Setelah gagal mendapatkan hasil dari penyelidikan pelayannya, Selir Mei Xiao memutuskan untuk bertindak langsung."Malam ini kita undang Permaisuri untuk makan malam bersama," kata Mei Xiao sambil menyusun rencana di dalam pikirannya. "Aku juga sudah mengajak Yang Mulia Kaisar. Kalau Zhao Xueyan membuat kesalahan di hadapan Yang Mulia, aku akan memastikan dia dihukum."Para selir lain yang mendengar rencana ini hanya tersenyum penuh arti. Sebagian dari mereka penasaran, sebagian lagi sekadar ingin menikmati drama yang mungkin terjadi.Zhao Xueyan menerima undangan makan malam itu dengan tenang. Niuniu tampak cemas saat membacakan isi undangan tersebut."Nona, ini pasti jebakan. Selir Mei Xiao tidak pernah berniat baik terhadap Anda," ucap Niuniu, suaranya bergetar.Zhao Xueyan tersenyum tipis, matanya penuh dengan ketenangan yang tak terbaca. "Tentu saja ini jebakan. Tapi justru itulah alasan aku harus datang."Niuniu mengerutkan kening. "Tapi bagaimana kalau mereka mencoba mempermalu
Para selir terdiam, wajah mereka merah padam karena marah dan malu. Kaisar Zheng Yu, yang diam sejak awal, mengamati dengan pandangan penuh minat. Kaisar Zheng Yu tidak menyangka bahwa Zhao Xueyan yang dulu terlihat lemah kini mampu membalas setiap serangan dengan begitu tajam dan cerdas.Mei Xiao berusaha menguasai dirinya, tetapi penghinaan halus Zhao Xueyan membuatnya semakin tidak tenang. Dia memutuskan untuk melancarkan serangan terakhir."Kalau begitu, mari kita bersulang untuk kembalinya Permaisuri yang telah berhasil melewati wabah serta kepulangan Permaisuri," ujar Mei Xiao sambil tersenyum sinis. "Pelayan, bawa anggur terbaik kita!"Pelayan segera menuangkan anggur ke dalam gelas semua orang. Ketika Zhao Xueyan hendak mengambil gelasnya, dia berhenti sejenak, menatap anggur itu dengan tajam."Pelayan," kata Zhao Xueyan tiba-tiba. "Coba kau minum dulu anggur ini."Semua orang di ruangan itu terdiam. Pelayan yang diminta meminum anggur itu gemetar, wajahnya pucat pasi."Apa m
Paviliun kecil milik Zhao Xueyan yang sunyi kembali diramaikan oleh kehadiran tiga selir kekaisaran, selir Hua Lingxin, Xue Yuxian, dan Rong Yue. Wajah mereka menunjukkan campuran amarah dan penghinaan. Mereka datang dengan tujuan yang jelas—membalas penghinaan yang mereka rasakan saat makan malam sebelumnya.Niuniu menyambut mereka di pintu dengan ekspresi dingin. Namun, sebelum Niuniu sempat berbicara, Selir Hua Lingxin menyela, “Kami tidak butuh izinmu untuk bertemu Permaisuri. Minggir!”Niuniu terdiam sejenak, lalu melirik ke dalam. Zhao Xueyan yang mendengar keributan itu berkata dengan tenang, “Biarkan mereka masuk.”Ketiga selir itu melangkah masuk dengan percaya diri, meskipun aura Zhao Xueyan yang duduk di tengah paviliun terasa berbeda dari biasanya.“Permaisuri,” Hua Lingxin memulai dengan nada penuh sindiran, “Kami datang untuk memberimu peringatan. Tindakanmu di depan Kaisar sangat tidak pantas.”Selir Xue Yuxian menambahkan dengan nada dingin, “Apa kau lupa siapa dirimu
