Sonya membuka data rekam pasien di hadapannya sambil berdiri di meja suster ruangan UGD, hari itu sudah Sonya lalui dengan cukup emosional dengan kedatangan Miska yang meminta maaf pada dirinya dan Sonya masih sulit untuk memaafkan Miska.Dia sangat kesulitan memaafkan Miska dalam masalah Janu, Janu anak kesayangannya yang direnggut dengan brutal oleh Emir dan Miska membuat Sonya masih merasakan nyerinya. Dia sayang Janu, dan sumpah demi apa pun dia rindu untuk menjadi seorang ibu. Matanya menatap ke arah depan dan mendapati anak kecil yang duduk dipeluk oleh para ibunya karena menunggu antrian. Matanya tiba-tiba panas melihat adegan tersebut, membayangkan dirinya tidak akan mungkin mendapatkan kesempatan seperti itu lagi seumur hidupnya benar-benar membut hatinya perih.Sonya tidak berharap dari Awan, lelaki itu dengan tegas mengatakan tidak membutuhkan anak dari dirinya tapi, Awan seorang pria normal yang pasti menginginkan keturunan mungkin saja disuatu masa nanti Awan akan berubah
“Awan kenapa dimasukin ke sana?” tanya Sonya kesal saat melihat Awan seenaknya memasukkan barang-barang miliknya ke dalam kardus.Tangan Awan melayang di udara seolah terhenti saat akan memasukkan barang Sonya ke salah satu kardus berukuran lumayan besar. “Emang dimasukin ke mana? Aku pusing banyak banget kardusnya. Pikir-pikir kamu itu tinggal di rumah ini nggak ada lebih dari dua bulan, tapi, barang kamu kayanya lebih banyak dari barang aku.”Awan takjub melihat betapa banyaknya barang Sonya yang harus mereka packing untuk pindah ke Bandung, barangnya sudah selesai dipacking dan hanya tinggal mengurus motor-motor kesayangannya ia kirim menggunakan towing sewaan yang akan datang esok. Dengan berkacak pinggang Awan melihat sekeliling kamar miliknya yang sudah didominasi oleh barang milik Sonya, benar kata orang saat tinggal dengan seorang wanita jangan harap memiliki satu lemari pakaian itu cukup. “Ini semua muncul dari mana sih? Seingat aku, aku nggak pernah liat ini semuanya,” uca
"Kalian kenapa?" tanya Sonya yang kaget karena melihat Eka dan Lidya terjatuh di depan teras rumah Awan:"Ini satu orang nyebelin banget, aku lagi jalan ditabrak, dong," maki Lidya kesal, bokongnya sakit karena menghantam lantai akibat ditabrak oleh Eka."Maaf, Dok, maaf, nggak kelihatan." Eka mengusap bokongnya yang sakit karena membentur lantai. Hari ini dia datang ke rumah Awan untuk membantu sahabatnya itu packing barang-barang tapi, karena terburu-buru dia lupa mengenakan softlens."Badan aku segede gini nggak kelihatan? Buta kamu, hah?" sentak Lidya sambil berusaha berdiri dan bersyukur karena kakinya tidak keseleo."Maaf Dok, badan Dokter udah gede dan besar tap—""Maksud kamu aku gendut?" sentak Lidya makin marah karena merasa Eka menghinanya gendut. Harga dirinya sedang porak-poranda karena jarum timbangannya makin ke arah kanan."Nggak Dok, nggak gendut maksud saya badan Dokter emang gede tapi, saya nggak pakai kacamata dan softlens jadi nggak kelihatan, buram." Eka berjuan
"Hah? Gimana?" tanya Eka kaget karena tiba-tiba diberikan pertanyaan mematikan yang bila salah menjawabnya maka nyawanya akan melayang.Lidya menoleh menatap wajah Eka, "Muka aku jelek banget, yah? Sampai nggak ada yang mau sama aku," ucap Lidya ketus sambil menunjukkan chat yang ia terima dari lelaki yang sedang dekat dengan dirinya.Eka mendekatkan wajahnya sedekat mungkin dengan layar ponsel Lidya, "Aku nggak bisa lanjut, maaf, lanjut apa Dok? Dokter emang buka kela—-""Bukan buka kelas, ish ... kadang aku kesal sama kamu, pikiran kamu terlalu positif nggak bisa aku ngajak kamu ghibah," ucap Lidya gemas, “Dia ini orang yang deketin aku kemarin dan saat dia tahu aku punya anak dua, dia langsung bilang nggak bisa lanjut, kan kesel, ya.”“Mungkin dia tidak bermental baja, Dok, nggak kaya saya sudah ditempa dengan masalah yang berat, seberat dosa saya, Dok,” canda Eka sambil memukul dadanya beberapa kali hingga membuat ia terbatuk-batuk.“Ih, aku baru nemu orang banyak masalah tapi, po
