Part 5
Suara bel rumah terdengar nyaring. Madina yang kebetulan sedang berada di dapur membantu Bibi memasak pun langsung mencuci tangannya terlebih dahulu, sebelum dia beranjak ke sumber suara."Biar aku saja, Bik, yang membukanya," ucap wanita hamil itu lembut pada Bik Nani. Setelahnya, Madina langsung mengayunkan kedua kaki jenjangnya menuju ke ruangan depan untuk membukakan pintu.Setelah pintu terbuka, Madina mengukir senyuman di bibir mungilnya seraya menatap wajah cemberut sang putra dalam gendongan ayahnya."Assalamu'alaikum, Madina ...." "Wa ‘alaikumus-salam, Mas. Alhamdulillah putra Umi sudah pulang," jawab Madina ramah pada pria masa lalunya.Setelah itu, Akbar turun dari gendongan Farzan, lalu menyambut uluran tangan sang ibu untuk dicium dengan takzim."Masyaallah, salehnya putra Umi. Abang kenapa, Nak?" tanya Madina seraya mengelus lembut pipi tembam sang putra tercinta."Dia ketiduran tadi di dalam mobil, Dina. Oleh sebab itu, Mas sengaja menggendong putra kita. Mungkin Akbar masih mengantuk, Dina," jawab Farzan mewakili putra sulungnya."Kasian putra Umi. Sekarang, Abang ke dalam dulu, ya, Nak. Sebentar lagi Umi menyusul," titah Madina penuh kasih pada sang putra."Iya, Umi," jawab Akbar. Sebelum masuk ke rumah, bocah tampan itu mencium punggung tangan ayahnya terlebih dahulu. "Assalamualaikum, Yah!""Wa 'alaikumus-salam, Nak," jawab Farzan seraya mengelus sayang kepala sang putra tercinta."Terima kasih, Mas, sudah mau meluangkan waktu untuk mengantar jemput Akbar," ucap wanita berhidung mancung itu pada mantan suaminya."Sama-sama, Dina. Maaf, Mas sedikit telat mengantar Akbar pulang ke rumahmu. Tadi, Mas mengajak putra kita singgah ke kantor, ada sedikit pekerjaan yang harus Mas selesaikan di sana. Walau bagaimana pun, status Akbar masih putraku juga, Madina. Sudah menjadi tanggung jawab Mas untuk memerhatikan semua kebutuhannya.Jadi, kamu enggak usah mengucapkan terima kasih kepada Mas. Kehadirannya adalah sebuah anugerah terindah dari Allah, buah cinta kita berdua," jawab Farzan panjang pada wanita yang dahulu pernah menjadi ratu di hatinya atau mungkin nama Madina masih tersimpan rapi di sudut ruang hati terdalam Farzan. Pria yang memiliki rahang tegas dan sudah dikaruniai dua putri cantik, serta satu putra tampan yang terlahir dari rahim wanita yang berbeda itu tersenyum."Iya, Mas," jawab Madina seraya menghindari tatapan tajam Farzan yang dipenuhi binar bahagia."Mas Farzan, tunggu sebentar di sini, ya. Aku buatkan minuman dulu untukmu, Mas," ucap Madina mencoba mengalihkan pembicaraan tentang kenangan masa lalunya bersama mantan suami. Wanita berwajah teduh itu berusaha agar tetap bisa menghargai dan menghormati sosok ayah dari kedua anaknya."Enggak usah, Dina. Mas harus segera pulang, kasian Maya dan juga Ibu di rumah. Mereka pasti sudah menunggu Mas, Maya juga enggak mau makan kalau bukan Mas yang menyuapinya. Mas pamit pulang, ya, Madina. Titip salam untuk suami kamu, Malik. Tadi, sebelum Mas menjemput Akbar di sekolah, sepintas Mas sempat melihat mobil suami kamu terparkir rapi di sebuah restoran yang tempatnya tidak jauh dari kantor Mas, Dina," tutur Farzan seraya menatap lekat wajah cantik wanita yang telah melahirkan kedua buah hatinya."Ooh, mungkin Mas Malik sedang makan siang di restoran itu bersama rekan kerjanya, Mas," jawab Madina kalem berusaha berprasangka baik pada suaminya di sana."Eh, iya. Mungkin saja, Dina," ucap Farzan salah tingkah. "Ya, sudah, Dina, Mas pamit pulang dulu, takut kejebak macet di jalan. Assalamu'alaikum ....""Wa ‘alaikumus-salam ...."