Keesokan harinya, ketiga selir kaisar—Hua Lingxin, Xue Yuxian, dan Rong Yue—melangkah anggun ke aula utama dengan niat yang jelas. Wajah mereka dihiasi kesedihan pura-pura, lengkap dengan suara lembut yang dipenuhi keluhan. Mereka menunggu momen yang tepat untuk menjatuhkan Zhao Xueyan.Ketiga selir itu bahkan sudah mempersiapkan segalanya, dari bukti palsu hingga para pelayan yang telah mereka suap untuk bersaksi melawan Zhao Xueyan.Selir kehormatan Mei Xiao yang mengetahui hal itu, segera ke aula istana. Dia ingin melihat permaisuri Zhao Xueyan dihukum. “Salam hormat kami, Yang Mulia Kaisar.” Ketiga selir kompak menunduk hormat. Kaisar Zheng Yu duduk di singgasananya, dia baru saja selesai rapat bersama para pejabat istana. “Salam kalian kuterima. Ada apa kalian kesini?” tanya Kaisar Zheng Yu dengan suara lembut. Ketiga selir itu saling pandang, mereka langsung menampilkan wajah menyedihkan, membuat kaisar Zheng Yu mengerutkan keningnya. “Ada apa Selirku? Katakan saja,” kata k
Zhao Xueyan berdiri dengan tenang, bibirnya melengkung sedikit, menyembunyikan senyum puas. Dalam hati, dia kembali mengingat kejadian malam sebelumnya.Malam itu, Zhao Xueyan duduk di paviliunnya sambil memutar jarum tipis di tangannya. Wajahnya tenang, tetapi matanya penuh dengan tekad.Terlihat wajah Niuniu tidak yakin. "Nona, apakah Anda yakin ini tidak terlalu berisiko? Jika mereka mengetahui ....""Diam, Niuniu. Mereka yang memulai permainan ini. Aku hanya memberikan balasan kecil. Lagipula, mereka perlu belajar bahwa aku bukan wanita bodoh yang bisa mereka manfaatkan lagi,” kata Zhao Xueyan tenang. Dengan langkah hati-hati, Zhao Xueyan dan Niuniu menyusup ke tempat para pelayan itu tinggal. Dibantu oleh bayangan malam, mereka bergerak seperti angin, nyaris tak terdengar. Zhao Xueyan menaburkan bubuk kecil ke secangkir teh yang ditinggalkan di meja, sementara Niuniu memegang pintu agar tetap terbuka.Zhao Xueyan mendekati salah satu pelayan yang sedang tidur, dan dengan jarum h
Setelah persidangan di aula istana selesai, Zhao Xueyan berjalan keluar dengan langkah anggun, diiringi oleh Niuniu yang menatap penuh kekaguman. Meski dari luar terlihat tenang, di dalam hatinya, Zhao Xueyan menyimpan rasa tidak puas. Hukuman menulis dan menghafal aturan istana untuk ketiga selir itu terlalu ringan dibandingkan dengan hukuman cambuk yang pernah dia terima.‘Hukum cambuk seharusnya diberikan pada mereka. Tapi tak apa ... Kaisar boleh bermain aman, tapi aku tidak akan tinggal diam. Jika hukuman tak datang dari istana, maka aku sendiri yang akan menghukum mereka,’ batin Zhao Xueyan. Setibanya di paviliun kecilnya, Zhao Xueyan duduk dengan tenang di kursi utama. Pandangannya mengarah pada langit-langit, seolah sedang merancang strategi baru.“Hukuman menghafal terlalu ringan, seharusnya mereka dihukum cambuk,” ujar Niuniu merasa geram. Niuniu sama seperti Zhao Xueyan, dia tidak puas pada hukuman yang diberikan oleh kaisar Zheng Yu untuk ketiga selir itu. Jika itu Zhao
Malam itu sunyi, hanya terdengar suara angin yang berbisik di antara pepohonan, dan suara langkah kaki Zhao Xueyan serta Niuniu yang begitu ringan, seolah mereka menjadi bagian dari kegelapan malam. “Apa kau siap, Niuniu?” tanya Zhao Xueyan sambil mengamati sebuah kediaman.Niuniu mengangguk yakin. “Saya siap, Nona.” “Bagus. Telan ini, pil ini adalah penghilang aura kehidupan,” kata Zhao Xueyan.Zhao Xueyan dan Niuniu dengan sigap meminum pil penghilang aura kehidupan, yang membuatnya tak terdeteksi oleh pengawal yang berjaga di kediaman Menteri Pajak Xue. Dengan gerakan halus, Zhao Xueyan dan Niuniu melompat dari atap ke atap, melintasi kediaman besar yang megah tanpa menimbulkan suara. Setiap gerakan mereka seperti bayangan yang tak terlihat.Zhao Xueyan memimpin, matanya tajam, memindai setiap gerakan pengawal yang tak jauh dari posisi mereka. “Berhati-hatilah!” peringat Zhao Xueyan berbisik. Niuniu mengikuti dengan cermat, tidak membiarkan dirinya tertinggal. Mereka meluncur
