Share

Part 5 Marisa

last update Last Updated: 2023-03-29 12:40:27

Sambil sesekali menatap ke arah Marisa, Aksara meladeni perkataan Ubed yang tengah makan puding. Tadi dia sudah menyuapi bocah kecil itu makan bakso. Sabtu ini dia lembur setengah hari dan langsung menjemput sang keponakan ke rumahnya. Sebab tadi malam Mahika menelepon, karena Ubaidillah minta diajak ke kid zone. Diajak sang ibu sendiri tidak mau dan memilih Aksara yang menemani.

Aksara sudah terbiasa mengajak keponakannya sendirian untuk jalan-jalan atau membeli mainan. Dia tidak kaku meski belum pernah memiliki anak sendiri.

Sebisa mungkin Aksara akan menjadi sosok yang membuat Ubaidillah tidak kehilangan figur ayah. Semoga tak lama lagi kakaknya akan terbebas dari penjara.

Marisa yang menoleh bersitatap dengan Ubed yang memandang ke arahnya. Marisa tersenyum, ingat kalau dia bocah yang menabraknya beberapa hari yang lalu. "Ar, itu anak kecil yang menabrakku waktu di ITC, kan?"

Ari menoleh, turut memperhatikan. "Iya. Ih, ganteng bingit. Tapi mana mamanya, waktu kita jumpa kemarin juga berdua saja dengan papanya."

Marisa menggedikkan bahu. Kemudian melambaikan tangan dan tersenyum pada bocah kecil yang menatapnya sambil mulutnya komat-kamit mengunyah makanan. Pada saat yang bersamaan, Aksara memandangnya. Marisa mengangguk sopan sambil menangkupkan tangan di dada. Sebagai tanda meminta maaf karena telah mengganggu anaknya, itu pikiran Marisa.

Setelahnya mereka kembali sibuk di atas meja masing-masing.

"Kamu ini senyam-senyum. Dikira genit sama bapaknya. Entar emak anak itu tahu, kamu bisa dilabraknya. Belum kelar urusan Pak Daniel, ketambahan ini pula," tegur Ari.

"Aku cuman godain anaknya," bantah Marisa.

"Ar, apa tampangku ini seperti perempuan penggoda?"

Ari menatap sahabatnya. "Nggaklah. Pak Daniel aja yang kegenitan sama kamu."

Marisa berdecak lirih kemudian melihat ke arah jam tangannya. "Masih sejam lagi kita nunggu. Mau ke mana dulu sekarang. Duduk kelamaan di sini nggak enak sama yang punya kedai."

"Ikut aku saja. Beliin kaos buat Mas Yoyok."

Marisa mengikuti ajakan Ari. Keduanya pergi meninggalkan foodcourt tanpa menoleh lagi pada Aksara dan Ubed. Marisa khawatir dengan ucapan Ari tadi kalau menjadi kenyataan. Bagaimana jika istrinya laki-laki itu tahu. Bisa berabe. Dia sedang berusaha menghindari si bosnya, eh sekarang malah menciptakan perkara meski itu bukan tujuannya. Marisa hanya merasa gemas pada bocah laki-laki itu.

Keduanya masuk sebuah toko pakaian pria. Marisa menemani Ari memilih pakaian untuk calon suaminya. Meski diam, pikiran Marisa tak tenang. Uang yang di transfer Daniel membuatnya ketakutan. Dia harus mencari cara bicara dengan pria itu. Tapi kalau Mbak Tari sudah masuk kerja, bagaimana bisa ia menemui Daniel tanpa alasan. Kalau mengirimkan pesan sekarang, takut diketahui istrinya. Siapa tahu maksud baiknya ternyata pas disaat yang sial. Takut dituduh dia ada affair dengan Daniel.

Disisi lain hatinya, Marisa harus menyiapkan mental untuk menghadiri pernikahan Dimas. Lelaki yang pernah sangat dicintainya, yang pernah membangun impian untuk hidup bersama, tapi tak lama lagi dia akan bergelar suami orang. Semenjak putus, Marisa sudah memblokir nomer ponsel dan akun media sosial laki-laki itu.

Ari dibiarkannya memilih kaos sendiri. Meski tubuhnya sangat berisi, tapi selera fashion Ari jauh lebih bagus dari Marisa. Sambil menunggu Marisa duduk di sofa puff yang tersedia di sana. Sebab dia sudah hafal dengan temannya, Ari bisa memakan waktu lama untuk memilih apa yang tengah diinginkannya.

Dari pintu kaca yang terbuka, Marisa melihat pria di kedai bakso tadi masuk sambil menggendong bocah lelakinya.

Aksara tercekat sesaat saat bersipandang dengan Marisa. Entah kebetulan atau apa, dia berserempak beberapa kali dengan gadis yang sering dicarinya di dalam angkot.

