Part 11Sebelum pergi ke rumah Malik, Jihan memutuskan singgah terlebih dahulu di pemakaman di mana putra dari pria yang sangat dicintainya dikebumikan."Kamu yang tenang di sana, ya, Baby. Tante janji sama kamu, Baby Yazid, setelah ini hanya akan ada senyum bahagia menghiasi wajah tampan ayahmu. Itu janji Tante sama kamu, Baby," ucap Jihan seraya menaburkan kelopak bunga mawar di atas pusara almarhum Muhammad Yazid Ilmany, sesekali dia menghapus cairan bening di sudut matanya. "Tante pergi dulu, ya, Baby. Kapan-kapan Tante akan datang ke sini lagi." Dua puluh menit kemudian, Jihan sudah tiba di rumah Madina. Rumah yang tampak asri, dengan halaman cukup luas dan dilengkapi sebuah taman yang dihiasi berbagai jenis bunga-bunga indah. "Maaf, Ibu sedang cari siapa di sini?" tanya ramah satpam yang berjaga di depan gerbang rumah Madina."Ini benar rumahnya Dokter Malik, kan, Pak?" tanya balik wanita yang pagi ini mengenakan abaya hitam senada dengan pasmina yang menutupi kepalanya."Bena
Part 12"Wa ‘alaikumus-salam. Mbak?" tanya Madina dengan suara lemah. Dia merasa pernah melihat sosok wanita cantik yang sedang berdiri dengan gaya anggun di hadapannya."Saya, Jihan, Mbak. Lebih tepatnya Dokter Jihan, dokter spesialis bedah sama seperti suami Mbak, Mas Malik," jawab Jihan penuh percaya diri. "Saya ikut bersedih atas musibah yang Mbak Madina alami. Mbak yang sabar, ya. Cepat sembuh, Mbak. Semoga nanti Allah kembali memberikan kepercayaan lagi pada Mbak Madina dan juga Mas Malik, menitipkan amanah dari-Nya di dalam rahi—"Dengan cepat Bu Aisyah memotong ucapan wanita muda yang dahulu pernah menjadi tunangan putra tercintanya. Bahkan Bu Aisyah sudah menganggap wanita itu dan menyayangi Jihan seperti selayaknya putri kandungnya sendiri. Namun, dengan tega Jihan memutuskan ikatan pertunangannya dengan sang putra. "Jihan. Yuuk! Lebih baik, kita keluar dulu dari sini. Ada banyak pertanyaan yang mau Umi tanyakan kepada kamu. Kita berikan ruang privasi untuk mereka berdua. B
Part 13"Umii!" Dengan cepat Jihan menangkap tubuh Bu Aisyah ke dalam pelukan."Uminya Malik, kamu kenapa, Sayang?" tanya Pak Ibrahim cemas sembari menenangkan Lydia yang tiba-tiba saja menangis dalam gendongannya."Lho, Nak Jihan? Jadi, tadi kamu yang sedang berlutut di depan uminya Malik?""Iya, Abi," sahut Jihan seraya mendaratkan bokong di kursi yang letaknya tepat di depan ruang perawatan Madina, lalu dengan hati-hati wanita itu membaringkan tubuh Bu Aisyah dan membawa kepala ibunya Malik berbaring di atas pangkuannya. "Sebaiknya, kita panggil dokter saja, Nak Jihan. Abi takut uminya Malik kenapa-napa," ucap Pak Ibrahim panik ketika menatap wajah pucat sang istri."Abi enggak usah khawatir, Bi. Di sini sudah ada saya, Bi. Saya juga seorang dokter, sama seperti Mas Malik. Umi Aisyah baik-baik saja, beliau cuman pingsan biasa. Mungkin beliau syok saat melihat suster dan juga Dokter Fani berlari ke dalam ruang perawatan Mbak Madina. Jadi, Abi enggak usah khawatir atau pun cemas," t