Berita tentang keputusan Kaisar Zheng Yu menghukum ayahnya, Menteri Pajak Xue Jun, dengan hukuman penggal dan mengasingkan seluruh keluarganya ke desa Tuotuo membuat Selir Xue Yuxian kehilangan ketenangannya. Desa Tuotuo dikenal sebagai tempat buangan yang keras, tempat para mantan pejabat hidup dalam pengasingan tanpa kehormatan. Tidak terbayangkan keluarga Xue, yang selama ini hidup dalam kemewahan dan kehormatan, akan jatuh ke jurang kehinaan seperti itu.Dengan wajah penuh kecemasan, selir pertama Xue Yuxian melangkah cepat menuju aula istana. Gaun merahnya berdesir di lantai, namun tidak ada seorang pun yang berani menghentikannya. Tatapannya penuh determinasi, meski di balik itu ada ketakutan yang tak bisa ia sembunyikan.Selir pertama Xue Yuxian dengan suara bergetar, bersujud di hadapan Kaisar Zheng Yu. "Yang Mulia, ampunilah keluarga hamba. Ayah hamba mungkin telah melakukan kesalahan besar, tetapi ia tetaplah pelayan setia Kekaisaran ini. Jangan biarkan keluarganya menderit
Begitu melangkah ke dalam dapur istana, Zhao Xueyan langsung membelalakkan mata. Mulutnya sedikit terbuka tanpa suara. Dapur yang biasanya bersih dan rapi kini berubah menjadi medan peperangan. Tepung berserakan di lantai, panci-panci tergeletak miring, tungku api di sudut dapur menghembuskan nyala api yang jauh lebih besar dari seharusnya.Para juru masak dan pelayan dapur berdiri di luar ruangan, sebagian menangis dalam diam. Wajah-wajah mereka memucat ketakutan. Tak satu pun berani mengangkat kepala atau bergerak. Mereka hanya bisa memandangi kekacauan ini dengan dada sesak. Salah bicara sedikit saja, mungkin kepala mereka bisa melayang.Dan di tengah kekacauan itu, seorang pria berdiri dengan hanfu sederhana, rambutnya diikat ke belakang, tampak sedikit acak-acakan. Wajah tampannya kini dihiasi noda tepung dan bercak saus. Dialah Kaisar Tian Ming, penguasa dingin benua Yunzhu … kini tampak seperti anak kecil yang baru belajar memasak.Zhao Xueyan akhirnya menemukan suaranya."Apa
Malam menyelimuti paviliun timur dengan tenang. Lampu minyak bergoyang lembut, memancarkan cahaya keemasan yang menari di dinding kayu dan tirai tipis. Aroma teh melati yang baru diseduh memenuhi udara, membawa kehangatan yang tak hanya meresap ke tubuh, tapi juga ke dalam hati.Di ruang utama, Zhao Xueyan duduk bersila di antara kedua orang tuanya. Hanfunya berwarna biru langit, sederhana namun elegan. Ia tampak tenang, sesekali mengangkat cangkir dan meniup permukaan teh hangat sebelum menyesapnya perlahan. Di hadapannya, sang ibu Bing Qing tersenyum lembut, sedangkan sang ayah, Jenderal Zhao Yun, sudah duduk dengan santai, satu tangan menopang dagu, mata berbinar menatap keluarganya yang utuh malam ini."Ayah dan ibu sudah lama tak minum teh malam seperti ini bersamamu," ucap Bing Qing dengan suara lembut. "Kau tampak berbeda, Xueyan … lebih dewasa, dan lebih tenang."Zhao Xueyan tersenyum kecil. "Pengembaraan mengajarkanku banyak hal, Ibu. Tapi yang paling berat bukan medan tempu
