Home / Romansa / Di Antara Dua Pilihan / Part 4 Pertemuan

Share

Part 4 Pertemuan

last update Last Updated: 2023-03-29 12:39:52

"Aksara." Aksara menyebutkan namanya saat bersalaman dengan Daniel di sebuah ruangan ukuran empat kali tiga meter yang di fungsikan sebagai kantor di yayasan.

"Anda, pengurus juga di sini?" tanya Daniel setelah mereka duduk. Agus datang membawakan tiga botol minuman dingin.

"Saya hanya membantu Mas Agus mengelola tempat ini, mencarikan donatur dan mengurus sesuatu yang saya mampu. Untuk kepengurusan mutlak ada di tangan teman saya, Pak Daniel." Aksara menjelaskan.

Agus yang baru duduk itu menatap teman dekatnya. Laki-laki pendiam dengan jiwa kepedulian yang tinggi. Aksara terlalu merendah. Padahal dia punya andil besar untuk mengurusi dan mencarikan donatur tetap yayasan.

Daniel mengangguk-angguk sambil memperhatikan keluar dari jendela kaca. Tadi waktu ia baru masuk, tampak ada bangunan yang terbengkalai di samping sebelah kiri. Di pojok ruangan ada kardus-kardus berisi sumbangan buku bacaan yang belum sempat dibuka, karena tempat untuk menyimpan benda itu masih belum selesai di bangun.

"Saya lihat ada bangunan yang terbengkalai."

"Ya, kami kekurangan dana. Kalau untuk sumber daya manusianya kami mendapatkan banyak bantuan sukarela dari teman dan anak-anak kuliah. Tapi Alhamdulillah, untuk makan, pakaian, dan obat-obatan kami nggak pernah kekurangan. Selalu saja ada rezeki yang datang. Memang untuk tempat bacaan yang sedang kami bangun ini, sementara dihentikan. Dana masih kami gunakan untuk keperluan yang lebih penting." Aksara yang menjelaskan karena Agus kembali keluar saat ada tamu lain yang datang. Selain mengurusi yayasan, Agus juga seorang aktivis lingkungan.

"Oke. Saya akan mendanai pembangunan ruang bacaan itu sampai final."

Aksara tersenyum lega. Dia dan Agus mendapatkan jalan keluar. Untuk menerima dana sumbangan, Aksara mempersilakan Daniel berhubungan langsung dengan Agus. Dia tidak mengurusi soal keuangan. "Mas Agus yang akan mengurusi soal dana dari donatur, Pak Daniel. Sebab saya sendiri tidak selalu ada di sini."

"Kamu bekerja di mana?" tanya Daniel pada laki-laki yang seumuran dengan adiknya.

Sekilas Aksara menceritakan tentang pekerjaannya di sebuah perusahaan. Dari sini Daniel bisa menilai Aksara itu seperti apa. Laki-laki yang tidak hanya tampan, tapi bersahaja dan tegas.

***LS***

Marisa termenung di dekat jendela kamarnya. Kenyamanan bekerja kini terusik oleh ulah si bos yang makin intens menggodanya. Dia tidak bisa cerita masalah sensitif ini ke ibunya, ke Ulfa, atau ke rekannya yang lain kecuali pada Ari.

"Hati-hati, Ris. Kalau Pak Daniel hanya sekedar bernafsu padamu. Dia akan mencari yang lain setelah kamu tolak. Tapi dia akan terus mengejar jika memang jatuh cinta padamu." Marisa ingat kata-kata Ari tadi siang.

"Kurang apa istrinya. Udah cantik, se*si, dan kaya. Juga telah melahirkan dua anak untuknya."

"Kita nggak tahu apa alasannya jatuh cinta pada perempuan lain selain istrinya. Mungkin dia nggak bahagia, nggak harmonis dengan pasangannya. Atau bisa jadi karena dia memang tipe lelaki buaya."

Marisa merinding mengingat percakapannya dengan Ari tadi. Sudah berapa saja kisah perempuan menjadi selingkuhan dari laki-laki tajir. Entah itu hanya menjadi simpanan atau dinikahi siri. Marisa ngeri menjadi salah satu di antaranya. Semoga imannya dikuatkan, semoga Daniel diberikan kesadaran.

Bagi Marisa laki-laki itu hanya ingin mencari kesenangan dengannya. Berpikir secara logis saja, mana mungkin istrinya yang kaya itu akan ditukar dengan gadis miskin seperti dirinya. Yang jelas Daniel seperti kebanyakan pria kaya, memiliki simpanan di luar sana. Dan Marisa yang menjadi sasarannya.

