Beranda / Romansa / Di Antara Dua Pilihan / Part 3 Gadis Pemberani

Share

Part 3 Gadis Pemberani

Penulis: Lis Susanawati
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-27 10:12:02

Marisa tercekat. Tubuhnya seolah terpaku di tempat dengan jantung yang berdetak kencang. Nekat benar si bos ini.

"Maaf, Pak. Sa-saya ... saya nggak bisa," jawab gadis itu terbata. Kemudian dengan langkah cepat meninggalkan ruangan sambil membawa berkas laporan di tangan.

Sampai di mejanya pun tubuh Marisa masih gemetar. Daniel mulai melangkah lebih berani lagi. Sekarang mengajaknya nonton, besok entah apalagi. Saat ini dia bisa menolak, tidak tahu kemudian hari nanti. Namun apapun yang terjadi, dia tidak akan meladeni pria beristri itu.

"Sssttt, ngapain kamu? Kaya lihat hantu saja," tegur Ari yang nongol di sampingnya. Marisa menoleh sebentar pada rekannya, kemudian mulai membuka laporan yang harus dibenahi. Jika tidak segera dikerjakan, dia pula yang akan dikerjai oleh bosnya.

"Ada yang salah lagi?" tanya Ari masih penasaran dengan sikap Marisa.

"Nanti saja aku cerita," jawab gadis itu tanpa menoleh. Ari kembali duduk daripada mengundang perhatian staf yang lain.

Sementara di dalam ruangannya, Daniel menatap tajam lurus ke pintu. Di mana Marisa hilang dari pandangannya. Di saat perempuan di luar sana mengejar-ngejar dirinya, meski tahu ia telah beristri. Tapi gadis itu berani sekali menolaknya. Menolak kemewahan yang ia tawarkan. Sejak masih bujangan, mana ada gadis yang mengabaikan pesonanya. Justru berlomba-lomba menarik perhatiannya. Daniel kecewa dengan Marisa, tapi juga tertantang. Perasaannya sudah segila itu.

Daniel berdiri kemudian keluar ruangan. Marisa sama sekali tidak memandang ke arahnya saat ia lewat di depannya. Gadis itu menunduk memperhatikan kertas di meja.

Beberapa langkah kemudian, Daniel berbalik dan kembali menghampiri meja Marisa. "Setelah aku kembali. Laporan ini sudah harus selesai." Daniel berkata dengan nada dingin.

"Ya, Pak," jawab Marisa sambil mengangguk. Mata itu begitu tajam menatap Marisa. Andai ia tidak membuat kesalahan mengenai laporan itu, pasti ia beranikan diri menentang tatapan Daniel. Ingin ditunjukkannya pada pria itu, meski miskin ia punya harga diri.

Daniel melangkah menjauh dan hilang masuk lift. Biasanya kalau suntuk, pria itu akan mendatangi kafe temannya. Duduk di sana menikmati kopi hingga berjam-jam, kalau tidak ada pekerjaan dan meeting penting dengan papanya.

"Kamu kenapa? Ribut lagi sama Shela atau ada masalah di kantor?" tanya Tito pemilik kafe setelah duduk di depan Daniel.

"Aku lebih banyak diam daripada ribut sekarang. Percuma juga bicara. Banyak hal yang membuat kami tak lagi sepaham. Dia nggak pernah minta pendapatku mengenai apapun termasuk urusan anak-anak," jawab Daniel sambil mengaduk kopinya.

"Kasihan anak-anak kalau kalian seperti ini terus. Cobalah ajak dia bicara serius."

"Percuma, ujung-ujungnya pasti berselisih paham. Aku sebenarnya nggak ingin anak-anak diforsir dengan banyaknya kegiatan. Sampai mereka nggak punya waktu untuk bermain. Pokoknya banyak yang membuat kami berselisih paham."

Tito tersenyum. Ternyata berlimpahan harta tak membuat hidup tenang dan bahagia. Daniel dan Shela lahir dari keluarga konglomerat yang bisnis dan hartanya ada di mana-mana. Tapi rumah tangga mereka hanya diwarnai keributan saja, karena sama-sama egois dan merasa punya kuasa. Sama-sama ingin membeli harga diri pasangannya.

"Btw, bagaimana dengan gadis yang kamu ceritakan itu. Staf kamu maksudku."

Daniel tersenyum getir. "Dia menolakku."

Tito tertawa lebar. "Soalnya dia waras, Bro." Tawa Tito makin keras berderai-derai. Sedangkan Daniel hanya diam memperhatikan kopi hitam dalam cangkir. Pemilik kafe itu adalah satu-satunya teman tempat Daniel bisa bicara mengenai banyak hal. Termasuk tentang Marisa. Bahkan niatan konyolnya untuk menjadikan gadis itu sebagai istri kedua juga pernah diutarakan pada Tito.

