Aira yang sedang asik mengutak-atik puzzle di atas meja, entah sejak kapan ia jadi menyukai menyusun puzzle seperti saat ini, ini puzzle keduanya yang ia susun. “Mama, Daddy nggak ke sini?” tanya Hana yang membantu Aira untuk menyusun puzzle.Aira menoleh dan mendapati Hana sedang memainkan kepingan puzzle dengan malas-malasan. “Daddy nggak ke sini deh, kayanya. Kenapa? Hana kangen Daddy?” tanya Aira yang langsung dijawab anggukkan oleh Hana.“Telepon, lah, Daddy kamu itu,” usul Aira.“Nggak ah, nanti ganggu Daddy ama Tante Sonya,” ucap Hana menahan kesal karena merasa dia harus berbagi kasih sayang dengan orang lain. Menyebalkan.“Hahaha … telepon aja, minta jemput. Pasti, Daddy jemput,” ucap Aira yang paham kalau Hana sedang merajuk. Dari kedua anak Awan, Hana yang paling sulit menerima kenyataan kalau Awan akan menikah lagi sedangkan, Haikal lebih terihat santai dan bahkan entah karena apa tiba-tiba menyetujui Awan menikah dengan Sonya.Hana tipe anak perempuan yang sangat sulit be
“Duh, Gusti Awan … aya-aya wae.” Romli mengurut keningnya pelan.“Awan nggak mau nutupin apa pun lagi, Ki.”"Jadi, kamu maunya gimana? Mau pindah?" tanya Romli yang sudah tenang setelah satu jam mendengar cerita dari Awan.Awan menggeleng, "Nggak ... nggak usah, biarin aja. Nanti aku sama Sonya bakal ngobrol lagi. Tapi, sekarang masalahnya Sonya minta waktu buat semuanya." Awan menhenyakkan tubuhnya ke sofa yang empuk, pikirannya melayang pada obrolan terakhir dirinya dan Sonya. Sonya tetap meminta waktu untuk berpikir walaupun Awan sudah meminta maaf, memeluk dan menciumi Sonya. Tapi, Sonya tetap meminta waktu berpikir, suatu hal yang membuat Awan waswas.Sebenarnya, mudah bagi Awan mendapatkan wanita lain untuk menggantikan posisi Sonya, dia tinggal mendekati wanita manapun sambil tersenyum semanis mungkin, perlakukan mereka seperti ratu niscaya dia akan mendapatkan calon istri instan. Tapi, apakah dia mau menerima Awan dengan masa lalunya? Menerima Awan dengan 2 buntutnya? Dua anak
Sonya bergerak ke kanan dan ke kiri di ranjangnya, sudah jam 1 subuh tapi, matanya sama sekali tidak mau terpejam sama sekali. Bahkan sudah berkali-kali dia beranjak dari ranjangnya dan berjalan hilir mudik di dalam kamar. Pikirannya sudah melayang dan tidak karu-karuan memikirkan apa yang harus ia lakukan setelah mendengar informasi dari Awan. Masa lalu Awan yang kelam membuat Sonya membutuhkan waktu untuk mengambil keputusan. Sebuah keputusan yang sangat besar dan akan mempengaruhi hidupnya."Aku harus gimana?" bisik Sonya sambil kembali berguling ke kanan dan ke kiri. Di satu sisi dia ingin terus bersama Awan dan hidup dengan pria yang menyayanginya itu, bersama bonus dua anak kembar yang terlihat menyebalkan namun, Sonya yakin kalau Hana dan Haikal adalah anak yang manis, tapi, di sisi lain setelah mendengar cerita Awan, Sonya menjadi ketakutan sendiri.Ia takut bila Awan kembali menjadi pria pengecut seperti saat dengan Selena, Sonya masih ingat dengan jelas saat Awan mengepak b
