Hai, cerita masa lalu Awan memang sangat kelam dan pahit, tapi, dengan membaca cerita ini kalian bisa tahu kenapa Awan menerima Sonya selapang itu. iya, semua manusia memiliki masa lalu yang membentuk sifat yang ia miliki di masa depan, benar kata orang pengalaman adalah guru yang paling sempurna. Jangan benci Awan, Awan hanya manusia biasa seperti para pembaca. Jadi, sekarang mari kita menikmati cerita cinta Awan dan Sonya kembali, yang panas, hangat, air mata dan penuh dengan kejutan. Salam kellon, XOXO Gallon yang Hobi Kellon. untuk lebih mengenal Gallon silakan kunjungi sosial media Gallon @storyby_gallon
"Wan ... Awan." Suara seorang wanita yang lembut seolah menyadarkan Awan dari kisah sedihnya. Suara itu seolah menariknya dari dirinya di masa 10 tahun yang lalu kembali ke masa kini, kembali menghadapi realita hidup dan tanggung jawab yang sudah ia pikul. "Awan," bisik Sonya sambil menarik tangan Awan agar lelaki itu bisa kembali melihat wajahnya. "Awan ...," panggil Sonya lagi yang sedikit panik karena Awan terlihat histeris dalam menceritakan kisah masa lalunya. Sebuah kisah panjang yang membuat Sonya harus menahan rasa emosinya dan cemburu pada wanita bernama Selena. Selena seorang wanita yang mungkin akan selalu Awan ingat hingga detik ini. Wanita yang akan ada di hati Awan, dan mungkin membuat Sonya merasakan perasaan cemburu yang teramat sangat. Entahlah, saat ini Sonya belum mau berspekulasi apa pun dia hanya ingin memeluk Awan berusaha menenangkan tunangannya itu. "Wan ...." "Aku pembunuh, Sonya, aku bunuh ibu dari anak-anak. Dan aku sudah jahat sama dia, aku terlalu pen
“Sonya ….” Awan kaget mendengar pertanyaan Sonya dan membuat Awan melepaskan pelukkannya. “Maksud kamu apa?”Sonya mengangguk, ia tahu pertanyaannya ini bisa meledakkan masalah lainnya dan berujung pada retaknya hubungan mereka. “Iya, do you still love her?”“Kenapa kamu punya pikiran kaya gitu?” Awan mengusap paha Sonya, tangannya memasuki rok Sonya merasakan paha Sonya yang hangat.Sonya menangkap tangan Awan yang sedang berada di kedua pahanya, sepelan mungkin Sonya mendorongnya, mengeluarkannya dari dalam rok. “Wan.”“Kamu kenapa nanya kaya gitu? Jangan bilang kamu ngerasa aku masih cinta sama Selena.” Awan menurunkan tangannya ke arah kaki Sonya, mengusapnya.Sonya mengangguk, sudahlah percuma menutupi perasaannya terhadap almarhum Selena. Tidak etis memang cemburu pada orang yang sudah meninggal tapi, Sonya merasakan perasaan yang mengganjal. Ia tidak ingin disukai dan dicintai oleh Awan dengan bayangan Selena. “Jawab aja, Wan.”Awan beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah me
Aira yang sedang asik mengutak-atik puzzle di atas meja, entah sejak kapan ia jadi menyukai menyusun puzzle seperti saat ini, ini puzzle keduanya yang ia susun. “Mama, Daddy nggak ke sini?” tanya Hana yang membantu Aira untuk menyusun puzzle.Aira menoleh dan mendapati Hana sedang memainkan kepingan puzzle dengan malas-malasan. “Daddy nggak ke sini deh, kayanya. Kenapa? Hana kangen Daddy?” tanya Aira yang langsung dijawab anggukkan oleh Hana.“Telepon, lah, Daddy kamu itu,” usul Aira.“Nggak ah, nanti ganggu Daddy ama Tante Sonya,” ucap Hana menahan kesal karena merasa dia harus berbagi kasih sayang dengan orang lain. Menyebalkan.“Hahaha … telepon aja, minta jemput. Pasti, Daddy jemput,” ucap Aira yang paham kalau Hana sedang merajuk. Dari kedua anak Awan, Hana yang paling sulit menerima kenyataan kalau Awan akan menikah lagi sedangkan, Haikal lebih terihat santai dan bahkan entah karena apa tiba-tiba menyetujui Awan menikah dengan Sonya.Hana tipe anak perempuan yang sangat sulit be
“Duh, Gusti Awan … aya-aya wae.” Romli mengurut keningnya pelan.“Awan nggak mau nutupin apa pun lagi, Ki.”"Jadi, kamu maunya gimana? Mau pindah?" tanya Romli yang sudah tenang setelah satu jam mendengar cerita dari Awan.Awan menggeleng, "Nggak ... nggak usah, biarin aja. Nanti aku sama Sonya bakal ngobrol lagi. Tapi, sekarang masalahnya Sonya minta waktu buat semuanya." Awan menhenyakkan tubuhnya ke sofa yang empuk, pikirannya melayang pada obrolan terakhir dirinya dan Sonya. Sonya tetap meminta waktu untuk berpikir walaupun Awan sudah meminta maaf, memeluk dan menciumi Sonya. Tapi, Sonya tetap meminta waktu berpikir, suatu hal yang membuat Awan waswas.Sebenarnya, mudah bagi Awan mendapatkan wanita lain untuk menggantikan posisi Sonya, dia tinggal mendekati wanita manapun sambil tersenyum semanis mungkin, perlakukan mereka seperti ratu niscaya dia akan mendapatkan calon istri instan. Tapi, apakah dia mau menerima Awan dengan masa lalunya? Menerima Awan dengan 2 buntutnya? Dua anak
