Part 4
Usai menyatu raga, Malik membawa tubuh sang istri tidur ke dalam dekapan. Madina pun tidak bisa menolaknya, rasa cemburu yang sempat dia pendam di dalam dada menguap seketika, setelah ritual indah mereka pagi ini."Tidurlah, Sayang. Kamu butuh istirahat yang cukup. Maafkan suamimu ini, ya, karena sudah membuatmu kelelahan," ucap Malik lembut pada sang istri. Setelah mengucap kata itu, Malik mendaratkan kecupan penuh cinta di kening wanitanya."Hmm," gumam Madina singkat.Tiga puluh menit kemudian, akhirnya mereka berdua terlelap bersama. Tepat pukul satu siang, Malik terjaga dari lelapnya karena mendengar suara nada dering ponsel pintar miliknya yang tergeletak di atas nakas. Gegas Malik meraih benda pipih tersebut, lalu menekan tombol hijau untuk menjawab panggilan karena Malik tidak ingin waktu jam istirahat wanitanya terganggu.[“Assalamu’alaikum, iya, halo. Kenapa, Jihan?”]“....”[“Insyaallah bisa. Secepatnya saya akan datang ke rumah sakit. Dalam waktu setengah jam, saya usahakan sudah sampai di sana.”]“....”[“Iya, kamu percaya sama saya, kan, Jihan? Saya pasti akan menolongmu, apalagi ini tentang kewajiban kita sebagai seorang dokter.”]“....”[“Wa ‘alaikumus-salam ....”]Kemudian, Malik memindahkan kepala istrinya pelan-pelan ke atas bantal. Setelahnya, pria berhidung mancung itu langsung bergegas melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Selesai dengan ritual mandinya, Malik langsung masuk ke ruangan walk in closet. Dia harus segera bersiap karena di rumah sakit ada pasien yang sedang membutuhkan pertolongannya.Malik seorang dokter spesialis bedah, jadi kapan pun pasien membutuhkan pertolongannya, dia harus selalu siap. Karena memang itu tanggung jawab dan kewajibannya sebagai seorang dokter. Sebelum pergi, dia memberi kecupan sayang di kening Madina, lalu turun beralih memberi kecupan lembut di perut buncit wanita tersebut."Baik-baik di dalam perut Ummi, ya, Sayang. Abi tinggal kerja dulu," pamitnya pada sang buah hati. Rasanya Malik sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengan sang buah hati yang masih betah berlindung di dalam rahim istrinya.Malik merasa bersalah pada sang istri. Namun, di satu sisi, dia tidak bisa mengabaikan pasien yang sedang membutuhkan pertolongannya. Dia juga tidak tega membiarkan Jihan sendiri menangani pasien di sana."Maafkan Mas, Sayang. Mas berharap kamu mengerti seperti biasanya tentang kewajiban suamimu sebagai seorang dokter," lirih Malik sebelum beranjak pergi meninggalkan kamarnya.**** Pajero hitam itu meluncur cepat membelah keramaian jalanan ibu kota. Dia harus secepatnya sampai di rumah sakit, di sana ada nyawa seseorang yang sedang dipertaruhkan, antara hidup dan mati. Setibanya di rumah sakit, Malik mengayunkan langkah panjangnya dengan cepat menuju ke ruangan operasi setelah sebelumnya dia mengganti pakaiannya di ruangan pribadi."Syukurlah, kamu langsung datang ke sini, Mas! Aku sangat membutuhkan bantuanmu, Mas. Aku takut gagal dan tidak bisa menangani pasien itu," ucap Dokter Jihan pada Malik. Seketika dia merasa lega."Insyaallah, saya akan selalu siap membantumu, Jihan. Sekarang, sebaiknya kita langsung memulai operasinya. Saya enggak mau menyia-nyiakan waktu," titah Malik tegas