Hari itu, alun-alun besar di ibu kota kekaisaran dipenuhi rakyat yang berbondong-bondong ingin menyaksikan hukuman mati Menteri Pajak Xue Jun. Di tengah gemuruh sorakan dan cemoohan rakyat, panggung eksekusi berdiri megah, dihiasi simbol kekaisaran yang menandakan keadilan yang tidak pandang bulu.Di satu sisi panggung, keluarga Xue yang tersisa berdiri dengan wajah pucat, menunggu giliran untuk diasingkan ke Desa Tuotuo. Sementara itu, Menteri Pajak Xue, dengan tangan terikat di belakang, menatap tajam pada kerumunan di depannya. Di barisan depan, tiga selir istana—Mei Xiao, Hua Lingxin, dan Rong Yue—berdiri anggun, wajah mereka tenang namun sulit untuk diartikan. Dalam hati mereka, senyum kemenangan tersirat. Kejatuhan keluarga Xue berarti hilangnya salah satu pesaing terbesar mereka di istana.“Hiks! Hiks! Hiks! Ayah ….” Tidak jauh dari mereka, selir pertama Xue Yuxian menangis tersedu-sedu. Tangannya mengepal kuat hingga memutih, menggambarkan amarah dan putus asa yang mendidih
Sebulan setelah insiden hukuman keluarga Xue, kekaisaran Zhengtang tampak tenang, namun di balik ketenangan itu, setiap selir dan pejabat istana sibuk dengan agenda mereka masing-masing. Ada ketegangan yang tak terlihat, dan setiap langkah mereka penuh dengan perhitungan. Hari ini, giliran Selir Rong Yue yang mengadakan pesta minum teh, sebuah pertemuan yang dihadiri oleh Selir Hua Lingxin, Selir Mei Xiao, dan Selir Xue Yuxian.Pesta ini, meski terlihat sederhana, adalah tempat bagi mereka untuk mempererat hubungan, tetapi juga untuk saling mengamati dan merencanakan langkah mereka selanjutnya. Para selir itu tidak hanya sekedar minum teh, melainkan juga berbincang tentang banyak hal, salah satunya adalah ulang tahun kaisar yang semakin dekat.Selir Rong Yue memulai percakapan dengan tenang. "Perayaan ulang tahun kaisar akan menjadi acara besar. Semoga semuanya berjalan lancar,” katanya dengan senyum yang menawan, menutupi ambisinya yang tersembunyi.Di sudut meja, Selir Hua Lingxi
Pesta ulang tahun Kaisar Zheng Yu akhirnya digelar dengan kemeriahan yang luar biasa. Malam itu, aula kekaisaran dipenuhi dengan para tamu yang mengenakan pakaian terbaik mereka, berkilau dalam cahaya lampu-lampu mewah yang menghiasi ruangan.Setiap tamu berusaha menunjukkan status dan kedudukan mereka dengan penuh kehormatan. Para bangsawan wanita, terutama para nona muda, memanfaatkan kesempatan ini untuk memperlihatkan keunggulannya, baik dalam hal penampilan maupun kemampuan kultivasi mereka.“Pesta ini sangat indah, ya,” bisik seorang tamu merasa kagum. “Ini pesta terbaik yang aku lihat,” kata wanita di sampingnya menimpali. Di tengah pesta yang meriah, di balik senyuman manis para tamu, ada beberapa orang yang tidak bisa menahan diri untuk membicarakan permaisuri Zhao Xueyan. Mereka berbicara dengan suara rendah namun cukup keras, agar orang-orang di sekitar mereka bisa mendengarnya.Beberapa nona bangsawan, dengan pandangan sinis, mulai mencemoohkan Zhao Xueyan yang baru sa