"Mau cari apa, Mas?" tanya ramah pramuniaga pria yang menghampiri Aksara.

"Cari celana jeans yang warna biru dongker, Mas."

"Mari sini, Mas!" Pemuda berseragam biru itu mengajak Aksara masuk ke bagian dalam. Marisa memperhatikan langkah mereka karena bocah lelaki itu terus menatapnya dari balik pundak si om.

Tak lama kemudian sang pramuniaga membawakan dua buah celana menuju meja kasir. Aksara mengikuti sambil menggendong Ubed.

"Apa nggak dicoba aja dulu, Mas. Takutnya nanti nggak muat," tanya penjaga kasir.

"Enggak, Mbak. Saya rasa itu sudah pas buat saya," tolak Aksara karena dia tidak tega meninggalkan sang keponakan di luar kamar ganti.

"Sayang banget udah mahal kalau nanti nggak muat, Mas. Kami nggak menerima penukaran barang soalnya." Pramuniaga itu menjelaskan dengan sopan. "Beda merk terkadang juga selisih meski ukurannya sama," tambahnya lagi.

"Baiklah, saya coba." Aksara mengambil dua celana tadi dan menuju ruang ganti baju. Dia masuk sekalian dengan sang keponakan.

Semua yang Aksara lakukan diperhatikan oleh Marisa. "Lelaki itu tidak tega meninggalkan anaknya di luar sendirian," batinnya. Marisa menatap keluar. Memang tak ada perempuan yang mengikuti mereka. Diam-diam dia kagum pada lelaki yang tak canggung momong anaknya sendirian di tempat umum. Apalagi anaknya masih sangat kecil.

Tak lama Aksara keluar kamar fitting sambil menggandeng Ubed. "Om bayar dulu, ya. Setelah itu kita beli mainan," tutur Aksara pada keponakannya. Ubaidillah mengangguk.

Om? Marisa dengan jelas mendengar ucapan Aksara. Jadi, bocah itu bukan anaknya?

Pada saat yang bersamaan, Ari selesai memilih pakaian dan segera membayarnya ke kasir.

Akhirnya pertemuan itu berlalu begitu saja. Aksara sendiri tidak ingin gegabah bertindak. Meski Marisa sangat menarik perhatiannya.

***LS***

Najwa berjalan riang sambil menggandeng tangan Marisa. Mereka menyusuri trotoar di jalan kecil sepulang dari tempat les. Selesai menonton bersama Ari, Marisa langsung pulang dan turun di tempat les sang adik. Agar bisa menjemput si bungsu untuk pulang bersama.

Bocah perempuan itu bercerita tentang sekolahnya hari ini. Najwa sangat bahagia karena nilainya selalu lebih bagus dari teman-temannya. Marisa terharu. Bulian yang selalu dilontarkan oleh teman-teman Najwa, tak membuat adiknya patah semangat dan bermuram durja. Najwa tumbuh ceria meski tidak ada sosok ayah yang mendampingi. Tidak seperti Ziyan yang sekarang menjadi pendiam setelah ayah mereka tiada.

Bunyi klakson yang begitu dekat membuat Marisa dan Najwa menoleh.

"Om," teriak Najwa saat melihat seorang laki-laki yang berkacamata hitam membuka jendela mobilnya.

Marisa tak kalah kaget saat melihatnya. Sedangkan Aksara sudah lebih dulu kaget ketika iseng lewat jalan itu lagi dan melihat gadis kecil yang kemarin ditolongnya sedang bergandengan tangan dengan seseorang yang menarik perhatiannya akhir-akhir ini. Makanya ia memelankan kendaraan dan mengikuti.

"Mbak, Om itu yang kemarin menolongku," kata Najwa.

"Oh ya?" Marisa berhenti. Begitu juga dengan Aksara yang menghentikan kendaraannya. Gadis itu menggandeng sang adik untuk menghampiri Aksara.

"Mas, makasih ya. Kemarin nganterin adik saya pulang."

"Nggak apa-apa. Itu kebetulan saja karena saya lewat sini. Tak menyangka juga kita bertemu beberapa kali, kan."

Marisa mengangguk sambil tersenyum. Kemudian memerhatikan ke dalam mobil Aksara. "Loh, adik kecil tadi mana?"

"Sudah saya antar pulang ke rumah ibunya. Dia anak dari kakak saya."

"Oh ...," jawab Marisa sambil mengangguk.

"Mari pulang bareng saya. Rumah kamu gang depan sana, kan?"

"Enggak usah, terima kasih. Udah deket kok," tolak Marisa sopan.

"Naiklah. Aku lewat sana juga nanti." Aksara membuka pintu mobilnya. Marisa masih termangu karena merasa asing dengan Aksara. Walaupun beberapa kali sempat bertemu, tapi itu pertemuan yang tidak sengaja.