Kalau harus berhenti kerja karena hal begini, terlalu konyol bagi Marisa. Dia benar-benar butuh pekerjaan dengan gaji lumayan. Semenjak lulus kuliah dia telah bekerja di perusahaan itu hingga sekarang. Tapi baru dua tahun ini Daniel masuk perusahaan setelah kembali dari luar negeri. Laki-laki yang awalnya dingin itu, akhir-akhir ini malah sibuk merayunya. Memang sejak pertama melihat Marisa, Daniel diam-diam memperhatikannya.

Melayani bosnya hanya akan menambah daftar panjang beban hidup Marisa. Mungkin dia akan memiliki banyak uang, tapi harga diri tergadaikan. Belum lagi kalau akhirnya diketahui oleh istri bosnya. Tidak. Menjadi wanita simpanan tak pernah ada dalam kamus hidupnya. Sang ibu juga tidak pernah mengajarinya menjadi wanita perusak. Ibu mengajarinya menjadi perempuan bermartabat.

Istri Daniel bukan wanita sembarangan. Dia anak orang berada. Tentu tidak akan terima suaminya mendua. Meski Daniel bicara dan minta izin baik-baik untuk menikah lagi.

Dilihatnya kembali jarum jam. Dia cemas kalau tiba-tiba Daniel memang benar-benar menjemputnya di depan rumah. Segera dimatikan ponselnya. Kekhawatiran terhadap godaan si bos, membuat Marisa melupakan patah hatinya pada Dimas.

Lamunan Marisa buyar saat pintu kamarnya diketuk dari luar. Gadis itu berdiri dan membuka pintu. Najwa sudah berdiri di sana sambil membawa buku. Kemudian langsung masuk ke kamar kakaknya. Kebetulan malam itu Marisa tidur sendirian. Karena Ulfa tidur di kamar Ziyan. Sedangkan adik lelakinya ikut teman-teman di lingkungan tempat tinggal mereka untuk tidur di masjid. Sebenarnya kedua gadis itu butuh ruang privasi masing-masing. Hanya saja keadaan yang tidak memberikan kesempatan.

"Kamu belum tidur?" tanya Marisa mendekati Najwa.

"Belum, Mbak. Aku punya PR. Tadi nggak sempat ngerjain di tempat les, Mbak ajarin, ya." Najwa menunjukkan buka Bahasa Jawa pada sang kakak.

Marisa mengangguk dan kemudian duduk di atas dipan bersama si bungsu. Selesai mengerjakan PR, Najwa bercerita tentang kejadian tadi sore.

Diusapnya rambut lurus Najwa. Kasihan juga pada adiknya. Sering dibuli oleh teman-temannya. Untung Najwa gadis periang yang tidak peduli dengan ejekan. Makanya dia terus memompa semangat Najwa. Diajari berani dan mandiri. Sebab jika kakak-kakaknya sibuk dengan rutinitas masing-masing. Najwa harus berani sendiri. Les, mengaji, atau belajar kelompok. Ibu mereka hanya menyempatkan untuk mengantar dan menjemput sekolah saja. Apalagi kalau banyak pesanan, sama sekali tidak bisa di ganggu gugat. Ziyan pulang sekolah juga sore, jadi tidak bisa membantu menjemput adiknya.

"Om tadi baik, Mbak. Aku nggak mau di antar tapi dia nemenin aku sampai gang depan." Najwa menceritakan saat ditolong oleh Aksara.

"Kamu harus hati-hati. Ngerti!"

"Hu um, Mbak. Aku juga nggak mau naik mobilnya tadi. Tapi dia sepertinya orang baik."

"Ya, tapi kamu harus tetap hati-hati."

Najwa mengangguk. Marisa sangat khawatir dengan keselamatan si bungsu ini. Apalagi sekarang lagi marak kasus traff!ck!ng.

"Kalau sudah selesai, kamu tidur dulu sana. Biar besok nggak kesiangan. Ibu sudah tidur, kan?"

"Sudah." Najwa turun dari dipan dan melangkah keluar sambil membawa bukunya. Marisa sendiri juga membaringkan tubuh. Lelah. Setelah pulang kerja langsung membantu ibunya menyiapkan pesanan untuk besok pagi.

***LS***

"Assalamu'alaikum."

Terdengar suara salam dari pintu depan. Suara perempuan yang Aksara kenal. Aksara yang masih di kamar segera beranjak ke luar. Mbak Siti tidak ada di dapur, ibunya juga pamit belanja setelah menemaninya sarapan tadi. Terpaksa Aksara yang menemui gadis itu.

"Wa'alaikumsalam," jawab Aksara yang disambut senyum oleh Hafsah yang telah rapi dengan seragam mengajarnya.