pada dokter yang memiliki paras jelita di sampingnya.Setelah memakan waktu kurang lebih hampir tiga jam, akhirnya proses operasi pasien tersebut berjalan dengan lancar."Alhamdulillah, operasi kita berjalan lancar, Mas. Terima kasih, Mas Malik. Aku enggak tahu apakah proses operasi ini bisa berjalan lancar kalau sampai Mas Malik enggak datang ke sini untuk menolongku," tutur Jihan seraya menatap lekat wajah cinta pertamanya."Sama-sama, semuanya berkat kuasa dan pertolongan dari Allah, kita hanya perantaraannya," jawab Malik. Dia terlihat berusaha menjaga jarak dengan wanita yang ada di masa lalunya."Kebetulan aku mau turun ke kantin, apa Mas Malik mau nitip sesuatu?" tanya wanita bersurai kecokelatan itu pada Malik. Degup jantung di dalam dada selalu lebih cepat setiap kali dia berada di dekat pria yang namanya masih menguasai seluruh ruang di hatinya."Satu cup coffee susu hangat, kalau tidak merepotkanmu, Jihan.""Oke, Mas," jawab Jihan seraya mengacungkan jempolnya pada Malik. Hati Jihan terasa dipenuhi bunga-bunga karena bisa menatap lebih lama wajah rupawan sang pujaan hati. Setelahnya, dokter bertubuh sintal itu berlalu pergi menuju kantin rumah sakit yang letaknya tepat di lantai bawah.Sebentar lagi akan memasuki waktu salat asar, gegas Malik membelokkan langkahnya menuju ke ruangan pribadinya. Berulang kali bibir tebalnya merapal zikir istigfar, berusaha mengendalikan hati agar tidak terpengaruh oleh bisikan-bisikan yang akhir-akhir ini cukup mengganggu pikiran dan juga desiran aneh di dalam dada setiap kali berada di dekat Jihan.Ruangan kerja Malik ukurannya lumayan luas. Di dalamnya ada kamar mandi beserta ranjang berukuran sedang dan juga ada fasilitas lengkap yang lainnya. Malik juga menyimpan beberapa potong pakaiannya di sana, di salah satu lemari yang letaknya bersebelahan dengan ranjang.Sedangkan di tempat lain, di kawasan perumahan elite. Madina meraba sisi pembaringannya, wanita hamil itu merasa heran karena sang suami tidak ada di sampingnya. 'Ke mana perginya Mas Malik? Apa dia sedang berada di dalam kamar mandi?' batin Madina. Madina bangun, lalu dia membenarkan jubah tidurnya. Kemudian, dia mengayunkan langkah jenjangnya menuju ke kamar mandi, tetapi tidak menemukan prianya. Setelah itu, dia beralih menuju sisi lain ruangan kamarnya, membelokkan langkah masuk ke ruangan walk in closet."Mas, Mas Malik?" panggilnya berulang kali. "Di dalam sini juga enggak ada. Mungkin, Mas Malik sedang salat di masjid," gumam Madina pada dirinya sendiri.Setelahnya, Madina bergegas membersihkan dirinya terlebih dahulu karena sudah memasuki waktu salat asar. Dia merutuki dirinya sendiri karena sudah melalaikan kewajiban sebagai umat muslim. Madina sudah melewatkan waktu salat zuhur, sekalian Madina akan mengqadanya. Untuk sejenak, wajah Madina terasa memanas kala mengingat perlakuan manis sang suami saat menyentuhnya dengan sangat lembut, Malik terlihat sangat memujanya. Madina bahagia dan juga merasa sangat dihargai oleh sang suami.Selesai menunaikan kewajibannya sebagai umat muslim, kini Madina sudah tampil rapi dan juga terlihat sangat cantik untuk menyambut kepulangan suaminya dari masjid. Namun, sudah hampir pukul empat petang, kenapa prianya belum juga