"Ayolah! Kenapa ragu. Apa aku terlihat seperti orang jahat?"

Marisa tersenyum. Zaman sekarang ini buaya pun terlihat sangat atletis dan tampan. Banyak uang pula. Seperti bosnya yang terlihat dingin dan seperti enggan menatap perempuan lain, nyatanya punya pemikiran konyol ingin menjadikannya wanita simpanan.

"Oke, saya nggak maksa. Kalau boleh tahu namamu siapa?"

"Marisa."

Oh jadi ini kakak yang kemarin disebut oleh gadis kecil itu. Gadis kecil yang sekarang menatapnya kagum.

"Nanti kalau kita nggak sengaja bertemu, saya akan menyapamu."

Marisa mengangguk. Kemudian izin jalan dulu bersama sang adik. Seperti kemarin, Aksara mengikuti hingga kedua kakak beradik itu sampai di gang rumah mereka.

"Terima kasih, Mas," ucap Marisa ketika mereka berpisah di depan gang.

Aksara mengangguk lantas melaju pergi. Marisa menepuk jidatnya sendiri, kenapa ia lupa menanyakan nama pria itu?

***LS***

Malam itu Aksara duduk menonton televisi berdua bersama sang mama. Awalnya Bu Arum bertanya mengenai sang cucu yang tadi diajak jalan oleh putranya.

"Besok Mbak Mahika ke sini, Ma."

"Iya, tadi dia sudah menelepon. Mama bilang kalau siang mau ada pengajian ibu-ibu di rumah kita."

"Mama, serius mau melamar Hafsah?" tanya Aksara tidak sabar setelah beberapa hari ini tidak sempat menanyakan pada sang mama.

"Sebenarnya sejak dulu mama dan papamu nggak pernah ikut campur soal gadis mana yang ingin kalian pilih sebagai istri. Mama nggak pilih-pilih menantu, Sa. Tapi sekarang mama kepikiran karena mama makin tua dan kamu nggak segera menikah. Udah beberapa tahun ini nggak pernah kamu kenalkan seorang perempuan pada mama."

Bu Arum diam mengambil jeda, kemudian kembali bicara. "Hafsah gadis yang baik. Kita juga berhutang budi pada keluarga Pak Abdul Qodir. Mereka yang banyak berjasa pada kita saja merendah bilang ingin mengambilmu sebagai menantu, apa kita tega menolaknya? Mereka nggak mempermasalahkan kasus yang menimpa keluarga kita."

Hening.

Aksara menatap lurus ke layar televisi. Lawakan konyol di sana tak bisa memancing tawanya. Hatinya dalam dilema. Orang bilang 'tresno jalaran soko kulino'. Apa itu berlaku baginya?

Setelah patah hati dari Delia, Aksara mencoba menjalin hubungan dengan gadis lain. Nyatanya cinta tetap tidak bisa dipaksa. Dan dia tidak ingin pada akhirnya akan melukai Hafsah.

Sementara sekarang ada sosok lain yang kembali bisa mengetuk hatinya setelah kehilangan Delia. Walaupun dia belum mengenal baik siapa gadis itu. Dan tidak tahu apakah dia juga punya rasa yang sama atau tidak. Namun Aksara tidak ingin melukai perempuan lagi setelah ia putus dengan kekasihnya. Bagi Aksara, cinta itu diperlukan untuk memulai sebuah hubungan.

Semalaman Aksara nyaris tidak bisa tidur. Ia kepikiran percakapan dengan sang mama. Benarkah ini titik final dia harus menyerah?

***LS***

Matahari pagi telah beranjak naik. Aksara bermandi keringat setelah joging di halaman samping rumahnya.

Sesekali ia tersenyum dan menyapa ramah pada tetangga yang datang untuk membantu mamanya memasak di dapur. Sudah dua tahunan ini para tetangga bersikap seperti biasa lagi setelah kasus Johan tujuh tahun yang lalu.

Dia memandang mobil Mahika yang memasuki halaman rumah. Setelah mobil berhenti Aksara mendekat. Membuka pintu untuk menyambut jagoan kecil yang selalu lengket dengannya.

"Aksa, nanti kalau ada yang nganterin kue panggil Mbak di belakang, ya. Kemarin Mbak pesen kue dan langsung Mbak suruh antar ke rumah mama." Mahika bicara pada Aksara.

"Ya, Mbak."

Mahika dan ART-nya yang ikut serta langsung masuk ke dalam rumah. Aksara bermain dengan Ubaidillah di halaman.

Tidak lama kemudian datang sepeda motor yang membawa kardus besar di boncengan. Aksara kaget saat gadis itu membuka helm. Marisa tersenyum ramah dan menyapanya. "Mas, ini rumah, Mas?" tanya Marisa sambil turun dari motor.