Part 14Tok-tok-tok!!“Non, Non Jihan kenapa? Buka pintunya, Non. Ini Mbok bawakan makan siang untuk Non Jihan, pasti Non belum makan, kan, Nduk?” Di luar kamar, dengan sabar Mbok Yati berulang kali mengetuk-ngetuk pintu kamar Jihan.“Iya, sebentar, Mbok,” sahut Jihan seraya menghela napas panjang, lalu bangun dari pembaringan dan melangkah ke arah pintu. Setelah membuka pintu, Jihan kembali menghempaskan tubuhnya di atas ranjang.“Ini makanannya, Mbok taro di atas meja kerja kamu, ya, Nduk. Dimakan sekarang aja, Nduk, mumpung lauknya masih hangat, baru matang, lho, Nduk. Mbok sengaja masak lauk kesukaan Non Jihan yaitu ayam kecap pedas,” ujar Mbok Yati lembut dengan menampilkan senyum teduh di bibir sambil menatap Jihan yang tampak sedang tidak dalam keadaan baik.“Saya enggak lapar, Mbok. Saya lagi enggak kepengin apa-apa,” sahut wanita berlesung pipi itu dengan nada malas kepada wanita paruh baya yang sudah menjaga dan membesarkan dirinya.“Harus dipaksain, Nduk. Kalau enggak begit
Part 15"Assalamualaikum ....""Wa ‘alaikumus-salam, Mas." Baru saja Madina akan meraih tangan sang suami, tetapi Malik menolaknya terlebih dulu."Mas belum cuci tangan, Dek. Kan, Mas baru pulang dari perjalanan jauh, takutnya ada kuman yang menempel di sini dan Mas enggak mau kalau kuman itu sampai menempel ke kamu, Sayang. Cukup Mas saja yang suka menempeli kamu, Dek," goda Malik seraya menatap wajah cantik sang istri yang tampak sedang tersipu malu."Tunggu sebentar, Dek. Mas mau cuci tangan dulu.""Iya, Mas," sahut Madina dengan wajah yang tampak masih dihiasi oleh rona kemerahan.Lima menit kemudian, Malik menghampiri sang istri. "Nah, kalau sekarang, tangan Mas sudah bersih, Dek. Kamu bisa memeganginya dan menciumi sepuas kamu, Sayang."Madina langsung meraih tangan sang suami untuk dicium. "Masyaallah, salehahnya istri Mas. Beruntung Mas memilikimu, Sayang." Malik memberi kecupan sayang di kening sang istri, lalu membawa tubuh Madina ke dalam pelukannya. "Mas sangat merindukan
Part 16“Dokter Malik, bagaimana keadaan Bu Madina, Dok?” tanya Dokter Fani yang baru saja keluar dari ruang kerjanya. Kebetulan, dia berpapasan dengan Malik di lorong rumah sakit.Malik yang terlihat kelelahan karena seharian ini banyak pasien yang ditangani, hanya bisa menarik napas panjang sebelum menjawab pertanyaan dari wanita yang lumayan akrab dengan istrinya. “Alhamdulillah sehat, Dok. Tapi, dia masih menyimpan trauma bila menyangkut tentang kehamilan. Padahal saya sudah meyakinkan dia, kalau seandainya nanti memang tidak akan pernah ada anak di antara kami, saya tetap akan setia mendampinginya sampai kami menua bersama. Toh, kami sudah mempunyai Akbar dan Lydia. Saya sudah menganggap anak-anak sambung saya seperti anak kandung saya sendiri, tapi Madina tetap kekeh dengan pendiriannya,” sahut Malik seraya menghela napas panjang. “Semenjak meninggalnya putra pertama kami dan tiga kali mengalami keguguran, sekarang sifat istri saya sudah banyak berubah, Dok.”“Sabar, Dokter Ma
Part 17“Maaf, Mas,” ujar Madina merasa bersalah kala mendengar suaminya meringis kesakitan. “Aku cuman mau mengucapkan selamat kepada Mas, kalau kita sebentar lagi akan ... mempunyai anak.""Syukur alhamdulillah. Akhirnya, Allah mengabulkan keinginan dan harapan kamu, Dek," sahut Malik terdengar biasa saja, tidak seperti sang istri yang terlihat sangat bahagia. Madina mengurai pelukan dari tubuh tegap sang suami, lalu dia menatap kecewa pada pria yang sangat dicintainya. "Mas, sepertinya kamu enggak bahagia mendengar kabar baik ini. Kenapa, Mas?"Malik tampak menarik napas dalam, lalu mengembuskan secara perlahan. Kemudian, dia membingkai lembut wajah ayu sang istri dan memberi kecupan sayang di kening wanitanya. "Mas bahagia, Sayang. Tapi, Mas akan jauh lebih bahagia kalau anak kita lahir dari rahim kamu, Dek.""Tapi, yang aku lihat malah sebaliknya. Tidak ada raut bahagia terpancar di wajah tampanmu ini, Mas, atas anugerah berkah dari-Nya yang menghadirkan calon anak kita yang se