kunjung pulang ke rumah? Kemudian, Madina langsung menutupi surai indahnya dengan hijab instan berwarna hitam. Dia berniat turun ke lantai bawah. Namun, baru dua langkah Madina akan keluar meninggalkan kamarnya, tiba-tiba saja terdengar nada dering panggilan di ponselnya yang berada di atas nakas.Madina kembali memutar kedua langkah jenjangnya menuju ranjang. Dia meraih ponsel pintarnya, lalu menggeser tombol hijau di layar untuk menjawab panggilan masuk dari nomor yang tidak dia kenal.[“Assalamu’alaikum, bidadariku,”] sapa suara seseorang yang sangat Madina kenal.[“Wa ‘alaikumus-salam. Mas, kok, belum pulang dari masjid? Terus, ini Mas telepon pake nomor siapa?”] tanya Madina terdengar menuntut. Dia sangat penasaran ingin segera mengetahuinya.[“Mas pinjam ponsel milik teman Mas, Sayang. Ponsel Mas habis baterenya, baru Mas cas sepuluh menitan yang lalu. Mas sekarang sedang berada di rumah sakit, Sayang. Maaf, Mas meninggalkan kamu tanpa pamit terlebih dahulu. Karena keadaan sedang darurat, Dina. Ada pasien yang sangat membutuhkan bantuan Mas di sini, Mas tadi pergi ke rumah sakit sekitar pukul satu siang. Mas enggak tega mau membangunkan kamu, Sayang. Sekali lagi, tolong maafkan suamimu ini, ya, Sayang,”] pinta Malik terdengar memohon pada sang istri.[“Iya, enggak apa-apa, Mas. Insyaallah aku mengerti. Mas jangan sampai telat makan! Aku menunggu Mas pulang ke rumah. Aku masih sangat merindukanmu, Mas,”] ucap Madina manja pada pria yang menemani hidupnya saat ini.[“Insyaallah, Sayang. Mas juga masih sangat merindukanmu, Dina. Kamu juga jangan lupa makan, minum susu dan juga vitaminnya jangan sampai ketinggalan, ya! Love you,”] tutur Malik tak kalah lembut pada istri tercintanya."Mas, ini aku bawakan makanan kesukaanmu dari rumahku, titipin dari Bibik."Madina mematung untuk sesaat setelah mendengar suara lembut seorang wanita memanggil mesra suaminya dengan sebutan mas."Iya, terima kasih."[“Ya, sudah, Sayang. Mas mau makan siang dulu. Tunggu Mas pulang, ya, Sayang!Assalamu'alaikum.”]Madina masih mematung, dia acuh tak acuh saat sang suami mengucap salam pada dirinya. Tiba-tiba saja buliran bening sudah membasahi kedua pipinya, dada Madina terasa sesak membayangkan rumah tangganya akan kembali diuji seperti pernikahan di masa lalunya."Siapa wanita itu? Semoga kejadian di masa lalu tidak terulang kembali, Ya Robb ...."♡♡♡♡TBCPart 5Suara bel rumah terdengar nyaring. Madina yang kebetulan sedang berada di dapur membantu Bibi memasak pun langsung mencuci tangannya terlebih dahulu, sebelum dia beranjak ke sumber suara."Biar aku saja, Bik, yang membukanya," ucap wanita hamil itu lembut pada Bik Nani. Setelahnya, Madina langsung mengayunkan kedua kaki jenjangnya menuju ke ruangan depan untuk membukakan pintu. Setelah pintu terbuka, Madina mengukir senyuman di bibir mungilnya seraya menatap wajah cemberut sang putra dalam gendongan ayahnya."Assalamu'alaikum, Madina ...." "Wa ‘alaikumus-salam, Mas. Alhamdulillah putra Umi sudah pulang," jawab Madina ramah pada pria masa lalunya. Setelah itu, Akbar turun dari gendongan Farzan, lalu menyambut uluran tangan sang ibu untuk dicium dengan takzim. "Masyaallah, salehnya putra Umi. Abang kenapa, Nak?" tanya Madina seraya mengelus lembut pipi tembam sang putra tercinta. "Dia ketiduran tadi di dalam mobil, Dina. Oleh sebab itu, Mas sengaja menggendong putra kita. Mu