Saat Zhao Xueyan tiba di paviliun timur bersama ibunya dan Niuniu, pagi yang seharusnya tenang mendadak dipenuhi langkah terburu-buru. Jenderal Zhao Yun yang mendengar kedatangan istrinya langsung keluar dari ruang baca, matanya membelalak melihat sosok wanita yang sangat dirindukannya berdiri di ambang gerbang.“Istriku, aku dengar kau diserang ... Kau baik-baik saja?”Suara itu penuh kekhawatiran, terdengar jelas meski tak terangkat tinggi. Zhao Yun langsung melangkah cepat, menghampiri sang istri dan menggenggam tangannya dengan lembut.“Aku baik-baik saja,” kata Nyonya Bing Qing dengan senyum tenang. “Bai Long membawa kami dengan aman. Hanya saja ….”Bing Qing menatap sang suami. “Hanya saja Bai Long terluka. Dan sekarang sedang memulihkan tubuhnya.” Zhao Yun menghela napas panjang lalu menatap wajah istrinya dalam-dalam. “Aku seharusnya ikut menjemputmu ... dunia luar tak lagi aman seperti dulu.”Zhao Xueyan hanya menatap keduanya sambil tersenyum kecil. Ada kehangatan dalam pan
Pagi menyapa istana Kekaisaran Tianyang dengan embusan angin sejuk dan cahaya matahari yang lembut menembus sela-sela dedaunan. Zhao Xueyan berdiri di serambi paviliun timur, matanya terarah ke langit timur. Ada getaran kuat yang hanya bisa dirasakannya—getaran familiar dari seseorang yang sangat ia kenal.“Bai Long .…” bisiknya.Tanpa pikir panjang, Zhao Xueyan segera berlari menuju pelataran utama istana, tempat biasanya Bai Long mendarat. Gaunnya berkibar mengikuti langkah cepatnya, rambut panjangnya sedikit berantakan tertiup angin. Saat tiba di halaman luas istana, matanya langsung membelalak."Bai Long!" serunya.Sosok naga hitam itu mendarat perlahan, tubuhnya yang besar terlihat penuh luka bakar dan goresan. Namun, tak jauh dari kakinya, Zhao Xueyan melihat dua sosok lainnya turun—ibunya, Bing Qing, dan Niuniu."Ibu!" Zhao Xueyan segera menghampiri. "Niuniu! Kalian tidak apa-apa?"Niuniu yang baru saja menapak tanah langsung memeluk sang nona."Nona ... kami baik-baik saja," u
Suasana di dalam masing-masing paviliun kediaman bangsawan penuh ketegangan. Para gadis bangsawan yang kemarin diusir dari jamuan Kekaisaran masih belum bisa menerima perlakuan memalukan itu. Wajah mereka penuh amarah, ada yang menangis, ada yang membanting kipas, ada pula yang terus mengumpat sambil menangis tertahan.Di Kediaman XiaoXiao Zhen berjalan mondar-mandir sambil menghentakkan kakinya. "Bagaimana mungkin! Gadis itu, seorang gadis desa hina—ternyata putri Jenderal Zhao?!"Nyonya Besar Xiao yang duduk tenang di kursi utama mengibaskan kipasnya perlahan, suaranya dingin namun penuh tekanan. "Zhen'er, duduklah. Marah tidak akan menyelesaikan masalah."Xiao Zhen menatap ibunya dengan mata merah, "Ibu! Aku dipermalukan! Diusir dari istana di depan semua tamu! Semua orang akan menertawakanku!"Nyonya Xiao tersenyum tipis. "Lebih baik dipermalukan sekali ... daripada kalah selamanya."Xiao Zhen mengerutkan kening. "Apa maksud Ibu?""Ibu sudah menyuruh ayahmu untuk mencari tahu seg
Zhao Xueyan melangkah cepat, gaunnya berkibar tertiup angin pagi. Wajahnya yang biasanya tegas kini diliputi emosi yang campur aduk—marah, kecewa, sedih. Ia melewati para pelayan yang membungkuk memberikan hormat, tapi ia tak menyahut. Di koridor luar, Wu Liang dan Yu Qie—yang sejak tadi masih penasaran—hanya bisa saling melirik ketika melihat sosok Zhao Xueyan berjalan dengan pandangan kosong. Wajahnya merah, bibirnya sedikit gemetar, dan sorot matanya penuh luka.Wu Liang mengangkat alis, berbisik pada Yu Qie, "Ada apa itu?"Yu Qie menelan ludah. “Kelihatannya … tidak baik.”Keduanya menoleh ke arah pintu ruang kerja sang kaisar. Ada rasa khawatir dan ragu di wajah mereka. Namun akhirnya, mereka memutuskan masuk kembali setelah mengetuk perlahan.“Yang Mulia .…” ucap Wu Liang pelan sambil sedikit membungkuk, diikuti Yu Qie yang ikut menunduk hormat.Begitu pintu tertutup di belakang mereka, suasana ruang kerja benar-benar berubah. Tidak lagi penuh wibawa, tapi berat dan muram. Di b
