Part 2
Sudah genap seminggu, Malik pergi seminar ke Kalimantan. Selama seminggu berada di sana, pria berhidung mancung itu cuma beberapa kali memberi kabar pada Madina. Keesokannya, Madina kembali mencoba menghubungi nomor ponsel pria tercintanya, tetapi masih belum juga aktif. Perasaan khawatir pun terus melanda hati ibu beranak dua tersebut."Umi, Mi,” panggil Akbar pada sang ibu yang tampak tengah melamun.Madina tersadar dari lamunannya. Sekarang, dia sedang menemani Akbar di dalam kamar milik sang putra tercinta. Akbar, putranya, meminta kepada Madina untuk menemaninya tidur."Iya, Sayang. Kenapa putra Umi, hmm?" tanya Madina penuh kasih sayang pada putra pertamanya."Umi sedang merindukan Abi, ya, Mi? Akbar juga sama, Mi, rindu sama Abi. Kapan Abi pulang, Mi? Akbar rindu salat berjamaah dan juga mengaji ditemani oleh Abi lagi, Mi," cerocos Akbar penuh harap pada Madina."Insyaallah, kemungkinan besok Abi pulang, Nak. Ya, sudah, sekarang Abang tidur dulu, ini sudah malam, Nak. Besok, kan, Abang sekolah. Besok pagi, Abang berangkat sekolahnya sama Ayah lagi, ya, Nak? Nanti, kalau Abi sudah pulang, Umi dan juga abimu yang kembali akan mengantar Abang ke sekolah seperti biasanya," tutur Madina lembut pada putranya."Iya, Mi." Akbar menuruti titah Madina, Umi tercintanya. Setelah Akbar terlelap, Madina kembali ke kamar pribadinya. Usia kehamilan Madina sudah memasuki bulan ke delapan, buah cintanya dengan Malik. Madina merebahkan tubuhnya di atas peraduan, tempatnya bermanja dan meluahkan rasa bersama sang suami tercinta. Madina masih belum bisa terlelap, pikirannya masih berkelana jauh ke sana, ke tempat suaminya pergi seminar."Sayang, kamu rindu belaian hangat dari tangan abi kamu, ya, Nak? Umi juga sama rindu pada abi kamu, Nak. Ke mana perginya abi kamu, ya, Nak? kenapa nomor ponselnya enggak bisa Umi hubungi. Umi sangat mengkhawatirkan abi kamu di sana, Nak. Semoga abimu di sana selalu dalam lindungan Allah," ucap Madina lirih seraya membelai lembut perut buncitnya. Madina mengelus perutnya sambil berselawat hingga akhirnya bisa terlelap walaupun masih menyimpan perasaan gelisah memikirkan sang suami.****Malam telah berganti pagi. Usai menunaikan salat Subuh, Malik kembali lagi ke kamar Jihan. Dia ingin memastikan keadaan wanita itu, apakah sudah membaik atau belum."Mas, terima kasih karena semalaman kamu sudah mau menjagaku," ucap Jihan pelan pada Malik."Kamu sudah mendingan? Kamu itu seorang dokter, harusnya bisa menjaga kesehatanmu dengan baik, Jihan ... juga harus bisa mengatur pola makanmu," sahut Malik dingin. Dokter ahli bedah itu sangat mengetahui kalau dahulu Jihan adalah sosok wanita yang sangat menjaga pola hidup dan kesehatannya dengan baik. Oleh sebab itu, Malik terkejut saat mengetahui Jihan mempunyai riwayat penyakit mag akut."Iya, sudah agak mendingan. Itu semua berkat perhatian dari kamu semalam, Mas. Jadi, rasa sakitku cepat sembuh. Maaf kalau semalam aku sudah merepotkan, Mas Malik," ucap dokter bermata sendu itu. Rasanya dia ingin waktu berhenti sejenak, agar bisa menikmati momen kebersamaannya dengan pria tersebut."Jangan lupa nanti sarapan kamu di atas meja dimakan, ya, Jihan. Saya kembali ke kamar saya dulu. Saya harus segera bersiap-siap karena pukul delapan nanti, jadwal penerbangan saya ke Jakarta.""Iya, Mas. Jadwal penerbangan kita berarti sama, ya, Mas? Gimana kalau kita berangkat bersama saja ke bandaranya, Mas. Boleh, kan, Mas?" tanya Jihan dengan binar penuh harap. Wanita itu memohon pada Malik."Oke," jawab Malik singkat.