"Mas, saya disuruh ibu untuk nganterin kue." Gadis yang tersipu itu mengangsurkan sekotak kue pada Aksara.

"Oh, makasih, Mbak Hafsah. Kebetulan mama saya lagi belanja."

"Iya, nggak apa-apa. Saya pamit dulu. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Hafsah bergegas pergi menuju motornya yang terparkir di luar pagar. Aksara berbalik untuk meletakkan kue di dapur. "Mbak Siti, bilang ke mama kalau ini kue dari Bu Abdul," pesannya pada ART.

"Mbak Hafsah yang nganterin ya, Mas? Saya intip dari samping rumah tadi," ujar Mbak Siti sambil tersenyum. "Cantik kan, Mas? Ibu sudah nggak sabar pengen Mas Aksa segera melamarnya. Ibu sering bilang gitu sama saya."

Aksara hanya tersenyum datar menanggapi omongan Mbak Siti.

"Habis lebaran nanti, ibu ingin melamar Mbak Hafsah."

Kali ini Aksara terkejut. Bagaimana mungkin ibunya mengambil keputusan tanpa persetujuannya. Jujur saja Hafsah memang baik, cantik, dan saleha. Namun baginya, gadis itu pantas mendapatkan pria yang jauh lebih baik darinya. Lagi pula, mau ke mana bahtera rumah tangga akan berlabuh jika tak ada cinta di dalamnya. "Kapan mama bilang begitu, Mbak?"

"Kemarin."

Aksara diam sejenak lalu kembali ke kamar dan bersiap hendak berangkat ke Jember. Nanti sepulang dari mengurus pekerjaan, dia akan mengajak mamanya bicara.

Jalanan dengan kebisingan kendaraan yang berjejalan dan asap yang mencemari kembali di tapaki Aksara. Namun ada hal ganjil yang ia lakukan pagi itu. Memperhatikan setiap penumpang angkutan umum yang lewat di dekat mobilnya. Berharap melihat lagi gadis itu. Konyol, tapi Aksara melakukannya.

Hingga mobil terlepas dari kemacetan, apa yang dicarinya tidak ditemukan. Aksara tersenyum miring, senyum untuk hal baru yang baru saja ia lakukan.

Ketika mobil hendak memasuki gerbang tol, ponsel di sebelahnya berdering. Segera dipakainya bluetooth earphone untuk menerima panggilan.

"Aksara, jangan ke Jember dulu. Sebab besok pihak mereka akan datang ke Surabaya." Big bosnya memberitahu.

"Siap, Pak!" jawab Aksara sambil mengambil celah untuk menepi. Untung saja dia belum masuk gerbang tol. Andai sudah terlanjur, untuk berpatah balik mesti berjalan jauh mencari jalur keluar dulu.

***LS***

Marisa bernapas lega karena beberapa hari ini jadwal Daniel sangat padat. Tidak ada waktu untuk mengacaukan harinya. Dia bisa bekerja dengan tenang. Apalagi hari ini terakhir masuk kerja. Libur dua hari membuatnya terasa bebas. Meski tiap pagi masih mendapatkan tatapan aneh laki-laki itu, tapi setidaknya tidak ada interaksi lama yang membuatnya cemas.

Harapannya semoga Senin nanti Mbak Tari sudah bisa masuk kerja.

"Ris, mau nggak nonton besok siang. Aku punya dua tiket dari kakakku. Dia batal nonton sama suaminya. Tapi kamu sibuk, nggak?"

Marisa tersenyum semringah. Ini kesempatannya untuk refreshing. Sesibuk apapun di rumah, ibunya tak pernah melarang Marisa untuk jalan dengan teman-temannya. Terlebih dengan Ari yang sudah dikenalnya sangat baik. Sang ibu memahami kalau Marisa butuh hiburan setelah disibukkan dengan pekerjaan.

"Nggak. Jam berapa besok?"

"Jam satu siang. Kita ketemuan di Tunjungan Plaza."

"Oke. Eh, tapi kamu ngajak Mas Yoyok, nggak?" Yoyok ini tunangannya Ari.

"Enggak. Dia pulang dari Semarang masih minggu depan."

"Okelah."

***LS***

Sabtu, jam sebelas siang Marisa dan Ari sudah ada di mall. Datang lebih awal sekalian untuk jalan-jalan. Meski tidak berbelanja, tapi cukup terhibur dengan barang yang dipajang manis di setiap etalase toko. Cuci mata istilahnya.

Jam dua belas siang mereka makan bakso di foodcourt. Ketika tengah asyik makan, ada notifikasi masuk di ponsel Marisa. Pemberitahuan bahwa ada transferan masuk ke rekeningnya. Pengirimnya Daniel Dirgantara, S.E., M.M.

