Prang ....Suara piring dan gelas beradu di lantai dapur sama sekali tidak diindahkan oleh Awan dan Sonya yang sudah terbakar nafsu dan gairah.Salah satu tangan Sonya menekan permukaan meja untuk menahan bobot tubuhnya yang entah bagaimana caranya sudah telanjang. Sonya memekik dengan keras saat merasakan liukan sensual di bagian ceruk kenikmatan miliknya. Tubuhnya menggelinjang saat merasakan kenikmatan yang berasal di antara pahanya meledak menjalar kesekujur tubuhnya."Ah ... Awan," desah Sonya sambil mendongah menikmati setiap inci bagian tersensitif tubuhnya yang saat ini sedang Awan puja. Tangan Sonya yang lain menyusup ke sela-sela rambut Awan dan menekannya, seolah memaksa Awan untuk memberikan lebih banyak lagi kenikmatan pada dirinya.Jemari kaki Sonya menekuk dan menekan meja makan saat ia merasakan jemari Awan ikut memuja dirinya, masuk dan keluar berkali-kali, membuat tubuhnya menggelinjang dan bibirnya terus mendesah memanggil nama Awan seolah memohon agar lelaki itu te
Kring ... kring ... kring .....Suara ponsel di atas nakas yang ada di pinggir Sonya membangunkannya, dengan malas-malasan ia berusaha mengambil ponsel itu dan melihat siapa yang meneleponnya. Semenjak tidak bekerja di rumah sakit, Sonya menjadi lebih santai saat mengangkat telepon apalagi tubuhnya remuk dan lelah akibat semalaman bercinta dengan Awan. "Iya ... halo," bisik Sonya sambil menoleh melihat Awan yang masih tidur di belakang tubuhnya dan memeluknya dengan erat. Bahkan Sonya merasakan salah satu payudaranya dicengkeram oleh Awan. "Sonya, kamu nggak apa-apa?" tanya Lidya khawatir."Nggak, aku nggak apa-apa Lidya, emang kenapa aku harus apa-apa?" tanya Sonya bingung, memang kenapa dengan dirinya sampai Lidya mengkhawatirkannya padahal saat ini ia sedang dalam kondisi terbaiknya. Dimana dirinya akan kembali menjadi seorang Ibu dari dua orang anak milik Awan, lelaki yang sangat ia cintai. Lelaki yang mampu menggaulinya dan memuaskannya dengan liar tadi malam, juga malam-malam
"Daddy, miss you," bisik seorang anak perempuan yang berlari dan mendorong badan Sonya lalu memeluk Awan.Otomatis Sonya beranjak dari duduknya dan melihat kedua anak berumur 9 tahun memeluk dan mengecupi Awan. Ada rasa cemburu saat kedua anak itu mengecupi wajah Awan karena biasanya hanya dia yang bisa mengecupi wajah Awan dengan leluasa dan sekarang dia harus berbagi dengan dua anak krucil."Hahaha ... miss you too, Hana, Haikal, kalian ke sini sama siapa?" tanya Awan yang menahan bobot tubuh kedua anaknya yang sudah lumayan besar tapi, masih suka meminta dipeluk dengan gaya kodok, itulah yang membuat Awan selalu berolahraga karena dia tidak mau bila ia tidak bisa lagi menggendong anak-anaknya itu."Uyut, sama Mama," ucap Hana sambil memeluk Awan dan mendorong Haikal yang ingin ikut memeluk Awan, "sana kamu!""Ih, apa sih, ini kan Daddy aku juga, jangan mentang-mentang lahir lebih cepet dua menit jadi ngerasa paling gede!" seru Haikal sambil menarik-narik bahu Hana karena dia ingin
