Sonya membulak balik kertas yang Haikal berikan pada dirinya kemarin, belum juga Sonya resmi menjadi istri Awan sekarang ia sudah dipusingkan dengan surat panggilan dari Sekolah Haikal. Kemarin Sonya sudah berbicara empat mata dengan Haikal dan Haikal berkata kalau dia melakukannya karena memiliki alasan, Sonya bertanya berkali-kali dan jawaban Haikal tetap sama. "Aku nggak mukul Sean duluan, dia duluan yang mukul aku dan hina aku. Masa dia hina dan mukul aku, aku diem aja. Nggak bisalah Tante.""Emang dia hina kamu apa sampai kamu marah, Haikal?" tanya Sonya penasaran perkataan apa yang bisa membuat Haikal berkelahi dengan Sean."Bukan urusan Tante, pokoknya Tante dateng dan jangan bilang Daddy!"Sonya membenturkan keningnya ke meja makan pelan saat mengingat perkataan Haikal saat ia bertanya pada anak sambungnya itu. Sonya menggeleng-gelengkan kepalanya di meja, rasanya kepalanya akan meledak karena mengurusi anak sambungnya ini, dia lebih baik melakukan operasi jantung selama 4 j
"Kamu ngapain lama-lama di dalam?" tanya Hana saat melihat Haikal masuk ke dalam mobil dan memasang sabuk pengamannya."Ngobrol sama Tante Sonya," jawab Haikal santai dan ia terdiam saat melihat wajah Hana yang berubah tidak suka, "kenapa? Ada yang salah?""Nggak, kamu kok jadi suka ama Tante itu, padahal kita udah sepakat kalau kita harus nolak Tante itu jadi Mommy kita," ungkap Hana mencoba mengingatkan Haikal perjanjian yang ia buat bersama Haikal kemarin. Haikal menggaruk kepalanya lalu melirik ke arah luar, ia mendapati Awan mendatangi Sonya sambil tersenyum bahagia. "Hana ... kamu liat deh, itu. Kapan terakhir Daddy sebahagia itu? Kamu mau Daddy nggak senyum lagi?"Hana memanjangkan lehernya untuk melihat apa yang ingin Haikal tunjukkan pada dirinya. Hana melihat Awan sedang memeluk Sonya dan tertawa renyah juga lepas. Rasa kesal dan iri karena Awan terlihat bahagia dengan Sonya menyelusup ke pikiran Hana. Seumur hidup Hana dia belum pernah melihat Awan tertawa selepas dan seba
"Bi, bisa tolong bikinin saya sesuatu?" tanya Sonya pada Warti pembantu yang Awan pekerjakan di rumahnya."Bikin apa, Neng?" tanya Warti sambil melipat lap bersih."Apa, yah? Aku bingung." Sonya berpikir keras apa yang harus ia berikan pada tetangga sebelah yang sudah mengundangnya makan malam walaupun Sonya tahu undangan itu hanya sebatas basa basi busuk Namira pada dirinya.Sonya yakin seratus persen kalau Namira akan memberikan rentetan pertanyaan mengenai pekerjaannya sebagai mantan Dokter di rumah sakit di mana ia bekerja dulu. Sonya yakin itu Namira lakukan untuk membantu Intan mendapatkan gambaran mengenai lingkungan rumah sakit yang pekerjaannya tidak terlalu jauh berbeda di setiap rumah sakit.Ya ampun, saking sibuknya dia mengurusi pindahan rumah, ia sampai lupa kalau ia juga harus mempersiapkan diri untuk bekerja di rumah sakit baru. Ia ingat Awan mengatakan kalau dirinya sudah diterima bekerja di salah satu rumah sakit swasta di kota Bandung. Sebuah rumah sakit yang pada a