Aksara tersenyum. "Ya."

"Saya mau nganterin pesenan kue atas nama Bu Mahika."

"Iya. Dia kakak saya." Aksara memanggil Mbak Siti yang ada di samping rumah untuk memanggilkan Mahika.

Wanita itu keluar dan memberikan pembayaran pada Marisa. Mbak Siti yang membantu Mahika mengangkat kardus masuk ke dalam rumah.

Aksara menahan dan mengajak Marisa berbincang-bincang sejenak. Dari sini akhirnya dia tahu Marisa kerja di mana. Dia gadis yang sopan dan gampang bergaul. Ubaidillah juga akrab dengannya.

Tak lama kemudian datang Bu Abdul bersama dengan Hafsah. Gadis bertudung cokelat itu tersenyum ramah pada Aksara dan Marisa.

"Ubed, sini. Tante punya cokelat untukmu," panggil Hafsah pada Ubaidillah yang langsung berlari menghampiri.

* * *

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Diajheng Widia
kebetulan yang kebangetan yaaa... terus terusan ketemuu jodoh kali yaa🫣
goodnovel comment avatar
Erni Erniati
harusnya bu Arum gk maksain Aksara buat menerima perjodohan. apalagi klo niatnya gk enk hati dan balas budi.
goodnovel comment avatar
Barra
bu Arum jangan memaksa gaya karena tak enak hati dan balas budi
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 6 Mulai Dekat

    Hafsah berjongkok sambil memberikan sebatang cokelat pada bocah kecil yang menggemaskan di depannya. Sekilas dia memandang Marisa yang duduk tak jauh dari Aksara.Marisa sendiri segera bangkit dari duduknya. "Maaf, Mas. Saya permisi dulu ya. Tolong sampaikan ucapan terima kasih saya pada mbaknya tadi."Meski tak rela Marisa pergi secepat itu, tapi Aksara hanya bisa mengangguk dan memerhatikan Marisa yang tengah memakai helmnya."Mari, Mbak." Marisa mengangguk sopan pada Hafsah. Gadis berjilbab itu tersenyum sambil mengangguk juga. Marisa pergi mengendarai motor matic-nya.Setelah memberikan cokelat, Hafsah kembali berdiri. Tersenyum sebentar pada Aksara kemudian masuk rumah lewat pintu samping. Dalam hati sempat bertanya-tanya tentang gadis cantik yang duduk bersama Aksara. Rasa nyeri sangat terasa di lubuk hati. Apakah dia kekasih pria yang dikagumi diam-diam? Namun akhirnya lega setelah mendengar dari Mbak Siti, bahwa gadis tadi hanya pengantar kue.Sementara Aksara masih menemani U

    Last Updated : 2023-03-29
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 7 Salah Sangka

    "Mbak Risa, Mas Aksara yang nelepon." Ulfa yang tidak sabar meraih ponsel milik kakaknya dan mengulurkan pada Marisa. "Angkat gih, Mbak bisa minta tolong nganterin daripada naik taksi."Nganterin? Marisa sungkan sebenarnya. "Halo, assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Aku sedang ada di jalan ini. Mau nggak kuajak ke Surabaya Great Expo?""Maaf, hari ini aku mau kondangan ke mantanku, Mas.""Oh ya? Di mana?""Di hotel Mataram.""Kamu sudah berangkat?""Belum. Ini baru mau pesan taksi.""Nggak usah pesan taksi. Aku bisa mengantarmu. Sebentar lagi aku udah nyampe rumahmu.""Apa aku nggak ngrepotin? Mas Aksara kan mau pergi ke expo?""Kita bisa pergi sepulangnya kamu dari kondangan. Tunggu saja di rumah, tak lama lagi aku sampai.""Oh, iya," jawab Marisa kemudian meletakkan ponselnya karena tanpa salam Aksara telah memutuskan panggilan."Gimana?" tanya Ulfa."Sebenarnya dia mau ngajak aku ke expo. Tapi aku bilang mau kondangan. Dia mau nganterin."Ulfa langsung berbinar bahagia. Gadis itu

    Last Updated : 2023-03-29
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 8 Pesan tak Terjawab 1

