"Hah? Gimana?" tanya Eka kaget karena tiba-tiba diberikan pertanyaan mematikan yang bila salah menjawabnya maka nyawanya akan melayang.Lidya menoleh menatap wajah Eka, "Muka aku jelek banget, yah? Sampai nggak ada yang mau sama aku," ucap Lidya ketus sambil menunjukkan chat yang ia terima dari lelaki yang sedang dekat dengan dirinya.Eka mendekatkan wajahnya sedekat mungkin dengan layar ponsel Lidya, "Aku nggak bisa lanjut, maaf, lanjut apa Dok? Dokter emang buka kela—-""Bukan buka kelas, ish ... kadang aku kesal sama kamu, pikiran kamu terlalu positif nggak bisa aku ngajak kamu ghibah," ucap Lidya gemas, “Dia ini orang yang deketin aku kemarin dan saat dia tahu aku punya anak dua, dia langsung bilang nggak bisa lanjut, kan kesel, ya.”“Mungkin dia tidak bermental baja, Dok, nggak kaya saya sudah ditempa dengan masalah yang berat, seberat dosa saya, Dok,” canda Eka sambil memukul dadanya beberapa kali hingga membuat ia terbatuk-batuk.“Ih, aku baru nemu orang banyak masalah tapi, po
"Jujur, Dok, saya masih punya adik satu lagi yang harus saya sekolahin. Makanya saya bikin hutang lagi,” bisik Eka sambil menarik tangan Lidya dan membuat wanita itu kembali duduk di sebelahnya dengan posisi yang lebih dekat dengan dirinya. Eka merasa nyaman saat kulit mereka bersentuhan juga bergesekkan."Adik kamu yang paling kecil kuliah apa?" Lidya mencoba untuk duduk senyaman mungkin dan berjuang mengenyahkan keinginan untuk menyandarkan kepalanya di bahu Eka."Kedokteran, Dok, dia ingin jadi Dokter spesialis Anak," ungkap Eka sambil tersenyum getir, "aku nggak mau memupuskan cita-cita dia dari kecil, Dok, mana dia anak perempuan satu-satunya dan dia pintar, Dok, dia dapat beasiswa beswan Djarum.""Dia dapet beasiswa? Terus kenapa kamu masih ngutang?""Ya ampun, Dok, beasiswanya cuman 50% selebihnya harus ditanggung, tapi, untungnya adik aku berprestasi IPK tinggi dan dia saat ini sedang KOAS di RSHS," jawab Eka."Jadi, kamu berhutang buat sekolah adik-adik kamu?" tanya Lidya kag
Sonya menepuk-nepuk kasurnya berharap menemukan seseorang, tapi, kosong kasur sampingnya tidak ada siapa pun dan dingin. "Lidya?" Sonya ingat kalau ia meminta Lidya untuk menginap di rumah Awan dan tidur dengan dirinya, tapi, kenapa samping ranjangnya dingin dan kosong? Apa Lidya pulang? Sonya menggeliat di ranjang, matanya mengerjap berusaha untuk beradaptasi dengan sinar cahaya di kamarnya. Tok ... tok ... tok .... "Masuk," sahut Sonya, ia menoleh ke arah pintu dan mendapati Awan yang masuk kedalam kamar mendekati dirinya. "Mana Lidya?" tanya Awan sambil mengedarkan pandangannya ke sekitar, ia tidak mau mencium Sonya dan ketahuan oleh Lidya. "Nggak ada, aku nggak liat dia," sahut Sonya sambil merentangkan tangannya berharap dipeluk oleh Awan. Awan tersenyum dan mulai terbiasa dengan kelakuan manja Sonya, "Kamu yakin nggak ada? Aku nggak mau lagi nyium kamu tiba-tiba cilukba ... Lidya keluar dari kamar mandi atau dari balik tirai," canda Awan sambil memeluk tubuh Sonya, menekan