****Setelah melakukan penerbangan selama kurang lebih dua jam, Malik tiba di Bandara Soekarno Hatta. Malik hendak pulang ke rumahnya dengan menggunakan taksi online. Namun, Jihan berhasil menahannya. Setelahnya, dokter bertubuh sintal itu menawarkan Malik agar pulang bersamanya. Kebetulan Jihan menitipkan kendaraan roda empatnya di area parkir khusus yang letaknya masih di kawasan Bandara Soekarno Hatta."Biar saya saja yang menyetir mobil ini. Wajah kamu masih terlihat pucat," ujar Malik datar pada Jihan."Baiklah, Mas. Aku ikut saja apa kata Mas Malik." Hati dokter berparas jelita itu merasa berbunga-bunga karena mendapat perhatian kecil dari Malik, sosok pria yang namanya masih bertakhta di dalam hatinya.Malik mengendarai kendaraan Honda Jazz itu dengan kecepatan sedang. Mobil mewah itu bergerak pelan membelah jalan raya di depannya. Rasanya Malik sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengan sang istri tercinta. Sudah dua hari dokter ahli bedah itu tidak menghubungi sang kekasih hati karena kesibukannya mengikuti seminar di Kota Samarinda.'Maafkan suamimu ini, sayang,' batin Malik.****Sedangkan di tempat lain, di sebuah kawasan hunian mewah, Madina sedang menyuapi putranya. Akbar sudah siap dan terlihat sangat rapi dengan setelan seragam sekolahnya. Putra Madina dan Farzan sudah memasuki sekolah dasar pertama. Akbar satu sekolah dengan Maya, putri almarhumah Misha."Assalamu'alaikum. Akbar, ini Ayah, Nak! Kamu sudah siap, Sayang?" tanya Farzan pada putra satu-satunya.Pria yang masih terlihat tampan itu baru saja tiba di rumah mantan istrinya. Tujuannya datang ke rumah wanita yang pernah menjadi ratu di dalam hatinya adalah untuk menjemput putra mereka berdua. Farzan menunggu di teras, dia segan masuk ke rumah ibu dari kedua anaknya.Farzan sadar statusnya dengan Madina bukan lagi mahram, jadi tak pantas jika masuk ke rumah mantan istrinya di saat suami Madina sedang tidak ada."Wa ‘alaikumus-salam." Madina menjawab salam dari ayah putranya. Madina keluar bersama Akbar yang sudah rapi dengan ransel di punggung. Akbar terlihat tampan, mirip sekali dengan Farzan, ayah kandungnya."Masyaallah, tampan sekali putra Ayah. Kamu sudah siap berangkat ke sekolah, Nak? Maya hari ini enggak masuk lagi. Adik kamu sedang enggak enak badannya," ucap Farzan seraya mengelus sayang kepala sang putra tercinta."Kamu yang sabar, Mas. Syafakillah untuk Maya. Aku titip Akbar, ya, Mas. Terima kasih untuk seminggu ini karena Mas sudah meluangkan waktu untuk mengantar jemput Akbar ke sekolahnya.""Terima kasih kembali, Madina. Kamu enggak pernah berubah, masih sangat baik dan rendah hati seperti dulu. Mas bersyukur pernah memiliki istri sebaik kamu, Dina. Kalau masalah mengantar jemput Akbar, putra kita, sudah menjadi kewajiban Mas sebagai ayahnya. Kamu enggak perlu berterima kasih pada Mas, Dina," tutur panjang Farzan pada mantan istrinya."Iya, Mas," jawab Madina kikuk. Suasana di antara keduanya berubah canggung. Farzan tidak enak berlama-lama di rumah mantan istrinya. Farzan langsung pamit untuk mengantar putranya ke sekolah."Ya, sudah. Mas pamit, Dina, takut nanti telat ke sekolah. Assalamu'alaikum," pamit Farzan."Wa 'alaikumus-salam," jawab Madina.Mobil Farzan sudah meninggalkan pelataran rumah Madina. Baru saja kedua kaki jenjang Madina hendak melangkah masuk ke rumah, tiba-tiba terhenti kala sepintas dia melihat ada sebuah mobil mewah yang berhenti tepat di depan halaman rumahnya.Kemudian, Madina melihat Malik keluar dari dalam mobil mewah itu. Terlihat jelas Malik tengah menebar senyum manisnya pada sosok wanita yang masih berada di dalam kendaraan roda empat tersebut. Sepertinya, Madina pernah melihat sosok wanita itu.