    Meski terkejut, Marisa berusaha tetap tenang mengendalikan perasaan. Kemudian Mbak Siti masuk ke dalam. Sosok gadis bernama Hafsah menjelma dalam benaknya. Dari pakaian yang dikenakannya, sudah bisa ditebak dia perempuan seperti apa. Cantik, terpelajar, dan salehah tentunya.Marisa memainkan jemarinya. Bertaut satu sama lain, menunjukkan keresahannya. Dia tidak boleh kecewa, bukankah antara dirinya dan Aksara tidak memiliki hubungan apa-apa. Ditariknya napas dalam-dalam. "Sudah lama datang?" Pertanyaan seorang wanita yang memakai jilbab lebar itu mengejutkan Marisa. Bu Arum muncul dari pintu yang menghubungkan dengan ruang dalam. Wanita itu tersenyum ramah dan menyambut uluran tangan Marisa yang kemudian mencium punggung tangannya."Saya belum lama sampai, Bu," jawab Marisa sopan. Lantas kembali duduk setelah Bu Arum juga duduk. Dia merasa canggung saat mamanya Aksara memperhatikannya."Maaf, nunggu lama ya. Aku salat zhuhur tadi." Aksara muncul dan meminta maaf."Ya, nggak apa-apa,

    Last Updated : 2023-03-29
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 9 Pesan tak Terjawab 2

    Apa Aksara ini seperti Daniel si bosnya? Udah punya pasangan masih juga butuh gebetan lain. Tapi kenapa harus Marisa lagi. Apa tampangnya ini seperti wanita penggoda, gampangan, dan murahan? Perasaan Marisa teriris pedih."Besok aku jemput kamu pulang kantor. Kamu pulang jam empat, kan?" Aksara membuka suara setelah beberapa saat saling diam. "Nggak usah, Mas. Nanti ngrepotin aja. Tempat kerja Mas kan di Gresik.""Nggak apa-apa. Tapi ya memang kamu harus nunggu sampai aku tiba di kantormu."Marisa menggeleng. "Nggak usah, makasih." Tidak perlu bertanya soal tunangan, lebih baik dirinya yang tahu diri dan membatasi interaksi dengan Aksara. Jika ditanya belum tentu mengaku, parahnya lagi dikira nanti dirinya yang ke GR-an dengan pertemanan mereka. Karena pernah lelah dan terluka membuat Marisa harus menjaga diri.Mobil berhenti di depan gang rumah Marisa. Jarak rumah mereka sebenarnya tidak jauh, hanya saja mesti jalan memutar, mengikuti rambu-rambu jalan. Ketika mobil hendak berbelok

    Last Updated : 2023-03-29
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 10 Kamu 1

    Marisa kaget saat melihat pria tegap berdiri menunggunya. Hendak berbalik juga tidak mungkin, karena hanya jalan depan sana yang dilalui angkutan umum dan melewati tempat kerjanya. Gadis itu melangkah dengan pelan, sedangkan Aksara berdiri menunggunya dengan kedua tangan masuk dalam saku celana.Makin dekat dada Marisa kian berdebar-debar. Kenapa Aksara mencarinya? Apa dia seperti Daniel yang nekat walaupun sudah punya pasangan?Senyum Aksara makin manis, saat gadis itu kian mendekat. Marisa meredam debaran dalam dada dan membalas senyum Aksara. "Mas Aksara, kok ada di sini?" tegur Marisa."Aku ingin bertemu kamu. Katanya aku nggak boleh datang ke rumah. Ayo, kuantar ke kantor sebelum banyak orang melihat kita." Aksara membuka pintu mobil untuk Marisa.Tak ada pilihan lain selain mengikuti ajakan Asara. Daripada nanti tetangga gangnya keburu melihat."Kamu sudah sarapan?" tanya Aksara pada Marisa yang masih diam."Sudah.""Sebenarnya aku mau ngajakin kamu sarapan.""Enggak usah, Mas.

    Last Updated : 2023-03-29
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 11 Kamu 2

    Mereka kembali saling pandang dan Marisa yang lebih dulu mengalihkan perhatian. Memang Daniel tidak minta imbalan secara langsung, tapi sebenarnya dia dirayu secara halus. Jika telah banyak yang ia terima, maka dengan sukarela Marisa akan takluk padanya.Hening memanjang. Daniel sengaja diam dan membiarkan Marisa kebingungan dan serba salah. Setelah melihat jam dinding, gadis itu mengambil ponselnya. "Saya permisi dulu, Pak," pamit Marisa. Dirinya harus keluar sebelum staf lainnya masuk ruangan.Daniel tidak menjawab, tapi membiarkan Marisa keluar tanpa membawa oleh-oleh yang diberikannya. Bukan Daniel kalau menyerah. Terlebih terhadap gadis jual mahal seperti Marisa. Dia makin tertantang untuk menaklukkannya.Meski suhu ruangan lumayan dingin, tapi Marisa berpeluh. Apalagi saat keluar ruangan bos, beberapa staf yang sudah berada di meja kerja masing-masing menatapnya dengan heran. "Pak Daniel, sudah pulang?" tanya Ari lirih seperti biasanya.Marisa mengangguk."Urusanmu tentang ua

    Last Updated : 2023-03-29
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 12 Aksara 1