Sonya bergerak ke kanan dan ke kiri di ranjangnya, sudah jam 1 subuh tapi, matanya sama sekali tidak mau terpejam sama sekali. Bahkan sudah berkali-kali dia beranjak dari ranjangnya dan berjalan hilir mudik di dalam kamar. Pikirannya sudah melayang dan tidak karu-karuan memikirkan apa yang harus ia lakukan setelah mendengar informasi dari Awan. Masa lalu Awan yang kelam membuat Sonya membutuhkan waktu untuk mengambil keputusan. Sebuah keputusan yang sangat besar dan akan mempengaruhi hidupnya."Aku harus gimana?" bisik Sonya sambil kembali berguling ke kanan dan ke kiri. Di satu sisi dia ingin terus bersama Awan dan hidup dengan pria yang menyayanginya itu, bersama bonus dua anak kembar yang terlihat menyebalkan namun, Sonya yakin kalau Hana dan Haikal adalah anak yang manis, tapi, di sisi lain setelah mendengar cerita Awan, Sonya menjadi ketakutan sendiri.Ia takut bila Awan kembali menjadi pria pengecut seperti saat dengan Selena, Sonya masih ingat dengan jelas saat Awan mengepak b
Sonya melihat pantulan dirinya dicermin besar kamar, beberapa kali dia sudah bolak-balik mencoba bermacam-macam baju. Kali ini dia mengenakan celana kain berwarna cream dan blouse berwarna senada yang terlihat pas ditubuhnya, seolah baju itu dijahit khusus untuk dirinya."Aneh nggak sih? Terlalu rapi?" tanya Sonya sambil memutar-mutar tubuhnya di depan kaca. "Wan ... baju aku aneh nggak sih? Atau to much?" Tanpa sadar Sonya meminta pendapat Awan sambil terus berputar-putar di depan cermin. Hening ...."Awan ... hei A ...." Sonya terdiam dan baru menyadari kalau Awan tidak ada di sana karena memang belum Sonya izinkan untuk pulang walau kemarin malam Awan datang untuk memberikan makan malam dan sarapan. "Ih ... aku kenapa, sih?" tanya Sonya sambil mengambil tas dan ponselnya. Sonya sadar semenjak dirinya tinggal dengan Awan, lelaki itu seolah sedikit demi sedikit membuat Sonya bergantung pada Awan. Awan memiliki cara yang lembut membuat Sonya menuruti kata-kaya Awan, tanpa paksaan da
"Intan.""Dokter Sonya kenal?" tanya Bana."Dia tetangga saya." Sonya mengangguk dan merasa tidak ada gunanya menutupi kemyataan kalau ia dan Intan kenal."Wah, dunia kecil, yah." Bana meminta Intan duduk si samping Sonya sedangkan dirinya sudah duduk berhadapan dengan Sonya sedari tadi."Kecil banget," bisik Intan ketus namun Sonya masih mendengarnya."Kalau mau gede mending pindah rumah, Intan," jawab Sonya dingin sambil menyuapkan makanannya, argh ... nafsu makannya hilang karena bertemu dengan Intan, tumis buncis yang Sonya bayangkan akan terasa nikmat di mulutnya saat ini terasa sulit untuk ia telan. Menyebalkan."Saya mau pindah atau tidak bukan urusan Dokter," ucap Intan tenang sambil menoleh dan melihat Sonya yang terlihat asik makan."Oh ...." Sonya yang malas ribut hanya memberikan jawaban singkat namun sangat menyebalkan untuk didengar. Keheningan dengan cepat menyelimuti meja makan Sonya, bahkan Bana pun merasakan suasana tidak enak antara Sonya dan Intan walaupun sesek
“Lancang kamu Intan, kamu nggak kenal aku tapi, kamu udah seenaknya meramalkan hidup aku. Kamu nggak punya hak,” ucap Sonya yang kaget dengan perkataan Intan yang terlalu berani bahkan bersifat ikut campur urusan orang.“Dok, laki-laki kaya Awan itu nggak mungkin berubah! Dia akan selalu menjadi pengecut yang lari dari tanggung jawab dan berengsek! Kalau Dokter mau hidup dengan pria seperti itu aku tidak akan melarang, itu hidup Dokter, tapi, aku hanya menyayangkan, Dok. Aku sangat menyayangkan orang secerdas dan semandiri Dokter harus berakhir dengan pria sebobrok Awan!” Intan mengungkapkan kepeduliannya untuk Sonya.“Aku nggak mau Dokter bernasib sama dengan Selena, Kakak aku yang terlalu bodoh menerima Awan dan berakhir tragis,” lanjut Intan.Sonya memijat dahinya yang tiba-tiba sakit, “Sebejat itu Awan di mata kamu dan keluarga kamu?”“Iya, ayolah, Dok, Awan itu kurang ajar, nggak punya perasaan dan tidak ada perhatiannya pada Kakak aku. Kakak aku hamil pun, Awan tidak pernah menu