Satu jam ngobrol dengan rekannya di kafe, Daniel bangkit dari duduknya. Kembali lebih cepat akan lebih baik. Marisa tentu belum selesai membenahi laporan tadi. Bagus kan, dia bisa mengerjai gadis yang dengan berani menolaknya.

"Tumben kamu tergesa-gesa," seloroh Tito yang kembali menghampirinya setelah menerima telepon.

Daniel hanya menjawab dengan bergumam lirih sambil melepaskan jas hitam yang dipakainya.

"Jangan main api. Terbakar baru tau rasa nanti." Tito mengingatkan Daniel sambil mengantar sahabatnya itu hingga ke teras kafe.

"Aku memang ingin terbakar. Hangus sekalian malah lagi bagus."

"Gila kamu, Dan."

Daniel tersenyum getir. Ketika hendak membuka pintu mobil, ponselnya berdering. Ada pesan dari relasi kerja kalau dirinya sedang ditunggu di kantor rekannya itu sekarang. Pria berkemeja biru itu berdecak lirih. Kenapa dia lupa kalau janjian dengan relasinya. Jadi gagal hendak mengerjai Marisa lagi.

***LS***

Perjalanan ke Jember harus ditunda karena ada meeting yang tidak bisa ditinggalkan. Akhirnya setengah hari itu ia duduk di ruang rapat untuk membahas projek baru perusahaan. Namun bayangan perempuan yang dua kali di temuinya dalam dua hari ini mengusik konsentrasinya.

Aksara ingat, gadis yang melamun dalam angkot tadi adalah perempuan yang ditabrak keponakannya kemarin sore di mall. Siapa dia?

Tepat jam sebelas siang Aksara keluar dari ruang meeting. Hari ini dia harus menyediakan shop drawing dan membuat perhitungan konstruksi yang diperlukan untuk projek baru perusahaan. Jadwal kerjanya sangat padat. Di atas meja kerjanya menumpuk beberapa berkas yang harus diperiksanya. Meneliti spesifikasi data butuh konsentrasi, tapi pikirannya pun sedang kalut dengan permintaan sang mama untuk mempertimbangkan Hafsah.

Kyai Abdul Qodir memang sangat berjasa pada keluarganya. Tapi apa itu harus dibalas dengan persetujuan untuk menikahi putrinya? Mereka memang tidak memaksa, tapi dia harus tahu diri juga.

Ponsel di atas meja berdering ketika Aksara baru saja membuka lembar pertama berkas yang hendak di cek. Ada pesan masuk dari Agus.

[Kalau ada waktu, kita ketemuan di yayasan sepulang kerja. Ada donatur yang ingin bertemu.]

[Oke.] balas Aksara kemudian meletakkan ponselnya lagi.

Sosok perempuan cantik di dalam angkutan umum tadi kembali mengusik. Namun berusaha ditepisnya jauh-jauh. Setelah patah hati dengan Delia, tentunya dia tidak ingin mengulang kisah yang sama. Gadis tadi siapa ia pun tidak tahu. Mungkin kekasih orang, tunangan orang, atau parahnya lagi sudah menjadi istri orang.

Aksara mulai berkonsentrasi. Hari ini berkas di atas meja harus selesai diteliti. Supaya tidak harus lembur lagi malam ini. Sore bisa bertemu orang yang dimaksud sahabatnya dan besok bisa berangkat ke Jember untuk menyelesaikan pekerjaan di sana.

Jam tiga sore Aksara sudah keluar dari kantor. Ada urusan ke kantor pajak sebentar, ke yayasan, baru pulang. Namun ia harus menyempatkan diri untuk makan karena tadi belum makan siang.

Mobil meluncur di tengah kesibukan lalu lintas kota, kemudian dia melipir lewat jalan alternatif. Meskipun memutar tak mengapa asal perjalanan lancar.

Beberapa meter di hadapan, ia melihat sekawanan anak kecil sedang bertengkar. Aksara memelankan laju kendaraan. Ada lima orang anak laki-laki dan perempuan sedang menyerang satu anak perempuan. Gadis kecil itu mempertahankan tasnya. Dia sangat berani melawan meski sendirian.

Aksara berhenti dan turun dari kendaraan. Pria itu tergesa menghampiri. Kelima anak-anak itu melangkah pergi sambil terus mengucapkan kata-kata bulian pada gadis kecil yang memakai baju muslimah warna tosca.

"Hei, kamu nggak apa-apa?" tanya Aksara memperhatikan anak yang tengah mengambil bukunya yang jatuh dan memasukkan kembali ke dalam tas.