"Hana!" "Aku nggak mau Mommy baru, aku nggak kau Daddy diambil sama dia. Kalau dia suka Barbie, ambilah Barbie aku asal bukan Daddy," pekik Hana sambil menahan tangisnya dan berdiri menatap Awan dengan wajah sedih. "Hana, Daddy nggak pernah ajarin kamu nggak sopan kaya gini," ucap Awan sambil berdiri, "minta maap sama Tante Sonya, sekarang Hana."Hana menggigit bagian bawah bibirnya dan mengepalkan tangannya, rasa sedih bercampur sakit hati menghantamnya. Awalnya dia sangat senang dan bersemangat saat mendengar dari Romli dan Aira kalau mereka akan pergi kerumah Awan. Rumah yang katanya akan menjadi rumah bagi dirinya, Haikal dan Awan bersama. Bahkan, Aira berkata kalau mulai bulan depan Hana dan Haikal akan tinggal bersama Awan kembali.Tapi, semuanya itu seolah buyar saat Hana melihat Awan sedang bersama seorang wanita dan tiba-tiba saja ia diminta menerimanya sebagai Mommy! Ih ... Hana tidak mau mendapatkan Mommy, dia tidak mau bernasib seperti teman sebangkunya yang beberapa kal
"Hana ...," panggil Awan saat melihat ke dalam kamar tidur miliknya, dia tahu kalau Hana akan mencari kamar tidur miliknya dan menjajahnya. Memaksa Awan untuk tidur bersama.Awan mendapati Hana sedang bergelung di ranjang dan menutupi wajahnya dengan bantal. Tubub mungil gadis yang ia besarkan terlihat menyembul dari selimut, terlihat lucu. "Hana.""Daddy udah nggak sayang Hana," isak Hana sambil menyembunyikan wajahnya di balik bantal, berusaha menghilangkan air matanya yang terus mengalir."Kata siapa?" Awan duduk di samping Hana dan mengelus punggung Hana pelan, melihat anak perempuannya sedih membuat hatinya terluka. "Buktinya Daddy malah tinggal di sini, nggak pulang ke rumah Uyut. Nggak tidur lagi sama aku dan Haikal." Suara Hana terdengar putus-putus dan makin keras walau sudah terhimpit bantal.Awan sadar dia terlalu terbuai dengan kehidupan barunya, menyembunyikan Hana dan Haikal dari Sonya akibat ketakutannya sendiri akan ditinggalkan oleh Sonya. Dia lupa kalau kedua anakny
"Apa ini?" tanya Awan sambil membaca daftar keinginan Hana dan Haikal yang panjang, kepalanya tiba-tiba sakit membayangkan berapa banyak uang yang harus ia keluarkan untuk mendekor kamar Hana dan Haikal."Daftar keinginan Hana dan Haikal," bisik Sonya sambil meminum boba-nya. "Iya, tahu ... tapi, apa ini kenapa tiba-tiba mereka meminta ps-5 dan ini apa lagi Hana minta tablet. Sejak kapan tablet termasuk dekorasi kamar? Seingat aku tablet itu alat komunikasi dan dia sudah punya tablet!" seru Awan geram karena daftar keingian Hana dan Haikap sudah mulai tidak masuk akal. Sonya mengintip dari balik bahu Awan dan menahan tawanya. Sepertinya Awan harus benar-benar menjual salah satu Vespa-nya untuk membeli semua keinginan Hana dan Haikal."Nggak apa-apa, kali-kali, kan," ucap Sonya sambil menahan tawanya karena tak kuat melihat ekspresi Awan yang seolah terkena penyakit berat. "Ini bukan kali-kali, astaga ... kemana mereka berdua, biar aku pukul bokong mereka. Mereka nggak sadar apa kal
"Kamu ke sana," pekik Hana sambil mendorong Haikal dengan kakinya karena kesal Haikal menghimpit dirinya."Aku juga mau tidur sama Daddy!" seru Haikal sambil mendorong-dorong tubuh Hana agar menjauh dari Awan."Nggak ... kamu di luar aja!" jerit Hana keras sambil memukul tangan Haikal kesal. "Sana.""Astaga ... kalian bisa tidur dengan tenang nggak sih?" tanya Awan geram sambil menutup kedua matanya dengan lengannya. Ah ... dia rasanya ingin memukul bokong kedua anaknya ini dan menguncinya di kamar mandi. Awan bingung kenapa kedua anak kembarnya itu berisik dan manja sekali? Maunya apa mereka itu? Tak biasanya mereka seperti ini."Aku nggak suka Haikal di sini! Dia nggak sayang sama aku!" seru Hana sambil terus mendorong-dorong kaki Haikal.Haikal hanya menahan tangan Hana sambil menjulurkan lidahnya, menahan diri untuk tidak memukul atau menendang Hana dengan kekuatan penuh karena dia adalah salah satu atlet taekwondo di sekolahnya. "Hana, jangan gitu nanti aku kelepasan."Awan yang