Lidya tersentak kaget saat mendengar teriakkan Sonya dan Awan, tubuhnya seolah terdorong ke depan lalu rasa hangat terasa di bagian dadanya, sebuah cengkeraman Lidya rasakan di bagian payudara sebelah kanannya mengingatkan dirinya pada sebuah sentuhan liar yang membangunkan setiap sel di dalam tubuh yang meraung meminta untuk dipuaskan."Lidya kenapa kamu nggak pakai baju!" seru Sonya sambil mengambil selimut dan melemparkannya ke arah tubuh Lidya berusaha untuk menutupi tubuh sahabatnya itu.Sonya panik tak karu-karuan saat melihat Lidya dan Eka sedang berpelukkan tanpa sehelai benang pun. Ia biasa melihat pasien telanjang di meja operasi tapi, melihat sahabatnya sendiri telanjang bersama sahabat kekasihnya adalah situasi yang sangat berbeda!"Hah ... itu." Lidya berjuang mengumpulkan kesadarannya ia ingat baru tidur jam 4 subuh, kepalanya menoleh ke arah jam dinding dan terteguh dia baru tidur satu jam pantas saja kepalanya sakit bukan main. "Eka pakai baju," ucap Awan menahan tawa
"Do— Lidya, kamu itu cantik."Lidya merasakan bibir hangat Eka menekan bibirnya, rasa hangat menyeruak ke dalam diri Lidya. Eka hanya menempelkan bibirnya tanpa menggerakkannya sama sekali membuat Lidya frustrasi karena ia menginginkan lebih.Tubuh Lidya bergerak maju dan menekan dada Eka berusaha menghilangkan jarak di antara mereka berdua, dada Lidya bergerak naik dan turun menggesek dada Eka yang terasa hangat juga nyaman menggelitik bagian putingnya."Eka ...," bisik Lidya dan dengan cepat ia menyelinapkan lidahnya ke dalam mulut Eka, menggodanya untuk berbuat lebih jauh.Dengan ragu Eka menggerakkan lidahnya, masih ada perasaan waswas Lidya berubah pikiran dan berakhir dirinya ditendang oleh wanita itu. Tangannya mulai mengusap bahu Lidya lalu bergerak ke bagian dada, tangan Eka hanya diam di bagian payudara Lidya seolah meminta izin untuk menyentuh lebih jauh.Erangan frustrasi terdengar dari bibir Lidya, ia bisa gila karena Eka yang terlihat ragu untuk menyentuh dan memuaskan d
“Kok bisa, sih, kamu ngelakuin sama Eka?” tanya Sonya sambil memindahkan ponselnya dari kuping kanan ke kiri.Sonya sedang mengenakan baju tidurnya saat Lidya tiba-tiba menelepon dirinya, “Kamu nggak mabok, kan?”“Nggak ... aku nggak mabok dan aku waras,” ucap Lidya dengan suara tinggi bercampur panik dari ujung telepon sana.“Terus kenapa kamu sampai ngelakuin sama Eka? Kamu tuh, kurang dibelai banget atau bagaimana? Inget kamu dulu bilang kalau Eka itu bukan tipe kamu? Inget nggak?” tanya Sonya sambil menahan tawanya karena menyadari kalau Lidya sedang menjilat ludahnya sendiri. Dulu sahabatnya itu sangat anti dengan Eka yang banyak hutang dan sangat suka mempermalukan dirinya sendiri karena selalu menari tiktok di mana pun dan kapan pun.“Karena ... karena ....” Lidya terdengar ragu untuk memberikan jawabannya, sejujurnya ia pun bingung kenapa ia mau melakukannya dengan Eka karena bila ditanya apakah karena membutuhkan belaian? Rasanya Lidya tidak sebutuh itu tapi, kenapa Tuhan!So
Awan duduk sambil menatap Sonya yang tidak mengalihkan pandangannya sama sekali dari dirinya. Mata Sonya terlihat tajam dan menuntut penjelasan dari Awan.Jantung Awan berdetak kencang karena dia masih belum mau memberitahukan kehidupannya sebelum bertemu Sonya. Kehidupan Awan yang dulu, seorang Awan Kurniawan yang berengsek dan tidak punya hati.“Awan … mau cerita atau kita cuman tatap-tatapan aja? Udah macam nonton TV aku dari tadi liatin kamu tapi, kamu nggak ngomong sama sekali.” Sonya melipat tangannya di dada, ia bosan karena menunggu Awan yang tidak berbicara semenjak Awan menutup telepon dari Romli.Sonya penasaran dengan apa yang terjadi dengan Awan karena menurut insting Sonya, Awan sudah melakukan sesuatu yang sangat fatal hingga membuat lelaki itu seolah ketakutan untuk mengungkapkannya.“Sonya … bisa aku ceritanya nanti aja di Bandung? Setelah kamu ketemu keluarga aku semuanya?” Awan berusaha melakukan tawaran, sumpah demi apa pun ia belum siap membuka kehidupan masa lalu