    Untuk beberapa saat Marisa diam tercekat sambil memandang laki-laki yang duduk tepat di depannya. Tak percaya dengan jawaban Aksara."Jangan bercanda, Mas.""Loh, siapa yang bercanda? Aku ngomong serius."Keduanya saling pandang dan Marisa yang mengalihkan perhatian terlebih dahulu. Mungkin wajahnya sekarang sudah semerah tomat. Atau bisa jadi malah terlihat pucat. Bibirnya terkunci tidak tahu mau ngomong apa. "Nanti kuantarkan kamu sampai di rumah. Aku akan bilang pada ibumu, bahwa aku ingin menjadikanmu istriku."Belum reda rasa kagetnya. Marisa kian membeku dengan ucapan Aksara baru saja. Bahkan jemarinya terasa dingin dan matanya mulai berkabut. Dalam dada bagai ribuan genderang berbunyi bertalu-talu. Riuh dengan berbagai rasa. Bahagia, takjub, dan tidak percaya.Gadis itu menarik napas dalam-dalam. Kemudian memberanikan diri menatap mata Aksara. "Mas, tahu siapa saya 'kan? Keluarga saya, tanggungjawab saya.""Ya, aku tahu. Aku juga bukan orang kaya, Risa. Tapi dengan gajiku, kur

    Last Updated : 2023-03-30
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 13 Aksara 2

    "Tehnya, Mas!" ucap Marisa lantas duduk di samping sang ibu.Sebenarnya ini bukan kali pertama Aksara datang ke rumah Marisa. Dulu sudah pernah dua kali sebelum gadis itu melarangnya karena takut menjadi pergunjingan tetangga."Silakan diminum, Nak Aksa. Maaf ya, nanti jangan lama-lama. Bukan maksud ibu mengusir, tapi kami hanya menjaga agar tidak ada pandangan negatif dari tetangga," kata Bu Rahmi dengan nada hati-hati. Aksara datang dengan sopan, walaupun Bu Rahmi jauh lebih tua tapi harus tetap mengimbanginya dengan sopan. "Ya, Bu. Saya paham." Aksara meraih gagang gelas dan menghabiskan setengah isinya. Meski perutnya sudah kenyang."Ibu, jangan cemas. Saya nggak ada niatan mempermainkan Marisa. Tadi saya sudah bicara, kalau hendak melamarnya." Kata-kata yang cukup lancar dan jelas itu membuat Bu Rahmi kaget. Marisa juga terdiam. Tak menyangka kalau Aksara akan bicara dengan ibunya malam itu juga. Bu Rahmi memandangi Marisa yang duduk di sebelahnya. Kemudian kembali beralih meman

    Last Updated : 2023-03-30

Latest chapter

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 157 Anniversary 2

    Sebagian perempuan pasti suka barang kemas seperti itu. Disamping bisa mempercantik diri dan melengkapi penampilan, perhiasan juga bisa menjadi barang investasi."Tadi niatnya aku yang mau bikin kejutan. Tapi justru Mas yang bikin aku kaget. Malah aku nggak nyiapin kado. Mas, mau kado apa?" tanya Marisa. Kedua tangannya masih bergelayut manja di leher sang suami."Sayang, kamu serius ingin mas memilih sendiri kadonya?"Marisa mengangguk yakin. Apa yang ditakutkan? Toh biasanya mereka akan merayakan hari spesial dengan cara menghabiskan sepanjang malam dalam kemesraan."Pilih saja. Mas, mau kado apa?" Marisa menatap lekat wajah suaminya."Anak," jawab Aksara singkat tapi serius."Apa?""Anak ketiga. Katanya Mas harus milih sendiri. Makanya Mas pilih anak."Senyum Marisa masih bertahan, ia ingin merayu sang suami agar mengganti permintaan. "Coba minta yang lain?""Nggak bisa, Sayang. Mas disuruh milih kan tadi, ya udah mas pilih anak. Tapi kamu nggak boleh curang, nanti diam-diam pakai

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 156 Anniversary 1

    Marisa tersenyum ramah dan menyalami Mahika dan keluarganya yang menunggu di meja panjang. Tempat yang telah di booking tadi siang. Aksara juga melakukan hal yang sama. Membimbing kedua anaknya untuk salim pada mereka."Maaf, Mama nunggu lama, ya?" Marisa mencium kedua pipi mertuanya."Enggak. Kami juga baru saja sampai," jawab Bu Arum lirih.Beberapa pelayan restoran menyuguhkan minuman.Aksara dan Marisa duduk bersebelahan. Sedangkan anak-anak duduk bersama Ubed di sebelah Mahika. Si centil Keisya sangat dekat dengan budhenya.Mbak Siti, Mbak Dwi, dan pengasuh Ubed juga ikut duduk bergabung di sana. Bu Arum mengajarkan pada putra-putranya agar tidak membedakan mereka. Makanya mereka pada betah bekerja. Marisa heran karena Aksara diam, tidak juga bertanya sebenarnya mereka ada acara apa. Mungkin sang suami mikirnya hanya makan malam biasa. Tak apalah, bukankah sudah lumrah kalau suami jarang yang ingat dengan momen-momen tertentu dalam hidupnya. Bahkan tanggal lahirnya pun terkadan