"Nggak apa-apa," jawabnya tanpa takut meski Aksara asing baginya.

"Kenapa mereka menjahilimu?"

"Sudah biasa mereka membuli saya," jawab gadis kecil itu tenang sambil memandang segerombolan anak-anak yang melangkah menjauh dan sesekali masih mengejeknya dengan menjulurkan lidah.

"Tapi kamu berani melawan tadi."

"Kata Mbak Marisa, saya harus melawan kalau saya nggak salah. Saya nggak boleh takut," jawabnya sambil mendongak memandang Aksara.

"Siapa Mbak Marisa?"

"Kakak saya. Maaf, saya pergi dulu, Om. Terima kasih sudah membantu."

"Aku nggak melakukan apapun tadi."

"Tapi kedatangan Om membuat mereka pergi. Terima kasih!" Anak sekitar umur sepuluh tahun itu berbalik dan hendak melangkah.

"Kamu mau pulang?"

"Ya. Saya tadi pulang dari les."

"Biar kuantar."

"Nggak usah. Terima kasih!" Gadis kecil melangkah menyusuri trotoar. Aksara kembali masuk ke dalam mobil dan mengikutinya. Jalanan itu memang sepi. Walaupun ada kendaraan yang sesekali lewat, tapi mana peduli dengan persekitaran. Buktinya melihat anak-anak bertengkar tadi, pengendara motor yang lewat hanya memperhatikan sekilas saja.

Siapa orang tuanya, kenapa tidak mengantar jemput. Apa mereka tidak khawatir? Gadis kecil itu sangat cantik. Tapi terlihat pemberani.

"Siapa namamu?" teriak Aksara dari dalam mobilnya.

"Najwa."

"Rumahmu masih jauh?"

Najwa mengangguk.

"Masuklah ke dalam mobilku. Aku akan mengantarmu."

Gadis kecil itu menggeleng.

"Aku bukan orang jahat!"

"Ya, saya tahu. Tapi saya sudah biasa jalan kaki. Kenapa Om nggak pergi saja?"

"Aku akan mengantarmu sampai di rumah."

Najwa mempercepat jalannya. Aksara masih terus mengikuti hingga anak itu berhenti di depan sebuah gang. "Saya sudah sampai. Terima kasih, Om."

"Sama-sama. Lain kali hati-hati, ya!"

"Ya." Setelah menjawab, Najwa berlari masuk ke dalam gang yang mungkin hanya muat satu mobil saja.

Aksara baru pergi saat gadis kecil itu menoleh ke arahnya kemudian hilang masuk halaman sebuah rumah. "Anak yang cerdas," batin Aksara.

Mobil kembali melaju dan akhirnya berhenti di depan kedai bakso. Ia harus makan karena perutnya sudah tak bisa berkompromi. Tadi hanya sempat sarapan sedikit dan tergesa-gesa karena dia bangun kesiangan.

***LS***

Baru saja Marisa duduk di kursinya, dari arah pintu lift muncul Daniel yang kini hanya memakai kemeja saja. Entah di mana ia melepaskan jas hitamnya tadi. Beruntung sekali ia sudah menyelesaikan pekerjaan itu sebelum bosnya kembali. Daniel memang tidak mengada-ada mencari kesalahannya. Laporan yang ia buat memang perlu pembenahan. Kalau salah menulis satu angka saja, maka keseluruhan harus dibenahi.

"Kamu sudah selesaikan pekerjaanmu?" tanya Daniel berhenti di depan meja Marisa.

"Sudah, Pak. Saya taruh di meja, Bapak," jawab Marisa sopan.

Daniel menuju ke ruangannya. Membuka laporan yang sudah dibenahi Marisa. Tak ada celah untuk mencari kesalahan gadis itu lagi. Semua sudah dibenahi dengan tepat.

Dilihatnya jam tangan. Waktu sudah menunjukkan pukul tiga lebih lima belas menit. Sore itu dia janjian dengan pengurus yayasan. Sebelum pergi, Daniel meraih gagang telepon dan menghubungi Marisa agar masuk ke dalam ruangannya.

Gadis itu menarik napas dalam-dalam. Meraih tablet di atas meja, lantas melangkah ke ruangan si bos.

"Apa jadwalku besok?" tanya Daniel setelah Marisa berdiri di hadapannya.

Marisa membacakan senarai jadwal Daniel esok pagi. Cukup padat rupanya. Pria itu juga meminta Marisa membacakan agenda beberapa hari ke depan. Agenda yang telah ditulis oleh sekretaris Daniel sebelum mengambil cuti.

"Ingatkan saya lagi besok."

"Ya, Pak."

"Oke. Malam ini aku tunggu kamu di Cineplex atau aku yang akan menjemputmu?"