Marisa terkejut dan gemetar. Angka fantastis itu ditunjukkannya pada Ari. Membuat gadis itu juga terbelalak kaget. "Gila, Ris. Pak Daniel mengirimimu uang sebanyak itu?"

"Aku takut, Ar. Aku akan mengembalikannya hari Senin nanti."

"Langsung transfer balik saja sekarang."

"Nggak bisa. Nomer rekeningnya tidak tertulis lengkap di sini."

"Kamu telepon dan tanyakan nomer rekeningnya. Bilang kalau kamu nolak pemberiannya. Dia pasti mau sesuatu darimu. Nggak ada pemberian yang gratis Ris untuk kasusmu dengan Pak Daniel."

"Ini hari libur, aku takut ketahuan istrinya nanti."

Di tengah kepanikan dua sahabat itu, tanpa mereka sadari ada sosok yang memperhatikan dari meja lain.

* * *

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Nurleny Leny
cerita nya bafud
goodnovel comment avatar
Erni Erniati
woow kebetulan banget yah. Aksara kerjasama sama Daniel. kebetulan yg amazing
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 5 Marisa

    Sambil sesekali menatap ke arah Marisa, Aksara meladeni perkataan Ubed yang tengah makan puding. Tadi dia sudah menyuapi bocah kecil itu makan bakso. Sabtu ini dia lembur setengah hari dan langsung menjemput sang keponakan ke rumahnya. Sebab tadi malam Mahika menelepon, karena Ubaidillah minta diajak ke kid zone. Diajak sang ibu sendiri tidak mau dan memilih Aksara yang menemani.Aksara sudah terbiasa mengajak keponakannya sendirian untuk jalan-jalan atau membeli mainan. Dia tidak kaku meski belum pernah memiliki anak sendiri. Sebisa mungkin Aksara akan menjadi sosok yang membuat Ubaidillah tidak kehilangan figur ayah. Semoga tak lama lagi kakaknya akan terbebas dari penjara. Marisa yang menoleh bersitatap dengan Ubed yang memandang ke arahnya. Marisa tersenyum, ingat kalau dia bocah yang menabraknya beberapa hari yang lalu. "Ar, itu anak kecil yang menabrakku waktu di ITC, kan?"Ari menoleh, turut memperhatikan. "Iya. Ih, ganteng bingit. Tapi mana mamanya, waktu kita jumpa kemarin

    Last Updated : 2023-03-29
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 6 Mulai Dekat

    Hafsah berjongkok sambil memberikan sebatang cokelat pada bocah kecil yang menggemaskan di depannya. Sekilas dia memandang Marisa yang duduk tak jauh dari Aksara.Marisa sendiri segera bangkit dari duduknya. "Maaf, Mas. Saya permisi dulu ya. Tolong sampaikan ucapan terima kasih saya pada mbaknya tadi."Meski tak rela Marisa pergi secepat itu, tapi Aksara hanya bisa mengangguk dan memerhatikan Marisa yang tengah memakai helmnya."Mari, Mbak." Marisa mengangguk sopan pada Hafsah. Gadis berjilbab itu tersenyum sambil mengangguk juga. Marisa pergi mengendarai motor matic-nya.Setelah memberikan cokelat, Hafsah kembali berdiri. Tersenyum sebentar pada Aksara kemudian masuk rumah lewat pintu samping. Dalam hati sempat bertanya-tanya tentang gadis cantik yang duduk bersama Aksara. Rasa nyeri sangat terasa di lubuk hati. Apakah dia kekasih pria yang dikagumi diam-diam? Namun akhirnya lega setelah mendengar dari Mbak Siti, bahwa gadis tadi hanya pengantar kue.Sementara Aksara masih menemani U

    Last Updated : 2023-03-29
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 7 Salah Sangka

    "Mbak Risa, Mas Aksara yang nelepon." Ulfa yang tidak sabar meraih ponsel milik kakaknya dan mengulurkan pada Marisa. "Angkat gih, Mbak bisa minta tolong nganterin daripada naik taksi."Nganterin? Marisa sungkan sebenarnya. "Halo, assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Aku sedang ada di jalan ini. Mau nggak kuajak ke Surabaya Great Expo?""Maaf, hari ini aku mau kondangan ke mantanku, Mas.""Oh ya? Di mana?""Di hotel Mataram.""Kamu sudah berangkat?""Belum. Ini baru mau pesan taksi.""Nggak usah pesan taksi. Aku bisa mengantarmu. Sebentar lagi aku udah nyampe rumahmu.""Apa aku nggak ngrepotin? Mas Aksara kan mau pergi ke expo?""Kita bisa pergi sepulangnya kamu dari kondangan. Tunggu saja di rumah, tak lama lagi aku sampai.""Oh, iya," jawab Marisa kemudian meletakkan ponselnya karena tanpa salam Aksara telah memutuskan panggilan."Gimana?" tanya Ulfa."Sebenarnya dia mau ngajak aku ke expo. Tapi aku bilang mau kondangan. Dia mau nganterin."Ulfa langsung berbinar bahagia. Gadis itu