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 155 Masa Depan 2

    "Mbak, aku mau ngajak Mbak Mahika dan Mas Johan bikin surprise untuk anniversary pernikahan kami yang ketujuh."Mahika menatap lekat Marisa. "Hari ini anniversary pernikahan kalian?"Marisa mengangguk. "Sepertinya Mas Aksa lupa sama hari ini. Makanya aku ingin mengajak kalian bikin surprise. Tadi aku sudah telepon Kafe Harmoni untuk booking tempat. Kita dinner malam ini. Aku sudah telepon Mama sehabis makan siang tadi.""Oke, jam berapa nanti?" tanya Mahika."Jam tujuh sampai kafe. Nanti Mbak sama Mas Johan yang jemput mama, ya. Aku langsung ngajak Mas Aksa dan anak-anak ke kafe. Ajak sekalian papa dan mamanya Mbak Mahika."Kebetulan Pak Raul dan Bu Raul memang berada di rumah Mahika sudah dua hari ini. Setelah pensiun, Pak Raul memang lebih sering datang ke Surabaya. Sebab cucu-cucunya di Jombang sudah pada besar-besar semua. Sibuk sendiri dengan kuliahnya. Jadi hanya Ubed yang menjadi hiburan tersendiri bagi mereka. Terlebih jika anak-anak Aksara ada di sana juga.Mahika mengangguk.

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 154 Masa Depan 1

    Hafsah tersenyum dengan gaunnya yang menerawang. Hadiah dari Kholifah. Beberapa saat dia mematung di kamar mandi. Memperhatikan penampilan barunya. Cantik juga dia memakai gaun kurang bahan itu."Pakailah nanti di malam pengantinmu. Membahagiakan suami pahalanya besar. Kamu pun tahu hal itu. Jadi nggak perlu Mbak perjelas," pesan Kholifah kemarin sore. Ketika baru tiba dari Jember dan menemuinya di kamar.Kholifah lah yang berhasil membuka minda Hafsah. Memarahi juga menasehati. Kholifah berceramah panjang lebar, banyak pandangan, hadist nabi yang di sampaikan dengan segala pemahaman. Baru dengan sepupunya itu hati Hafsah terbuka.Sedangkan dengan Latifa, sepupunya yang paling dekat di Surabaya, juga teman-temannya, justru malah sering mengompori untuk membenci Marisa. Mendukungnya merebut Aksara dari istrinya. Namun tidak dengan Kholifah yang sangat menentang keras dan menyebutnya perempuan tidak punya harga diri. Terkadang di tampar berkali-kali baru membuat seseorang sadar dengan

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 153 Merajut Asa 2

    Sarah beserta suami dan bapaknya juga bergabung dan bersalaman dengan keluarga Bu Arum.Wanita itu menggendong bayi lelaki yang tertidur pulas. Sedangkan ketiga anak yang lain tidak ikut. Sambil melangkah, Daniel mengajak ngobrol Johan dan Aksara. Apalagi kalau bukan bicara mengenai dunia bisnis. Daniel berencana hendak mengajak mereka bekerjasama. Marisa sendiri sudah resign satu bulan yang lalu. Disamping usaha suami dan iparnya mulai butuh tenaga ekstra, kehamilannya juga agak rewel. Namun masih sering bertemu, kalau Daniel datang ke kantor mereka.Mahika juga resign dari perusahaan Omnya. Sekarang fokus di kantor mereka sendiri. Alhamdulillah, perkembangan usaha mereka sangat bagus. Johan dan Aksara memang jenius membawa perusahaan ke arah yang lebih cemerlang. Mereka kompak dan saling melengkapi."Jangan lupa kabarin kalau kamu lahiran," ucap Sarah yang melangkah di sebelah Marisa."Pasti dong, Mbak," jawab Marisa sambil tersenyum.Pak Kyai, Bu Haji, Alim, dan Mifta yang menyam