Pilihan konyol. Marisa masih diam membalas tatapan pria di depannya. Tenyata Daniel tidak menyerah juga.

"Maaf, Pak. Saya nggak bisa."

"Kamu masih ingin bekerja, kan?"

Marisa mengangguk. Apa jika ia menolak, Daniel akan memecatnya? Berhenti bekerja adalah malapetaka baginya. Belum tentu dalam sebulan ke depan ia akan mendapatkan pekerjaan baru. Apalagi dalam situasi begini. Banyak perusahaan mengurangi tenaga kerjanya. Kalau yang ada saja dikurangi, pasti mereka tidak akan mengambil pekerja baru lagi.

"Apa karena penolakan ini, Pak Daniel akan memecat saya?"

"Kalau kamu mau menerima tawaranku, aku akan memberikan gaji overtime untukmu."

"Maaf, Pak. Saya nggak bisa. Permisi!" Marisa menunduk sopan kemudian berbalik dan keluar ruangan. Walaupun itu dianggap kerja lembur, Marisa tidak akan mengambilnya. Tapi ia lega, karena tidak ada ancaman pemecatan. Walaupun bertahan juga tidak akan lepas dari godaan bosnya sendiri.

Daniel makin geram. Seandainya masih ada waktu, ia ingin mendebat gadis yang berani menolaknya. Sayangnya dia harus segera pergi.

*****

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Erni Erniati
Daniel gk menyerah juga y. malah makin berani ngajak Marissa nonton.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 4 Pertemuan

    "Aksara." Aksara menyebutkan namanya saat bersalaman dengan Daniel di sebuah ruangan ukuran empat kali tiga meter yang di fungsikan sebagai kantor di yayasan."Anda, pengurus juga di sini?" tanya Daniel setelah mereka duduk. Agus datang membawakan tiga botol minuman dingin."Saya hanya membantu Mas Agus mengelola tempat ini, mencarikan donatur dan mengurus sesuatu yang saya mampu. Untuk kepengurusan mutlak ada di tangan teman saya, Pak Daniel." Aksara menjelaskan. Agus yang baru duduk itu menatap teman dekatnya. Laki-laki pendiam dengan jiwa kepedulian yang tinggi. Aksara terlalu merendah. Padahal dia punya andil besar untuk mengurusi dan mencarikan donatur tetap yayasan.Daniel mengangguk-angguk sambil memperhatikan keluar dari jendela kaca. Tadi waktu ia baru masuk, tampak ada bangunan yang terbengkalai di samping sebelah kiri. Di pojok ruangan ada kardus-kardus berisi sumbangan buku bacaan yang belum sempat dibuka, karena tempat untuk menyimpan benda itu masih belum selesai di ban

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-29
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 5 Marisa

    Sambil sesekali menatap ke arah Marisa, Aksara meladeni perkataan Ubed yang tengah makan puding. Tadi dia sudah menyuapi bocah kecil itu makan bakso. Sabtu ini dia lembur setengah hari dan langsung menjemput sang keponakan ke rumahnya. Sebab tadi malam Mahika menelepon, karena Ubaidillah minta diajak ke kid zone. Diajak sang ibu sendiri tidak mau dan memilih Aksara yang menemani.Aksara sudah terbiasa mengajak keponakannya sendirian untuk jalan-jalan atau membeli mainan. Dia tidak kaku meski belum pernah memiliki anak sendiri. Sebisa mungkin Aksara akan menjadi sosok yang membuat Ubaidillah tidak kehilangan figur ayah. Semoga tak lama lagi kakaknya akan terbebas dari penjara. Marisa yang menoleh bersitatap dengan Ubed yang memandang ke arahnya. Marisa tersenyum, ingat kalau dia bocah yang menabraknya beberapa hari yang lalu. "Ar, itu anak kecil yang menabrakku waktu di ITC, kan?"Ari menoleh, turut memperhatikan. "Iya. Ih, ganteng bingit. Tapi mana mamanya, waktu kita jumpa kemarin

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-29
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 6 Mulai Dekat

    Hafsah berjongkok sambil memberikan sebatang cokelat pada bocah kecil yang menggemaskan di depannya. Sekilas dia memandang Marisa yang duduk tak jauh dari Aksara.Marisa sendiri segera bangkit dari duduknya. "Maaf, Mas. Saya permisi dulu ya. Tolong sampaikan ucapan terima kasih saya pada mbaknya tadi."Meski tak rela Marisa pergi secepat itu, tapi Aksara hanya bisa mengangguk dan memerhatikan Marisa yang tengah memakai helmnya."Mari, Mbak." Marisa mengangguk sopan pada Hafsah. Gadis berjilbab itu tersenyum sambil mengangguk juga. Marisa pergi mengendarai motor matic-nya.Setelah memberikan cokelat, Hafsah kembali berdiri. Tersenyum sebentar pada Aksara kemudian masuk rumah lewat pintu samping. Dalam hati sempat bertanya-tanya tentang gadis cantik yang duduk bersama Aksara. Rasa nyeri sangat terasa di lubuk hati. Apakah dia kekasih pria yang dikagumi diam-diam? Namun akhirnya lega setelah mendengar dari Mbak Siti, bahwa gadis tadi hanya pengantar kue.Sementara Aksara masih menemani U