Sonya membulak balik kertas yang Haikal berikan pada dirinya kemarin, belum juga Sonya resmi menjadi istri Awan sekarang ia sudah dipusingkan dengan surat panggilan dari Sekolah Haikal. Kemarin Sonya sudah berbicara empat mata dengan Haikal dan Haikal berkata kalau dia melakukannya karena memiliki alasan, Sonya bertanya berkali-kali dan jawaban Haikal tetap sama. "Aku nggak mukul Sean duluan, dia duluan yang mukul aku dan hina aku. Masa dia hina dan mukul aku, aku diem aja. Nggak bisalah Tante.""Emang dia hina kamu apa sampai kamu marah, Haikal?" tanya Sonya penasaran perkataan apa yang bisa membuat Haikal berkelahi dengan Sean."Bukan urusan Tante, pokoknya Tante dateng dan jangan bilang Daddy!"Sonya membenturkan keningnya ke meja makan pelan saat mengingat perkataan Haikal saat ia bertanya pada anak sambungnya itu. Sonya menggeleng-gelengkan kepalanya di meja, rasanya kepalanya akan meledak karena mengurusi anak sambungnya ini, dia lebih baik melakukan operasi jantung selama 4 j
Hai semua pembacaku sayang ....Gallon ucapkan terima kasih sudah membaca hingga akhir kisa perjalanan cinta Awan dan Sonya. Sebuah kisah yang pelik, berat dan penuh gairah dari Awan dan Sonya.Kisah yang dimulai dari sebuah pengkhianatan, rasa benci, dan mamaki diri akibat sebuah kekurangan yang menjadikan diri Sonya membenci dirinya dan melupakan rasa dicintai juga mencintai.Sebuah kisah dengan akhir yang manis namun dibalut sebuah kenyataan hidup, sebuah kenyataan yang membuat kita sadar kalau kita hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Secinta apa pun kita pada seseorang ingatlah ada maut yang memisahkan namun, yakinlah maut juga yang akan menyatukan kalian kembali. Cerita ini harus berakhir di sini, cerita manis ini harus berakhir secara sedih namun tetap dibalut senyum bukan sebuah tangis. Cerita cinta Sonya dan Awan tidak akan ada kelanjutannya, semuanya sudah jelas dan mereka sudah sangat berbahagia dengan kehidupannya. Gallon harap semua yang membacanya puas dengan akhir ki
Tit ... tit ... tit ....Suara alat yang memonitor jantung Awan terdengar memilukan di kuping Hana dan Haikal, sudah lima hari mereka berdua berjaga di sana bergantian dan tidak mau meninggalkan Awan, semenjak Awan terjatuh dari kamar mandi."Hana, Haikal bisa keluar?" tanya Daniel melalui celah pintu kamar.Hana dan Haikal saling tatap lalu keluar dari kamar, sebelumnya mereka berdua mengecup kening Awan pelan. Setelah di luar Hana dan Haikal bertemu dengan Daniel dan juga Adara bersama seorang dokter. Mereka tahu siapa dokter itu, dokter itu adalah Dokter Intan, adik almarhum mama mereka."Tante ada apa?" tanya Hana sambil berdiri di samping Daniel, spontan suaminya itu merangkul bahunya pelan mencoba menguatkan Hana."Ada yang salah sama Daddy?" tanya Haikal sambil merangkul pinggang istrinya, mencoba mencari ketenangan dari tubuh istrinya itu.Intan mencoba tersenyum sebaik mungkin walau ia sadar kalau ia tidak bisa menipu Hana dan Haikal yang sudah mengenal dirinya dengan sangat b
