Sepanjang jalan perut Awan terasa tidak enak dan kakinya terasa sangat lemas, andai bisa mungkin saat ini Awan akan turun dari kursi rodanya dan kembali berlari meninggalkan Aira. Ia takut bercampur gugup untuk bertemu dengan si kembar. Sesekali Awan melihat sekeliling rumah sakit dengan perasaan gusar bercampur bingung, matanya terus mengerjap sedangkan sebelah kakinya ia goyang-goyangkan naik dan turun karena merasa ketakutan juga serba salah. "Aira ... Kakak kayanya mau ke kamar mandi, deh," ucap Awan saat melihat sebuah papan jalan yang bertuliskan kamar bayi. "Ngapain ke kamar mandi? Ih ... jangan ngaco deh, tadi Kakak udah ke kamar mandi. Itu ruangan bayi di depan." Aira menunjuk tanda ruangan bayi sambil terus mendorong kursi rodanya tanpa mendengarkan ocehan Awan sama sekali, Aira yakin Awan hanya ingin menghindar untuk bertemu dengan si kembar. Awan menopangkan kakinya sambil bersandar, tangannya tiba-tiba bergetar dan ia sudah mulai merasakan perasaan tidak enak di perutn
Awan hanya bisa melindungi kepalanya dengan kedua tangan, ia sama sekali tidak bisa melakukan apa pun juga. Ia sama sekali tidak mampu menggerakkan tubuhnya dan menerima setiap pukulan yang ia dapatkan dari Fuad. Ia merasa pantas dan ikhlas menerima perlakuan Fuad yang semena-mena pada dirinya. "Lepaskan cucu saya!" teriak Romli sambil mencengkeram tangan Fuad dan mendorongnya sekeras mungkin. "Cucu saya bersalah dan saya akan pastikan ia menerima ganjarannya, tapi, untuk memolisikannya saya mohon untuk tidak Anda lakukan." "Kenapa? Dia pantas di penjarakan dan membusuk di sana!" seru Fuad dengan penuh amarah, dia membenci Awan hingga ketulang sumsumnya, ia benci lelaki yang sudah mengambil nyawa anak perempuan kesayangannya. Bangsat! "Kalau Awan di penjara, siapa yang akan mengurus anak kembar yang ada di dalam sana!" teriak Romli sambil menunjuk kamar bayi. Fuad terhenyak, ia baru sadar kalau dirinya saat ini sudah memiliki cucu. Anak dari Selena yang entah kenapa membuat dirinya
"Janji sama Aki, janji sama Aki kalau kamu bakal jaga si kembar dan tolong ... tolong dengan sangat, jangan membuat ulah lagi. Rubah kelakuan kamu, kamu harus bertanggung jawab." Awan terdiam ia ragu kalau dirinya bisa mengubah kelakuannya. Ia ragu kalau dirinya bisa menjadi orang yang lebih baik dari dirinya saat ini. Sumpah demi apa pun, Awan tak tahu harus melakukan apa untuk mengurus si kembar. Ia masih 17 tahun! "Wan ... Aki tahu kamu bingung harus melakukan apa, Aki tahu. Tapi, Aki akan bantu sebisany—-" "Aira juga bakal bantu," potong Aira seraya berdiri dan menatap Awan dengan mata yang sembab. "Jadi, Aki mohon dengan sangat, kamu ubah kelakuan kamu dan fokus dengan apa yang ada. Kamu urus kedua anak kamu, buktikan pada keluarga Selena kalau kamu mampu mengurus dengan benar anak-anak kamu. Jangan buat ulah lagi, Wan. Mungkin kamu baru berumur 17 tahun tapi kamu itu seorang lelaki beranak dua! Kamu punya beban dan tanggung jawab! Paham kamu?" tanya Romli tegas. Awan hanya b
"Wan ... Awan." Suara seorang wanita yang lembut seolah menyadarkan Awan dari kisah sedihnya. Suara itu seolah menariknya dari dirinya di masa 10 tahun yang lalu kembali ke masa kini, kembali menghadapi realita hidup dan tanggung jawab yang sudah ia pikul. "Awan," bisik Sonya sambil menarik tangan Awan agar lelaki itu bisa kembali melihat wajahnya. "Awan ...," panggil Sonya lagi yang sedikit panik karena Awan terlihat histeris dalam menceritakan kisah masa lalunya. Sebuah kisah panjang yang membuat Sonya harus menahan rasa emosinya dan cemburu pada wanita bernama Selena. Selena seorang wanita yang mungkin akan selalu Awan ingat hingga detik ini. Wanita yang akan ada di hati Awan, dan mungkin membuat Sonya merasakan perasaan cemburu yang teramat sangat. Entahlah, saat ini Sonya belum mau berspekulasi apa pun dia hanya ingin memeluk Awan berusaha menenangkan tunangannya itu. "Wan ...." "Aku pembunuh, Sonya, aku bunuh ibu dari anak-anak. Dan aku sudah jahat sama dia, aku terlalu pen