"Kamu sama Sonya beneran nggak mau lanjut kerja?" tanya Ben saat ia datang ke rumah Awan dan bertemu cucunya itu sebelum pergi ke Bandung."Nggak Aki, aku nggak mau kerja lagi di rumah sakit Aki, buat apa? Tak ada guna."Pletak ....Ben memukul bahu Awan kesal, seenaknya saja Awan ini berbicara tentang rumah sakit yang ia kelola tidak berguna dan tiada guna! Tidak sadarkah Awan begitu banyak orang yang berjuang untuk bekerja di rumah sakit itu? Sampai beberapa kali Ben menemukan orang yang menyogok entah pada siapa demi bekerja di rumah sakit yang ia kelola."Sakit, Ki, ini kenapa sih semua orang yang aku kenal suka banget mukulin aku? Salah aku apa?" tanya Awan sambil memasukkan tas terakhir milik Sonya ke dalam bagasi mobil miliknya."Karena liat muka kamu itu udah bikin orang darah tinggi!" maki Ben kesal."Apa aku harus operasi plastik ke korea?" tanya Awan."Nggak usah, nanti kamu bikin dokter rumah sakit di sana makin sakit kepala," jawab Ben."Jadi, yang salahnya apa?""Kelaku
Hai semua pembacaku sayang ....Gallon ucapkan terima kasih sudah membaca hingga akhir kisa perjalanan cinta Awan dan Sonya. Sebuah kisah yang pelik, berat dan penuh gairah dari Awan dan Sonya.Kisah yang dimulai dari sebuah pengkhianatan, rasa benci, dan mamaki diri akibat sebuah kekurangan yang menjadikan diri Sonya membenci dirinya dan melupakan rasa dicintai juga mencintai.Sebuah kisah dengan akhir yang manis namun dibalut sebuah kenyataan hidup, sebuah kenyataan yang membuat kita sadar kalau kita hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Secinta apa pun kita pada seseorang ingatlah ada maut yang memisahkan namun, yakinlah maut juga yang akan menyatukan kalian kembali. Cerita ini harus berakhir di sini, cerita manis ini harus berakhir secara sedih namun tetap dibalut senyum bukan sebuah tangis. Cerita cinta Sonya dan Awan tidak akan ada kelanjutannya, semuanya sudah jelas dan mereka sudah sangat berbahagia dengan kehidupannya. Gallon harap semua yang membacanya puas dengan akhir ki
Tit ... tit ... tit ....Suara alat yang memonitor jantung Awan terdengar memilukan di kuping Hana dan Haikal, sudah lima hari mereka berdua berjaga di sana bergantian dan tidak mau meninggalkan Awan, semenjak Awan terjatuh dari kamar mandi."Hana, Haikal bisa keluar?" tanya Daniel melalui celah pintu kamar.Hana dan Haikal saling tatap lalu keluar dari kamar, sebelumnya mereka berdua mengecup kening Awan pelan. Setelah di luar Hana dan Haikal bertemu dengan Daniel dan juga Adara bersama seorang dokter. Mereka tahu siapa dokter itu, dokter itu adalah Dokter Intan, adik almarhum mama mereka."Tante ada apa?" tanya Hana sambil berdiri di samping Daniel, spontan suaminya itu merangkul bahunya pelan mencoba menguatkan Hana."Ada yang salah sama Daddy?" tanya Haikal sambil merangkul pinggang istrinya, mencoba mencari ketenangan dari tubuh istrinya itu.Intan mencoba tersenyum sebaik mungkin walau ia sadar kalau ia tidak bisa menipu Hana dan Haikal yang sudah mengenal dirinya dengan sangat b