****"Sekarang, sebaiknya Abang mandi dulu, ya, Nak. Ini sudah mau magrib, lho, Nak. Tadi siang, putra Umi salat Zuhur apa, enggak? Asar juga kamu salat apa, enggak, Nak, di kantor ayahmu, hmm?" tanya Madina pelan pada Akbar. Wanita berhati lembut itu memang selalu mengajarkan pada kedua anaknya untuk selalu menjalankan kewajiban sebagai umat muslim."Salat, Mi. Akbar salat Zuhur dan juga Asar di kantor Ayah, Mi. Akbar juga sempat bobok siang di sana, Mi. Di kantor Ayah ada kamarnya juga, lho, Mi, Akbar suka bobok di sana," tutur Akbar sangat senang."Alhamdulillah, pintarnya putra Umi. Mungkin, kamar itu khusus untuk ayahmu beristirahat, kalo ayahmu kecapekan, Nak. Ya, sudah. Sekarang, Abang Akbar cepat mandi dulu. Umi tunggu di sini sambil menyiapkan baju ganti untuk Abang.""Siap, Umi ...."****Tepat pukul delapan malam, setelah selesai menyuapi putranya makan dan juga menunaikan salat Isya bersama, Madina kembali ke kamarnya sebentar. Dia berniat ingin menghubungi nomor ponsel Malik, hendak menanyakan kenapa belum juga pulang ke rumah. Seingat Madina, tadi siang saat sang suami menghubunginya, Malik sudah berjanji akan segera pulang.Madina mengucap istigfar berulang kali, mencoba menyingkirkan pikiran-pikiran buruk yang sempat singgah di dalam kepala. Madina akan selalu berusaha mengerti tentang kewajiban sang suami sebagai seorang dokter. Setelah itu, dia meraih ponsel pintarnya di atas nakas, di samping ranjang tidur. Ternyata sudah ada satu pesan masuk dari sang suami, satu jam yang lalu, tertera di aplikasi hijau.[Maaf, Sayang. Mas enggak bisa menepati janji padamu untuk segera pulang ke rumah. Mendadak tadi setelah asar banyak pasien masuk, mereka sangat membutuhkan pertolongan Mas, Sayang. Maafkan suamimu ini, kemungkinan nanti Mas pulang agak sedikit telat. Kamu langsung istirahat saja, Sayang. Enggak usah nungguin Mas karena Mas enggak mau kalau nanti kamu sampai kecapekan. Kasian anak kita yang ada di dalam kandunganmu, bisa kena dampaknya nanti kalau uminya kurang beristirahat. Kalau ada apa-apa dengan kandungan kamu, segera hubungi Mas, ya, Sayang. Titip salam rindu Mas untuk Akbar, putra kita. I love you, bidadariku.]Madina hanya membaca pesan tersebut tanpa ada niatan untuk membalasnya. Ada sedikit rasa kecewa di sudut hatinya, lagi-lagi dia harus bersabar dan juga berusaha mengerti pekerjaan sang suami sebagai seorang dokter. Entah kenapa, malam ini perasaan Madina sedikit tidak tenang."Semoga tidak terjadi apa-apa dengan Mas Malik. Lindungilah selalu suami hamba di sana, Ya Robb," ucap Madina merapal doa untuk sang kekasih hati. Dia merasa akan ada sesuatu yang besar masuk ke dalam mahligai rumah tangganya.Usai menemani putranya tidur, Madina kembali ke dalam kamar pribadinya. Dia tadi sempat ketiduran di kamar Akbar, lalu sekarang sudah pukul sepuluh malam lewat tiga puluh menit. Namun, prianya belum jua pulang ke rumah. Apakah benar hari ini banyak pasien yang harus suaminya tangani di rumah sakit? Hati Madina tidak bisa tenang, rasa gelisah menjalar di dalam dada. Madina kembali merapal zikir istigfar di bibir seraya mengusap-usap lembut perut buncitnya untuk menenangkan sang buah hati, yang sedari tadi terus-menerus bergerak sangat aktif, memberi tendangan-tendangan kecil di perutnya, seolah-olah bisa merasakan perasaan gelisah sang ibu."Sabar, ya, Sayang. Yuuk, sekarang kita coba telepon nomor ponsel abi kamu dulu, Nak," ucap Madina lembut, tangannya masih memberi usapan-usapan lembut di perut.Tut-tut!Madina merasa lega karena panggilan