Part 6Sepanjang malam, sepasang netra teduhnya enggan terpejam. Madina masih terus memikirkan sang suami di sana. Pria tercintanya belum kunjung pulang ke rumah. Hati Madina masih terasa sesak kala mengingat sang suami terdengar begitu mengkhawatirkan wanita lain selain dirinya. Akan tetapi, Madina mencoba untuk tidak berprasangka buruk pada Malik.Mungkin saja wanita itu adalah salah satu pasien yang sedang suaminya tangani. Semalam hanya sepintas dia mendengarnya karena setelah itu sang suami langsung memutuskan sambungan telepon darinya secara sepihak. Madina sudah berusaha kembali menghubungi nomor ponsel Malik, tetapi hasilnya nihil dan sudah tidak aktif. "Sayang, kamu adalah buah cinta Umi dan juga Abi. Sekarang, waktunya Umi salat dulu, kita doakan abi kamu, ya, Nak. Semoga abi kamu selalu dalam lindungan Allah, selalu ingat kita yang ada di rumah terus menunggu kepulangannya," ucap Madina pada sang buah hati yang masih di dalam kandungnya. Madina membelai lembut perutnya se
Part 7"Sayang, Mas berangkat kerja dulu. Jaga diri kamu baik-baik di rumah. Nanti, kalau ada apa-apa dengan kandunganmu, langsung hubungi nomor ponsel Mas, ya, Sayang," ucap Malik pada istrinya."Iya, Mas. Jangan lupa nanti roti paratanya langsung dimakan kalau Mas sudah sampai di rumah sakit.""Siaap, Sayang ...."Sebelum pergi, Malik mencium kening istrinya dengan lembut. "Assalamu'alaikum, Sayang ....""Wa 'alaikumus-salam. Hati-hati, Mas ...."Perlahan Pajero hitam itu meluncur meninggalkan pelataran rumah Madina. Malik mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia merasa sangat bersalah pada sang istri karena ini adalah pertama kalinya dia berdusta pada teman hidupnya tersebut.Pria itu tampak menghela napasnya pelan. "Maafkan Mas, Madina. Percayalah, rasa cinta yang Mas miliki di dalam hati hanyalah untukmu seorang, Madina."Setibanya di halaman rumah sakit, dokter spesialis bedah itu memarkirkan kendaraan roda empatnya di tempat parkir khusus untuk para dokter yang bekerja
Part 8Tolong, tolong ... tolong!" teriak wanita itu lemah. Dia terlihat sudah tidak berdaya. Keadaan wanita itu terlihat mengenaskan dengan baju atasan yang sudah terkoyak karena ulah dari tiga pria berbadan besar yang masih berusaha menodainya."Lepaskan wanita itu!" ucap Malik tajam pada tiga pria di depannya."Ada jagoan rupanya. Jangan coba-coba mengganggu kesenangan kami! Hei, anak muda! Lebih baik, pergi saja dari hadapan kami!" peringat pria berkepala plontos itu tajam pada Malik. Pria tersebut adalah salah satu gerombolan dari tiga pria berbadan besar yang masih berusaha menguasai tubuh indah wanita itu.Malik sendiri, selain sosok pria yang ramah dan baik, ia juga pandai dalam ilmu bela diri. Malik tak memiliki perasaan takut pada sesama manusia. Baginya yang pantas ditakuti hanyalah Allah Sang Maha Segalanya. Dalam waktu dua puluh menit, Malik sudah berhasil menumbangkan ketiga pria tadi. Para berandal itu sudah tidak berdaya di hadapannya. Ada dua pengendara ojek online m