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-29
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 7 Salah Sangka

    "Mbak Risa, Mas Aksara yang nelepon." Ulfa yang tidak sabar meraih ponsel milik kakaknya dan mengulurkan pada Marisa. "Angkat gih, Mbak bisa minta tolong nganterin daripada naik taksi."Nganterin? Marisa sungkan sebenarnya. "Halo, assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Aku sedang ada di jalan ini. Mau nggak kuajak ke Surabaya Great Expo?""Maaf, hari ini aku mau kondangan ke mantanku, Mas.""Oh ya? Di mana?""Di hotel Mataram.""Kamu sudah berangkat?""Belum. Ini baru mau pesan taksi.""Nggak usah pesan taksi. Aku bisa mengantarmu. Sebentar lagi aku udah nyampe rumahmu.""Apa aku nggak ngrepotin? Mas Aksara kan mau pergi ke expo?""Kita bisa pergi sepulangnya kamu dari kondangan. Tunggu saja di rumah, tak lama lagi aku sampai.""Oh, iya," jawab Marisa kemudian meletakkan ponselnya karena tanpa salam Aksara telah memutuskan panggilan."Gimana?" tanya Ulfa."Sebenarnya dia mau ngajak aku ke expo. Tapi aku bilang mau kondangan. Dia mau nganterin."Ulfa langsung berbinar bahagia. Gadis itu

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-29
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 8 Pesan tak Terjawab 1

    Meski terkejut, Marisa berusaha tetap tenang mengendalikan perasaan. Kemudian Mbak Siti masuk ke dalam. Sosok gadis bernama Hafsah menjelma dalam benaknya. Dari pakaian yang dikenakannya, sudah bisa ditebak dia perempuan seperti apa. Cantik, terpelajar, dan salehah tentunya.Marisa memainkan jemarinya. Bertaut satu sama lain, menunjukkan keresahannya. Dia tidak boleh kecewa, bukankah antara dirinya dan Aksara tidak memiliki hubungan apa-apa. Ditariknya napas dalam-dalam. "Sudah lama datang?" Pertanyaan seorang wanita yang memakai jilbab lebar itu mengejutkan Marisa. Bu Arum muncul dari pintu yang menghubungkan dengan ruang dalam. Wanita itu tersenyum ramah dan menyambut uluran tangan Marisa yang kemudian mencium punggung tangannya."Saya belum lama sampai, Bu," jawab Marisa sopan. Lantas kembali duduk setelah Bu Arum juga duduk. Dia merasa canggung saat mamanya Aksara memperhatikannya."Maaf, nunggu lama ya. Aku salat zhuhur tadi." Aksara muncul dan meminta maaf."Ya, nggak apa-apa,

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-29
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 9 Pesan tak Terjawab 2

    Apa Aksara ini seperti Daniel si bosnya? Udah punya pasangan masih juga butuh gebetan lain. Tapi kenapa harus Marisa lagi. Apa tampangnya ini seperti wanita penggoda, gampangan, dan murahan? Perasaan Marisa teriris pedih."Besok aku jemput kamu pulang kantor. Kamu pulang jam empat, kan?" Aksara membuka suara setelah beberapa saat saling diam. "Nggak usah, Mas. Nanti ngrepotin aja. Tempat kerja Mas kan di Gresik.""Nggak apa-apa. Tapi ya memang kamu harus nunggu sampai aku tiba di kantormu."Marisa menggeleng. "Nggak usah, makasih." Tidak perlu bertanya soal tunangan, lebih baik dirinya yang tahu diri dan membatasi interaksi dengan Aksara. Jika ditanya belum tentu mengaku, parahnya lagi dikira nanti dirinya yang ke GR-an dengan pertemanan mereka. Karena pernah lelah dan terluka membuat Marisa harus menjaga diri.Mobil berhenti di depan gang rumah Marisa. Jarak rumah mereka sebenarnya tidak jauh, hanya saja mesti jalan memutar, mengikuti rambu-rambu jalan. Ketika mobil hendak berbelok

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-29
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 10 Kamu 1