♡♡♡♡TBCPart 3Malik melambaikan tangan pada kendaraan yang telah mengantarkannya pulang, ke tempat di mana ada keluarga kecil yang sangat dia cinta. Lengkungan senyum di bibir Malik makin lebar. Dia sudah tidak sabar ingin segera bertemu dan memeluk wanitanya. Rasa rindu sudah sangat membuncah di dalam dada, Malik mengayunkan langkahnya cepat."Assalamu’alaikum, Sayang," ucapnya riang.Madina yang masih sedikit dikuasai oleh perasaan cemburu, terpaksa harus menyambut kedatangan sang suami. Karena dia pun sama, sangat merindukan calon ayah dari anaknya, pria yang dia cintai karena Allah. "Wa 'alaikumus-salam," jawab Madina datar, lalu dia mencium punggung tangan suaminya dengan takzim. Setelah itu, dia merasakan kecupan mesra di kening dan juga hidung mancungnya."Mas sangat merindukanmu, Sayang. Bidadariku, calon umi dari anakku," bisik Malik lembut pada istrinya, lalu dia mendekap tubuh wanitanya. Rasa lelah dari perjalanan jauh, hilang seketika setelah melihat wajah cantik sang istri. "S
Part 4Usai menyatu raga, Malik membawa tubuh sang istri tidur ke dalam dekapan. Madina pun tidak bisa menolaknya, rasa cemburu yang sempat dia pendam di dalam dada menguap seketika, setelah ritual indah mereka pagi ini. "Tidurlah, Sayang. Kamu butuh istirahat yang cukup. Maafkan suamimu ini, ya, karena sudah membuatmu kelelahan," ucap Malik lembut pada sang istri. Setelah mengucap kata itu, Malik mendaratkan kecupan penuh cinta di kening wanitanya."Hmm," gumam Madina singkat.Tiga puluh menit kemudian, akhirnya mereka berdua terlelap bersama. Tepat pukul satu siang, Malik terjaga dari lelapnya karena mendengar suara nada dering ponsel pintar miliknya yang tergeletak di atas nakas. Gegas Malik meraih benda pipih tersebut, lalu menekan tombol hijau untuk menjawab panggilan karena Malik tidak ingin waktu jam istirahat wanitanya terganggu.[“Assalamu’alaikum, iya, halo. Kenapa, Jihan?”]“....”[“Insyaallah bisa. Secepatnya saya akan datang ke rumah sakit. Dalam waktu setengah jam, say
Part 5Suara bel rumah terdengar nyaring. Madina yang kebetulan sedang berada di dapur membantu Bibi memasak pun langsung mencuci tangannya terlebih dahulu, sebelum dia beranjak ke sumber suara."Biar aku saja, Bik, yang membukanya," ucap wanita hamil itu lembut pada Bik Nani. Setelahnya, Madina langsung mengayunkan kedua kaki jenjangnya menuju ke ruangan depan untuk membukakan pintu. Setelah pintu terbuka, Madina mengukir senyuman di bibir mungilnya seraya menatap wajah cemberut sang putra dalam gendongan ayahnya."Assalamu'alaikum, Madina ...." "Wa ‘alaikumus-salam, Mas. Alhamdulillah putra Umi sudah pulang," jawab Madina ramah pada pria masa lalunya. Setelah itu, Akbar turun dari gendongan Farzan, lalu menyambut uluran tangan sang ibu untuk dicium dengan takzim. "Masyaallah, salehnya putra Umi. Abang kenapa, Nak?" tanya Madina seraya mengelus lembut pipi tembam sang putra tercinta. "Dia ketiduran tadi di dalam mobil, Dina. Oleh sebab itu, Mas sengaja menggendong putra kita. Mu