"USIR PEMBUNUH KEPARAT ITU!?" teriak Fuad keras. "Pembunuh?" bisik Sonya pelan sambil menatao wajah Awan yang sedang menahan amarahnya, "Wan, maksudnya apa? Kamu bunuh siapa?" "Kita pulang Sonya," bisik Awan sambil mengcengkeram lengan Sonya dan mendorongnya menjauh dari meja makan. "Wan, pembunuh apa?" Sonya mengikuti keinginan Awan untuk berjalan meninggalkan meja makan namun, baru dua langkah dia berjalan lagi-lagi dia dikagetkan dengan suara hempsam piring di kakinya. "Ah ... ampun." Spontan Sonya menutup kupingnya dengan kedua tangannya. "Awan," bisik Sonya ketakutan karena mendengar teriakan Fuad yang membahana. Tuhan apa yang dilakukan Awan sampai Fuad semarah ini? Kenapa sampai Fuad memaki calon suaminya pembunuh! Rasanya Sonya ingin manangis terisak dan berlari ke rumahnya karena ia sangat takut dengan situsi yang ada lalu Sonya yakin ia harus menghadapi kenyataan masa lalu Awan yang ternyata sangat kelam. Tolong. "Bangsat! Usir pembunuh itu! Bangsat! Lelaki laknat!" ma
Kuping Sonya berdenging saat mendengar perkataan Fuad, tanpa sadar ia memukul kedua kupingnya dengan kedua tangannya berkali-kali seolah mencoba untuk mengenyahkan suara Fuad yang menjelaskan apa yang terjadi.Tubuh Sonya bergetar, lututnya lunglai seolah tidak mampu lagi menopang tubuhnya hingga Sonya ambruk ke lantai dengan suara berdebam. “Bohong ….”Awan yang sadar kalau Sonya panik dengan cepat memeluk Sonya dan mendekapnya seerat mungkin sambil merutuki kebodohannya di dalam hati. “Sonya kita pulang Sayang, kita pulang.”“Bohong, tadi bohong, kan?” bisik Sonya dengan pandangan kosong dan tubuh yang bergerak maju dan mundur akibat perasaan kaget yang menghantamnya tanpa ampun. Ketakutan dengan cepat menyergap Sonya dan membungkusnya membuat Sonya kesulitan untuk bernapas. “Sonya, kita pulang kamu bisa berdiri?” tanya Awan lembut sambil berusaha mengangkat tubuh Sonya dan sadar kalau Sonya kesulitan untuk berdiri akibat terlalu kaget. “Awan … Awan dia bohong kan?” bisik Sonya sa
Hening ... tidak ada suara dari kedua orang yang berdiri bersebelahan sambil mencuci piring, Sonya mencuci sedangkan Awan melap piring yang sudah Sonya cuci. Sesekali terdengar suara benturan piring, dan cipratan air.Sudah setengah jam yang lalu Aira dan Wicak pulang sedangkan Warti, Aira culik dengan alasan Aira membutuhkan bantuan untuk membersihkan lemari di rumahnya, entah lemari yang mana Awan tidak tahu dan tidak peduli karena Awan tahu kalau apa yang Aira lakukan hanya semata-mata alasannya saja untuk membuat hanya ada dirinya dan Sonya di rumah itu.Entah Awan harus berterima kasih pada Aira atau mengutuki adik satu-satunya itu karena membawa Warti dan membuat Awan dan Sonya berada di dalam situasi canggung yang sangat mencekik. Suasana yang sangat Awan benci karena Sonya tidak akan berbicara sama sekali ataupun mengeluarkan ekspresi.Sonya hanya diam seolah menunggu Awan menjatuhkan bom atom yang bisa meluluhlantahkan hubungan percintaan yang sudah dengan susah payah mereka
Bandung, 20 Mei XXXX "Awan Kurniawan! Kadieu maneh! (Ke sini kamu!)" Teriakkan guru Awan sama sekali tidak ia dengarkan dengan cepat ia berlari melewati lorong sekolah sambil menebar pesona pada beberapa siswi SMA yang baru saja keluar dari ruang kelas. "Kang Awan," pekik mereka sambil tersipu malu-malu. "Hai," teriak Awan sambil terus berlari menghindari kejaran Pak Muhajar wali kelasnya yang berang karena Awan lagi-lagi membolos dari kelasnya. "Awan! Eh ... Bule, kadieu maneh sakola nu baleg! (kesini kamu, sekolah yang benar!)" teriak Muhajar sambil terus berlari dan mengutuki staminanya yang sudah hampir sekarat karena harus mengejar Awan. Seingatnya ia adalah guru Fisika bukan olahraga. "Pak izin, Pak," teriak Awan sambil menarik Eka yang sedang makan gorengan, memaksa sahabatnya itu ikut berlari bersama dirinya. "Ya Tuhan ... bala-bala urang, bala-bala ...," teriak Eka sedih saat melihat bakwan miliknya jatuh mengenai pasir. "Nanti aku beliin lagi, hayu ikut," ucap Awan