darinya langsung dijawab oleh pria yang namanya sejak tadi memenuhi ruang hati dan juga pikirannya. Namun, baru saja dia mengucap kata salam, pria beralis tebal itu langsung mematikan secara sepihak sambungan telepon dari Madina tanpa sempat menjawab salam.Sebelum itu, Madina sempat mendengar Malik menyebut nama seorang wanita penuh kekhawatiran di dalam nadanya. Dada Madina terasa sesak, serasa dihantam bongkahan batu yang sangat besar. Kedua pipinya sudah dibanjiri oleh derasnya air mata, Madina merasa kebahagiaan rumah tangganya yang sudah satu tahun dibina bersama Malik hancur seketika, dunianya terasa gelap."Enggak mungkin! Semua ini pasti hanyalah mimpi. Mas Malik enggak mungkin tega menyakiti hatiku!"♡♡♡♡TBCPart 6Sepanjang malam, sepasang netra teduhnya enggan terpejam. Madina masih terus memikirkan sang suami di sana. Pria tercintanya belum kunjung pulang ke rumah. Hati Madina masih terasa sesak kala mengingat sang suami terdengar begitu mengkhawatirkan wanita lain selain dirinya. Akan tetapi, Madina mencoba untuk tidak berprasangka buruk pada Malik.Mungkin saja wanita itu adalah salah satu pasien yang sedang suaminya tangani. Semalam hanya sepintas dia mendengarnya karena setelah itu sang suami langsung memutuskan sambungan telepon darinya secara sepihak. Madina sudah berusaha kembali menghubungi nomor ponsel Malik, tetapi hasilnya nihil dan sudah tidak aktif. "Sayang, kamu adalah buah cinta Umi dan juga Abi. Sekarang, waktunya Umi salat dulu, kita doakan abi kamu, ya, Nak. Semoga abi kamu selalu dalam lindungan Allah, selalu ingat kita yang ada di rumah terus menunggu kepulangannya," ucap Madina pada sang buah hati yang masih di dalam kandungnya. Madina membelai lembut perutnya se
Part 7"Sayang, Mas berangkat kerja dulu. Jaga diri kamu baik-baik di rumah. Nanti, kalau ada apa-apa dengan kandunganmu, langsung hubungi nomor ponsel Mas, ya, Sayang," ucap Malik pada istrinya."Iya, Mas. Jangan lupa nanti roti paratanya langsung dimakan kalau Mas sudah sampai di rumah sakit.""Siaap, Sayang ...."Sebelum pergi, Malik mencium kening istrinya dengan lembut. "Assalamu'alaikum, Sayang ....""Wa 'alaikumus-salam. Hati-hati, Mas ...."Perlahan Pajero hitam itu meluncur meninggalkan pelataran rumah Madina. Malik mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia merasa sangat bersalah pada sang istri karena ini adalah pertama kalinya dia berdusta pada teman hidupnya tersebut.Pria itu tampak menghela napasnya pelan. "Maafkan Mas, Madina. Percayalah, rasa cinta yang Mas miliki di dalam hati hanyalah untukmu seorang, Madina."Setibanya di halaman rumah sakit, dokter spesialis bedah itu memarkirkan kendaraan roda empatnya di tempat parkir khusus untuk para dokter yang bekerja
Part 8Tolong, tolong ... tolong!" teriak wanita itu lemah. Dia terlihat sudah tidak berdaya. Keadaan wanita itu terlihat mengenaskan dengan baju atasan yang sudah terkoyak karena ulah dari tiga pria berbadan besar yang masih berusaha menodainya."Lepaskan wanita itu!" ucap Malik tajam pada tiga pria di depannya."Ada jagoan rupanya. Jangan coba-coba mengganggu kesenangan kami! Hei, anak muda! Lebih baik, pergi saja dari hadapan kami!" peringat pria berkepala plontos itu tajam pada Malik. Pria tersebut adalah salah satu gerombolan dari tiga pria berbadan besar yang masih berusaha menguasai tubuh indah wanita itu.Malik sendiri, selain sosok pria yang ramah dan baik, ia juga pandai dalam ilmu bela diri. Malik tak memiliki perasaan takut pada sesama manusia. Baginya yang pantas ditakuti hanyalah Allah Sang Maha Segalanya. Dalam waktu dua puluh menit, Malik sudah berhasil menumbangkan ketiga pria tadi. Para berandal itu sudah tidak berdaya di hadapannya. Ada dua pengendara ojek online m