“Sonya ….” Awan kaget mendengar pertanyaan Sonya dan membuat Awan melepaskan pelukkannya. “Maksud kamu apa?”Sonya mengangguk, ia tahu pertanyaannya ini bisa meledakkan masalah lainnya dan berujung pada retaknya hubungan mereka. “Iya, do you still love her?”“Kenapa kamu punya pikiran kaya gitu?” Awan mengusap paha Sonya, tangannya memasuki rok Sonya merasakan paha Sonya yang hangat.Sonya menangkap tangan Awan yang sedang berada di kedua pahanya, sepelan mungkin Sonya mendorongnya, mengeluarkannya dari dalam rok. “Wan.”“Kamu kenapa nanya kaya gitu? Jangan bilang kamu ngerasa aku masih cinta sama Selena.” Awan menurunkan tangannya ke arah kaki Sonya, mengusapnya.Sonya mengangguk, sudahlah percuma menutupi perasaannya terhadap almarhum Selena. Tidak etis memang cemburu pada orang yang sudah meninggal tapi, Sonya merasakan perasaan yang mengganjal. Ia tidak ingin disukai dan dicintai oleh Awan dengan bayangan Selena. “Jawab aja, Wan.”Awan beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah me
Aira yang sedang asik mengutak-atik puzzle di atas meja, entah sejak kapan ia jadi menyukai menyusun puzzle seperti saat ini, ini puzzle keduanya yang ia susun. “Mama, Daddy nggak ke sini?” tanya Hana yang membantu Aira untuk menyusun puzzle.Aira menoleh dan mendapati Hana sedang memainkan kepingan puzzle dengan malas-malasan. “Daddy nggak ke sini deh, kayanya. Kenapa? Hana kangen Daddy?” tanya Aira yang langsung dijawab anggukkan oleh Hana.“Telepon, lah, Daddy kamu itu,” usul Aira.“Nggak ah, nanti ganggu Daddy ama Tante Sonya,” ucap Hana menahan kesal karena merasa dia harus berbagi kasih sayang dengan orang lain. Menyebalkan.“Hahaha … telepon aja, minta jemput. Pasti, Daddy jemput,” ucap Aira yang paham kalau Hana sedang merajuk. Dari kedua anak Awan, Hana yang paling sulit menerima kenyataan kalau Awan akan menikah lagi sedangkan, Haikal lebih terihat santai dan bahkan entah karena apa tiba-tiba menyetujui Awan menikah dengan Sonya.Hana tipe anak perempuan yang sangat sulit be
“Duh, Gusti Awan … aya-aya wae.” Romli mengurut keningnya pelan.“Awan nggak mau nutupin apa pun lagi, Ki.”"Jadi, kamu maunya gimana? Mau pindah?" tanya Romli yang sudah tenang setelah satu jam mendengar cerita dari Awan.Awan menggeleng, "Nggak ... nggak usah, biarin aja. Nanti aku sama Sonya bakal ngobrol lagi. Tapi, sekarang masalahnya Sonya minta waktu buat semuanya." Awan menhenyakkan tubuhnya ke sofa yang empuk, pikirannya melayang pada obrolan terakhir dirinya dan Sonya. Sonya tetap meminta waktu untuk berpikir walaupun Awan sudah meminta maaf, memeluk dan menciumi Sonya. Tapi, Sonya tetap meminta waktu berpikir, suatu hal yang membuat Awan waswas.Sebenarnya, mudah bagi Awan mendapatkan wanita lain untuk menggantikan posisi Sonya, dia tinggal mendekati wanita manapun sambil tersenyum semanis mungkin, perlakukan mereka seperti ratu niscaya dia akan mendapatkan calon istri instan. Tapi, apakah dia mau menerima Awan dengan masa lalunya? Menerima Awan dengan 2 buntutnya? Dua anak
Sonya bergerak ke kanan dan ke kiri di ranjangnya, sudah jam 1 subuh tapi, matanya sama sekali tidak mau terpejam sama sekali. Bahkan sudah berkali-kali dia beranjak dari ranjangnya dan berjalan hilir mudik di dalam kamar. Pikirannya sudah melayang dan tidak karu-karuan memikirkan apa yang harus ia lakukan setelah mendengar informasi dari Awan. Masa lalu Awan yang kelam membuat Sonya membutuhkan waktu untuk mengambil keputusan. Sebuah keputusan yang sangat besar dan akan mempengaruhi hidupnya."Aku harus gimana?" bisik Sonya sambil kembali berguling ke kanan dan ke kiri. Di satu sisi dia ingin terus bersama Awan dan hidup dengan pria yang menyayanginya itu, bersama bonus dua anak kembar yang terlihat menyebalkan namun, Sonya yakin kalau Hana dan Haikal adalah anak yang manis, tapi, di sisi lain setelah mendengar cerita Awan, Sonya menjadi ketakutan sendiri.Ia takut bila Awan kembali menjadi pria pengecut seperti saat dengan Selena, Sonya masih ingat dengan jelas saat Awan mengepak b