Awan keluar dari kamar mandi dengan perut bergemuruh karena dia belum makan dari sore, saat keluar dari kamar dia sama sekali tidak melihat sosok Sonya."Sonya," panggil Awan sembari berjalan ke arah sofa dan lagi-lagi tidak menemukan wanita itu di sana, Awan hanya melihat meja yang sudah Sonya tata dengan berondong jagung, minuman dan beberapa camilan lainnya. Sepertinya, wanita itu ingin berbaikan dengan dirinya.Awan menyimpan handuknya di atas sofa dan mulai mencari Sonya, "Sonya."Hening tidak ada suara siapa pun disekitarnya, "Sonya." Lagi, Awan mencoba memanggil Sonya. Keheningan rumah tiba-tiba membuat Awan ketar ketir karena ia tidak bisa menemukan Sonya di manapun juga. "Sonya ... kamu di mana?" tanya Awan sembari mencari Sonya, "Sonya."Awan memutar tubuhnya dan berjalan ke arah pintu taman yang langsung menunjukkan deretan motor vespa miliknya. "Sonya?" Kosong, Sonya tidak ada di mana pun.BLAMM ...."Sonya!" teriak Awan saat mendengar suara seperti benda yang meledak."
Awan mengangkat badan Sonya dari kamar mandi sampai ke ranjang tanpa melepaskan ciumannya, lidahnya menari di dalam rongga mulut Sonya mengecap manisnya mulut Wanita itu.Awan duduk di pinggir ranjang, ia mosisikan Sonya untuk duduk di pahanya. Tangan Awan memasuki bagian dalam pakaian Sonya, mengusap garis badan wanita itu yang terasa hangat di ujung jemari Awan.Tangan Sonya mengerat di leher Awan, ia membusungkan dadanya mendesak dada Awan seolah ingin meleburkan tubuh mereka menjadi satu. "Awan ...," bisik Sonya disela-sela ciuman panas mereka."Apa?" tanya Awan sambil mengurai ciumannya dan membuka kaos miliknya.Melihat Awan membukan kaosnya sontak membuat Sonya membuka baju tidur bagian atasnya. Sonya tertawa pelan saat melihat Awan berusaha menelan ludahnya sendiri saat melihat tubuhnya. "Wan ... aku minta maaf, aku salah dan aku janji nggak akan ketemu Emir lagi tanpa ada kamu," bisik Sonya sembari kembali memeluk Awan, bibir Sonya yang hangat mengusap garis leher Awan hingg
Tring ... tring ... tring ....Sonya mengerjapkan matanya beberapa kali karena merasa terganggu dengan suara notifikasi dari ponsel Awan yang ada di depan wajahnya. Setelah bercinta dengan dirinya, lelaki itu memeluknya dan tertidur tanpa mempedulikan ponselnya sama sekali. Itulah Awan, setelah menyetubuhi Sonya tanpa ampun, lelaki itu akan tergeletak tak berdaya dan akhirnya tertidur sambil memeluk tubuhnya. Tring ... tring ... tring ....Sonya mengambil ponsel Awan, ia takut ada panggilan rumah sakit yang mengharuskan mereka datang dan melakukan prosedur anestesi. Sonya mengambil tangan Awan yang sedang mencengkeram payudaranya, mengambil jempolnya lalu meletakkannya di layar ponsel untuk membuka kunci.Dalam hitungan detik Sonya sudah bisa membuka kunci ponsel Awan, ia tersenyum saat melihat home screen Awan adalah foto mereka berdua saat di Bali. Tring ... tring ... tring ....Sonya kembali terganggu dengan suara notifikasi dari ponsel Awan, dengan cepat ia membuka salah satu ap
"Ini apa lagi?" tanya Sonya yang kesal karena salah satu anak koas yang tidak bisa membedakan mana pembuluh vena dan arteri."Maaf, Dok," bisik Hilma sambil meremas morning report miliknya, rasanya ia ingin membenamkan kepalanya ke dalam ember berisi air es karena kepalanya panas diisi dengan berbagai informasi mengenai inkubasi oleh Sonya. "Ini bukan osce inkubasi kalian yang pertama, kan?"Sonya berdiri dan menghela napasnya, rasa kesal sudah ada di ubun-ubun karena harus mengurusi adek-adek koas yang terkadang menguji kesabarannya. "Maaf, Dok, bukan Dok," jawab Dira dan Hilma bersamaan."Saya merasa sia-sia, loh, menyempatkan waktu saya ke sini, padahal saya ada operasi dengan Dokter Bima," ucap Sonya kesal karena dia benar-benar menyempatkan datang, berharap adek-adek koas itu sudah bersiap ternyata belum sama sekali."Maaf, Dok, maaf," ucap Dira."Tolong jangan minta maaf terus, yah. Lebaran udah lewat ini, capek saya dengernya. Saya butuh buktu bukan kata maaf, maaf doang gampa