Sonya melihat pantulan dirinya dicermin besar kamar, beberapa kali dia sudah bolak-balik mencoba bermacam-macam baju. Kali ini dia mengenakan celana kain berwarna cream dan blouse berwarna senada yang terlihat pas ditubuhnya, seolah baju itu dijahit khusus untuk dirinya."Aneh nggak sih? Terlalu rapi?" tanya Sonya sambil memutar-mutar tubuhnya di depan kaca. "Wan ... baju aku aneh nggak sih? Atau to much?" Tanpa sadar Sonya meminta pendapat Awan sambil terus berputar-putar di depan cermin. Hening ...."Awan ... hei A ...." Sonya terdiam dan baru menyadari kalau Awan tidak ada di sana karena memang belum Sonya izinkan untuk pulang walau kemarin malam Awan datang untuk memberikan makan malam dan sarapan. "Ih ... aku kenapa, sih?" tanya Sonya sambil mengambil tas dan ponselnya. Sonya sadar semenjak dirinya tinggal dengan Awan, lelaki itu seolah sedikit demi sedikit membuat Sonya bergantung pada Awan. Awan memiliki cara yang lembut membuat Sonya menuruti kata-kaya Awan, tanpa paksaan da
"Intan.""Dokter Sonya kenal?" tanya Bana."Dia tetangga saya." Sonya mengangguk dan merasa tidak ada gunanya menutupi kemyataan kalau ia dan Intan kenal."Wah, dunia kecil, yah." Bana meminta Intan duduk si samping Sonya sedangkan dirinya sudah duduk berhadapan dengan Sonya sedari tadi."Kecil banget," bisik Intan ketus namun Sonya masih mendengarnya."Kalau mau gede mending pindah rumah, Intan," jawab Sonya dingin sambil menyuapkan makanannya, argh ... nafsu makannya hilang karena bertemu dengan Intan, tumis buncis yang Sonya bayangkan akan terasa nikmat di mulutnya saat ini terasa sulit untuk ia telan. Menyebalkan."Saya mau pindah atau tidak bukan urusan Dokter," ucap Intan tenang sambil menoleh dan melihat Sonya yang terlihat asik makan."Oh ...." Sonya yang malas ribut hanya memberikan jawaban singkat namun sangat menyebalkan untuk didengar. Keheningan dengan cepat menyelimuti meja makan Sonya, bahkan Bana pun merasakan suasana tidak enak antara Sonya dan Intan walaupun sesek
“Lancang kamu Intan, kamu nggak kenal aku tapi, kamu udah seenaknya meramalkan hidup aku. Kamu nggak punya hak,” ucap Sonya yang kaget dengan perkataan Intan yang terlalu berani bahkan bersifat ikut campur urusan orang.“Dok, laki-laki kaya Awan itu nggak mungkin berubah! Dia akan selalu menjadi pengecut yang lari dari tanggung jawab dan berengsek! Kalau Dokter mau hidup dengan pria seperti itu aku tidak akan melarang, itu hidup Dokter, tapi, aku hanya menyayangkan, Dok. Aku sangat menyayangkan orang secerdas dan semandiri Dokter harus berakhir dengan pria sebobrok Awan!” Intan mengungkapkan kepeduliannya untuk Sonya.“Aku nggak mau Dokter bernasib sama dengan Selena, Kakak aku yang terlalu bodoh menerima Awan dan berakhir tragis,” lanjut Intan.Sonya memijat dahinya yang tiba-tiba sakit, “Sebejat itu Awan di mata kamu dan keluarga kamu?”“Iya, ayolah, Dok, Awan itu kurang ajar, nggak punya perasaan dan tidak ada perhatiannya pada Kakak aku. Kakak aku hamil pun, Awan tidak pernah menu
Sonya membereskan barang-barangnya dan bersiap untuk pulang, tubuhnya lelah bukan main karena rumah sakit tempat ia bekerja saat ini memiliki banyak pasien. Hari ini saja dia sudah melakukan tindakan sebanyak 10 kali dan untungnya beberapa dokter yang bekerja bersama Sonya adalah dokter senior hingga cepat dalam melakukan operasinya, jika tidak, mungkin saat ini dia masih berkutat di ruangan operasi.Kring ... kring ...."Iya," ucap Sonya setelah mengangkat sambungan teleponnya."Gimana kerja hari pertama?"Suara ceria Lidya terdengar menyenangkan di telinga Sonya, ampun, dia rindu sahabatnya, "Lidya, miss you.""Hahaha miss you to, gimana kerjanya? Udah pulang?" tanya Lidya dengan suara cerianya."Ini baru mau pulang, capek banget tapi, asik," ungkap Sonya sambil membawa semua barang miliknya dan menggunakan earphone agar ia bergerak leluasa. "Sama aku juga baru pulang, eh ... gimana hubungan kamu sama Awan? Jadinya gimana?" tanya Lidya."Is oke, we are fine," ucap Sonya yang memang