Part 9"Mbok, saya pamit pulang dulu. Nanti kalau ada apa-apa dengan Jihan, Mbok Yati bisa langsung menghubungi nomor telepon saya.""Enggih, Den Malik. Terima kasih karena Den Malik sudah menolong dan masih peduli dengan Non Jihan.""Sama-sama, Mbok. Assalamu’alaikum," ucap Malik santun pada wanita paruh baya di hadapannya."Wa ‘alaikumus-salam."Mobil Malik langsung meluncur membelah jalanan ibu kota yang tampak sepi menuju rumahnya. Dalam waktu setengah jam, dia sudah sampai di rumahnya. Setelah memastikan semuanya aman, dengan gerakan pelan Malik membuka pintu rumah menggunakan kunci cadangan yang selalu dibawanya ke mana pun pergi.Sebelum naik ke lantai atas, Malik mencuci tangannya terlebih dahulu. Setelah itu, dia langsung menapakkan kedua kaki panjangnya menaiki undakan anak tangga menuju ke lantai atas. Setibanya di lantai atas, lalu Malik membelokkan langkahnya menuju ke kamar utama. Setelah menutup pintu kamarnya dengan perlahan, Malik mengedarkan pandangan, mencari kebera
Part 10"Bu Madina kritis, Dok," jawab Dokter Fani penuh sesal dan sangat iba. "Saya ikut bersedih dan juga turut berduka atas apa yang telah terjadi pada Bu Madina. Anda yang sabar, ya, Dok. Kita doakan agar Bu Madina bisa secepatnya melewati masa kritisnya." "Maafkan Mas, Sayang. Semuanya salah Mas," ucap Malik seraya terisak. Pria itu terlihat sangat hancur."Kami akan memindahkan Bu Madina ke ruangan perawatan. Silakan kalau Dokter Malik ingin melihat dan menggendong putra Dokter terlebih dahulu. Bayi itu sangat tampan seperti Anda, Dok, tapi Allah lebih menyayangi putra Anda, Dok.""Iya, Dok. Terima kasih, Dokter Fani.""Satu lagi, Dok. Akibat benturan kuat saat Bu Madina terjatuh, rahim istri Anda mengalami luka dan kemungkinan akan membutuhkan waktu agak sedikit lama untuk memulihkannya. Jika Bu Madina ingin hamil kembali, minimal harus menunggu waktu selama satu tahunan setelah pasca pemulihan. Karena risiko keguguran di kehamilan Bu Madina berikutnya akan lebih besar dari ke
Part 11Sebelum pergi ke rumah Malik, Jihan memutuskan singgah terlebih dahulu di pemakaman di mana putra dari pria yang sangat dicintainya dikebumikan."Kamu yang tenang di sana, ya, Baby. Tante janji sama kamu, Baby Yazid, setelah ini hanya akan ada senyum bahagia menghiasi wajah tampan ayahmu. Itu janji Tante sama kamu, Baby," ucap Jihan seraya menaburkan kelopak bunga mawar di atas pusara almarhum Muhammad Yazid Ilmany, sesekali dia menghapus cairan bening di sudut matanya. "Tante pergi dulu, ya, Baby. Kapan-kapan Tante akan datang ke sini lagi." Dua puluh menit kemudian, Jihan sudah tiba di rumah Madina. Rumah yang tampak asri, dengan halaman cukup luas dan dilengkapi sebuah taman yang dihiasi berbagai jenis bunga-bunga indah. "Maaf, Ibu sedang cari siapa di sini?" tanya ramah satpam yang berjaga di depan gerbang rumah Madina."Ini benar rumahnya Dokter Malik, kan, Pak?" tanya balik wanita yang pagi ini mengenakan abaya hitam senada dengan pasmina yang menutupi kepalanya."Bena