Part 9"Mbok, saya pamit pulang dulu. Nanti kalau ada apa-apa dengan Jihan, Mbok Yati bisa langsung menghubungi nomor telepon saya.""Enggih, Den Malik. Terima kasih karena Den Malik sudah menolong dan masih peduli dengan Non Jihan.""Sama-sama, Mbok. Assalamu’alaikum," ucap Malik santun pada wanita paruh baya di hadapannya."Wa ‘alaikumus-salam."Mobil Malik langsung meluncur membelah jalanan ibu kota yang tampak sepi menuju rumahnya. Dalam waktu setengah jam, dia sudah sampai di rumahnya. Setelah memastikan semuanya aman, dengan gerakan pelan Malik membuka pintu rumah menggunakan kunci cadangan yang selalu dibawanya ke mana pun pergi.Sebelum naik ke lantai atas, Malik mencuci tangannya terlebih dahulu. Setelah itu, dia langsung menapakkan kedua kaki panjangnya menaiki undakan anak tangga menuju ke lantai atas. Setibanya di lantai atas, lalu Malik membelokkan langkahnya menuju ke kamar utama. Setelah menutup pintu kamarnya dengan perlahan, Malik mengedarkan pandangan, mencari kebera
Part 10"Bu Madina kritis, Dok," jawab Dokter Fani penuh sesal dan sangat iba. "Saya ikut bersedih dan juga turut berduka atas apa yang telah terjadi pada Bu Madina. Anda yang sabar, ya, Dok. Kita doakan agar Bu Madina bisa secepatnya melewati masa kritisnya." "Maafkan Mas, Sayang. Semuanya salah Mas," ucap Malik seraya terisak. Pria itu terlihat sangat hancur."Kami akan memindahkan Bu Madina ke ruangan perawatan. Silakan kalau Dokter Malik ingin melihat dan menggendong putra Dokter terlebih dahulu. Bayi itu sangat tampan seperti Anda, Dok, tapi Allah lebih menyayangi putra Anda, Dok.""Iya, Dok. Terima kasih, Dokter Fani.""Satu lagi, Dok. Akibat benturan kuat saat Bu Madina terjatuh, rahim istri Anda mengalami luka dan kemungkinan akan membutuhkan waktu agak sedikit lama untuk memulihkannya. Jika Bu Madina ingin hamil kembali, minimal harus menunggu waktu selama satu tahunan setelah pasca pemulihan. Karena risiko keguguran di kehamilan Bu Madina berikutnya akan lebih besar dari ke
Part 11Sebelum pergi ke rumah Malik, Jihan memutuskan singgah terlebih dahulu di pemakaman di mana putra dari pria yang sangat dicintainya dikebumikan."Kamu yang tenang di sana, ya, Baby. Tante janji sama kamu, Baby Yazid, setelah ini hanya akan ada senyum bahagia menghiasi wajah tampan ayahmu. Itu janji Tante sama kamu, Baby," ucap Jihan seraya menaburkan kelopak bunga mawar di atas pusara almarhum Muhammad Yazid Ilmany, sesekali dia menghapus cairan bening di sudut matanya. "Tante pergi dulu, ya, Baby. Kapan-kapan Tante akan datang ke sini lagi." Dua puluh menit kemudian, Jihan sudah tiba di rumah Madina. Rumah yang tampak asri, dengan halaman cukup luas dan dilengkapi sebuah taman yang dihiasi berbagai jenis bunga-bunga indah. "Maaf, Ibu sedang cari siapa di sini?" tanya ramah satpam yang berjaga di depan gerbang rumah Madina."Ini benar rumahnya Dokter Malik, kan, Pak?" tanya balik wanita yang pagi ini mengenakan abaya hitam senada dengan pasmina yang menutupi kepalanya."Bena