    Marisa kaget saat melihat pria tegap berdiri menunggunya. Hendak berbalik juga tidak mungkin, karena hanya jalan depan sana yang dilalui angkutan umum dan melewati tempat kerjanya. Gadis itu melangkah dengan pelan, sedangkan Aksara berdiri menunggunya dengan kedua tangan masuk dalam saku celana.Makin dekat dada Marisa kian berdebar-debar. Kenapa Aksara mencarinya? Apa dia seperti Daniel yang nekat walaupun sudah punya pasangan?Senyum Aksara makin manis, saat gadis itu kian mendekat. Marisa meredam debaran dalam dada dan membalas senyum Aksara. "Mas Aksara, kok ada di sini?" tegur Marisa."Aku ingin bertemu kamu. Katanya aku nggak boleh datang ke rumah. Ayo, kuantar ke kantor sebelum banyak orang melihat kita." Aksara membuka pintu mobil untuk Marisa.Tak ada pilihan lain selain mengikuti ajakan Asara. Daripada nanti tetangga gangnya keburu melihat."Kamu sudah sarapan?" tanya Aksara pada Marisa yang masih diam."Sudah.""Sebenarnya aku mau ngajakin kamu sarapan.""Enggak usah, Mas.

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-29
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 11 Kamu 2

    Mereka kembali saling pandang dan Marisa yang lebih dulu mengalihkan perhatian. Memang Daniel tidak minta imbalan secara langsung, tapi sebenarnya dia dirayu secara halus. Jika telah banyak yang ia terima, maka dengan sukarela Marisa akan takluk padanya.Hening memanjang. Daniel sengaja diam dan membiarkan Marisa kebingungan dan serba salah. Setelah melihat jam dinding, gadis itu mengambil ponselnya. "Saya permisi dulu, Pak," pamit Marisa. Dirinya harus keluar sebelum staf lainnya masuk ruangan.Daniel tidak menjawab, tapi membiarkan Marisa keluar tanpa membawa oleh-oleh yang diberikannya. Bukan Daniel kalau menyerah. Terlebih terhadap gadis jual mahal seperti Marisa. Dia makin tertantang untuk menaklukkannya.Meski suhu ruangan lumayan dingin, tapi Marisa berpeluh. Apalagi saat keluar ruangan bos, beberapa staf yang sudah berada di meja kerja masing-masing menatapnya dengan heran. "Pak Daniel, sudah pulang?" tanya Ari lirih seperti biasanya.Marisa mengangguk."Urusanmu tentang ua

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-29

Bab terbaru

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 157 Anniversary 2

    Sebagian perempuan pasti suka barang kemas seperti itu. Disamping bisa mempercantik diri dan melengkapi penampilan, perhiasan juga bisa menjadi barang investasi."Tadi niatnya aku yang mau bikin kejutan. Tapi justru Mas yang bikin aku kaget. Malah aku nggak nyiapin kado. Mas, mau kado apa?" tanya Marisa. Kedua tangannya masih bergelayut manja di leher sang suami."Sayang, kamu serius ingin mas memilih sendiri kadonya?"Marisa mengangguk yakin. Apa yang ditakutkan? Toh biasanya mereka akan merayakan hari spesial dengan cara menghabiskan sepanjang malam dalam kemesraan."Pilih saja. Mas, mau kado apa?" Marisa menatap lekat wajah suaminya."Anak," jawab Aksara singkat tapi serius."Apa?""Anak ketiga. Katanya Mas harus milih sendiri. Makanya Mas pilih anak."Senyum Marisa masih bertahan, ia ingin merayu sang suami agar mengganti permintaan. "Coba minta yang lain?""Nggak bisa, Sayang. Mas disuruh milih kan tadi, ya udah mas pilih anak. Tapi kamu nggak boleh curang, nanti diam-diam pakai

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 156 Anniversary 1

    Marisa tersenyum ramah dan menyalami Mahika dan keluarganya yang menunggu di meja panjang. Tempat yang telah di booking tadi siang. Aksara juga melakukan hal yang sama. Membimbing kedua anaknya untuk salim pada mereka."Maaf, Mama nunggu lama, ya?" Marisa mencium kedua pipi mertuanya."Enggak. Kami juga baru saja sampai," jawab Bu Arum lirih.Beberapa pelayan restoran menyuguhkan minuman.Aksara dan Marisa duduk bersebelahan. Sedangkan anak-anak duduk bersama Ubed di sebelah Mahika. Si centil Keisya sangat dekat dengan budhenya.Mbak Siti, Mbak Dwi, dan pengasuh Ubed juga ikut duduk bergabung di sana. Bu Arum mengajarkan pada putra-putranya agar tidak membedakan mereka. Makanya mereka pada betah bekerja. Marisa heran karena Aksara diam, tidak juga bertanya sebenarnya mereka ada acara apa. Mungkin sang suami mikirnya hanya makan malam biasa. Tak apalah, bukankah sudah lumrah kalau suami jarang yang ingat dengan momen-momen tertentu dalam hidupnya. Bahkan tanggal lahirnya pun terkadan