"Kamu yakin nggak apa-apa?" tanya Awan Waswas karena Selena memuntahkan seluruh isi perutnya ke closet. Selena menggeleng dan menyusupkan wajahnya ke dada Awan, "Nggak, mungkin karena masuk angin atau aku lupa makan tadi pagi." Awan melepaskan pelukkannya dan mengambil sate ati ampela yang bertabur bawang goreng itu ke dekat Selena meminta kekasihnya untuk makan, "Mending kamu makan dulu."Seketika itu juga Selena merasakan rasa pusing dan mual, tangannya mendorong piring sate sejauh mungkin, "Nggak suka baunya aneh." "Ya udah mau makan apa?" tanya Awan sambil meletakkan piringanya, "kamu belum makan dari pagi, kan." Awan beranjak dari duduknya dan mengambil kunci motor Selena dan jaket bersiap membeli apa pun yang Selena inginkan."Bisa beliin makanan yang pedes, asin dan berkuah nggak?" tanya Selena sambil mengecap-ngecap mulutnya yang terasa sangat pahit."Apa? Mau aku beliin soto ayam?""Oh iya boleh tapi, jangan pakai bawang dan minta sambel dan jeruk nipis yang banyak." Selen
Hai semua pembacaku sayang ....Gallon ucapkan terima kasih sudah membaca hingga akhir kisa perjalanan cinta Awan dan Sonya. Sebuah kisah yang pelik, berat dan penuh gairah dari Awan dan Sonya.Kisah yang dimulai dari sebuah pengkhianatan, rasa benci, dan mamaki diri akibat sebuah kekurangan yang menjadikan diri Sonya membenci dirinya dan melupakan rasa dicintai juga mencintai.Sebuah kisah dengan akhir yang manis namun dibalut sebuah kenyataan hidup, sebuah kenyataan yang membuat kita sadar kalau kita hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Secinta apa pun kita pada seseorang ingatlah ada maut yang memisahkan namun, yakinlah maut juga yang akan menyatukan kalian kembali. Cerita ini harus berakhir di sini, cerita manis ini harus berakhir secara sedih namun tetap dibalut senyum bukan sebuah tangis. Cerita cinta Sonya dan Awan tidak akan ada kelanjutannya, semuanya sudah jelas dan mereka sudah sangat berbahagia dengan kehidupannya. Gallon harap semua yang membacanya puas dengan akhir ki
Tit ... tit ... tit ....Suara alat yang memonitor jantung Awan terdengar memilukan di kuping Hana dan Haikal, sudah lima hari mereka berdua berjaga di sana bergantian dan tidak mau meninggalkan Awan, semenjak Awan terjatuh dari kamar mandi."Hana, Haikal bisa keluar?" tanya Daniel melalui celah pintu kamar.Hana dan Haikal saling tatap lalu keluar dari kamar, sebelumnya mereka berdua mengecup kening Awan pelan. Setelah di luar Hana dan Haikal bertemu dengan Daniel dan juga Adara bersama seorang dokter. Mereka tahu siapa dokter itu, dokter itu adalah Dokter Intan, adik almarhum mama mereka."Tante ada apa?" tanya Hana sambil berdiri di samping Daniel, spontan suaminya itu merangkul bahunya pelan mencoba menguatkan Hana."Ada yang salah sama Daddy?" tanya Haikal sambil merangkul pinggang istrinya, mencoba mencari ketenangan dari tubuh istrinya itu.Intan mencoba tersenyum sebaik mungkin walau ia sadar kalau ia tidak bisa menipu Hana dan Haikal yang sudah mengenal dirinya dengan sangat b