Sonya yang baru saja selesai melakukan operasi dengan Dokter Bima dengan cepat keluar ruangan operasi."Dokter Sonya, dipanggil Dokter Ben," ucap seorang perawat yang baru saja masuk ke ruangan sambil menyerahkan rekam medis pada Dokter Bima yang berdiri disebelah Sonya."Ada apa? Tumben Dokter Ben nyari kamu, Dok," ucap Bima sambil menandatangani rekam medis, "masalah kemarin sudah selesai, kan?"Sonya mengangguk dia tau masalah apa yang dibicarakan Bima, apalagi kalau bukan masalah obat-obatan. Tapi, masalah sudah selesai Emir mengakuinya dan ia dengan pasrah menerima konsekuensinya bahkan mantan suaminya itu terlihat ikhlas menjalani semuanya. "Terus ngapain Dokter Ben panggil kamu? Dokter Ben bukan jenis orang yang berisik," kata Bima."Entah, Dok, mungkin ada yang mau dibicarakan." "Apa karena hubungan kamu sama penata anestesi kamu?" tanya Bima langsung.Sonya mengalihkan pandangannya ke arah Bima, dia tahu gosip mengenai dirinya dan Awan sedang diperbincangkan di seluruh penj
"Hah? Dia cucu Dokter Ben?" Sonya menunjuk wajah Awan dan menatap Ben dengan tatapan kaget bercampur bingung. Apa-apaan ini? Kenapa Awan jadi cucu Dokter Ben? Ini gimana konsepnya? Sonya kebingungan setengah mati mendengar perkataan Ben."Iya dia cucu saya, cucu Kakak saya sih, hanya yah, dia cucu saya," jawab Ben santai sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi."Gimana caranya?" tanya Sonya dengan wajah pias bercampur kaget, kakinya mundur perlahan akhirnya menabrak kursi dan terduduk di sana. "Aku ... Awan, cucu Dokter Ben? Aki Romli itu ...." Telunjuk Sonya menunjuk ke arah Awan dan Ben bergantian seperti orang ling lung. "Sepertinya calon istri kamu kaget, emang kamu nggak kasih clue atau ngobrol tentang keluarga kamu?" tanya Ben seraya berdiri dan mengambil botol minum dari dalam kulkas lalu menyerahkannya pada Sonya yang masih terlihat kaget."Nggak aku nggak pernah bilang apa-apa tentang Aki Ben, kan Aki yang minta kalau hubungan saudara kita ini dirahasiakan dari siap
"Nggak kurang jauh?" tanya Sonya kaget."Nggak, emang papa aku lahir di Alaska, tapi, keluarganya udah mencar-mencar keseluruh penjuru Amerika," terang Awan sambil menyuapkan makanannya ke dalam mulutnya."Ini kamu nggak lagi bercanda kan? Kamu nggak lagi jahilin aku?" tanya Sonya lagi yang merasa sedang di jahili oleh Awan. "Buat apa aku jahilin kamu? Nggak ada guna, kamu nikah sama aku nanti kamu bakal tahu semuanya kenapa aku harus bohong? Dan lagi kapan aku bohong? Kayanya nggak pernah aku itu bohong cuman orang-orang aja nggak pernah anggap serius omongan aku, padahal aku jujur," ucap Awan sambil memotong daging menggunakan sendok."Masalahnya omongan kamu itu kaya orang mabok! Kaya penulis novel online yang penuh dengan kehaluan tau!" sentak Sonya gemas sambil beranjak dari kursinya dan mengambil piring miliknya juga Awan."Aku nggak mabok, emang kenyataannya gitu. Astaga, aku ini selalu ngomong jujur tapi, nggak pernah ada yang percaya," keluh Awan sambil menepuk dahinya."Masa
“Sonya, nggak apa-apa kita pergi berangkat bareng?” tanya Awan sambil memarkirkan mobilnya di parkiran rumah sakit.“Nggak, aku udah nggak peduli, toh, beberapa hari lagi aku resign dan kamu juga resign. Aku nggak peduli mereka mau ngomong apa, terserah mereka sesuka mereka,” jawab Sonya sambil mengambil barang-barang miliknya di jok belakang. “Dan lagi, mereka dongo ku rasa, andai mereka tau kamu itu siapa bisa sujud mereka.” Sonya mengambil semua barang-barangnya lalu mengenakan snelli.“Ngapain sujud? Aku bukan dewa,” kekeh Awan.“Mereka bakal sujud kalau tau kamu itu siapa, aku yakin seyakin, yakinnya mereka bakal malu sendiri saat tau kamu itu cucu Dokter Ben, aku yakin mulut mereka bakal terkunci rapat dan nggak bakal ghibahin kita lagi.” Sonya meremas stetoskop miliknya yang sedang ia pegang, saking eratnya ia meremas stetoskop terlihat buku-buku jari Sonya memutih.“Kesel banget?” tanya Awan yang sadar kalau kelasihnya itu sangat geram.“Banget, mulut mereka itu harus di seko