Part 12"Wa ‘alaikumus-salam. Mbak?" tanya Madina dengan suara lemah. Dia merasa pernah melihat sosok wanita cantik yang sedang berdiri dengan gaya anggun di hadapannya."Saya, Jihan, Mbak. Lebih tepatnya Dokter Jihan, dokter spesialis bedah sama seperti suami Mbak, Mas Malik," jawab Jihan penuh percaya diri. "Saya ikut bersedih atas musibah yang Mbak Madina alami. Mbak yang sabar, ya. Cepat sembuh, Mbak. Semoga nanti Allah kembali memberikan kepercayaan lagi pada Mbak Madina dan juga Mas Malik, menitipkan amanah dari-Nya di dalam rahi—"Dengan cepat Bu Aisyah memotong ucapan wanita muda yang dahulu pernah menjadi tunangan putra tercintanya. Bahkan Bu Aisyah sudah menganggap wanita itu dan menyayangi Jihan seperti selayaknya putri kandungnya sendiri. Namun, dengan tega Jihan memutuskan ikatan pertunangannya dengan sang putra. "Jihan. Yuuk! Lebih baik, kita keluar dulu dari sini. Ada banyak pertanyaan yang mau Umi tanyakan kepada kamu. Kita berikan ruang privasi untuk mereka berdua. B
Part 33"Assalamu'alaikum ...."Yusuf yang sedang menundukkan wajah di depan ruang perawatan VVIP, langsung mengangkat wajahnya ketika mendengar suara lembut seorang wanita yang sangat dia kenal. "Wa'alaikum salam, Jihan? Ini beneran kamu, kan, Ji?""Iya, Mas. Mas Yusuf apa kabar? Bagaimana keadaan Om Hasan, Mas?" tanya Jihan terdengar sangat cemas, seraya menatap wajah murung Kakak sepupunya. "Tadi Ayah sempat kolap lagi dan detak jantungnya sempat berhenti, oleh karena itu Mas nggak bisa menjemput kamu ke bandara. Maaf, ya, Ji," ucap Yusuf lirih. "Alhamdulillah, sekarang keadaan Ayah sudah kembali stabil seperti sebelumnya. Di dalam masih ada Dokter yang sedang memeriksanya.""Alhamdulillah." Jihan tampak lega setelah mendengar jawaban dari Yusuf. Wanita berparas jelita itu baru tiba di Jakarta sekitar satu jam-an yang lalu, setelah menempuh perjalanan lewat jalur udara. Dengan menggunakan kendaraan burung besi, dari Jogja langsung terbang ke ibukota. Perjalanan yang mereka lalui
Part 32"Sayang, Umma tunggu di bawah, ya. Jangan lama-lama, soalnya setelah Umma mengantar kamu ke pondokan. Umma harus segera pergi ke toko kita lho, Nak.""Iya, Umma. Maryam enggak akan lama kok, Umm. Kalau barangnya udah aku temukan, Maryam akan segera menyusul Umma ke bawah.""Baiklah, Nak."Tiba di lantai bawah, Jihan langsung membelokan kedua langkah jenjangnya menuju ruangan makan. Rumah Mbok yati memang terlihat sederhana bila di lihat dari luarnya saja, tapi siapa sangka kalau di dalam rumah sederhana itu sangatlah indah. Dua tahun yang lalu, Jihan telah membangun ulang rumah peninggalan wanita yang telah membesarkan dirinya dan Almarhumah selalu ada di sampingnya di kala sedih mau pun senang."Pagi Irma," sapa Jihan ramah pada gadis muda yang sedang mengaduk-ngaduk masakan di atas kompor."Pagi juga, Bu. Maaf, karena sarapannya belum saya siapkan semuanya di atas meja. Pagi ini saya bangunnya agak sedikit kesiangan, Bu," ucap Irma lirih merasa sangat bersalah dan juga malu
Part 31Madina terbangun, kala mendengar suara isakan lirih sang suami. Di sana, di hamparan sajadah. Prianya tengah terisak seraya menadahkan kedua tangannya memohon pada Sang Maha Pengasih, dengan kedua bahu kokohnya yang tampak terus bergetar.Pemandangan seperti itu sudah berlangsung selama sepuluh tahun, sang suami selalu menangis setiap kali mengingat akan dosa-dosanya di masa lalu. Menikah dengan Jihan secara diam-diam di belakangnya, dan secara langsung mereka juga telah melakukan berbuatan zina. Mengingat semua itu, hati Madina kembali merasakan perih."Astaghfirullah," gumam Madina seraya mengelus dadanya berulang kali, ketika mengingat luka lamanya yang telah ditorehkan oleh sang suami di masa lalu."Sayang," panggil Malik lembut seraya mengelus pipi sang istri. "Mas baru aja mau bangunin kamu, tadinya Mas mau ngajakin kamu salat malam bersama. Tapi kamu kayanya lagi enak banget boboknya, jadi Mas enggak tega mau membangunkan kamu, Dek. Terpaksa Mas salat malam terlebih dah
