." Lidya terlihat fokus dengan layar ponselnya dan tidak mengalihkan pandangannya sama sekali.Eka berdecak gemas karena wanita itu sudah hampir 10 menit mengabaikan dirinya dan berkutat dengan ponselnya. "Kamu lagi apa sih? Di telepon Mamih sama Papih? Di WA anak-anak? Atau apa?" tanya Eka penasaran."Hah ... apa?" tanya Lidya sambil menoleh sekilas lalu kembali fokus pada ponselnya."Ish ...." Eka memarkirkan mobilnya lalu mengambil ponsel Lidya, "kita mau ke mana? Dan kamu tuh lagi chat sama siapa? Sibuk bener? Ada on call dari rumah sakit?" tanya Eka kesal sambil melihat layar ponsel Lidya dan kaget dengan apa yang ada di sana."Bukan, udah sini balikin," pinta Lidya berusaha mengambil ponselnya dari tangan Eka."Ini ngapain kamu lihat kamar hotel? Mau liburan?" tanya Eka sambil mengembalikan ponsel Lidya."Siapa, yang liburan?" tanya Lidya sambil mengutak ngatik laya
Eka menahan kepala Lidya agar menerima kejantanan miliknya, dengan tenang ia memaju mundurkan pinggulnya untuk meraih kenikmatan disetiap inci batang kenikmatan miliknya yang keras dan mendamba sentuhan lidah Lidya yang bergerak sensual di sana. Mencengkeramnya tanpa ampun dan menyeretnya kedalam kenikmatan duniawi yang memabukkan.Tangan Lidya bergerak menurunkan celana Eka agar ia bisa mencengkeram bokong Eka, lidahnya bergerak menorehkan rasa nikmat di kejantanan Eka dengan gerakan erotis yang mampu membuat kupingnya mendengar erangan Eka berkali-kali saat ia menjilat bagian pucuk batang kenikmatan Eka.Tangan Eka bergerak membenarkan rambut Lidya, mata Eka berkabut akan gairah saat melihat mulut Lidya yang mungil dipenuhi kejantanannya terlihat sensual dan mencambuk gairahnya. Lidya mengecupi dan menjilati setiap inci bagian tersensitif miliknya hingga membuat Eka mengerang dan tanpa sadar menarik rambut Lidya."Diam juga kamu, Lid," bisik Eka sambil mengusap garis leher Lidya hing
Lidya menggerakkan tubuhnya dan membelitkan selimut ke tubuh telanjangnya, entah jam berapa dia tidur. Lidya sudah lupa, yang dia ingat dia tertidur di atas tubuh Eka yang sudah tak kuasa lagi menghadapi gairah liar Lidya.Tangan Lidya bergerak-gerak seolah ingin mencari sesuatu di sampingnya, kasur itu terasa dingin dan lembut di kulit Lidya. Lidya dengan cepat berpikir kenapa kasur itu dingin? Bukankah, semalam dia tidur bersama Eka? Kok bisa dingin? Jangan bilang Eka meninggalkannya di ranjang sendirian! Nyebelin!Lidya dengan cepat bangun dari tidurnya dan melihat sekeliling kamar yang kosong, tidak ada tanda-tanda Eka ada di sana. Dengan kesal ia tarik selimut untuk menutupi tubuhnya lalu berdiri dan berjalan ke arah ponsel miliknya yang tergeletak di bawah lantai, mungkin jatuh saat ia bercinta dengan Eka."Ih ... apa sih, Eka ini. Udah bercinta malah kabur, nggak ada manis-manisnya. Udah kaya habis manis sepah dibuang, nyebelin!" maki Lidya sambil berjongkok dan mengambil ponse
Hai semua pembacaku sayang ....Gallon ucapkan terima kasih sudah membaca hingga akhir kisa perjalanan cinta Awan dan Sonya. Sebuah kisah yang pelik, berat dan penuh gairah dari Awan dan Sonya.Kisah yang dimulai dari sebuah pengkhianatan, rasa benci, dan mamaki diri akibat sebuah kekurangan yang menjadikan diri Sonya membenci dirinya dan melupakan rasa dicintai juga mencintai.Sebuah kisah dengan akhir yang manis namun dibalut sebuah kenyataan hidup, sebuah kenyataan yang membuat kita sadar kalau kita hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Secinta apa pun kita pada seseorang ingatlah ada maut yang memisahkan namun, yakinlah maut juga yang akan menyatukan kalian kembali. Cerita ini harus berakhir di sini, cerita manis ini harus berakhir secara sedih namun tetap dibalut senyum bukan sebuah tangis. Cerita cinta Sonya dan Awan tidak akan ada kelanjutannya, semuanya sudah jelas dan mereka sudah sangat berbahagia dengan kehidupannya. Gallon harap semua yang membacanya puas dengan akhir ki