"Ampun!" pekik Sonya sambil memejamkan matanya saat merasakan bahunya ditepuk oleh tangan yang terasa sangat dingin."Kamu kenapa?" Sonya membuka matanya perlahan dan kaget saat mendapati Awan sedang menatapnya sambil tersenyum, "Awan?""Iya Awan ... ini Awan, Awan Kurniawan calon suami kamu, kamu kenapa?" tanya Awan yang aneh melihat reaksi Sonya saat melihat dirinya. Awan merasa dirinya seorang makhluk goib yang membuat Sonya ketakutan, "kamu kenapa? Sakit?" lanjut Awan sambil mengusap dahi Sonya yang terasa basah karena keringat."Ya ampun, Awan," bisik Sonya sambil memeluk tubuh Awan seerat mungkin, jantungnya hampir saja berhenti bekerja karena ia sangka tangan dingin Awan adalah tangan milik makhluk astral."Kamu kenapa? Kaya abis liat hantu," bisik Awan pelan sambil membalas pelukkan Sonya dan mengecup pucuk rambutnya, sebuah kenikmatan saat melakukan itu semua di dalam rumah sakit secara terang-terangan tanpa takut ada yang memperhatikan atau bergunjing tentang mereka."Kamu
Hai semua pembacaku sayang ....Gallon ucapkan terima kasih sudah membaca hingga akhir kisa perjalanan cinta Awan dan Sonya. Sebuah kisah yang pelik, berat dan penuh gairah dari Awan dan Sonya.Kisah yang dimulai dari sebuah pengkhianatan, rasa benci, dan mamaki diri akibat sebuah kekurangan yang menjadikan diri Sonya membenci dirinya dan melupakan rasa dicintai juga mencintai.Sebuah kisah dengan akhir yang manis namun dibalut sebuah kenyataan hidup, sebuah kenyataan yang membuat kita sadar kalau kita hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Secinta apa pun kita pada seseorang ingatlah ada maut yang memisahkan namun, yakinlah maut juga yang akan menyatukan kalian kembali. Cerita ini harus berakhir di sini, cerita manis ini harus berakhir secara sedih namun tetap dibalut senyum bukan sebuah tangis. Cerita cinta Sonya dan Awan tidak akan ada kelanjutannya, semuanya sudah jelas dan mereka sudah sangat berbahagia dengan kehidupannya. Gallon harap semua yang membacanya puas dengan akhir ki
Tit ... tit ... tit ....Suara alat yang memonitor jantung Awan terdengar memilukan di kuping Hana dan Haikal, sudah lima hari mereka berdua berjaga di sana bergantian dan tidak mau meninggalkan Awan, semenjak Awan terjatuh dari kamar mandi."Hana, Haikal bisa keluar?" tanya Daniel melalui celah pintu kamar.Hana dan Haikal saling tatap lalu keluar dari kamar, sebelumnya mereka berdua mengecup kening Awan pelan. Setelah di luar Hana dan Haikal bertemu dengan Daniel dan juga Adara bersama seorang dokter. Mereka tahu siapa dokter itu, dokter itu adalah Dokter Intan, adik almarhum mama mereka."Tante ada apa?" tanya Hana sambil berdiri di samping Daniel, spontan suaminya itu merangkul bahunya pelan mencoba menguatkan Hana."Ada yang salah sama Daddy?" tanya Haikal sambil merangkul pinggang istrinya, mencoba mencari ketenangan dari tubuh istrinya itu.Intan mencoba tersenyum sebaik mungkin walau ia sadar kalau ia tidak bisa menipu Hana dan Haikal yang sudah mengenal dirinya dengan sangat b