Part 6Sepanjang malam, sepasang netra teduhnya enggan terpejam. Madina masih terus memikirkan sang suami di sana. Pria tercintanya belum kunjung pulang ke rumah. Hati Madina masih terasa sesak kala mengingat sang suami terdengar begitu mengkhawatirkan wanita lain selain dirinya. Akan tetapi, Madina mencoba untuk tidak berprasangka buruk pada Malik.Mungkin saja wanita itu adalah salah satu pasien yang sedang suaminya tangani. Semalam hanya sepintas dia mendengarnya karena setelah itu sang suami langsung memutuskan sambungan telepon darinya secara sepihak. Madina sudah berusaha kembali menghubungi nomor ponsel Malik, tetapi hasilnya nihil dan sudah tidak aktif. "Sayang, kamu adalah buah cinta Umi dan juga Abi. Sekarang, waktunya Umi salat dulu, kita doakan abi kamu, ya, Nak. Semoga abi kamu selalu dalam lindungan Allah, selalu ingat kita yang ada di rumah terus menunggu kepulangannya," ucap Madina pada sang buah hati yang masih di dalam kandungnya. Madina membelai lembut perutnya se
Part 7"Sayang, Mas berangkat kerja dulu. Jaga diri kamu baik-baik di rumah. Nanti, kalau ada apa-apa dengan kandunganmu, langsung hubungi nomor ponsel Mas, ya, Sayang," ucap Malik pada istrinya."Iya, Mas. Jangan lupa nanti roti paratanya langsung dimakan kalau Mas sudah sampai di rumah sakit.""Siaap, Sayang ...."Sebelum pergi, Malik mencium kening istrinya dengan lembut. "Assalamu'alaikum, Sayang ....""Wa 'alaikumus-salam. Hati-hati, Mas ...."Perlahan Pajero hitam itu meluncur meninggalkan pelataran rumah Madina. Malik mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia merasa sangat bersalah pada sang istri karena ini adalah pertama kalinya dia berdusta pada teman hidupnya tersebut.Pria itu tampak menghela napasnya pelan. "Maafkan Mas, Madina. Percayalah, rasa cinta yang Mas miliki di dalam hati hanyalah untukmu seorang, Madina."Setibanya di halaman rumah sakit, dokter spesialis bedah itu memarkirkan kendaraan roda empatnya di tempat parkir khusus untuk para dokter yang bekerja
Part 8Tolong, tolong ... tolong!" teriak wanita itu lemah. Dia terlihat sudah tidak berdaya. Keadaan wanita itu terlihat mengenaskan dengan baju atasan yang sudah terkoyak karena ulah dari tiga pria berbadan besar yang masih berusaha menodainya."Lepaskan wanita itu!" ucap Malik tajam pada tiga pria di depannya."Ada jagoan rupanya. Jangan coba-coba mengganggu kesenangan kami! Hei, anak muda! Lebih baik, pergi saja dari hadapan kami!" peringat pria berkepala plontos itu tajam pada Malik. Pria tersebut adalah salah satu gerombolan dari tiga pria berbadan besar yang masih berusaha menguasai tubuh indah wanita itu.Malik sendiri, selain sosok pria yang ramah dan baik, ia juga pandai dalam ilmu bela diri. Malik tak memiliki perasaan takut pada sesama manusia. Baginya yang pantas ditakuti hanyalah Allah Sang Maha Segalanya. Dalam waktu dua puluh menit, Malik sudah berhasil menumbangkan ketiga pria tadi. Para berandal itu sudah tidak berdaya di hadapannya. Ada dua pengendara ojek online m
Part 9"Mbok, saya pamit pulang dulu. Nanti kalau ada apa-apa dengan Jihan, Mbok Yati bisa langsung menghubungi nomor telepon saya.""Enggih, Den Malik. Terima kasih karena Den Malik sudah menolong dan masih peduli dengan Non Jihan.""Sama-sama, Mbok. Assalamu’alaikum," ucap Malik santun pada wanita paruh baya di hadapannya."Wa ‘alaikumus-salam."Mobil Malik langsung meluncur membelah jalanan ibu kota yang tampak sepi menuju rumahnya. Dalam waktu setengah jam, dia sudah sampai di rumahnya. Setelah memastikan semuanya aman, dengan gerakan pelan Malik membuka pintu rumah menggunakan kunci cadangan yang selalu dibawanya ke mana pun pergi.Sebelum naik ke lantai atas, Malik mencuci tangannya terlebih dahulu. Setelah itu, dia langsung menapakkan kedua kaki panjangnya menaiki undakan anak tangga menuju ke lantai atas. Setibanya di lantai atas, lalu Malik membelokkan langkahnya menuju ke kamar utama. Setelah menutup pintu kamarnya dengan perlahan, Malik mengedarkan pandangan, mencari kebera