Ketika Kaisar Zheng Yu dan keempat selirnya duduk di tempat mereka, suasana aula pesta kembali menjadi tenang. Namun, ketegangan mulai terasa di udara saat pintu utama terbuka kembali. Zhao Xueyan melangkah masuk dengan anggun, mengenakan hanfu mewah berwarna putih dengan sulaman emas, lengkap dengan cadar yang menutupi sebagian wajahnya. Kehadirannya yang tiba-tiba mengundang tatapan penuh kejutan. Semua orang terbiasa melihat Zhao Xueyan yang selalu menunduk dan mengalah, tetapi kali ini aura berbeda terpancar darinya. “Salam hormat saya, Yang Mulia,” kata Zhao Xueyan dengan suara lembut sambil menunduk hormat. Kaisar Zheng Yu tertegun sejenak melihat perubahan Zhao Xueyan, namun dia tetap mengabaikannya. Kaisar Zheng Yu menjawab datar. “Duduklah!” Zhao Xueyan mengangguk kemudian melangkah dengan tenang menuju kursi permaisuri, hanya untuk menemukan kursi itu telah diduduki oleh Selir Mei Xiao. Zhao Xueyan berbicara lembut namun tegas, saat berada di hadapan selir Mei Xiao. "
Pesta berlangsung meriah, dengan para tamu menikmati hidangan mewah dan pertunjukan yang memukau. Ketika Kaisar Zheng Yu mempersilakan para nona muda bangsawan menampilkan bakat mereka, semua mata tertuju ke panggung utama. Para nona berlomba-lomba menunjukkan keunggulan, baik itu melalui tarian, musik, maupun syair. Kaisar tampak menikmati, sesekali tersenyum atau memberikan tepuk tangan sebagai bentuk penghargaan.Setelah para nona bangsawan selesai menunjukkan bakat mereka, giliran para selir menampilkan keahlian masing-masing. Selir Hua Lingxin memamerkan kepiawaiannya dalam memainkan guzheng, menciptakan alunan musik yang menenangkan. Selir Rong Yue menampilkan puisi melankolis yang penuh emosi, memukau para tamu. Sementara itu, Selir Mei Xiao, yang sejak awal pesta menahan amarah karena kejadian sebelumnya, kini melihat kesempatan untuk mengembalikan harga dirinya.Dengan anggun, Selir Mei Xiao bangkit dari tempat duduknya. Ia mengenakan hanfu merah menyala yang memancarkan p
Pesta berlangsung kembali dengan kemeriahan. Para tamu menikmati hidangan yang lezat dan melanjutkan perbincangan mereka, namun di sudut-sudut aula, suasana mulai terasa tegang. Selir Mei Xiao, yang dipermalukan di depan umum oleh Zhao Xueyan, kini duduk di tempatnya dengan senyum tipis yang dipaksakan. Di balik ketenangannya, kemarahan yang mendidih menguasai hatinya. ‘Sialan kau Zhao Xueyan! Aku akan membunuhmu,’ teriak Selir Mei Xiao murka. Di sisi lain, selir pertama Xue Yuxian tampak tenang, bahkan tersenyum samar. Di balik wajah anggunnya, rencana licik yang telah ia susun mulai bergerak. Ia melirik seorang pelayan yang berdiri di dekatnya, memberi isyarat halus dengan anggukan kepala. ‘Saatnya giliranmu, Rong Yue,’ kata selir Xue Yuxian. Pelayan itu segera memahami perintahnya. Dengan hati-hati, ia mengambil nampan berisi cangkir anggur dan menuju ke arah Selir Rong Yue, yang tengah berbincang santai dengan tamu-tamu lainnya.Pelayan dengan nada sopan berkata,"Selir Rong Y
Sementara itu, Zhao Xueyan duduk anggun di kursi permaisuri, sesekali tersenyum tipis melihat jalannya pesta. Dia tidak terlihat gugup atau terburu-buru, meski dia tahu apa yang sedang terjadi pada Selir Rong Yue di luar aula. Dengan cerdik, dia membiarkan Xue Yuxian merasa seolah-olah rencananya berjalan mulus tanpa ketahuan. Niuniu, pelayan setia Zhao Xueyan, mendekatinya dengan bisikan lembut. "Yang Mulia, semua berjalan sesuai rencana. Minuman mereka sudah diminum." Zhao Xueyan mengangguk kecil, tetap menjaga ekspresi tenangnya. "Bagus. Hanya butuh tiga hari bagi mereka untuk merasakan akibatnya. Namun, pastikan tidak ada satu pun dari mereka yang mencurigai kita. Keseimbangan kekaisaran harus tetap dijaga.” Di sisi lain aula, Selir Mei Xiao, Selir Hua Lingxin, dan Selir Xue Yuxian tampak santai, meski masing-masing memiliki pikiran licik yang berbeda. Selir Mei Xiao masih mendendam karena penghinaan di awal pesta, sementara Hua Lingxin percaya bahwa ramuan yang dia siapkan