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 152 Merajut Asa 1

    Marisa terkejut. Begitu pun dengan Mahika. Johan membaca undangan warna abu-abu itu, sedangkan Aksara meladeni Kenzi dan Ubed bermain. Sebenarnya dia mendengar, hanya saja memilih tidak menanggapi."Syukurlah, akhirnya memutuskan nikah juga ustadzah Hafsah, Ma," ujar Mahika seraya memperhatikan undangan yang tengah dibaca sang suami."Haikal Ahmad. Apa dia ustadz juga, Ma?" "Mama kurang paham, Ka. Katanya duda anak satu. Kakaknya yang jodohin sama laki-laki itu. Yang mama dengar, Haikal itu teman kuliahnya Mas Alim."Teman Alim? Pasti usia mereka terpaut lumayan jauh, karena Alim kakak sulungnya Hafsah. Mungkin Hafsah punya pertimbangan tersendiri kenapa menyetujui perjodohan dengan temannya Alim. Bisa jadi, dialah yang sanggup merobohkan keteguhan hati gadis itu."Hari Minggu depan ini, 'kan, Ma?" tanya Marisa."Iya, Ris. Habis akad nikah langsung resepsi. Seperti kamu dan Aksa dulu. Undangannya juga terbatas. Hanya kerabat dekat dan tetangga saja yang di undang."Meski mama, istri,

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 151 Undangan 2

    Johan tertawa lepas berderai sambil memperhatikan lalu lintas di hadapan. "Kamu ada-ada saja, sih, Yang.""Mas, malah ngakak. Sudah kubilang aku hanya penasaran.""Setelah banyak hal terjadi dan aku mendapatkan pasangan sepertimu, apa yang ingin kucari lagi. Di usia kita yang sekarang ini, apa yang ingin kita ambisikan lagi? Aku sangat bersyukur memilikimu dan Ubed. Kamu yang mau menerimaku apa adanya, membuatku bangkit dan sanggup menatap dunia. Memberikan support baik moril maupun materiil. Yang, mikir aneh-aneh itu hanya bikin timbulnya penyakit hati dan masalah."Yang. Ini panggilan spesial dari Johan untuk Mahika. "Iya, aku tahu. Kadang hal-hal begini bisa jadi itermezo percakapan kita. Tapi jujur saja, nggak ada maksud apapun selain sekedar ingin tahu." Mahika tersenyum seraya merangkul lengan suaminya."Aku paham. Kita sudah terlalu tua untuk menciptakan drama.""Tapi Sarah baik, Mas. Nggak seperti Hafsah yang cinta mati ke Aksara.""Memang sejak dulu dia suka Aksa. Hanya saja

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 150 Undangan 1

    "Kenzi masih tidur. Nggak usah khawatir. Mas sudah lihat tadi." Aksara menahan tubuh istrinya.Marisa urung bangkit dari atas pembaringan. Dia menatap sang suami yang mendadak sakau. Pagi ini Aksara berada pada titik kulminasi kesabarannya. Marisa kasihan dan merasa berdosa jika menghindari, karena dokter pun sebenarnya tidak melarang.Kamar kembali hening. Bisik lirih dan deru nafas yang terdengar di telinga masing-masing. Pengalaman beberapa bulan yang lalu membuat Aksara sangat berhati-hati. Meski dikuasai 'keinginan tingkat tinggi', tapi ia tidak ingin mengulang kesalahan yang pernah dilakukannya. Sebab dia pun sangat menginginkan anak itu. Semoga saja Marisa akan memberinya bayi perempuan yang cantik dan lucu. Pagi yang berakhir manis. Terbayar tunai hutang Marisa pada sang suami. Aksara tersenyum bahagia, secerah mentari pagi."I love you," bisiknya.Marisa mengeratkan pelukan. Perutnya yang sudah mulai membuncit di usia kehamilan sepuluh minggu, bersinggungan dengan tubuh Aks

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 149 Kabar Gembira 2

    Diam. Aksara memerhatikan jalanan yang ramai kendaraan dihadapan. Tak menyangka saja, keharmonisan yang tercipta tiga bulan ini ada sisi lain yang disembunyikan istrinya. Bahkan sangat rapi hingga dirinya tidak menyadari. Marisa memang pandai bermain rasa. Senyumnya merekah sepanjang hari. Melayani dirinya dan Kenzi dengan baik. Urusan ranjang yang tidak pernah diabaikan. Bahkan lebih membara dari sebelumnya. Marisa sangat pintar memang. Bagaimana sang istri meyakinkannya saat ia cemburu karena Marisa sering bertemu Hugo untuk urusan pekerjaan. Padahal batin Marisa sendiri masih perlu diyakinkan oleh urusan tentang Hafsah. "Tapi itu kisah selama tiga bulan kemarin, Mas. Kalau sekarang aku memutuskan untuk hamil, berarti semua keraguan itu bisa kuatasi sendiri." Marisa bicara sambil tersenyum. Aksara menarik lengannya pelan hingga Marisa bersandar di bahunya, sedangkan tangan kanannya fokus pegang kemudi. "Makasih, Sayang. Semoga sampai kapan pun kita bisa mengatasi ujian rumah tan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status