Tit ... tit ... tit ....Suara alat yang memonitor jantung Awan terdengar memilukan di kuping Hana dan Haikal, sudah lima hari mereka berdua berjaga di sana bergantian dan tidak mau meninggalkan Awan, semenjak Awan terjatuh dari kamar mandi."Hana, Haikal bisa keluar?" tanya Daniel melalui celah pintu kamar.Hana dan Haikal saling tatap lalu keluar dari kamar, sebelumnya mereka berdua mengecup kening Awan pelan. Setelah di luar Hana dan Haikal bertemu dengan Daniel dan juga Adara bersama seorang dokter. Mereka tahu siapa dokter itu, dokter itu adalah Dokter Intan, adik almarhum mama mereka."Tante ada apa?" tanya Hana sambil berdiri di samping Daniel, spontan suaminya itu merangkul bahunya pelan mencoba menguatkan Hana."Ada yang salah sama Daddy?" tanya Haikal sambil merangkul pinggang istrinya, mencoba mencari ketenangan dari tubuh istrinya itu.Intan mencoba tersenyum sebaik mungkin walau ia sadar kalau ia tidak bisa menipu Hana dan Haikal yang sudah mengenal dirinya dengan sangat b
Tangan Awan terus bergerak mengelus nisan Sonya, disetiap tarikan napasnya ia merasakan rasa rindu yang menusuk nan sakit. Ia rindu memeluk Sonya, mengecupi tubuh istrinya, dan tidur di samping wanita yang sudah menemaninya selama 37 tahun. Jemari Awan terus bergerak, sesekali terdengar suara tarikan napas berat Awan. Matanya mulai buram akibat menahan air mata yang selalu jatuh ke tanah setiap ia datang ke sana untuk bertemu Janu dan Sonya.Masih segar di ingatannya saat Sonya pergi meninggalkan dirinya di pelukkannya. Sonya kalah dan menyerah pada penyakitnya, wanita itu pergi meninggalkan dirinya tiga tahun lalu. Sonya menyerah pada penykitnya, Sonya meninggalkan dirinya sendirian di dunia. Maut sudah memisahkan mereka, mengakhiri sebuah dongeng cantik nan bahagia yang selama ini Awan dan Sonya rajut. Menikah dengan Sonya adalah sesuatu yang sangat Awan sukai. Setiap harinya selalu Awan lewati dengan perasaan senang dan bahagia, walau ada beberapa kali mereka menemui hambatan ke
37 Tahun Kemudian .....Awan mematut dirinya di depan kaca sambil menarik-narik kemejanya. Ia sesekali tersenyum sambil mengusap-usap bagian rambutnya yang sudah memutih termakan usia. Ia sekali lagi memutar tubuhnya memastikan kalau tampilannya sudah sesuai dengan apa yang ia harapkan.Tangan Awan mengambil parfume yang sudah ia pakai semenjak dahulu kala, seketika itu juga wangi laut menyeruak ke indera penciumannya. Mencium itu semua membuat ia ingat perkataan Sonya kalau menciumnya wangi tubuhnya seolah ia sedang berlibur ke pantai."Sonya," bisik Awan sambil tersenyum kembali ke arah cermin. Ah ... ia rindu pada istrinya, ia rindu pada celotehan istrinya itu. Tanpa sadar pikirannya menghitung sudah berapa lama ia menikahi Sonya. "37 tahun," bisik Awan yang mulai menghitung berapa lama ia sudah menikah dengan Sonya, wanita yang sangat ia cintai hingga masa tuanya itu. Tok ... tok ... tok ....Awan menoleh melalui bahunya dan mendapati pintu kamarnya di buka. Senyumannya melebar
"Mereka tidur di sini," ucap Lidya sambil membuka pintu kamar Tara.Sonya melihat Hana dan Haikal yang tidur di ranjang bersama Tara dan Amia. Terlihat kedua anaknya itu mengenakan piayama yang sama sambil memeluk sesuatu yang mereka bagi, Sonya tanpa sadar tersenyum melihat apa yang anak kembarnya itu peluk. "Aku nggak paham kenapa Hana dan Haikal meluk handuk, mereka tiap tidur selalu meluk handuk itu. Aku sampai sangka itu selimut tapi, aku liat-liat itu ternyata handuk," terang Lidya sambil mengambil tas si kembar yang sudah rapih di pojok kamar. "Itu anduk aku, mereka minta katanya buat mereka bawa." Sonya menahan tawanya sendiri saat mengingat keinginan si kembar, tanpa sadar tangan Sonya mengusap kening si kembar. "Ya ampun, manis banget ... padahal mereka bukan anak kamu secara biologis tapi, manis banget," ucap Lidya sambil mengusap kedua lengannya. "Iya ... aku bersyukur mendapatkan mereka berdua ... aku bersyukur dipertemukan dengan Awan dan diberkahi dua malaikat ini,"