    Last Updated : 2023-03-29
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 8 Pesan tak Terjawab 1

    Meski terkejut, Marisa berusaha tetap tenang mengendalikan perasaan. Kemudian Mbak Siti masuk ke dalam. Sosok gadis bernama Hafsah menjelma dalam benaknya. Dari pakaian yang dikenakannya, sudah bisa ditebak dia perempuan seperti apa. Cantik, terpelajar, dan salehah tentunya.Marisa memainkan jemarinya. Bertaut satu sama lain, menunjukkan keresahannya. Dia tidak boleh kecewa, bukankah antara dirinya dan Aksara tidak memiliki hubungan apa-apa. Ditariknya napas dalam-dalam. "Sudah lama datang?" Pertanyaan seorang wanita yang memakai jilbab lebar itu mengejutkan Marisa. Bu Arum muncul dari pintu yang menghubungkan dengan ruang dalam. Wanita itu tersenyum ramah dan menyambut uluran tangan Marisa yang kemudian mencium punggung tangannya."Saya belum lama sampai, Bu," jawab Marisa sopan. Lantas kembali duduk setelah Bu Arum juga duduk. Dia merasa canggung saat mamanya Aksara memperhatikannya."Maaf, nunggu lama ya. Aku salat zhuhur tadi." Aksara muncul dan meminta maaf."Ya, nggak apa-apa,

    Last Updated : 2023-03-29
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 9 Pesan tak Terjawab 2

    Apa Aksara ini seperti Daniel si bosnya? Udah punya pasangan masih juga butuh gebetan lain. Tapi kenapa harus Marisa lagi. Apa tampangnya ini seperti wanita penggoda, gampangan, dan murahan? Perasaan Marisa teriris pedih."Besok aku jemput kamu pulang kantor. Kamu pulang jam empat, kan?" Aksara membuka suara setelah beberapa saat saling diam. "Nggak usah, Mas. Nanti ngrepotin aja. Tempat kerja Mas kan di Gresik.""Nggak apa-apa. Tapi ya memang kamu harus nunggu sampai aku tiba di kantormu."Marisa menggeleng. "Nggak usah, makasih." Tidak perlu bertanya soal tunangan, lebih baik dirinya yang tahu diri dan membatasi interaksi dengan Aksara. Jika ditanya belum tentu mengaku, parahnya lagi dikira nanti dirinya yang ke GR-an dengan pertemanan mereka. Karena pernah lelah dan terluka membuat Marisa harus menjaga diri.Mobil berhenti di depan gang rumah Marisa. Jarak rumah mereka sebenarnya tidak jauh, hanya saja mesti jalan memutar, mengikuti rambu-rambu jalan. Ketika mobil hendak berbelok

    Last Updated : 2023-03-29
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 10 Kamu 1

    Marisa kaget saat melihat pria tegap berdiri menunggunya. Hendak berbalik juga tidak mungkin, karena hanya jalan depan sana yang dilalui angkutan umum dan melewati tempat kerjanya. Gadis itu melangkah dengan pelan, sedangkan Aksara berdiri menunggunya dengan kedua tangan masuk dalam saku celana.Makin dekat dada Marisa kian berdebar-debar. Kenapa Aksara mencarinya? Apa dia seperti Daniel yang nekat walaupun sudah punya pasangan?Senyum Aksara makin manis, saat gadis itu kian mendekat. Marisa meredam debaran dalam dada dan membalas senyum Aksara. "Mas Aksara, kok ada di sini?" tegur Marisa."Aku ingin bertemu kamu. Katanya aku nggak boleh datang ke rumah. Ayo, kuantar ke kantor sebelum banyak orang melihat kita." Aksara membuka pintu mobil untuk Marisa.Tak ada pilihan lain selain mengikuti ajakan Asara. Daripada nanti tetangga gangnya keburu melihat."Kamu sudah sarapan?" tanya Aksara pada Marisa yang masih diam."Sudah.""Sebenarnya aku mau ngajakin kamu sarapan.""Enggak usah, Mas.