Part 12"Wa ‘alaikumus-salam. Mbak?" tanya Madina dengan suara lemah. Dia merasa pernah melihat sosok wanita cantik yang sedang berdiri dengan gaya anggun di hadapannya."Saya, Jihan, Mbak. Lebih tepatnya Dokter Jihan, dokter spesialis bedah sama seperti suami Mbak, Mas Malik," jawab Jihan penuh percaya diri. "Saya ikut bersedih atas musibah yang Mbak Madina alami. Mbak yang sabar, ya. Cepat sembuh, Mbak. Semoga nanti Allah kembali memberikan kepercayaan lagi pada Mbak Madina dan juga Mas Malik, menitipkan amanah dari-Nya di dalam rahi—"Dengan cepat Bu Aisyah memotong ucapan wanita muda yang dahulu pernah menjadi tunangan putra tercintanya. Bahkan Bu Aisyah sudah menganggap wanita itu dan menyayangi Jihan seperti selayaknya putri kandungnya sendiri. Namun, dengan tega Jihan memutuskan ikatan pertunangannya dengan sang putra. "Jihan. Yuuk! Lebih baik, kita keluar dulu dari sini. Ada banyak pertanyaan yang mau Umi tanyakan kepada kamu. Kita berikan ruang privasi untuk mereka berdua. B
Part 13"Umii!" Dengan cepat Jihan menangkap tubuh Bu Aisyah ke dalam pelukan."Uminya Malik, kamu kenapa, Sayang?" tanya Pak Ibrahim cemas sembari menenangkan Lydia yang tiba-tiba saja menangis dalam gendongannya."Lho, Nak Jihan? Jadi, tadi kamu yang sedang berlutut di depan uminya Malik?""Iya, Abi," sahut Jihan seraya mendaratkan bokong di kursi yang letaknya tepat di depan ruang perawatan Madina, lalu dengan hati-hati wanita itu membaringkan tubuh Bu Aisyah dan membawa kepala ibunya Malik berbaring di atas pangkuannya. "Sebaiknya, kita panggil dokter saja, Nak Jihan. Abi takut uminya Malik kenapa-napa," ucap Pak Ibrahim panik ketika menatap wajah pucat sang istri."Abi enggak usah khawatir, Bi. Di sini sudah ada saya, Bi. Saya juga seorang dokter, sama seperti Mas Malik. Umi Aisyah baik-baik saja, beliau cuman pingsan biasa. Mungkin beliau syok saat melihat suster dan juga Dokter Fani berlari ke dalam ruang perawatan Mbak Madina. Jadi, Abi enggak usah khawatir atau pun cemas," t
Part 33"Assalamu'alaikum ...."Yusuf yang sedang menundukkan wajah di depan ruang perawatan VVIP, langsung mengangkat wajahnya ketika mendengar suara lembut seorang wanita yang sangat dia kenal. "Wa'alaikum salam, Jihan? Ini beneran kamu, kan, Ji?""Iya, Mas. Mas Yusuf apa kabar? Bagaimana keadaan Om Hasan, Mas?" tanya Jihan terdengar sangat cemas, seraya menatap wajah murung Kakak sepupunya. "Tadi Ayah sempat kolap lagi dan detak jantungnya sempat berhenti, oleh karena itu Mas nggak bisa menjemput kamu ke bandara. Maaf, ya, Ji," ucap Yusuf lirih. "Alhamdulillah, sekarang keadaan Ayah sudah kembali stabil seperti sebelumnya. Di dalam masih ada Dokter yang sedang memeriksanya.""Alhamdulillah." Jihan tampak lega setelah mendengar jawaban dari Yusuf. Wanita berparas jelita itu baru tiba di Jakarta sekitar satu jam-an yang lalu, setelah menempuh perjalanan lewat jalur udara. Dengan menggunakan kendaraan burung besi, dari Jogja langsung terbang ke ibukota. Perjalanan yang mereka lalui
Part 32"Sayang, Umma tunggu di bawah, ya. Jangan lama-lama, soalnya setelah Umma mengantar kamu ke pondokan. Umma harus segera pergi ke toko kita lho, Nak.""Iya, Umma. Maryam enggak akan lama kok, Umm. Kalau barangnya udah aku temukan, Maryam akan segera menyusul Umma ke bawah.""Baiklah, Nak."Tiba di lantai bawah, Jihan langsung membelokan kedua langkah jenjangnya menuju ruangan makan. Rumah Mbok yati memang terlihat sederhana bila di lihat dari luarnya saja, tapi siapa sangka kalau di dalam rumah sederhana itu sangatlah indah. Dua tahun yang lalu, Jihan telah membangun ulang rumah peninggalan wanita yang telah membesarkan dirinya dan Almarhumah selalu ada di sampingnya di kala sedih mau pun senang."Pagi Irma," sapa Jihan ramah pada gadis muda yang sedang mengaduk-ngaduk masakan di atas kompor."Pagi juga, Bu. Maaf, karena sarapannya belum saya siapkan semuanya di atas meja. Pagi ini saya bangunnya agak sedikit kesiangan, Bu," ucap Irma lirih merasa sangat bersalah dan juga malu