Part 18"Jihan kenapa, Mbok?" tanya Malik cemas. Dia baru saja tiba di rumah mewah bergaya Eropa itu dan langsung ke lantai atas."Non Jihan tadi tiba-tiba pingsan, Den, setelah keluar dari kamar mandi. Badannya juga panas, mungkin karena dari siang dia belum makan apa-apa. Waktu pagi juga dia cuman makan sedikit, tapi dimuntahkan kembali," terang Mbok Yati sembari terisak sedih kala melihat keadaan wanita kesayangannya terlihat lemah tak berdaya."Sekarang Mbok yang tenang. Jangan khawatir, Mbok. Insyaallah, Jihan baik-baik saja," ucap Malik yang langsung mengeluarkan stetoskop dan tensimeter dari dalam tas kerjanya untuk memeriksa wanita yang sedang mengandung anaknya. "Jihan kekurangan banyak cairan, Mbok, tekanan darahnya juga rendah. Apa dia masih merasakan mual-mual setiap pagi dan juga malam, Mbok?"Mbok Yati tampak mengangguk sembari menyusut buliran bening yang masih meluncur deras membasahi pipi. "Masih, tapi hari ini yang Mbok lihat mual-mual Non Jihan lebih parah enggak se
Part 33"Assalamu'alaikum ...."Yusuf yang sedang menundukkan wajah di depan ruang perawatan VVIP, langsung mengangkat wajahnya ketika mendengar suara lembut seorang wanita yang sangat dia kenal. "Wa'alaikum salam, Jihan? Ini beneran kamu, kan, Ji?""Iya, Mas. Mas Yusuf apa kabar? Bagaimana keadaan Om Hasan, Mas?" tanya Jihan terdengar sangat cemas, seraya menatap wajah murung Kakak sepupunya. "Tadi Ayah sempat kolap lagi dan detak jantungnya sempat berhenti, oleh karena itu Mas nggak bisa menjemput kamu ke bandara. Maaf, ya, Ji," ucap Yusuf lirih. "Alhamdulillah, sekarang keadaan Ayah sudah kembali stabil seperti sebelumnya. Di dalam masih ada Dokter yang sedang memeriksanya.""Alhamdulillah." Jihan tampak lega setelah mendengar jawaban dari Yusuf. Wanita berparas jelita itu baru tiba di Jakarta sekitar satu jam-an yang lalu, setelah menempuh perjalanan lewat jalur udara. Dengan menggunakan kendaraan burung besi, dari Jogja langsung terbang ke ibukota. Perjalanan yang mereka lalui
Part 32"Sayang, Umma tunggu di bawah, ya. Jangan lama-lama, soalnya setelah Umma mengantar kamu ke pondokan. Umma harus segera pergi ke toko kita lho, Nak.""Iya, Umma. Maryam enggak akan lama kok, Umm. Kalau barangnya udah aku temukan, Maryam akan segera menyusul Umma ke bawah.""Baiklah, Nak."Tiba di lantai bawah, Jihan langsung membelokan kedua langkah jenjangnya menuju ruangan makan. Rumah Mbok yati memang terlihat sederhana bila di lihat dari luarnya saja, tapi siapa sangka kalau di dalam rumah sederhana itu sangatlah indah. Dua tahun yang lalu, Jihan telah membangun ulang rumah peninggalan wanita yang telah membesarkan dirinya dan Almarhumah selalu ada di sampingnya di kala sedih mau pun senang."Pagi Irma," sapa Jihan ramah pada gadis muda yang sedang mengaduk-ngaduk masakan di atas kompor."Pagi juga, Bu. Maaf, karena sarapannya belum saya siapkan semuanya di atas meja. Pagi ini saya bangunnya agak sedikit kesiangan, Bu," ucap Irma lirih merasa sangat bersalah dan juga malu