    Last Updated : 2023-03-29
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 11 Kamu 2

    Mereka kembali saling pandang dan Marisa yang lebih dulu mengalihkan perhatian. Memang Daniel tidak minta imbalan secara langsung, tapi sebenarnya dia dirayu secara halus. Jika telah banyak yang ia terima, maka dengan sukarela Marisa akan takluk padanya.Hening memanjang. Daniel sengaja diam dan membiarkan Marisa kebingungan dan serba salah. Setelah melihat jam dinding, gadis itu mengambil ponselnya. "Saya permisi dulu, Pak," pamit Marisa. Dirinya harus keluar sebelum staf lainnya masuk ruangan.Daniel tidak menjawab, tapi membiarkan Marisa keluar tanpa membawa oleh-oleh yang diberikannya. Bukan Daniel kalau menyerah. Terlebih terhadap gadis jual mahal seperti Marisa. Dia makin tertantang untuk menaklukkannya.Meski suhu ruangan lumayan dingin, tapi Marisa berpeluh. Apalagi saat keluar ruangan bos, beberapa staf yang sudah berada di meja kerja masing-masing menatapnya dengan heran. "Pak Daniel, sudah pulang?" tanya Ari lirih seperti biasanya.Marisa mengangguk."Urusanmu tentang ua

    Last Updated : 2023-03-29
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 12 Aksara 1

    Untuk beberapa saat Marisa diam tercekat sambil memandang laki-laki yang duduk tepat di depannya. Tak percaya dengan jawaban Aksara."Jangan bercanda, Mas.""Loh, siapa yang bercanda? Aku ngomong serius."Keduanya saling pandang dan Marisa yang mengalihkan perhatian terlebih dahulu. Mungkin wajahnya sekarang sudah semerah tomat. Atau bisa jadi malah terlihat pucat. Bibirnya terkunci tidak tahu mau ngomong apa. "Nanti kuantarkan kamu sampai di rumah. Aku akan bilang pada ibumu, bahwa aku ingin menjadikanmu istriku."Belum reda rasa kagetnya. Marisa kian membeku dengan ucapan Aksara baru saja. Bahkan jemarinya terasa dingin dan matanya mulai berkabut. Dalam dada bagai ribuan genderang berbunyi bertalu-talu. Riuh dengan berbagai rasa. Bahagia, takjub, dan tidak percaya.Gadis itu menarik napas dalam-dalam. Kemudian memberanikan diri menatap mata Aksara. "Mas, tahu siapa saya 'kan? Keluarga saya, tanggungjawab saya.""Ya, aku tahu. Aku juga bukan orang kaya, Risa. Tapi dengan gajiku, kur

    Last Updated : 2023-03-30

Latest chapter

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 157 Anniversary 2

    Sebagian perempuan pasti suka barang kemas seperti itu. Disamping bisa mempercantik diri dan melengkapi penampilan, perhiasan juga bisa menjadi barang investasi."Tadi niatnya aku yang mau bikin kejutan. Tapi justru Mas yang bikin aku kaget. Malah aku nggak nyiapin kado. Mas, mau kado apa?" tanya Marisa. Kedua tangannya masih bergelayut manja di leher sang suami."Sayang, kamu serius ingin mas memilih sendiri kadonya?"Marisa mengangguk yakin. Apa yang ditakutkan? Toh biasanya mereka akan merayakan hari spesial dengan cara menghabiskan sepanjang malam dalam kemesraan."Pilih saja. Mas, mau kado apa?" Marisa menatap lekat wajah suaminya."Anak," jawab Aksara singkat tapi serius."Apa?""Anak ketiga. Katanya Mas harus milih sendiri. Makanya Mas pilih anak."Senyum Marisa masih bertahan, ia ingin merayu sang suami agar mengganti permintaan. "Coba minta yang lain?""Nggak bisa, Sayang. Mas disuruh milih kan tadi, ya udah mas pilih anak. Tapi kamu nggak boleh curang, nanti diam-diam pakai

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 156 Anniversary 1

    Marisa tersenyum ramah dan menyalami Mahika dan keluarganya yang menunggu di meja panjang. Tempat yang telah di booking tadi siang. Aksara juga melakukan hal yang sama. Membimbing kedua anaknya untuk salim pada mereka."Maaf, Mama nunggu lama, ya?" Marisa mencium kedua pipi mertuanya."Enggak. Kami juga baru saja sampai," jawab Bu Arum lirih.Beberapa pelayan restoran menyuguhkan minuman.Aksara dan Marisa duduk bersebelahan. Sedangkan anak-anak duduk bersama Ubed di sebelah Mahika. Si centil Keisya sangat dekat dengan budhenya.Mbak Siti, Mbak Dwi, dan pengasuh Ubed juga ikut duduk bergabung di sana. Bu Arum mengajarkan pada putra-putranya agar tidak membedakan mereka. Makanya mereka pada betah bekerja. Marisa heran karena Aksara diam, tidak juga bertanya sebenarnya mereka ada acara apa. Mungkin sang suami mikirnya hanya makan malam biasa. Tak apalah, bukankah sudah lumrah kalau suami jarang yang ingat dengan momen-momen tertentu dalam hidupnya. Bahkan tanggal lahirnya pun terkadan

