Done, selesai cerita Sonya dan Emir. Karma Emir adalah dia menyadari kalau dia masih mencintai Sonya namun, sudah terlambat, Emir bangkrut, masuk penjara, dan akan merasa malu pada anak lelakinya. Emir juga harus memulai semuanya dari awal, benar-benar dari awal, dari tidak punya apa-apa dan sebatang kara. Dan mungkin dia harus terus menyesali kesalahannya karena sudah menyia-nyiakan Sonya dan Janu. Mungkin, bagi sebagian orang itu kurang jahat dan harusnya Emir mati aja atau jadi gila dan lainnya, tapi, percaya deh, sakit loh rasanya saat menyadari apa yang dimiliki diambil secara paksa hanya dalam beberapa waktu saja. Pedih. Jadi biarkan Emir berdamai dan menikmati karmanya, sebuah karma yang akan selalu mengejarnya hingga akhir hayatnya. XOXO Gallon yang Hobi Kellon.
“Hai,” panggil Sonya saat membuka pintu dan mendapati Awan yang sedang berdiri dan menatapnya gusar.“Kenapa?” tanya Sonya yang tahu kalau ada yang tidak beres pada diri Awan, Sonya mendekati Awan dan mengusap pipi lelaki itu dengan punggung tangannya.Awan menyentuh tangan Sonya, “Kamu di dalam ngapain?”“Ngobrol sama Emir dan memang tadi diminta sama Pak Irawan untuk ikut karena aku diminta untuk mendengar kesaksian Emir,” jawab Sonya jujur, “kenapa?”Awan menarik tangan Sonya ke bibirnya dan mengecupnya pelan, “Bener cuman itu?”“Iya, hanya itu. Memang mau apa lagi?” Sonya paham Awan tadi melihat dirinya memeluk Emir dan juga Emir tadi sempat mencium pipinya.“Ngobrol aja?”“Iya, ngobrol aja memang mau ngapain? Main futsal?” canda Sonya sembari mendekati tubuh Awan, kepalanya melihat ke kanan dan ke kiri mencoba melihat situasi dan kondisi, setelah merasa aman ia mendekatkan wajahnya lalu mengecup bibir Awan.“Hei ....”“Cemburu karena aku dipeluk dan dicium pipinya sama Emir?” tan
Dug ... Dug ... Dug .... “Sonya ngapain sih kamu?” tanya Lidya yang kesal melihat sahabatnya itu membenturkan dahinya ke setir mobil, mereka sedang berada di dalam mobil yang masih terparkir sempurna di parkiran rumah sakit. “Aku bodo, ampun aku bodo ...,” ucap Sonya berulang-ulang sambil terus membenturkan kepalanya ke setir. “Bodo karena?” Sonya menolehkan kepalanya dan melihat Lidya, dengan lancar Sonya menceritakan semuanya lalu mengakhirnya dengan kata, “Aku bodo.” “Lah ... bukan bodo lagi itu, udah tahapan dongo,” jawab Lidya sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Kan dia mau aku bilang aku suka dan cinta, terus salahnya di mana?” tanya Sonya. “Salah di otak kau,” jawab Lidya geram dengan Sonya, terkadang kepala sahabatnya ini harus dipukul dengan mesin pacu jantung agar bekerja dengan baik. Sonya memang cerdas dalam bidang kedokteran tapi, dalam bidang percintaan? Jangan harap. “Kok salah di otak aku?” “Ya, bayangi deh kalau kamu lagi cemburu sama Awan karena Aw
"Naon (Apa) Eka?" tanya Awan sembari turun dari motor vespa maticnya karena baru saja sampai di dalam garasi rumahnya."Jadi teu (nggak) ka reuni?" tanya Eka melalui sambungan telepon."Males Ka, reuninya juga di Bandung bukan di Jakarta, kamu mau pulang pergi?" ungkap Awan sembari membuka jaket dan mengambil semua barang miliknya. "Ayolah, Wan, semuanya kangen sama kamu," bujuk Eka yang berharap sahabatnya itu mau ikut ke acara reuni SMA mereka."Nggak tau ah, asa hoream (kayanya malas)," sahut Awan yang memang tidak suka menghadiri acara reunian seperti itu."Ini reuni SMA bukan kuliah," pinta Eka."Males ... mau SMA, mau kuliah aku yang pertama atau reuni akademi keperawatan, aku males," tolak Awan."Wan ... demi aku," mohon Eka yang sebenarnya sudah menjanjikan untuk membawa Awan ke acara reuni SMA karena hampir semua kawan SMA-nya penasaran dengan nasib Don Juan SMA mereka.Awan menghela napasnya dan berhenti di ambang pintu rumah yang sudah terbuka, manik matanya melihat Minah
Awan keluar dari kamar mandi dengan perut bergemuruh karena dia belum makan dari sore, saat keluar dari kamar dia sama sekali tidak melihat sosok Sonya."Sonya," panggil Awan sembari berjalan ke arah sofa dan lagi-lagi tidak menemukan wanita itu di sana, Awan hanya melihat meja yang sudah Sonya tata dengan berondong jagung, minuman dan beberapa camilan lainnya. Sepertinya, wanita itu ingin berbaikan dengan dirinya.Awan menyimpan handuknya di atas sofa dan mulai mencari Sonya, "Sonya."Hening tidak ada suara siapa pun disekitarnya, "Sonya." Lagi, Awan mencoba memanggil Sonya. Keheningan rumah tiba-tiba membuat Awan ketar ketir karena ia tidak bisa menemukan Sonya di manapun juga. "Sonya ... kamu di mana?" tanya Awan sembari mencari Sonya, "Sonya."Awan memutar tubuhnya dan berjalan ke arah pintu taman yang langsung menunjukkan deretan motor vespa miliknya. "Sonya?" Kosong, Sonya tidak ada di mana pun.BLAMM ...."Sonya!" teriak Awan saat mendengar suara seperti benda yang meledak."