Part 31Madina terbangun, kala mendengar suara isakan lirih sang suami. Di sana, di hamparan sajadah. Prianya tengah terisak seraya menadahkan kedua tangannya memohon pada Sang Maha Pengasih, dengan kedua bahu kokohnya yang tampak terus bergetar.Pemandangan seperti itu sudah berlangsung selama sepuluh tahun, sang suami selalu menangis setiap kali mengingat akan dosa-dosanya di masa lalu. Menikah dengan Jihan secara diam-diam di belakangnya, dan secara langsung mereka juga telah melakukan berbuatan zina. Mengingat semua itu, hati Madina kembali merasakan perih."Astaghfirullah," gumam Madina seraya mengelus dadanya berulang kali, ketika mengingat luka lamanya yang telah ditorehkan oleh sang suami di masa lalu."Sayang," panggil Malik lembut seraya mengelus pipi sang istri. "Mas baru aja mau bangunin kamu, tadinya Mas mau ngajakin kamu salat malam bersama. Tapi kamu kayanya lagi enak banget boboknya, jadi Mas enggak tega mau membangunkan kamu, Dek. Terpaksa Mas salat malam terlebih dah
Part 30Waktu bergulir sangat cepat. Dua minggu telah berlalu pasca kecelakaan yang dialami Malik. Akan tetapi, masih belum ada tanda-tanda pria berhidung mancung itu akan sadar dari komanya."Semua ini karena kamu, Jihan! Kehidupan anak saya kembali hancur dan dia harus kehilangan istri dan juga anak-anaknya. Semua masalah yang menimpa Malik karena keegoisan kamu. Sekarang, kamu pasti merasa sangat puas melihat rumah tangga putra saya hancur!" bentak Bu Aisyah seraya menatap tajam pada wanita yang masih terisak sembari menundukkan kepala di hadapannya. "Dan, sekarang nyawa putra saya sedang dipertaruhkan di dalam sana, antara hidup dan juga mati. Puas kamu, haah?!""Istighfar, Umi. Kendalikan amarah Umi, enggak baik seperti ini, Mi. Ingat jantung Umi, Abi enggak mau kalau sakit Umi sampe kambuh lagi. Putra kita juga pasti ikut bersedih kalau dia melihat Umi terus marah-marah seperti ini. Dalam hal ini, Jihan enggak sepenuhnya bersalah, Mi. Dia juga menantu kita, sama seperti Madina.
Part 29"Saya tahu kalau Madina ada di sini. Tolong izinkan saya menemuinya dan membawa mereka kembali pulang ke rumah Kami," ucap Malik pada mantan suami Madina.Berulang kali pria berhidung mancung itu mencoba menghubungi nomor sang istri, tetapi yang dia dapat hanya penolakan. Setelah itu, nomor Madina sudah tidak aktif lagi. Maka Malik memutuskan untuk mencari istri dan juga putrinya. Dia yakin kalau sang istri pergi ke rumah Farzan. "Madina enggak ada di sini, Dok. Anda suaminya, bukan? Kenapa Anda mencari dia sampai ke rumah saya?" tanya Farzan mendengkus sinis seraya menatap cemooh pada pria tinggi yang sedang berdiri di hadapannya. "Ternyata Anda jauh lebih brengsek bila dibandingkan dengan saya, Dok. Kasian Madina dan juga kedua anak saya karena mendapatkan suami dan seorang ayah pengganti seperti Anda. Laki-laki yang sangat mengetahui hukum agama dengan baik, tapi diam-diam melakukan hubungan terlarang dan berselingkuh di belakang istri. Dasar laki-laki munaf—"Malik mengep
Part28"Lihat, bahkan sekarang Mas Malik sering meninggikan suara di depan saya ... hanya karena ingin membela wanita penggo—""Madina! Jaga ucapanmu! Jihan tidak bersalah sepenuhnya dalam hal ini. Dia tidak seburuk yang kamu pikirkan. Dia wanita baik yang rela meminjamkan rahimnya untuk memberi perlindungan kepada putri kita, Nadira. Apa kamu lupa?!" bentak Malik pada sang istri. Pria itu terpancing oleh semua kata-kata pedas dan hinaan yang dilontarkan wanita pertamanya untuk Jihan. "Mas enggak percaya kalau kamu bisa mengucapkan kata-kata sekasar itu kepada sesama kaummu sendiri. Kamu seperti bukan Madina yang sangat Mas kenal. Kamu berubah, Dek." Madina bertepuk tangan sembari tertawa sinis. "Saya berubah? Apa saya enggak salah dengar, Mas? Justru Mas Malik yang sudah banyak berubah, setelah kelahiran putri kita, Nadira. Bahkan Mas sering berkunjung ke rumah ini diam-diam tanpa sepengetahuan saya. Dan sekarang wanita yang diam-diam sudah Mas bodohi dan Mas Malik curangi ini suda