Tangan Awan terus bergerak mengelus nisan Sonya, disetiap tarikan napasnya ia merasakan rasa rindu yang menusuk nan sakit. Ia rindu memeluk Sonya, mengecupi tubuh istrinya, dan tidur di samping wanita yang sudah menemaninya selama 37 tahun. Jemari Awan terus bergerak, sesekali terdengar suara tarikan napas berat Awan. Matanya mulai buram akibat menahan air mata yang selalu jatuh ke tanah setiap ia datang ke sana untuk bertemu Janu dan Sonya.Masih segar di ingatannya saat Sonya pergi meninggalkan dirinya di pelukkannya. Sonya kalah dan menyerah pada penyakitnya, wanita itu pergi meninggalkan dirinya tiga tahun lalu. Sonya menyerah pada penykitnya, Sonya meninggalkan dirinya sendirian di dunia. Maut sudah memisahkan mereka, mengakhiri sebuah dongeng cantik nan bahagia yang selama ini Awan dan Sonya rajut. Menikah dengan Sonya adalah sesuatu yang sangat Awan sukai. Setiap harinya selalu Awan lewati dengan perasaan senang dan bahagia, walau ada beberapa kali mereka menemui hambatan ke
37 Tahun Kemudian .....Awan mematut dirinya di depan kaca sambil menarik-narik kemejanya. Ia sesekali tersenyum sambil mengusap-usap bagian rambutnya yang sudah memutih termakan usia. Ia sekali lagi memutar tubuhnya memastikan kalau tampilannya sudah sesuai dengan apa yang ia harapkan.Tangan Awan mengambil parfume yang sudah ia pakai semenjak dahulu kala, seketika itu juga wangi laut menyeruak ke indera penciumannya. Mencium itu semua membuat ia ingat perkataan Sonya kalau menciumnya wangi tubuhnya seolah ia sedang berlibur ke pantai."Sonya," bisik Awan sambil tersenyum kembali ke arah cermin. Ah ... ia rindu pada istrinya, ia rindu pada celotehan istrinya itu. Tanpa sadar pikirannya menghitung sudah berapa lama ia menikahi Sonya. "37 tahun," bisik Awan yang mulai menghitung berapa lama ia sudah menikah dengan Sonya, wanita yang sangat ia cintai hingga masa tuanya itu. Tok ... tok ... tok ....Awan menoleh melalui bahunya dan mendapati pintu kamarnya di buka. Senyumannya melebar
"Mereka tidur di sini," ucap Lidya sambil membuka pintu kamar Tara.Sonya melihat Hana dan Haikal yang tidur di ranjang bersama Tara dan Amia. Terlihat kedua anaknya itu mengenakan piayama yang sama sambil memeluk sesuatu yang mereka bagi, Sonya tanpa sadar tersenyum melihat apa yang anak kembarnya itu peluk. "Aku nggak paham kenapa Hana dan Haikal meluk handuk, mereka tiap tidur selalu meluk handuk itu. Aku sampai sangka itu selimut tapi, aku liat-liat itu ternyata handuk," terang Lidya sambil mengambil tas si kembar yang sudah rapih di pojok kamar. "Itu anduk aku, mereka minta katanya buat mereka bawa." Sonya menahan tawanya sendiri saat mengingat keinginan si kembar, tanpa sadar tangan Sonya mengusap kening si kembar. "Ya ampun, manis banget ... padahal mereka bukan anak kamu secara biologis tapi, manis banget," ucap Lidya sambil mengusap kedua lengannya. "Iya ... aku bersyukur mendapatkan mereka berdua ... aku bersyukur dipertemukan dengan Awan dan diberkahi dua malaikat ini,"
"Bener-bener si kupret!" maki Eka sambil berjalan berlalu lalang di hadapan Lidya yang sedang membaca majalah dan sesekali melirik ke arah Eka.Eka kembali melihat jam yang ada di dinding rumah dengan geram, bagaimana tidak, waktu sudah menunjukkan jam 12 malam di hari senin dan bila jarum panjang jam bergerak sedikit saja maka hari sudah berganti menjadi hari selasa. "Bisa duduk nggak, sih?" tanya Lidya yang akhirnya kesal melihat Eka terus bergerak hilir mudik seperti setrikaan. "Duduk, sini." Lidya menepuk sofa yang ada di sampingnya berharap suaminya duduk di sana dan tenang. Sayangnya keinginannya tidak tercapai, Eka menggeleng sambil kembali hilir mudik dan memainkan ponselnya."Ini kupret satu, kebiasaannya ya Tuhan, dia bilang hari senin ... ini hari senin, bahkan ...." Eka melihat jam dinding dan menyadari jarum panjangnya sudah bergeser. "Udah hari selasa ... dasar manusia tanah sengketa, hobi bener bikin susah orang."Lidya hanya bisa menahan tawanya melihat kelakuan Eka y