Part 31Madina terbangun, kala mendengar suara isakan lirih sang suami. Di sana, di hamparan sajadah. Prianya tengah terisak seraya menadahkan kedua tangannya memohon pada Sang Maha Pengasih, dengan kedua bahu kokohnya yang tampak terus bergetar.Pemandangan seperti itu sudah berlangsung selama sepuluh tahun, sang suami selalu menangis setiap kali mengingat akan dosa-dosanya di masa lalu. Menikah dengan Jihan secara diam-diam di belakangnya, dan secara langsung mereka juga telah melakukan berbuatan zina. Mengingat semua itu, hati Madina kembali merasakan perih."Astaghfirullah," gumam Madina seraya mengelus dadanya berulang kali, ketika mengingat luka lamanya yang telah ditorehkan oleh sang suami di masa lalu."Sayang," panggil Malik lembut seraya mengelus pipi sang istri. "Mas baru aja mau bangunin kamu, tadinya Mas mau ngajakin kamu salat malam bersama. Tapi kamu kayanya lagi enak banget boboknya, jadi Mas enggak tega mau membangunkan kamu, Dek. Terpaksa Mas salat malam terlebih dah
Part 30Waktu bergulir sangat cepat. Dua minggu telah berlalu pasca kecelakaan yang dialami Malik. Akan tetapi, masih belum ada tanda-tanda pria berhidung mancung itu akan sadar dari komanya."Semua ini karena kamu, Jihan! Kehidupan anak saya kembali hancur dan dia harus kehilangan istri dan juga anak-anaknya. Semua masalah yang menimpa Malik karena keegoisan kamu. Sekarang, kamu pasti merasa sangat puas melihat rumah tangga putra saya hancur!" bentak Bu Aisyah seraya menatap tajam pada wanita yang masih terisak sembari menundukkan kepala di hadapannya. "Dan, sekarang nyawa putra saya sedang dipertaruhkan di dalam sana, antara hidup dan juga mati. Puas kamu, haah?!""Istighfar, Umi. Kendalikan amarah Umi, enggak baik seperti ini, Mi. Ingat jantung Umi, Abi enggak mau kalau sakit Umi sampe kambuh lagi. Putra kita juga pasti ikut bersedih kalau dia melihat Umi terus marah-marah seperti ini. Dalam hal ini, Jihan enggak sepenuhnya bersalah, Mi. Dia juga menantu kita, sama seperti Madina.
Part 29"Saya tahu kalau Madina ada di sini. Tolong izinkan saya menemuinya dan membawa mereka kembali pulang ke rumah Kami," ucap Malik pada mantan suami Madina.Berulang kali pria berhidung mancung itu mencoba menghubungi nomor sang istri, tetapi yang dia dapat hanya penolakan. Setelah itu, nomor Madina sudah tidak aktif lagi. Maka Malik memutuskan untuk mencari istri dan juga putrinya. Dia yakin kalau sang istri pergi ke rumah Farzan. "Madina enggak ada di sini, Dok. Anda suaminya, bukan? Kenapa Anda mencari dia sampai ke rumah saya?" tanya Farzan mendengkus sinis seraya menatap cemooh pada pria tinggi yang sedang berdiri di hadapannya. "Ternyata Anda jauh lebih brengsek bila dibandingkan dengan saya, Dok. Kasian Madina dan juga kedua anak saya karena mendapatkan suami dan seorang ayah pengganti seperti Anda. Laki-laki yang sangat mengetahui hukum agama dengan baik, tapi diam-diam melakukan hubungan terlarang dan berselingkuh di belakang istri. Dasar laki-laki munaf—"Malik mengep