Tangan Awan terus bergerak mengelus nisan Sonya, disetiap tarikan napasnya ia merasakan rasa rindu yang menusuk nan sakit. Ia rindu memeluk Sonya, mengecupi tubuh istrinya, dan tidur di samping wanita yang sudah menemaninya selama 37 tahun. Jemari Awan terus bergerak, sesekali terdengar suara tarikan napas berat Awan. Matanya mulai buram akibat menahan air mata yang selalu jatuh ke tanah setiap ia datang ke sana untuk bertemu Janu dan Sonya.Masih segar di ingatannya saat Sonya pergi meninggalkan dirinya di pelukkannya. Sonya kalah dan menyerah pada penyakitnya, wanita itu pergi meninggalkan dirinya tiga tahun lalu. Sonya menyerah pada penykitnya, Sonya meninggalkan dirinya sendirian di dunia. Maut sudah memisahkan mereka, mengakhiri sebuah dongeng cantik nan bahagia yang selama ini Awan dan Sonya rajut. Menikah dengan Sonya adalah sesuatu yang sangat Awan sukai. Setiap harinya selalu Awan lewati dengan perasaan senang dan bahagia, walau ada beberapa kali mereka menemui hambatan ke
37 Tahun Kemudian .....Awan mematut dirinya di depan kaca sambil menarik-narik kemejanya. Ia sesekali tersenyum sambil mengusap-usap bagian rambutnya yang sudah memutih termakan usia. Ia sekali lagi memutar tubuhnya memastikan kalau tampilannya sudah sesuai dengan apa yang ia harapkan.Tangan Awan mengambil parfume yang sudah ia pakai semenjak dahulu kala, seketika itu juga wangi laut menyeruak ke indera penciumannya. Mencium itu semua membuat ia ingat perkataan Sonya kalau menciumnya wangi tubuhnya seolah ia sedang berlibur ke pantai."Sonya," bisik Awan sambil tersenyum kembali ke arah cermin. Ah ... ia rindu pada istrinya, ia rindu pada celotehan istrinya itu. Tanpa sadar pikirannya menghitung sudah berapa lama ia menikahi Sonya. "37 tahun," bisik Awan yang mulai menghitung berapa lama ia sudah menikah dengan Sonya, wanita yang sangat ia cintai hingga masa tuanya itu. Tok ... tok ... tok ....Awan menoleh melalui bahunya dan mendapati pintu kamarnya di buka. Senyumannya melebar
"Mereka tidur di sini," ucap Lidya sambil membuka pintu kamar Tara.Sonya melihat Hana dan Haikal yang tidur di ranjang bersama Tara dan Amia. Terlihat kedua anaknya itu mengenakan piayama yang sama sambil memeluk sesuatu yang mereka bagi, Sonya tanpa sadar tersenyum melihat apa yang anak kembarnya itu peluk. "Aku nggak paham kenapa Hana dan Haikal meluk handuk, mereka tiap tidur selalu meluk handuk itu. Aku sampai sangka itu selimut tapi, aku liat-liat itu ternyata handuk," terang Lidya sambil mengambil tas si kembar yang sudah rapih di pojok kamar. "Itu anduk aku, mereka minta katanya buat mereka bawa." Sonya menahan tawanya sendiri saat mengingat keinginan si kembar, tanpa sadar tangan Sonya mengusap kening si kembar. "Ya ampun, manis banget ... padahal mereka bukan anak kamu secara biologis tapi, manis banget," ucap Lidya sambil mengusap kedua lengannya. "Iya ... aku bersyukur mendapatkan mereka berdua ... aku bersyukur dipertemukan dengan Awan dan diberkahi dua malaikat ini,"
"Bener-bener si kupret!" maki Eka sambil berjalan berlalu lalang di hadapan Lidya yang sedang membaca majalah dan sesekali melirik ke arah Eka.Eka kembali melihat jam yang ada di dinding rumah dengan geram, bagaimana tidak, waktu sudah menunjukkan jam 12 malam di hari senin dan bila jarum panjang jam bergerak sedikit saja maka hari sudah berganti menjadi hari selasa. "Bisa duduk nggak, sih?" tanya Lidya yang akhirnya kesal melihat Eka terus bergerak hilir mudik seperti setrikaan. "Duduk, sini." Lidya menepuk sofa yang ada di sampingnya berharap suaminya duduk di sana dan tenang. Sayangnya keinginannya tidak tercapai, Eka menggeleng sambil kembali hilir mudik dan memainkan ponselnya."Ini kupret satu, kebiasaannya ya Tuhan, dia bilang hari senin ... ini hari senin, bahkan ...." Eka melihat jam dinding dan menyadari jarum panjangnya sudah bergeser. "Udah hari selasa ... dasar manusia tanah sengketa, hobi bener bikin susah orang."Lidya hanya bisa menahan tawanya melihat kelakuan Eka y