Tian Ming melangkah lebih dekat, setiap langkahnya terasa berat, membawa gelombang tekanan yang membuat dedaunan bergetar. Ia berdiri di antara mereka, meraih tangan Zhao Xueyan dan menariknya ke belakangnya.“Kau mungkin lupa, tapi Zhao Xueyan yang ini bukan milikmu lagi. Bahkan ... mungkin tidak pernah,” suara Tian Ming rendah, penuh amarah yang ditahan.“Apa maksudmu Kaisar Tian Ming? Tentu dia pernah menjadi milikku, karena dia mantan istriku,” sarkas Kaisar Zheng Yu. Kaisar Tian Ming mendengkus. “Kau bahkan tidak tahu apa-apa tentang Zhao Xueyan. Jadi berhentilah berharap, karena dari awal dia hanya milikku.” Zhao Xueyan berdiri diam di belakangnya, matanya mengeras namun tetap tenang.Zheng Yu menatap keduanya, ekspresinya gelap. Namun ia akhirnya mengendurkan genggamannya dan tersenyum miring.“Kita lihat saja, apakah perasaan yang pernah ada ... benar-benar telah mati.”Tanpa menunggu jawaban, Zheng Yu berbalik pergi. Matanya tajam, menyiratkan kebencian dan obsesi pada Zhao
Di dalam paviliun timur yang hangat dan harum oleh wangi teh, para pelayan berdiri rapi dengan kepala menunduk. Niuniu dengan sigap menuangkan teh ke dalam cangkir porselen di depan Jenderal Zhao Yun.“Silakan, Jenderal,” ucap Niuniu dengan sopan.Zhao Yun menerima cangkir itu, menatap pelayan muda tersebut sejenak, lalu mengangguk dalam.“Niuniu! Terima kasih karena telah menjaga Xueyan,” ucapnya, tulus.Niuniu buru-buru menggeleng, wajahnya sedikit merah. “Jenderal Zhao ... bukan saya yang menjaga nona, justru nona yang melindungi saya. Berkali-kali.”Zhao Yun melirik putrinya, senyumnya tipis dan hangat. “Ya ... itu memang sifatnya sejak kecil.”Zhao Xueyan duduk dengan anggun di sisi ayahnya, menatap wajah yang sangat dirindukannya itu. Suaranya lembut saat bertanya, “Ayah ... kenapa Ibu tidak ikut bersamamu? Bagaimana kabarnya?”Jenderal Zhao Yun menghela napas pelan, matanya menerawang sejenak. “Ibumu ... tidak bisa melakukan perjalanan jauh. Belakangan ini tubuhnya mudah lelah.
Setelah para tamu dan jenderal keluar satu per satu dari Balairung Kekaisaran, Zhao Xueyan berdiri dari kursinya dan berjalan cepat menghampiri seorang pria paruh baya yang berdiri tenang di dekat tiang batu. Matanya yang biasanya dingin kini terlihat hangat.“Ayah .…” panggilnya pelan namun penuh rindu.Jenderal Zhao Yun menoleh dan menatap putrinya dengan senyum tipis. “Xueyan.”Zhao Xueyan langsung menunduk memberi hormat, tapi sang ayah menahan gerakannya dan menepuk ringan pundaknya.“Sudah, tak perlu formal padaku.”“Terima kasih … karena Ayah masih hidup dan sehat. Aku benar-benar lega,” gumam Zhao Xueyan dengan suara bergetar.Zhao Yun tertawa kecil. “Kau pikir aku akan mati semudah itu? Ayahmu ini dilatih di medan perang, bukan taman bunga.”Zhao Xueyan tersenyum, matanya sedikit berkaca-kaca.“Ayah, bagaimana kalau ikut aku ke paviliun timur? Aku punya kamar lebih di sana, lebih nyaman daripada barak istana.”Zhao Yun mengangguk. “Baiklah, kalau itu membuatmu tenang.”Namun