"Bener-bener si kupret!" maki Eka sambil berjalan berlalu lalang di hadapan Lidya yang sedang membaca majalah dan sesekali melirik ke arah Eka.Eka kembali melihat jam yang ada di dinding rumah dengan geram, bagaimana tidak, waktu sudah menunjukkan jam 12 malam di hari senin dan bila jarum panjang jam bergerak sedikit saja maka hari sudah berganti menjadi hari selasa. "Bisa duduk nggak, sih?" tanya Lidya yang akhirnya kesal melihat Eka terus bergerak hilir mudik seperti setrikaan. "Duduk, sini." Lidya menepuk sofa yang ada di sampingnya berharap suaminya duduk di sana dan tenang. Sayangnya keinginannya tidak tercapai, Eka menggeleng sambil kembali hilir mudik dan memainkan ponselnya."Ini kupret satu, kebiasaannya ya Tuhan, dia bilang hari senin ... ini hari senin, bahkan ...." Eka melihat jam dinding dan menyadari jarum panjangnya sudah bergeser. "Udah hari selasa ... dasar manusia tanah sengketa, hobi bener bikin susah orang."Lidya hanya bisa menahan tawanya melihat kelakuan Eka y
Awan mengambil madu dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi menyusul Sonya yang sudah menghilang di dalam kamar mandi. Saat sampai di ambang pintu kupingnye mendengar suara gemericik air dari dalam tempat shower.Langkah kaki Awan terhenti saat ia melihat Sonya sedang membasahi sekujur tubuhnya dengan air hangat yang keluar dari pancuran. Siluet tubuhnya terlihat menggoda, tubuh sintal Sonya seolah meminta Awan untuk menyentuhnya. Napasnya makin tertahan saat ia melihat tangan Sonya menyentuh setiap inci tubuhnya dengan pelan dan sensual, ia suka melihat Sonya menyentuh tubuhnya sendiri, birahinya seolah dipuaskan melalu visual Sonya yang entah bagaimana caranya selalu menjadi magnet untuk dirinya. Sonya berbalik dan mendekati Awan selangkah demi selangkah, seolah setiap langkah yang Sonya lakukan sebagai sebuah tombol yang lagi-lagi membuat pria itu menggemeretakkan giginya menahan hasrat liar yang sudah meronta untuk dilepaskan detik itu juga."Nggak buka baju?" tanya Sonya sambil
"Aku nggak sanggup lagi, Wan," tolak Sonya sambil mendorong piring sejauh mungkin dari hadapannya, perutnya seolah akan meledak karena sudah menghabiskan banyak sekali hidangan laut yang tersaji."Terus ngapain kamu pesen makanan sebanyak ini?" tanya Awan kesal sambil menunjuk hidangan laut yang ada di hadapannya. "Yah tadi, keliatannya enak semuanya jadi aku pesen," kilah Sonya sambil mengambil garpu dan menusuk-nusuk udang yang ada di atas piring. Sonya mengakui kalau makanan itu enak tapi, rasanya perutnya sudah tidak mampu lagi menerima makanan lebih banyak lagi."Terus ini gimana? Aku udah bilang tadi, pesen seperlunya aja, jangan lapar mata, Sonya," ucap Awan sambil melihat meja makannya yang masih terhidang cumi saus padang, udang galah asam manis, kepiting bakar dan juga ikan bakar.Awan ingat tadi saat Sonya memesan semuanya ia sudah mengingatkan Sonya kalau mereka tidak akan mampu menghabiskan semuanya tapi, istrinya ini tetap pada pendiriannya ingin memesan semua makanan y
"Mommy baru sampai, Nak," ucap Sonya sambil duduk di sudut ranjang dan melihat Awan yang terlihat sibuk berbicara dengan petugas hotel."Iya ... Hana, 3 hari aja, Daddy kamu juga bilang tiga hari, kan, kalau lebih nanti biar Mommy yang pulang sendiri dan Daddy, Mommy tinggal di sini," lanjut Sonya sambil menyentuh handuk yang dibentuk angsa di atas ranjangnya. Matanya dengan cepat menyisir keadaan kamarnya, jujur pada awalnya Sonya tidak tau mau di bawa kemana dirinya oleh Awan. "Iya, janji. Udah kamu di sana baik-baik dan jangan nakal. PR-nya kerjain dan tolong, suruh Haikal kerjain PR-nya juga, adik kamu suka lupa diri kalau nggak diingatkan," pinta Sonya sambil mengucapkan beberapa kata perpisahan sebelum memutuskan sambungan telepon dari Hana.Setelah ia menitipkan Hana dan Haikal di rumah Lidya, Awan sama sekali tidak mau mengatakan ke mana mereka akan pergi dan ternyata Awan membawanya ke salah satu resort yang ada di pulau seribu. H island resort.Sonya tersenyum saat berjalan