Part 10"Bu Madina kritis, Dok," jawab Dokter Fani penuh sesal dan sangat iba. "Saya ikut bersedih dan juga turut berduka atas apa yang telah terjadi pada Bu Madina. Anda yang sabar, ya, Dok. Kita doakan agar Bu Madina bisa secepatnya melewati masa kritisnya." "Maafkan Mas, Sayang. Semuanya salah Mas," ucap Malik seraya terisak. Pria itu terlihat sangat hancur."Kami akan memindahkan Bu Madina ke ruangan perawatan. Silakan kalau Dokter Malik ingin melihat dan menggendong putra Dokter terlebih dahulu. Bayi itu sangat tampan seperti Anda, Dok, tapi Allah lebih menyayangi putra Anda, Dok.""Iya, Dok. Terima kasih, Dokter Fani.""Satu lagi, Dok. Akibat benturan kuat saat Bu Madina terjatuh, rahim istri Anda mengalami luka dan kemungkinan akan membutuhkan waktu agak sedikit lama untuk memulihkannya. Jika Bu Madina ingin hamil kembali, minimal harus menunggu waktu selama satu tahunan setelah pasca pemulihan. Karena risiko keguguran di kehamilan Bu Madina berikutnya akan lebih besar dari ke
Part 33"Assalamu'alaikum ...."Yusuf yang sedang menundukkan wajah di depan ruang perawatan VVIP, langsung mengangkat wajahnya ketika mendengar suara lembut seorang wanita yang sangat dia kenal. "Wa'alaikum salam, Jihan? Ini beneran kamu, kan, Ji?""Iya, Mas. Mas Yusuf apa kabar? Bagaimana keadaan Om Hasan, Mas?" tanya Jihan terdengar sangat cemas, seraya menatap wajah murung Kakak sepupunya. "Tadi Ayah sempat kolap lagi dan detak jantungnya sempat berhenti, oleh karena itu Mas nggak bisa menjemput kamu ke bandara. Maaf, ya, Ji," ucap Yusuf lirih. "Alhamdulillah, sekarang keadaan Ayah sudah kembali stabil seperti sebelumnya. Di dalam masih ada Dokter yang sedang memeriksanya.""Alhamdulillah." Jihan tampak lega setelah mendengar jawaban dari Yusuf. Wanita berparas jelita itu baru tiba di Jakarta sekitar satu jam-an yang lalu, setelah menempuh perjalanan lewat jalur udara. Dengan menggunakan kendaraan burung besi, dari Jogja langsung terbang ke ibukota. Perjalanan yang mereka lalui
Part 32"Sayang, Umma tunggu di bawah, ya. Jangan lama-lama, soalnya setelah Umma mengantar kamu ke pondokan. Umma harus segera pergi ke toko kita lho, Nak.""Iya, Umma. Maryam enggak akan lama kok, Umm. Kalau barangnya udah aku temukan, Maryam akan segera menyusul Umma ke bawah.""Baiklah, Nak."Tiba di lantai bawah, Jihan langsung membelokan kedua langkah jenjangnya menuju ruangan makan. Rumah Mbok yati memang terlihat sederhana bila di lihat dari luarnya saja, tapi siapa sangka kalau di dalam rumah sederhana itu sangatlah indah. Dua tahun yang lalu, Jihan telah membangun ulang rumah peninggalan wanita yang telah membesarkan dirinya dan Almarhumah selalu ada di sampingnya di kala sedih mau pun senang."Pagi Irma," sapa Jihan ramah pada gadis muda yang sedang mengaduk-ngaduk masakan di atas kompor."Pagi juga, Bu. Maaf, karena sarapannya belum saya siapkan semuanya di atas meja. Pagi ini saya bangunnya agak sedikit kesiangan, Bu," ucap Irma lirih merasa sangat bersalah dan juga malu