"Jujur, Dok, saya masih punya adik satu lagi yang harus saya sekolahin. Makanya saya bikin hutang lagi,” bisik Eka sambil menarik tangan Lidya dan membuat wanita itu kembali duduk di sebelahnya dengan posisi yang lebih dekat dengan dirinya. Eka merasa nyaman saat kulit mereka bersentuhan juga bergesekkan."Adik kamu yang paling kecil kuliah apa?" Lidya mencoba untuk duduk senyaman mungkin dan berjuang mengenyahkan keinginan untuk menyandarkan kepalanya di bahu Eka."Kedokteran, Dok, dia ingin jadi Dokter spesialis Anak," ungkap Eka sambil tersenyum getir, "aku nggak mau memupuskan cita-cita dia dari kecil, Dok, mana dia anak perempuan satu-satunya dan dia pintar, Dok, dia dapat beasiswa beswan Djarum.""Dia dapet beasiswa? Terus kenapa kamu masih ngutang?""Ya ampun, Dok, beasiswanya cuman 50% selebihnya harus ditanggung, tapi, untungnya adik aku berprestasi IPK tinggi dan dia saat ini sedang KOAS di RSHS," jawab Eka."Jadi, kamu berhutang buat sekolah adik-adik kamu?" tanya Lidya kag
Sonya menepuk-nepuk kasurnya berharap menemukan seseorang, tapi, kosong kasur sampingnya tidak ada siapa pun dan dingin. "Lidya?" Sonya ingat kalau ia meminta Lidya untuk menginap di rumah Awan dan tidur dengan dirinya, tapi, kenapa samping ranjangnya dingin dan kosong? Apa Lidya pulang? Sonya menggeliat di ranjang, matanya mengerjap berusaha untuk beradaptasi dengan sinar cahaya di kamarnya. Tok ... tok ... tok .... "Masuk," sahut Sonya, ia menoleh ke arah pintu dan mendapati Awan yang masuk kedalam kamar mendekati dirinya. "Mana Lidya?" tanya Awan sambil mengedarkan pandangannya ke sekitar, ia tidak mau mencium Sonya dan ketahuan oleh Lidya. "Nggak ada, aku nggak liat dia," sahut Sonya sambil merentangkan tangannya berharap dipeluk oleh Awan. Awan tersenyum dan mulai terbiasa dengan kelakuan manja Sonya, "Kamu yakin nggak ada? Aku nggak mau lagi nyium kamu tiba-tiba cilukba ... Lidya keluar dari kamar mandi atau dari balik tirai," canda Awan sambil memeluk tubuh Sonya, menekan
Lidya tersentak kaget saat mendengar teriakkan Sonya dan Awan, tubuhnya seolah terdorong ke depan lalu rasa hangat terasa di bagian dadanya, sebuah cengkeraman Lidya rasakan di bagian payudara sebelah kanannya mengingatkan dirinya pada sebuah sentuhan liar yang membangunkan setiap sel di dalam tubuh yang meraung meminta untuk dipuaskan."Lidya kenapa kamu nggak pakai baju!" seru Sonya sambil mengambil selimut dan melemparkannya ke arah tubuh Lidya berusaha untuk menutupi tubuh sahabatnya itu.Sonya panik tak karu-karuan saat melihat Lidya dan Eka sedang berpelukkan tanpa sehelai benang pun. Ia biasa melihat pasien telanjang di meja operasi tapi, melihat sahabatnya sendiri telanjang bersama sahabat kekasihnya adalah situasi yang sangat berbeda!"Hah ... itu." Lidya berjuang mengumpulkan kesadarannya ia ingat baru tidur jam 4 subuh, kepalanya menoleh ke arah jam dinding dan terteguh dia baru tidur satu jam pantas saja kepalanya sakit bukan main. "Eka pakai baju," ucap Awan menahan tawa
"Do— Lidya, kamu itu cantik."Lidya merasakan bibir hangat Eka menekan bibirnya, rasa hangat menyeruak ke dalam diri Lidya. Eka hanya menempelkan bibirnya tanpa menggerakkannya sama sekali membuat Lidya frustrasi karena ia menginginkan lebih.Tubuh Lidya bergerak maju dan menekan dada Eka berusaha menghilangkan jarak di antara mereka berdua, dada Lidya bergerak naik dan turun menggesek dada Eka yang terasa hangat juga nyaman menggelitik bagian putingnya."Eka ...," bisik Lidya dan dengan cepat ia menyelinapkan lidahnya ke dalam mulut Eka, menggodanya untuk berbuat lebih jauh.Dengan ragu Eka menggerakkan lidahnya, masih ada perasaan waswas Lidya berubah pikiran dan berakhir dirinya ditendang oleh wanita itu. Tangannya mulai mengusap bahu Lidya lalu bergerak ke bagian dada, tangan Eka hanya diam di bagian payudara Lidya seolah meminta izin untuk menyentuh lebih jauh.Erangan frustrasi terdengar dari bibir Lidya, ia bisa gila karena Eka yang terlihat ragu untuk menyentuh dan memuaskan d