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 155 Masa Depan 2

    "Mbak, aku mau ngajak Mbak Mahika dan Mas Johan bikin surprise untuk anniversary pernikahan kami yang ketujuh."Mahika menatap lekat Marisa. "Hari ini anniversary pernikahan kalian?"Marisa mengangguk. "Sepertinya Mas Aksa lupa sama hari ini. Makanya aku ingin mengajak kalian bikin surprise. Tadi aku sudah telepon Kafe Harmoni untuk booking tempat. Kita dinner malam ini. Aku sudah telepon Mama sehabis makan siang tadi.""Oke, jam berapa nanti?" tanya Mahika."Jam tujuh sampai kafe. Nanti Mbak sama Mas Johan yang jemput mama, ya. Aku langsung ngajak Mas Aksa dan anak-anak ke kafe. Ajak sekalian papa dan mamanya Mbak Mahika."Kebetulan Pak Raul dan Bu Raul memang berada di rumah Mahika sudah dua hari ini. Setelah pensiun, Pak Raul memang lebih sering datang ke Surabaya. Sebab cucu-cucunya di Jombang sudah pada besar-besar semua. Sibuk sendiri dengan kuliahnya. Jadi hanya Ubed yang menjadi hiburan tersendiri bagi mereka. Terlebih jika anak-anak Aksara ada di sana juga.Mahika mengangguk.

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 154 Masa Depan 1

    Hafsah tersenyum dengan gaunnya yang menerawang. Hadiah dari Kholifah. Beberapa saat dia mematung di kamar mandi. Memperhatikan penampilan barunya. Cantik juga dia memakai gaun kurang bahan itu."Pakailah nanti di malam pengantinmu. Membahagiakan suami pahalanya besar. Kamu pun tahu hal itu. Jadi nggak perlu Mbak perjelas," pesan Kholifah kemarin sore. Ketika baru tiba dari Jember dan menemuinya di kamar.Kholifah lah yang berhasil membuka minda Hafsah. Memarahi juga menasehati. Kholifah berceramah panjang lebar, banyak pandangan, hadist nabi yang di sampaikan dengan segala pemahaman. Baru dengan sepupunya itu hati Hafsah terbuka.Sedangkan dengan Latifa, sepupunya yang paling dekat di Surabaya, juga teman-temannya, justru malah sering mengompori untuk membenci Marisa. Mendukungnya merebut Aksara dari istrinya. Namun tidak dengan Kholifah yang sangat menentang keras dan menyebutnya perempuan tidak punya harga diri. Terkadang di tampar berkali-kali baru membuat seseorang sadar dengan

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 153 Merajut Asa 2

    Sarah beserta suami dan bapaknya juga bergabung dan bersalaman dengan keluarga Bu Arum.Wanita itu menggendong bayi lelaki yang tertidur pulas. Sedangkan ketiga anak yang lain tidak ikut. Sambil melangkah, Daniel mengajak ngobrol Johan dan Aksara. Apalagi kalau bukan bicara mengenai dunia bisnis. Daniel berencana hendak mengajak mereka bekerjasama. Marisa sendiri sudah resign satu bulan yang lalu. Disamping usaha suami dan iparnya mulai butuh tenaga ekstra, kehamilannya juga agak rewel. Namun masih sering bertemu, kalau Daniel datang ke kantor mereka.Mahika juga resign dari perusahaan Omnya. Sekarang fokus di kantor mereka sendiri. Alhamdulillah, perkembangan usaha mereka sangat bagus. Johan dan Aksara memang jenius membawa perusahaan ke arah yang lebih cemerlang. Mereka kompak dan saling melengkapi."Jangan lupa kabarin kalau kamu lahiran," ucap Sarah yang melangkah di sebelah Marisa."Pasti dong, Mbak," jawab Marisa sambil tersenyum.Pak Kyai, Bu Haji, Alim, dan Mifta yang menyam