Awan mengambil madu dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi menyusul Sonya yang sudah menghilang di dalam kamar mandi. Saat sampai di ambang pintu kupingnye mendengar suara gemericik air dari dalam tempat shower.Langkah kaki Awan terhenti saat ia melihat Sonya sedang membasahi sekujur tubuhnya dengan air hangat yang keluar dari pancuran. Siluet tubuhnya terlihat menggoda, tubuh sintal Sonya seolah meminta Awan untuk menyentuhnya. Napasnya makin tertahan saat ia melihat tangan Sonya menyentuh setiap inci tubuhnya dengan pelan dan sensual, ia suka melihat Sonya menyentuh tubuhnya sendiri, birahinya seolah dipuaskan melalu visual Sonya yang entah bagaimana caranya selalu menjadi magnet untuk dirinya. Sonya berbalik dan mendekati Awan selangkah demi selangkah, seolah setiap langkah yang Sonya lakukan sebagai sebuah tombol yang lagi-lagi membuat pria itu menggemeretakkan giginya menahan hasrat liar yang sudah meronta untuk dilepaskan detik itu juga."Nggak buka baju?" tanya Sonya sambil
"Aku nggak sanggup lagi, Wan," tolak Sonya sambil mendorong piring sejauh mungkin dari hadapannya, perutnya seolah akan meledak karena sudah menghabiskan banyak sekali hidangan laut yang tersaji."Terus ngapain kamu pesen makanan sebanyak ini?" tanya Awan kesal sambil menunjuk hidangan laut yang ada di hadapannya. "Yah tadi, keliatannya enak semuanya jadi aku pesen," kilah Sonya sambil mengambil garpu dan menusuk-nusuk udang yang ada di atas piring. Sonya mengakui kalau makanan itu enak tapi, rasanya perutnya sudah tidak mampu lagi menerima makanan lebih banyak lagi."Terus ini gimana? Aku udah bilang tadi, pesen seperlunya aja, jangan lapar mata, Sonya," ucap Awan sambil melihat meja makannya yang masih terhidang cumi saus padang, udang galah asam manis, kepiting bakar dan juga ikan bakar.Awan ingat tadi saat Sonya memesan semuanya ia sudah mengingatkan Sonya kalau mereka tidak akan mampu menghabiskan semuanya tapi, istrinya ini tetap pada pendiriannya ingin memesan semua makanan y
"Mommy baru sampai, Nak," ucap Sonya sambil duduk di sudut ranjang dan melihat Awan yang terlihat sibuk berbicara dengan petugas hotel."Iya ... Hana, 3 hari aja, Daddy kamu juga bilang tiga hari, kan, kalau lebih nanti biar Mommy yang pulang sendiri dan Daddy, Mommy tinggal di sini," lanjut Sonya sambil menyentuh handuk yang dibentuk angsa di atas ranjangnya. Matanya dengan cepat menyisir keadaan kamarnya, jujur pada awalnya Sonya tidak tau mau di bawa kemana dirinya oleh Awan. "Iya, janji. Udah kamu di sana baik-baik dan jangan nakal. PR-nya kerjain dan tolong, suruh Haikal kerjain PR-nya juga, adik kamu suka lupa diri kalau nggak diingatkan," pinta Sonya sambil mengucapkan beberapa kata perpisahan sebelum memutuskan sambungan telepon dari Hana.Setelah ia menitipkan Hana dan Haikal di rumah Lidya, Awan sama sekali tidak mau mengatakan ke mana mereka akan pergi dan ternyata Awan membawanya ke salah satu resort yang ada di pulau seribu. H island resort.Sonya tersenyum saat berjalan