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 155 Masa Depan 2

    "Mbak, aku mau ngajak Mbak Mahika dan Mas Johan bikin surprise untuk anniversary pernikahan kami yang ketujuh."Mahika menatap lekat Marisa. "Hari ini anniversary pernikahan kalian?"Marisa mengangguk. "Sepertinya Mas Aksa lupa sama hari ini. Makanya aku ingin mengajak kalian bikin surprise. Tadi aku sudah telepon Kafe Harmoni untuk booking tempat. Kita dinner malam ini. Aku sudah telepon Mama sehabis makan siang tadi.""Oke, jam berapa nanti?" tanya Mahika."Jam tujuh sampai kafe. Nanti Mbak sama Mas Johan yang jemput mama, ya. Aku langsung ngajak Mas Aksa dan anak-anak ke kafe. Ajak sekalian papa dan mamanya Mbak Mahika."Kebetulan Pak Raul dan Bu Raul memang berada di rumah Mahika sudah dua hari ini. Setelah pensiun, Pak Raul memang lebih sering datang ke Surabaya. Sebab cucu-cucunya di Jombang sudah pada besar-besar semua. Sibuk sendiri dengan kuliahnya. Jadi hanya Ubed yang menjadi hiburan tersendiri bagi mereka. Terlebih jika anak-anak Aksara ada di sana juga.Mahika mengangguk.

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 154 Masa Depan 1

    Hafsah tersenyum dengan gaunnya yang menerawang. Hadiah dari Kholifah. Beberapa saat dia mematung di kamar mandi. Memperhatikan penampilan barunya. Cantik juga dia memakai gaun kurang bahan itu."Pakailah nanti di malam pengantinmu. Membahagiakan suami pahalanya besar. Kamu pun tahu hal itu. Jadi nggak perlu Mbak perjelas," pesan Kholifah kemarin sore. Ketika baru tiba dari Jember dan menemuinya di kamar.Kholifah lah yang berhasil membuka minda Hafsah. Memarahi juga menasehati. Kholifah berceramah panjang lebar, banyak pandangan, hadist nabi yang di sampaikan dengan segala pemahaman. Baru dengan sepupunya itu hati Hafsah terbuka.Sedangkan dengan Latifa, sepupunya yang paling dekat di Surabaya, juga teman-temannya, justru malah sering mengompori untuk membenci Marisa. Mendukungnya merebut Aksara dari istrinya. Namun tidak dengan Kholifah yang sangat menentang keras dan menyebutnya perempuan tidak punya harga diri. Terkadang di tampar berkali-kali baru membuat seseorang sadar dengan

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 153 Merajut Asa 2

    Sarah beserta suami dan bapaknya juga bergabung dan bersalaman dengan keluarga Bu Arum.Wanita itu menggendong bayi lelaki yang tertidur pulas. Sedangkan ketiga anak yang lain tidak ikut. Sambil melangkah, Daniel mengajak ngobrol Johan dan Aksara. Apalagi kalau bukan bicara mengenai dunia bisnis. Daniel berencana hendak mengajak mereka bekerjasama. Marisa sendiri sudah resign satu bulan yang lalu. Disamping usaha suami dan iparnya mulai butuh tenaga ekstra, kehamilannya juga agak rewel. Namun masih sering bertemu, kalau Daniel datang ke kantor mereka.Mahika juga resign dari perusahaan Omnya. Sekarang fokus di kantor mereka sendiri. Alhamdulillah, perkembangan usaha mereka sangat bagus. Johan dan Aksara memang jenius membawa perusahaan ke arah yang lebih cemerlang. Mereka kompak dan saling melengkapi."Jangan lupa kabarin kalau kamu lahiran," ucap Sarah yang melangkah di sebelah Marisa."Pasti dong, Mbak," jawab Marisa sambil tersenyum.Pak Kyai, Bu Haji, Alim, dan Mifta yang menyam