Part 31Madina terbangun, kala mendengar suara isakan lirih sang suami. Di sana, di hamparan sajadah. Prianya tengah terisak seraya menadahkan kedua tangannya memohon pada Sang Maha Pengasih, dengan kedua bahu kokohnya yang tampak terus bergetar.Pemandangan seperti itu sudah berlangsung selama sepuluh tahun, sang suami selalu menangis setiap kali mengingat akan dosa-dosanya di masa lalu. Menikah dengan Jihan secara diam-diam di belakangnya, dan secara langsung mereka juga telah melakukan berbuatan zina. Mengingat semua itu, hati Madina kembali merasakan perih."Astaghfirullah," gumam Madina seraya mengelus dadanya berulang kali, ketika mengingat luka lamanya yang telah ditorehkan oleh sang suami di masa lalu."Sayang," panggil Malik lembut seraya mengelus pipi sang istri. "Mas baru aja mau bangunin kamu, tadinya Mas mau ngajakin kamu salat malam bersama. Tapi kamu kayanya lagi enak banget boboknya, jadi Mas enggak tega mau membangunkan kamu, Dek. Terpaksa Mas salat malam terlebih dah
Part 30Waktu bergulir sangat cepat. Dua minggu telah berlalu pasca kecelakaan yang dialami Malik. Akan tetapi, masih belum ada tanda-tanda pria berhidung mancung itu akan sadar dari komanya."Semua ini karena kamu, Jihan! Kehidupan anak saya kembali hancur dan dia harus kehilangan istri dan juga anak-anaknya. Semua masalah yang menimpa Malik karena keegoisan kamu. Sekarang, kamu pasti merasa sangat puas melihat rumah tangga putra saya hancur!" bentak Bu Aisyah seraya menatap tajam pada wanita yang masih terisak sembari menundukkan kepala di hadapannya. "Dan, sekarang nyawa putra saya sedang dipertaruhkan di dalam sana, antara hidup dan juga mati. Puas kamu, haah?!""Istighfar, Umi. Kendalikan amarah Umi, enggak baik seperti ini, Mi. Ingat jantung Umi, Abi enggak mau kalau sakit Umi sampe kambuh lagi. Putra kita juga pasti ikut bersedih kalau dia melihat Umi terus marah-marah seperti ini. Dalam hal ini, Jihan enggak sepenuhnya bersalah, Mi. Dia juga menantu kita, sama seperti Madina.
Part 29"Saya tahu kalau Madina ada di sini. Tolong izinkan saya menemuinya dan membawa mereka kembali pulang ke rumah Kami," ucap Malik pada mantan suami Madina.Berulang kali pria berhidung mancung itu mencoba menghubungi nomor sang istri, tetapi yang dia dapat hanya penolakan. Setelah itu, nomor Madina sudah tidak aktif lagi. Maka Malik memutuskan untuk mencari istri dan juga putrinya. Dia yakin kalau sang istri pergi ke rumah Farzan. "Madina enggak ada di sini, Dok. Anda suaminya, bukan? Kenapa Anda mencari dia sampai ke rumah saya?" tanya Farzan mendengkus sinis seraya menatap cemooh pada pria tinggi yang sedang berdiri di hadapannya. "Ternyata Anda jauh lebih brengsek bila dibandingkan dengan saya, Dok. Kasian Madina dan juga kedua anak saya karena mendapatkan suami dan seorang ayah pengganti seperti Anda. Laki-laki yang sangat mengetahui hukum agama dengan baik, tapi diam-diam melakukan hubungan terlarang dan berselingkuh di belakang istri. Dasar laki-laki munaf—"Malik mengep
Part28"Lihat, bahkan sekarang Mas Malik sering meninggikan suara di depan saya ... hanya karena ingin membela wanita penggo—""Madina! Jaga ucapanmu! Jihan tidak bersalah sepenuhnya dalam hal ini. Dia tidak seburuk yang kamu pikirkan. Dia wanita baik yang rela meminjamkan rahimnya untuk memberi perlindungan kepada putri kita, Nadira. Apa kamu lupa?!" bentak Malik pada sang istri. Pria itu terpancing oleh semua kata-kata pedas dan hinaan yang dilontarkan wanita pertamanya untuk Jihan. "Mas enggak percaya kalau kamu bisa mengucapkan kata-kata sekasar itu kepada sesama kaummu sendiri. Kamu seperti bukan Madina yang sangat Mas kenal. Kamu berubah, Dek." Madina bertepuk tangan sembari tertawa sinis. "Saya berubah? Apa saya enggak salah dengar, Mas? Justru Mas Malik yang sudah banyak berubah, setelah kelahiran putri kita, Nadira. Bahkan Mas sering berkunjung ke rumah ini diam-diam tanpa sepengetahuan saya. Dan sekarang wanita yang diam-diam sudah Mas bodohi dan Mas Malik curangi ini suda