Part28"Lihat, bahkan sekarang Mas Malik sering meninggikan suara di depan saya ... hanya karena ingin membela wanita penggo—""Madina! Jaga ucapanmu! Jihan tidak bersalah sepenuhnya dalam hal ini. Dia tidak seburuk yang kamu pikirkan. Dia wanita baik yang rela meminjamkan rahimnya untuk memberi perlindungan kepada putri kita, Nadira. Apa kamu lupa?!" bentak Malik pada sang istri. Pria itu terpancing oleh semua kata-kata pedas dan hinaan yang dilontarkan wanita pertamanya untuk Jihan. "Mas enggak percaya kalau kamu bisa mengucapkan kata-kata sekasar itu kepada sesama kaummu sendiri. Kamu seperti bukan Madina yang sangat Mas kenal. Kamu berubah, Dek." Madina bertepuk tangan sembari tertawa sinis. "Saya berubah? Apa saya enggak salah dengar, Mas? Justru Mas Malik yang sudah banyak berubah, setelah kelahiran putri kita, Nadira. Bahkan Mas sering berkunjung ke rumah ini diam-diam tanpa sepengetahuan saya. Dan sekarang wanita yang diam-diam sudah Mas bodohi dan Mas Malik curangi ini suda
Part 27Keesokannya, tepat pukul 13.00 siang. Setelah menjenguk ibu dari mantan suaminya, Madina berniat singgah ke rumah Jihan untuk mengunjungi buah hatinya yang masih tinggal di sana. Entah kenapa, akhir-akhir ini perasaannya tidak bisa tenang setelah meladeni perang dingin yang dimulai terlebih dahulu oleh suaminya dua hari yang lalu.Sampai sekarang pun, mereka belum bertegur sapa. Akan tetapi, Madina tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang istri. Dia tetap memberikan pelayanan terbaik untuk sang suami, menyiapkan semua kebutuhan dan keperluan pria berbadan tegap itu sebelum berangkat bertugas di rumah sakit. Tiba di halaman luas rumah bergaya Eropa itu, Madina langsung memarkirkan mobilnya di sebelah mobil Honda Jazz milik sang tuan rumah. Namun, ada yang aneh di dalam garasi rumah yang sedang dia kunjunginya. Karena sepintas Madina seperti melihat Pejero hitam milik sang suami terparkir cantik di dalam garasi rumah mewah di hadapannya.Mendadak seperti ada tangan tak kasa
Part 26"Tidaak, Non Jihan! Jangan ambil dia, Ya Robb," teriak Mbok Yati histeris."Istigfar, Mbok. Insyaallah, Dokter Jihan baik-baik saja. Kita dengarkan terlebih dulu penjelasan dari Dokter Fani," ucap Madina mencoba menguatkan sembari memberi usapan lembut di punggung rapuh Mbok Yati.Sedang Malik yang berdiri tidak jauh dari sang istri, mendadak kesulitan untuk bernapas ketika membayangkan hal-hal yang tidak diinginkannya terjadi pada sang istri muda. Hatinya dilanda perasaan gelisah dan sangat takut memikirkan keadaan sang wanita kedua yang masih berada di dalam ruangan operasi. "Tenang, Mbok. Alhamdulillah keadaan Jihan baik-baik saja setelah tadi denyut jantung sempat melemah. Alhamdulillah, sekarang sudah kembali normal. Kita tinggal menunggu dia sadar dari pengaruh obat," terang Dokter Fani seraya menyunggingkan senyuman pada Mbok Yati."Alhamdulillah, tadi jantung Mbok rasanya mau copot, Bu dokter, kalau sampai terjadi sesuatu pada Nduk Ayu Jihan," ucap wanita paruh baya i
Part 25"Sudah, hmm? Sekarang, istirahatlah. Jangan menangis lagi. Kasian dia yang di dalam sini kalau ibunya terus bersedih. Kamu harus selalu ceria dan bahagia, Ji. Itu sangat bagus untuk perkembangan anak kita. Mengerti, hmm?" tutur Malik lembut seraya mengusap bibir ranum sang istri yang tampak agak sedikit bengkak karenanya."Iya, Mas," jawab Jihan seraya memalingkan wajah dari sang suami karena dia merasa sangat malu sudah bersikap sangat agresif pada pria tercintanya.Sedangkan Malik tersenyum tipis dan juga merasa sangat gemas kala melihat sikap manja wanita yang sekarang tampak sedang malu-malu dan wajah cantiknya sudah dipenuhi oleh rona kemerahan. "Beberapa menit lalu, kamu seperti singa betina yang sedang marah ketika kedamaiannya terusik. Sekarang, setelah mendapatkan apa yang diinginkan, kamu berubah kembali mirip seperti kelinci cantik, manis, dan sangat menggemaskan," ucap Malik seraya memakai kembali kaos polo bermodel kerah untuk menutupi dada bidang yang menjadi te