Part 30Waktu bergulir sangat cepat. Dua minggu telah berlalu pasca kecelakaan yang dialami Malik. Akan tetapi, masih belum ada tanda-tanda pria berhidung mancung itu akan sadar dari komanya."Semua ini karena kamu, Jihan! Kehidupan anak saya kembali hancur dan dia harus kehilangan istri dan juga anak-anaknya. Semua masalah yang menimpa Malik karena keegoisan kamu. Sekarang, kamu pasti merasa sangat puas melihat rumah tangga putra saya hancur!" bentak Bu Aisyah seraya menatap tajam pada wanita yang masih terisak sembari menundukkan kepala di hadapannya. "Dan, sekarang nyawa putra saya sedang dipertaruhkan di dalam sana, antara hidup dan juga mati. Puas kamu, haah?!""Istighfar, Umi. Kendalikan amarah Umi, enggak baik seperti ini, Mi. Ingat jantung Umi, Abi enggak mau kalau sakit Umi sampe kambuh lagi. Putra kita juga pasti ikut bersedih kalau dia melihat Umi terus marah-marah seperti ini. Dalam hal ini, Jihan enggak sepenuhnya bersalah, Mi. Dia juga menantu kita, sama seperti Madina.
Part 29"Saya tahu kalau Madina ada di sini. Tolong izinkan saya menemuinya dan membawa mereka kembali pulang ke rumah Kami," ucap Malik pada mantan suami Madina.Berulang kali pria berhidung mancung itu mencoba menghubungi nomor sang istri, tetapi yang dia dapat hanya penolakan. Setelah itu, nomor Madina sudah tidak aktif lagi. Maka Malik memutuskan untuk mencari istri dan juga putrinya. Dia yakin kalau sang istri pergi ke rumah Farzan. "Madina enggak ada di sini, Dok. Anda suaminya, bukan? Kenapa Anda mencari dia sampai ke rumah saya?" tanya Farzan mendengkus sinis seraya menatap cemooh pada pria tinggi yang sedang berdiri di hadapannya. "Ternyata Anda jauh lebih brengsek bila dibandingkan dengan saya, Dok. Kasian Madina dan juga kedua anak saya karena mendapatkan suami dan seorang ayah pengganti seperti Anda. Laki-laki yang sangat mengetahui hukum agama dengan baik, tapi diam-diam melakukan hubungan terlarang dan berselingkuh di belakang istri. Dasar laki-laki munaf—"Malik mengep
Part28"Lihat, bahkan sekarang Mas Malik sering meninggikan suara di depan saya ... hanya karena ingin membela wanita penggo—""Madina! Jaga ucapanmu! Jihan tidak bersalah sepenuhnya dalam hal ini. Dia tidak seburuk yang kamu pikirkan. Dia wanita baik yang rela meminjamkan rahimnya untuk memberi perlindungan kepada putri kita, Nadira. Apa kamu lupa?!" bentak Malik pada sang istri. Pria itu terpancing oleh semua kata-kata pedas dan hinaan yang dilontarkan wanita pertamanya untuk Jihan. "Mas enggak percaya kalau kamu bisa mengucapkan kata-kata sekasar itu kepada sesama kaummu sendiri. Kamu seperti bukan Madina yang sangat Mas kenal. Kamu berubah, Dek." Madina bertepuk tangan sembari tertawa sinis. "Saya berubah? Apa saya enggak salah dengar, Mas? Justru Mas Malik yang sudah banyak berubah, setelah kelahiran putri kita, Nadira. Bahkan Mas sering berkunjung ke rumah ini diam-diam tanpa sepengetahuan saya. Dan sekarang wanita yang diam-diam sudah Mas bodohi dan Mas Malik curangi ini suda