Part 27Keesokannya, tepat pukul 13.00 siang. Setelah menjenguk ibu dari mantan suaminya, Madina berniat singgah ke rumah Jihan untuk mengunjungi buah hatinya yang masih tinggal di sana. Entah kenapa, akhir-akhir ini perasaannya tidak bisa tenang setelah meladeni perang dingin yang dimulai terlebih dahulu oleh suaminya dua hari yang lalu.Sampai sekarang pun, mereka belum bertegur sapa. Akan tetapi, Madina tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang istri. Dia tetap memberikan pelayanan terbaik untuk sang suami, menyiapkan semua kebutuhan dan keperluan pria berbadan tegap itu sebelum berangkat bertugas di rumah sakit. Tiba di halaman luas rumah bergaya Eropa itu, Madina langsung memarkirkan mobilnya di sebelah mobil Honda Jazz milik sang tuan rumah. Namun, ada yang aneh di dalam garasi rumah yang sedang dia kunjunginya. Karena sepintas Madina seperti melihat Pejero hitam milik sang suami terparkir cantik di dalam garasi rumah mewah di hadapannya.Mendadak seperti ada tangan tak kasa
Part 26"Tidaak, Non Jihan! Jangan ambil dia, Ya Robb," teriak Mbok Yati histeris."Istigfar, Mbok. Insyaallah, Dokter Jihan baik-baik saja. Kita dengarkan terlebih dulu penjelasan dari Dokter Fani," ucap Madina mencoba menguatkan sembari memberi usapan lembut di punggung rapuh Mbok Yati.Sedang Malik yang berdiri tidak jauh dari sang istri, mendadak kesulitan untuk bernapas ketika membayangkan hal-hal yang tidak diinginkannya terjadi pada sang istri muda. Hatinya dilanda perasaan gelisah dan sangat takut memikirkan keadaan sang wanita kedua yang masih berada di dalam ruangan operasi. "Tenang, Mbok. Alhamdulillah keadaan Jihan baik-baik saja setelah tadi denyut jantung sempat melemah. Alhamdulillah, sekarang sudah kembali normal. Kita tinggal menunggu dia sadar dari pengaruh obat," terang Dokter Fani seraya menyunggingkan senyuman pada Mbok Yati."Alhamdulillah, tadi jantung Mbok rasanya mau copot, Bu dokter, kalau sampai terjadi sesuatu pada Nduk Ayu Jihan," ucap wanita paruh baya i
Part 25"Sudah, hmm? Sekarang, istirahatlah. Jangan menangis lagi. Kasian dia yang di dalam sini kalau ibunya terus bersedih. Kamu harus selalu ceria dan bahagia, Ji. Itu sangat bagus untuk perkembangan anak kita. Mengerti, hmm?" tutur Malik lembut seraya mengusap bibir ranum sang istri yang tampak agak sedikit bengkak karenanya."Iya, Mas," jawab Jihan seraya memalingkan wajah dari sang suami karena dia merasa sangat malu sudah bersikap sangat agresif pada pria tercintanya.Sedangkan Malik tersenyum tipis dan juga merasa sangat gemas kala melihat sikap manja wanita yang sekarang tampak sedang malu-malu dan wajah cantiknya sudah dipenuhi oleh rona kemerahan. "Beberapa menit lalu, kamu seperti singa betina yang sedang marah ketika kedamaiannya terusik. Sekarang, setelah mendapatkan apa yang diinginkan, kamu berubah kembali mirip seperti kelinci cantik, manis, dan sangat menggemaskan," ucap Malik seraya memakai kembali kaos polo bermodel kerah untuk menutupi dada bidang yang menjadi te