Tangan Awan terus bergerak mengelus nisan Sonya, disetiap tarikan napasnya ia merasakan rasa rindu yang menusuk nan sakit. Ia rindu memeluk Sonya, mengecupi tubuh istrinya, dan tidur di samping wanita yang sudah menemaninya selama 37 tahun. Jemari Awan terus bergerak, sesekali terdengar suara tarikan napas berat Awan. Matanya mulai buram akibat menahan air mata yang selalu jatuh ke tanah setiap ia datang ke sana untuk bertemu Janu dan Sonya.Masih segar di ingatannya saat Sonya pergi meninggalkan dirinya di pelukkannya. Sonya kalah dan menyerah pada penyakitnya, wanita itu pergi meninggalkan dirinya tiga tahun lalu. Sonya menyerah pada penykitnya, Sonya meninggalkan dirinya sendirian di dunia. Maut sudah memisahkan mereka, mengakhiri sebuah dongeng cantik nan bahagia yang selama ini Awan dan Sonya rajut. Menikah dengan Sonya adalah sesuatu yang sangat Awan sukai. Setiap harinya selalu Awan lewati dengan perasaan senang dan bahagia, walau ada beberapa kali mereka menemui hambatan ke
37 Tahun Kemudian .....Awan mematut dirinya di depan kaca sambil menarik-narik kemejanya. Ia sesekali tersenyum sambil mengusap-usap bagian rambutnya yang sudah memutih termakan usia. Ia sekali lagi memutar tubuhnya memastikan kalau tampilannya sudah sesuai dengan apa yang ia harapkan.Tangan Awan mengambil parfume yang sudah ia pakai semenjak dahulu kala, seketika itu juga wangi laut menyeruak ke indera penciumannya. Mencium itu semua membuat ia ingat perkataan Sonya kalau menciumnya wangi tubuhnya seolah ia sedang berlibur ke pantai."Sonya," bisik Awan sambil tersenyum kembali ke arah cermin. Ah ... ia rindu pada istrinya, ia rindu pada celotehan istrinya itu. Tanpa sadar pikirannya menghitung sudah berapa lama ia menikahi Sonya. "37 tahun," bisik Awan yang mulai menghitung berapa lama ia sudah menikah dengan Sonya, wanita yang sangat ia cintai hingga masa tuanya itu. Tok ... tok ... tok ....Awan menoleh melalui bahunya dan mendapati pintu kamarnya di buka. Senyumannya melebar
"Mereka tidur di sini," ucap Lidya sambil membuka pintu kamar Tara.Sonya melihat Hana dan Haikal yang tidur di ranjang bersama Tara dan Amia. Terlihat kedua anaknya itu mengenakan piayama yang sama sambil memeluk sesuatu yang mereka bagi, Sonya tanpa sadar tersenyum melihat apa yang anak kembarnya itu peluk. "Aku nggak paham kenapa Hana dan Haikal meluk handuk, mereka tiap tidur selalu meluk handuk itu. Aku sampai sangka itu selimut tapi, aku liat-liat itu ternyata handuk," terang Lidya sambil mengambil tas si kembar yang sudah rapih di pojok kamar. "Itu anduk aku, mereka minta katanya buat mereka bawa." Sonya menahan tawanya sendiri saat mengingat keinginan si kembar, tanpa sadar tangan Sonya mengusap kening si kembar. "Ya ampun, manis banget ... padahal mereka bukan anak kamu secara biologis tapi, manis banget," ucap Lidya sambil mengusap kedua lengannya. "Iya ... aku bersyukur mendapatkan mereka berdua ... aku bersyukur dipertemukan dengan Awan dan diberkahi dua malaikat ini,"
"Bener-bener si kupret!" maki Eka sambil berjalan berlalu lalang di hadapan Lidya yang sedang membaca majalah dan sesekali melirik ke arah Eka.Eka kembali melihat jam yang ada di dinding rumah dengan geram, bagaimana tidak, waktu sudah menunjukkan jam 12 malam di hari senin dan bila jarum panjang jam bergerak sedikit saja maka hari sudah berganti menjadi hari selasa. "Bisa duduk nggak, sih?" tanya Lidya yang akhirnya kesal melihat Eka terus bergerak hilir mudik seperti setrikaan. "Duduk, sini." Lidya menepuk sofa yang ada di sampingnya berharap suaminya duduk di sana dan tenang. Sayangnya keinginannya tidak tercapai, Eka menggeleng sambil kembali hilir mudik dan memainkan ponselnya."Ini kupret satu, kebiasaannya ya Tuhan, dia bilang hari senin ... ini hari senin, bahkan ...." Eka melihat jam dinding dan menyadari jarum panjangnya sudah bergeser. "Udah hari selasa ... dasar manusia tanah sengketa, hobi bener bikin susah orang."Lidya hanya bisa menahan tawanya melihat kelakuan Eka y