Tangan Awan terus bergerak mengelus nisan Sonya, disetiap tarikan napasnya ia merasakan rasa rindu yang menusuk nan sakit. Ia rindu memeluk Sonya, mengecupi tubuh istrinya, dan tidur di samping wanita yang sudah menemaninya selama 37 tahun. Jemari Awan terus bergerak, sesekali terdengar suara tarikan napas berat Awan. Matanya mulai buram akibat menahan air mata yang selalu jatuh ke tanah setiap ia datang ke sana untuk bertemu Janu dan Sonya.Masih segar di ingatannya saat Sonya pergi meninggalkan dirinya di pelukkannya. Sonya kalah dan menyerah pada penyakitnya, wanita itu pergi meninggalkan dirinya tiga tahun lalu. Sonya menyerah pada penykitnya, Sonya meninggalkan dirinya sendirian di dunia. Maut sudah memisahkan mereka, mengakhiri sebuah dongeng cantik nan bahagia yang selama ini Awan dan Sonya rajut. Menikah dengan Sonya adalah sesuatu yang sangat Awan sukai. Setiap harinya selalu Awan lewati dengan perasaan senang dan bahagia, walau ada beberapa kali mereka menemui hambatan ke
37 Tahun Kemudian .....Awan mematut dirinya di depan kaca sambil menarik-narik kemejanya. Ia sesekali tersenyum sambil mengusap-usap bagian rambutnya yang sudah memutih termakan usia. Ia sekali lagi memutar tubuhnya memastikan kalau tampilannya sudah sesuai dengan apa yang ia harapkan.Tangan Awan mengambil parfume yang sudah ia pakai semenjak dahulu kala, seketika itu juga wangi laut menyeruak ke indera penciumannya. Mencium itu semua membuat ia ingat perkataan Sonya kalau menciumnya wangi tubuhnya seolah ia sedang berlibur ke pantai."Sonya," bisik Awan sambil tersenyum kembali ke arah cermin. Ah ... ia rindu pada istrinya, ia rindu pada celotehan istrinya itu. Tanpa sadar pikirannya menghitung sudah berapa lama ia menikahi Sonya. "37 tahun," bisik Awan yang mulai menghitung berapa lama ia sudah menikah dengan Sonya, wanita yang sangat ia cintai hingga masa tuanya itu. Tok ... tok ... tok ....Awan menoleh melalui bahunya dan mendapati pintu kamarnya di buka. Senyumannya melebar
"Mereka tidur di sini," ucap Lidya sambil membuka pintu kamar Tara.Sonya melihat Hana dan Haikal yang tidur di ranjang bersama Tara dan Amia. Terlihat kedua anaknya itu mengenakan piayama yang sama sambil memeluk sesuatu yang mereka bagi, Sonya tanpa sadar tersenyum melihat apa yang anak kembarnya itu peluk. "Aku nggak paham kenapa Hana dan Haikal meluk handuk, mereka tiap tidur selalu meluk handuk itu. Aku sampai sangka itu selimut tapi, aku liat-liat itu ternyata handuk," terang Lidya sambil mengambil tas si kembar yang sudah rapih di pojok kamar. "Itu anduk aku, mereka minta katanya buat mereka bawa." Sonya menahan tawanya sendiri saat mengingat keinginan si kembar, tanpa sadar tangan Sonya mengusap kening si kembar. "Ya ampun, manis banget ... padahal mereka bukan anak kamu secara biologis tapi, manis banget," ucap Lidya sambil mengusap kedua lengannya. "Iya ... aku bersyukur mendapatkan mereka berdua ... aku bersyukur dipertemukan dengan Awan dan diberkahi dua malaikat ini,"
"Bener-bener si kupret!" maki Eka sambil berjalan berlalu lalang di hadapan Lidya yang sedang membaca majalah dan sesekali melirik ke arah Eka.Eka kembali melihat jam yang ada di dinding rumah dengan geram, bagaimana tidak, waktu sudah menunjukkan jam 12 malam di hari senin dan bila jarum panjang jam bergerak sedikit saja maka hari sudah berganti menjadi hari selasa. "Bisa duduk nggak, sih?" tanya Lidya yang akhirnya kesal melihat Eka terus bergerak hilir mudik seperti setrikaan. "Duduk, sini." Lidya menepuk sofa yang ada di sampingnya berharap suaminya duduk di sana dan tenang. Sayangnya keinginannya tidak tercapai, Eka menggeleng sambil kembali hilir mudik dan memainkan ponselnya."Ini kupret satu, kebiasaannya ya Tuhan, dia bilang hari senin ... ini hari senin, bahkan ...." Eka melihat jam dinding dan menyadari jarum panjangnya sudah bergeser. "Udah hari selasa ... dasar manusia tanah sengketa, hobi bener bikin susah orang."Lidya hanya bisa menahan tawanya melihat kelakuan Eka y