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 152 Merajut Asa 1

    Marisa terkejut. Begitu pun dengan Mahika. Johan membaca undangan warna abu-abu itu, sedangkan Aksara meladeni Kenzi dan Ubed bermain. Sebenarnya dia mendengar, hanya saja memilih tidak menanggapi."Syukurlah, akhirnya memutuskan nikah juga ustadzah Hafsah, Ma," ujar Mahika seraya memperhatikan undangan yang tengah dibaca sang suami."Haikal Ahmad. Apa dia ustadz juga, Ma?" "Mama kurang paham, Ka. Katanya duda anak satu. Kakaknya yang jodohin sama laki-laki itu. Yang mama dengar, Haikal itu teman kuliahnya Mas Alim."Teman Alim? Pasti usia mereka terpaut lumayan jauh, karena Alim kakak sulungnya Hafsah. Mungkin Hafsah punya pertimbangan tersendiri kenapa menyetujui perjodohan dengan temannya Alim. Bisa jadi, dialah yang sanggup merobohkan keteguhan hati gadis itu."Hari Minggu depan ini, 'kan, Ma?" tanya Marisa."Iya, Ris. Habis akad nikah langsung resepsi. Seperti kamu dan Aksa dulu. Undangannya juga terbatas. Hanya kerabat dekat dan tetangga saja yang di undang."Meski mama, istri,

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 151 Undangan 2

    Johan tertawa lepas berderai sambil memperhatikan lalu lintas di hadapan. "Kamu ada-ada saja, sih, Yang.""Mas, malah ngakak. Sudah kubilang aku hanya penasaran.""Setelah banyak hal terjadi dan aku mendapatkan pasangan sepertimu, apa yang ingin kucari lagi. Di usia kita yang sekarang ini, apa yang ingin kita ambisikan lagi? Aku sangat bersyukur memilikimu dan Ubed. Kamu yang mau menerimaku apa adanya, membuatku bangkit dan sanggup menatap dunia. Memberikan support baik moril maupun materiil. Yang, mikir aneh-aneh itu hanya bikin timbulnya penyakit hati dan masalah."Yang. Ini panggilan spesial dari Johan untuk Mahika. "Iya, aku tahu. Kadang hal-hal begini bisa jadi itermezo percakapan kita. Tapi jujur saja, nggak ada maksud apapun selain sekedar ingin tahu." Mahika tersenyum seraya merangkul lengan suaminya."Aku paham. Kita sudah terlalu tua untuk menciptakan drama.""Tapi Sarah baik, Mas. Nggak seperti Hafsah yang cinta mati ke Aksara.""Memang sejak dulu dia suka Aksa. Hanya saja

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 150 Undangan 1

    "Kenzi masih tidur. Nggak usah khawatir. Mas sudah lihat tadi." Aksara menahan tubuh istrinya.Marisa urung bangkit dari atas pembaringan. Dia menatap sang suami yang mendadak sakau. Pagi ini Aksara berada pada titik kulminasi kesabarannya. Marisa kasihan dan merasa berdosa jika menghindari, karena dokter pun sebenarnya tidak melarang.Kamar kembali hening. Bisik lirih dan deru nafas yang terdengar di telinga masing-masing. Pengalaman beberapa bulan yang lalu membuat Aksara sangat berhati-hati. Meski dikuasai 'keinginan tingkat tinggi', tapi ia tidak ingin mengulang kesalahan yang pernah dilakukannya. Sebab dia pun sangat menginginkan anak itu. Semoga saja Marisa akan memberinya bayi perempuan yang cantik dan lucu. Pagi yang berakhir manis. Terbayar tunai hutang Marisa pada sang suami. Aksara tersenyum bahagia, secerah mentari pagi."I love you," bisiknya.Marisa mengeratkan pelukan. Perutnya yang sudah mulai membuncit di usia kehamilan sepuluh minggu, bersinggungan dengan tubuh Aks

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 149 Kabar Gembira 2

    Diam. Aksara memerhatikan jalanan yang ramai kendaraan dihadapan. Tak menyangka saja, keharmonisan yang tercipta tiga bulan ini ada sisi lain yang disembunyikan istrinya. Bahkan sangat rapi hingga dirinya tidak menyadari. Marisa memang pandai bermain rasa. Senyumnya merekah sepanjang hari. Melayani dirinya dan Kenzi dengan baik. Urusan ranjang yang tidak pernah diabaikan. Bahkan lebih membara dari sebelumnya. Marisa sangat pintar memang. Bagaimana sang istri meyakinkannya saat ia cemburu karena Marisa sering bertemu Hugo untuk urusan pekerjaan. Padahal batin Marisa sendiri masih perlu diyakinkan oleh urusan tentang Hafsah. "Tapi itu kisah selama tiga bulan kemarin, Mas. Kalau sekarang aku memutuskan untuk hamil, berarti semua keraguan itu bisa kuatasi sendiri." Marisa bicara sambil tersenyum. Aksara menarik lengannya pelan hingga Marisa bersandar di bahunya, sedangkan tangan kanannya fokus pegang kemudi. "Makasih, Sayang. Semoga sampai kapan pun kita bisa mengatasi ujian rumah tan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status