Awan mengambil madu dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi menyusul Sonya yang sudah menghilang di dalam kamar mandi. Saat sampai di ambang pintu kupingnye mendengar suara gemericik air dari dalam tempat shower.Langkah kaki Awan terhenti saat ia melihat Sonya sedang membasahi sekujur tubuhnya dengan air hangat yang keluar dari pancuran. Siluet tubuhnya terlihat menggoda, tubuh sintal Sonya seolah meminta Awan untuk menyentuhnya. Napasnya makin tertahan saat ia melihat tangan Sonya menyentuh setiap inci tubuhnya dengan pelan dan sensual, ia suka melihat Sonya menyentuh tubuhnya sendiri, birahinya seolah dipuaskan melalu visual Sonya yang entah bagaimana caranya selalu menjadi magnet untuk dirinya. Sonya berbalik dan mendekati Awan selangkah demi selangkah, seolah setiap langkah yang Sonya lakukan sebagai sebuah tombol yang lagi-lagi membuat pria itu menggemeretakkan giginya menahan hasrat liar yang sudah meronta untuk dilepaskan detik itu juga."Nggak buka baju?" tanya Sonya sambil
"Aku nggak sanggup lagi, Wan," tolak Sonya sambil mendorong piring sejauh mungkin dari hadapannya, perutnya seolah akan meledak karena sudah menghabiskan banyak sekali hidangan laut yang tersaji."Terus ngapain kamu pesen makanan sebanyak ini?" tanya Awan kesal sambil menunjuk hidangan laut yang ada di hadapannya. "Yah tadi, keliatannya enak semuanya jadi aku pesen," kilah Sonya sambil mengambil garpu dan menusuk-nusuk udang yang ada di atas piring. Sonya mengakui kalau makanan itu enak tapi, rasanya perutnya sudah tidak mampu lagi menerima makanan lebih banyak lagi."Terus ini gimana? Aku udah bilang tadi, pesen seperlunya aja, jangan lapar mata, Sonya," ucap Awan sambil melihat meja makannya yang masih terhidang cumi saus padang, udang galah asam manis, kepiting bakar dan juga ikan bakar.Awan ingat tadi saat Sonya memesan semuanya ia sudah mengingatkan Sonya kalau mereka tidak akan mampu menghabiskan semuanya tapi, istrinya ini tetap pada pendiriannya ingin memesan semua makanan y
"Mommy baru sampai, Nak," ucap Sonya sambil duduk di sudut ranjang dan melihat Awan yang terlihat sibuk berbicara dengan petugas hotel."Iya ... Hana, 3 hari aja, Daddy kamu juga bilang tiga hari, kan, kalau lebih nanti biar Mommy yang pulang sendiri dan Daddy, Mommy tinggal di sini," lanjut Sonya sambil menyentuh handuk yang dibentuk angsa di atas ranjangnya. Matanya dengan cepat menyisir keadaan kamarnya, jujur pada awalnya Sonya tidak tau mau di bawa kemana dirinya oleh Awan. "Iya, janji. Udah kamu di sana baik-baik dan jangan nakal. PR-nya kerjain dan tolong, suruh Haikal kerjain PR-nya juga, adik kamu suka lupa diri kalau nggak diingatkan," pinta Sonya sambil mengucapkan beberapa kata perpisahan sebelum memutuskan sambungan telepon dari Hana.Setelah ia menitipkan Hana dan Haikal di rumah Lidya, Awan sama sekali tidak mau mengatakan ke mana mereka akan pergi dan ternyata Awan membawanya ke salah satu resort yang ada di pulau seribu. H island resort.Sonya tersenyum saat berjalan