Awan mengambil madu dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi menyusul Sonya yang sudah menghilang di dalam kamar mandi. Saat sampai di ambang pintu kupingnye mendengar suara gemericik air dari dalam tempat shower.Langkah kaki Awan terhenti saat ia melihat Sonya sedang membasahi sekujur tubuhnya dengan air hangat yang keluar dari pancuran. Siluet tubuhnya terlihat menggoda, tubuh sintal Sonya seolah meminta Awan untuk menyentuhnya. Napasnya makin tertahan saat ia melihat tangan Sonya menyentuh setiap inci tubuhnya dengan pelan dan sensual, ia suka melihat Sonya menyentuh tubuhnya sendiri, birahinya seolah dipuaskan melalu visual Sonya yang entah bagaimana caranya selalu menjadi magnet untuk dirinya. Sonya berbalik dan mendekati Awan selangkah demi selangkah, seolah setiap langkah yang Sonya lakukan sebagai sebuah tombol yang lagi-lagi membuat pria itu menggemeretakkan giginya menahan hasrat liar yang sudah meronta untuk dilepaskan detik itu juga."Nggak buka baju?" tanya Sonya sambil
"Aku nggak sanggup lagi, Wan," tolak Sonya sambil mendorong piring sejauh mungkin dari hadapannya, perutnya seolah akan meledak karena sudah menghabiskan banyak sekali hidangan laut yang tersaji."Terus ngapain kamu pesen makanan sebanyak ini?" tanya Awan kesal sambil menunjuk hidangan laut yang ada di hadapannya. "Yah tadi, keliatannya enak semuanya jadi aku pesen," kilah Sonya sambil mengambil garpu dan menusuk-nusuk udang yang ada di atas piring. Sonya mengakui kalau makanan itu enak tapi, rasanya perutnya sudah tidak mampu lagi menerima makanan lebih banyak lagi."Terus ini gimana? Aku udah bilang tadi, pesen seperlunya aja, jangan lapar mata, Sonya," ucap Awan sambil melihat meja makannya yang masih terhidang cumi saus padang, udang galah asam manis, kepiting bakar dan juga ikan bakar.Awan ingat tadi saat Sonya memesan semuanya ia sudah mengingatkan Sonya kalau mereka tidak akan mampu menghabiskan semuanya tapi, istrinya ini tetap pada pendiriannya ingin memesan semua makanan y
"Mommy baru sampai, Nak," ucap Sonya sambil duduk di sudut ranjang dan melihat Awan yang terlihat sibuk berbicara dengan petugas hotel."Iya ... Hana, 3 hari aja, Daddy kamu juga bilang tiga hari, kan, kalau lebih nanti biar Mommy yang pulang sendiri dan Daddy, Mommy tinggal di sini," lanjut Sonya sambil menyentuh handuk yang dibentuk angsa di atas ranjangnya. Matanya dengan cepat menyisir keadaan kamarnya, jujur pada awalnya Sonya tidak tau mau di bawa kemana dirinya oleh Awan. "Iya, janji. Udah kamu di sana baik-baik dan jangan nakal. PR-nya kerjain dan tolong, suruh Haikal kerjain PR-nya juga, adik kamu suka lupa diri kalau nggak diingatkan," pinta Sonya sambil mengucapkan beberapa kata perpisahan sebelum memutuskan sambungan telepon dari Hana.Setelah ia menitipkan Hana dan Haikal di rumah Lidya, Awan sama sekali tidak mau mengatakan ke mana mereka akan pergi dan ternyata Awan membawanya ke salah satu resort yang ada di pulau seribu. H island resort.Sonya tersenyum saat berjalan