Part 27Keesokannya, tepat pukul 13.00 siang. Setelah menjenguk ibu dari mantan suaminya, Madina berniat singgah ke rumah Jihan untuk mengunjungi buah hatinya yang masih tinggal di sana. Entah kenapa, akhir-akhir ini perasaannya tidak bisa tenang setelah meladeni perang dingin yang dimulai terlebih dahulu oleh suaminya dua hari yang lalu.Sampai sekarang pun, mereka belum bertegur sapa. Akan tetapi, Madina tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang istri. Dia tetap memberikan pelayanan terbaik untuk sang suami, menyiapkan semua kebutuhan dan keperluan pria berbadan tegap itu sebelum berangkat bertugas di rumah sakit. Tiba di halaman luas rumah bergaya Eropa itu, Madina langsung memarkirkan mobilnya di sebelah mobil Honda Jazz milik sang tuan rumah. Namun, ada yang aneh di dalam garasi rumah yang sedang dia kunjunginya. Karena sepintas Madina seperti melihat Pejero hitam milik sang suami terparkir cantik di dalam garasi rumah mewah di hadapannya.Mendadak seperti ada tangan tak kasa
Part 26"Tidaak, Non Jihan! Jangan ambil dia, Ya Robb," teriak Mbok Yati histeris."Istigfar, Mbok. Insyaallah, Dokter Jihan baik-baik saja. Kita dengarkan terlebih dulu penjelasan dari Dokter Fani," ucap Madina mencoba menguatkan sembari memberi usapan lembut di punggung rapuh Mbok Yati.Sedang Malik yang berdiri tidak jauh dari sang istri, mendadak kesulitan untuk bernapas ketika membayangkan hal-hal yang tidak diinginkannya terjadi pada sang istri muda. Hatinya dilanda perasaan gelisah dan sangat takut memikirkan keadaan sang wanita kedua yang masih berada di dalam ruangan operasi. "Tenang, Mbok. Alhamdulillah keadaan Jihan baik-baik saja setelah tadi denyut jantung sempat melemah. Alhamdulillah, sekarang sudah kembali normal. Kita tinggal menunggu dia sadar dari pengaruh obat," terang Dokter Fani seraya menyunggingkan senyuman pada Mbok Yati."Alhamdulillah, tadi jantung Mbok rasanya mau copot, Bu dokter, kalau sampai terjadi sesuatu pada Nduk Ayu Jihan," ucap wanita paruh baya i
Part 25"Sudah, hmm? Sekarang, istirahatlah. Jangan menangis lagi. Kasian dia yang di dalam sini kalau ibunya terus bersedih. Kamu harus selalu ceria dan bahagia, Ji. Itu sangat bagus untuk perkembangan anak kita. Mengerti, hmm?" tutur Malik lembut seraya mengusap bibir ranum sang istri yang tampak agak sedikit bengkak karenanya."Iya, Mas," jawab Jihan seraya memalingkan wajah dari sang suami karena dia merasa sangat malu sudah bersikap sangat agresif pada pria tercintanya.Sedangkan Malik tersenyum tipis dan juga merasa sangat gemas kala melihat sikap manja wanita yang sekarang tampak sedang malu-malu dan wajah cantiknya sudah dipenuhi oleh rona kemerahan. "Beberapa menit lalu, kamu seperti singa betina yang sedang marah ketika kedamaiannya terusik. Sekarang, setelah mendapatkan apa yang diinginkan, kamu berubah kembali mirip seperti kelinci cantik, manis, dan sangat menggemaskan," ucap Malik seraya memakai kembali kaos polo bermodel kerah untuk menutupi dada bidang yang menjadi te