Awan mengangkat badan Sonya dari kamar mandi sampai ke ranjang tanpa melepaskan ciumannya, lidahnya menari di dalam rongga mulut Sonya mengecap manisnya mulut Wanita itu.Awan duduk di pinggir ranjang, ia mosisikan Sonya untuk duduk di pahanya. Tangan Awan memasuki bagian dalam pakaian Sonya, mengusap garis badan wanita itu yang terasa hangat di ujung jemari Awan.Tangan Sonya mengerat di leher Awan, ia membusungkan dadanya mendesak dada Awan seolah ingin meleburkan tubuh mereka menjadi satu. "Awan ...," bisik Sonya disela-sela ciuman panas mereka."Apa?" tanya Awan sambil mengurai ciumannya dan membuka kaos miliknya.Melihat Awan membukan kaosnya sontak membuat Sonya membuka baju tidur bagian atasnya. Sonya tertawa pelan saat melihat Awan berusaha menelan ludahnya sendiri saat melihat tubuhnya. "Wan ... aku minta maaf, aku salah dan aku janji nggak akan ketemu Emir lagi tanpa ada kamu," bisik Sonya sembari kembali memeluk Awan, bibir Sonya yang hangat mengusap garis leher Awan hingg
Tring ... tring ... tring ....Sonya mengerjapkan matanya beberapa kali karena merasa terganggu dengan suara notifikasi dari ponsel Awan yang ada di depan wajahnya. Setelah bercinta dengan dirinya, lelaki itu memeluknya dan tertidur tanpa mempedulikan ponselnya sama sekali. Itulah Awan, setelah menyetubuhi Sonya tanpa ampun, lelaki itu akan tergeletak tak berdaya dan akhirnya tertidur sambil memeluk tubuhnya. Tring ... tring ... tring ....Sonya mengambil ponsel Awan, ia takut ada panggilan rumah sakit yang mengharuskan mereka datang dan melakukan prosedur anestesi. Sonya mengambil tangan Awan yang sedang mencengkeram payudaranya, mengambil jempolnya lalu meletakkannya di layar ponsel untuk membuka kunci.Dalam hitungan detik Sonya sudah bisa membuka kunci ponsel Awan, ia tersenyum saat melihat home screen Awan adalah foto mereka berdua saat di Bali. Tring ... tring ... tring ....Sonya kembali terganggu dengan suara notifikasi dari ponsel Awan, dengan cepat ia membuka salah satu ap
"Ini apa lagi?" tanya Sonya yang kesal karena salah satu anak koas yang tidak bisa membedakan mana pembuluh vena dan arteri."Maaf, Dok," bisik Hilma sambil meremas morning report miliknya, rasanya ia ingin membenamkan kepalanya ke dalam ember berisi air es karena kepalanya panas diisi dengan berbagai informasi mengenai inkubasi oleh Sonya. "Ini bukan osce inkubasi kalian yang pertama, kan?"Sonya berdiri dan menghela napasnya, rasa kesal sudah ada di ubun-ubun karena harus mengurusi adek-adek koas yang terkadang menguji kesabarannya. "Maaf, Dok, bukan Dok," jawab Dira dan Hilma bersamaan."Saya merasa sia-sia, loh, menyempatkan waktu saya ke sini, padahal saya ada operasi dengan Dokter Bima," ucap Sonya kesal karena dia benar-benar menyempatkan datang, berharap adek-adek koas itu sudah bersiap ternyata belum sama sekali."Maaf, Dok, maaf," ucap Dira."Tolong jangan minta maaf terus, yah. Lebaran udah lewat ini, capek saya dengernya. Saya butuh buktu bukan kata maaf, maaf doang gampa
Sonya yang baru saja selesai melakukan operasi dengan Dokter Bima dengan cepat keluar ruangan operasi."Dokter Sonya, dipanggil Dokter Ben," ucap seorang perawat yang baru saja masuk ke ruangan sambil menyerahkan rekam medis pada Dokter Bima yang berdiri disebelah Sonya."Ada apa? Tumben Dokter Ben nyari kamu, Dok," ucap Bima sambil menandatangani rekam medis, "masalah kemarin sudah selesai, kan?"Sonya mengangguk dia tau masalah apa yang dibicarakan Bima, apalagi kalau bukan masalah obat-obatan. Tapi, masalah sudah selesai Emir mengakuinya dan ia dengan pasrah menerima konsekuensinya bahkan mantan suaminya itu terlihat ikhlas menjalani semuanya. "Terus ngapain Dokter Ben panggil kamu? Dokter Ben bukan jenis orang yang berisik," kata Bima."Entah, Dok, mungkin ada yang mau dibicarakan." "Apa karena hubungan kamu sama penata anestesi kamu?" tanya Bima langsung.Sonya mengalihkan pandangannya ke arah Bima, dia tahu gosip mengenai dirinya dan Awan sedang diperbincangkan di seluruh penj