Part 27Keesokannya, tepat pukul 13.00 siang. Setelah menjenguk ibu dari mantan suaminya, Madina berniat singgah ke rumah Jihan untuk mengunjungi buah hatinya yang masih tinggal di sana. Entah kenapa, akhir-akhir ini perasaannya tidak bisa tenang setelah meladeni perang dingin yang dimulai terlebih dahulu oleh suaminya dua hari yang lalu.Sampai sekarang pun, mereka belum bertegur sapa. Akan tetapi, Madina tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang istri. Dia tetap memberikan pelayanan terbaik untuk sang suami, menyiapkan semua kebutuhan dan keperluan pria berbadan tegap itu sebelum berangkat bertugas di rumah sakit. Tiba di halaman luas rumah bergaya Eropa itu, Madina langsung memarkirkan mobilnya di sebelah mobil Honda Jazz milik sang tuan rumah. Namun, ada yang aneh di dalam garasi rumah yang sedang dia kunjunginya. Karena sepintas Madina seperti melihat Pejero hitam milik sang suami terparkir cantik di dalam garasi rumah mewah di hadapannya.Mendadak seperti ada tangan tak kasa
Part 26"Tidaak, Non Jihan! Jangan ambil dia, Ya Robb," teriak Mbok Yati histeris."Istigfar, Mbok. Insyaallah, Dokter Jihan baik-baik saja. Kita dengarkan terlebih dulu penjelasan dari Dokter Fani," ucap Madina mencoba menguatkan sembari memberi usapan lembut di punggung rapuh Mbok Yati.Sedang Malik yang berdiri tidak jauh dari sang istri, mendadak kesulitan untuk bernapas ketika membayangkan hal-hal yang tidak diinginkannya terjadi pada sang istri muda. Hatinya dilanda perasaan gelisah dan sangat takut memikirkan keadaan sang wanita kedua yang masih berada di dalam ruangan operasi. "Tenang, Mbok. Alhamdulillah keadaan Jihan baik-baik saja setelah tadi denyut jantung sempat melemah. Alhamdulillah, sekarang sudah kembali normal. Kita tinggal menunggu dia sadar dari pengaruh obat," terang Dokter Fani seraya menyunggingkan senyuman pada Mbok Yati."Alhamdulillah, tadi jantung Mbok rasanya mau copot, Bu dokter, kalau sampai terjadi sesuatu pada Nduk Ayu Jihan," ucap wanita paruh baya i
Part 25"Sudah, hmm? Sekarang, istirahatlah. Jangan menangis lagi. Kasian dia yang di dalam sini kalau ibunya terus bersedih. Kamu harus selalu ceria dan bahagia, Ji. Itu sangat bagus untuk perkembangan anak kita. Mengerti, hmm?" tutur Malik lembut seraya mengusap bibir ranum sang istri yang tampak agak sedikit bengkak karenanya."Iya, Mas," jawab Jihan seraya memalingkan wajah dari sang suami karena dia merasa sangat malu sudah bersikap sangat agresif pada pria tercintanya.Sedangkan Malik tersenyum tipis dan juga merasa sangat gemas kala melihat sikap manja wanita yang sekarang tampak sedang malu-malu dan wajah cantiknya sudah dipenuhi oleh rona kemerahan. "Beberapa menit lalu, kamu seperti singa betina yang sedang marah ketika kedamaiannya terusik. Sekarang, setelah mendapatkan apa yang diinginkan, kamu berubah kembali mirip seperti kelinci cantik, manis, dan sangat menggemaskan," ucap Malik seraya memakai kembali kaos polo bermodel kerah untuk menutupi dada bidang yang menjadi te