Awan mengambil madu dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi menyusul Sonya yang sudah menghilang di dalam kamar mandi. Saat sampai di ambang pintu kupingnye mendengar suara gemericik air dari dalam tempat shower.Langkah kaki Awan terhenti saat ia melihat Sonya sedang membasahi sekujur tubuhnya dengan air hangat yang keluar dari pancuran. Siluet tubuhnya terlihat menggoda, tubuh sintal Sonya seolah meminta Awan untuk menyentuhnya. Napasnya makin tertahan saat ia melihat tangan Sonya menyentuh setiap inci tubuhnya dengan pelan dan sensual, ia suka melihat Sonya menyentuh tubuhnya sendiri, birahinya seolah dipuaskan melalu visual Sonya yang entah bagaimana caranya selalu menjadi magnet untuk dirinya. Sonya berbalik dan mendekati Awan selangkah demi selangkah, seolah setiap langkah yang Sonya lakukan sebagai sebuah tombol yang lagi-lagi membuat pria itu menggemeretakkan giginya menahan hasrat liar yang sudah meronta untuk dilepaskan detik itu juga."Nggak buka baju?" tanya Sonya sambil
"Aku nggak sanggup lagi, Wan," tolak Sonya sambil mendorong piring sejauh mungkin dari hadapannya, perutnya seolah akan meledak karena sudah menghabiskan banyak sekali hidangan laut yang tersaji."Terus ngapain kamu pesen makanan sebanyak ini?" tanya Awan kesal sambil menunjuk hidangan laut yang ada di hadapannya. "Yah tadi, keliatannya enak semuanya jadi aku pesen," kilah Sonya sambil mengambil garpu dan menusuk-nusuk udang yang ada di atas piring. Sonya mengakui kalau makanan itu enak tapi, rasanya perutnya sudah tidak mampu lagi menerima makanan lebih banyak lagi."Terus ini gimana? Aku udah bilang tadi, pesen seperlunya aja, jangan lapar mata, Sonya," ucap Awan sambil melihat meja makannya yang masih terhidang cumi saus padang, udang galah asam manis, kepiting bakar dan juga ikan bakar.Awan ingat tadi saat Sonya memesan semuanya ia sudah mengingatkan Sonya kalau mereka tidak akan mampu menghabiskan semuanya tapi, istrinya ini tetap pada pendiriannya ingin memesan semua makanan y
"Mommy baru sampai, Nak," ucap Sonya sambil duduk di sudut ranjang dan melihat Awan yang terlihat sibuk berbicara dengan petugas hotel."Iya ... Hana, 3 hari aja, Daddy kamu juga bilang tiga hari, kan, kalau lebih nanti biar Mommy yang pulang sendiri dan Daddy, Mommy tinggal di sini," lanjut Sonya sambil menyentuh handuk yang dibentuk angsa di atas ranjangnya. Matanya dengan cepat menyisir keadaan kamarnya, jujur pada awalnya Sonya tidak tau mau di bawa kemana dirinya oleh Awan. "Iya, janji. Udah kamu di sana baik-baik dan jangan nakal. PR-nya kerjain dan tolong, suruh Haikal kerjain PR-nya juga, adik kamu suka lupa diri kalau nggak diingatkan," pinta Sonya sambil mengucapkan beberapa kata perpisahan sebelum memutuskan sambungan telepon dari Hana.Setelah ia menitipkan Hana dan Haikal di rumah Lidya, Awan sama sekali tidak mau mengatakan ke mana mereka akan pergi dan ternyata Awan membawanya ke salah satu resort yang ada di pulau seribu. H island resort.Sonya tersenyum saat berjalan