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 152 Merajut Asa 1

    Marisa terkejut. Begitu pun dengan Mahika. Johan membaca undangan warna abu-abu itu, sedangkan Aksara meladeni Kenzi dan Ubed bermain. Sebenarnya dia mendengar, hanya saja memilih tidak menanggapi."Syukurlah, akhirnya memutuskan nikah juga ustadzah Hafsah, Ma," ujar Mahika seraya memperhatikan undangan yang tengah dibaca sang suami."Haikal Ahmad. Apa dia ustadz juga, Ma?" "Mama kurang paham, Ka. Katanya duda anak satu. Kakaknya yang jodohin sama laki-laki itu. Yang mama dengar, Haikal itu teman kuliahnya Mas Alim."Teman Alim? Pasti usia mereka terpaut lumayan jauh, karena Alim kakak sulungnya Hafsah. Mungkin Hafsah punya pertimbangan tersendiri kenapa menyetujui perjodohan dengan temannya Alim. Bisa jadi, dialah yang sanggup merobohkan keteguhan hati gadis itu."Hari Minggu depan ini, 'kan, Ma?" tanya Marisa."Iya, Ris. Habis akad nikah langsung resepsi. Seperti kamu dan Aksa dulu. Undangannya juga terbatas. Hanya kerabat dekat dan tetangga saja yang di undang."Meski mama, istri,

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 151 Undangan 2

    Johan tertawa lepas berderai sambil memperhatikan lalu lintas di hadapan. "Kamu ada-ada saja, sih, Yang.""Mas, malah ngakak. Sudah kubilang aku hanya penasaran.""Setelah banyak hal terjadi dan aku mendapatkan pasangan sepertimu, apa yang ingin kucari lagi. Di usia kita yang sekarang ini, apa yang ingin kita ambisikan lagi? Aku sangat bersyukur memilikimu dan Ubed. Kamu yang mau menerimaku apa adanya, membuatku bangkit dan sanggup menatap dunia. Memberikan support baik moril maupun materiil. Yang, mikir aneh-aneh itu hanya bikin timbulnya penyakit hati dan masalah."Yang. Ini panggilan spesial dari Johan untuk Mahika. "Iya, aku tahu. Kadang hal-hal begini bisa jadi itermezo percakapan kita. Tapi jujur saja, nggak ada maksud apapun selain sekedar ingin tahu." Mahika tersenyum seraya merangkul lengan suaminya."Aku paham. Kita sudah terlalu tua untuk menciptakan drama.""Tapi Sarah baik, Mas. Nggak seperti Hafsah yang cinta mati ke Aksara.""Memang sejak dulu dia suka Aksa. Hanya saja

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 150 Undangan 1

    "Kenzi masih tidur. Nggak usah khawatir. Mas sudah lihat tadi." Aksara menahan tubuh istrinya.Marisa urung bangkit dari atas pembaringan. Dia menatap sang suami yang mendadak sakau. Pagi ini Aksara berada pada titik kulminasi kesabarannya. Marisa kasihan dan merasa berdosa jika menghindari, karena dokter pun sebenarnya tidak melarang.Kamar kembali hening. Bisik lirih dan deru nafas yang terdengar di telinga masing-masing. Pengalaman beberapa bulan yang lalu membuat Aksara sangat berhati-hati. Meski dikuasai 'keinginan tingkat tinggi', tapi ia tidak ingin mengulang kesalahan yang pernah dilakukannya. Sebab dia pun sangat menginginkan anak itu. Semoga saja Marisa akan memberinya bayi perempuan yang cantik dan lucu. Pagi yang berakhir manis. Terbayar tunai hutang Marisa pada sang suami. Aksara tersenyum bahagia, secerah mentari pagi."I love you," bisiknya.Marisa mengeratkan pelukan. Perutnya yang sudah mulai membuncit di usia kehamilan sepuluh minggu, bersinggungan dengan tubuh Aks

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 149 Kabar Gembira 2

    Diam. Aksara memerhatikan jalanan yang ramai kendaraan dihadapan. Tak menyangka saja, keharmonisan yang tercipta tiga bulan ini ada sisi lain yang disembunyikan istrinya. Bahkan sangat rapi hingga dirinya tidak menyadari. Marisa memang pandai bermain rasa. Senyumnya merekah sepanjang hari. Melayani dirinya dan Kenzi dengan baik. Urusan ranjang yang tidak pernah diabaikan. Bahkan lebih membara dari sebelumnya. Marisa sangat pintar memang. Bagaimana sang istri meyakinkannya saat ia cemburu karena Marisa sering bertemu Hugo untuk urusan pekerjaan. Padahal batin Marisa sendiri masih perlu diyakinkan oleh urusan tentang Hafsah. "Tapi itu kisah selama tiga bulan kemarin, Mas. Kalau sekarang aku memutuskan untuk hamil, berarti semua keraguan itu bisa kuatasi sendiri." Marisa bicara sambil tersenyum. Aksara menarik lengannya pelan hingga Marisa bersandar di bahunya, sedangkan tangan kanannya fokus pegang kemudi. "Makasih, Sayang. Semoga sampai kapan pun kita bisa mengatasi ujian rumah tan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status