Suasana di aula menjadi semakin tegang. Kaisar melanjutkan, kali ini suaranya lebih keras."Keluarga Rong, yang telah melahirkan aib seperti ini, juga akan menanggung akibatnya. Mulai sekarang, semua hak istimewa mereka dicabut, dan mereka akan diasingkan bersama Selir Rong Yue!"Para tamu yang mendengar keputusan ini terkejut. Mereka saling berbisik, membahas kehancuran mendadak yang menimpa keluarga Rong. Beberapa merasa kasihan, tetapi banyak juga yang senang melihat keluarga itu jatuh. Selir Xue Yuxian, yang berada di tengah kerumunan, menundukkan wajahnya sambil menyembunyikan senyum kemenangan.Selir Rong Yue berteriak memohon."Tidak, Yang Mulia! Tolong berikan hamba kesempatan! Hamba mohon!"Namun, Kaisar Zheng Yu tidak tergerak. Ia memberi isyarat kepada para pengawal. "Bawa dia pergi. Mulai malam ini, ia tidak lagi memiliki hubungan apa pun dengan istana ini."Pengawal istana segera menyeret Selir Rong Yue keluar dari kamar. Jeritannya yang penuh rasa putus asa memenuhi udar
Setelah makan malam yang sedikit kacau akibat "aksi heroik" Kaisar Tian Ming di dapur, suasana istana perlahan kembali tenang.Malam itu, di ruang kerja megah sang kaisar, Zhao Xueyan, Kaisar Tian Ming, Wu Liang, dan Yu Qie duduk mengelilingi sebuah meja besar. Di atas meja terbentang peta-peta medan perang, lengkap dengan berbagai penanda strategis.Zhao Xueyan menunjuk satu titik di peta dengan jari rampingnya."Jika pasukan ditempatkan di sini," ujarnya serius, "Maka kita bisa memutus jalur logistik mereka. Serangan dari arah timur akan mempercepat kemenangan."Tian Ming mengangguk, matanya menatap Zhao Xueyan dengan penuh perhatian, tapi tak sepenuhnya pada peta. Sementara Wu Liang dan Yu Qie mengangguk-angguk setuju, lalu saling bertukar pandang.Beberapa saat kemudian, tanpa disadari oleh Zhao Xueyan yang begitu fokus menjelaskan rencana, Wu Liang dan Yu Qie sudah tidak ada lagi di ruangan itu.Kaisar Tian Ming mengusir keduanya dengan sangat halus. Wu Liang dan Yu Qie yang meng
Begitu melangkah ke dalam dapur istana, Zhao Xueyan langsung membelalakkan mata. Mulutnya sedikit terbuka tanpa suara. Dapur yang biasanya bersih dan rapi kini berubah menjadi medan peperangan. Tepung berserakan di lantai, panci-panci tergeletak miring, tungku api di sudut dapur menghembuskan nyala api yang jauh lebih besar dari seharusnya.Para juru masak dan pelayan dapur berdiri di luar ruangan, sebagian menangis dalam diam. Wajah-wajah mereka memucat ketakutan. Tak satu pun berani mengangkat kepala atau bergerak. Mereka hanya bisa memandangi kekacauan ini dengan dada sesak. Salah bicara sedikit saja, mungkin kepala mereka bisa melayang.Dan di tengah kekacauan itu, seorang pria berdiri dengan hanfu sederhana, rambutnya diikat ke belakang, tampak sedikit acak-acakan. Wajah tampannya kini dihiasi noda tepung dan bercak saus. Dialah Kaisar Tian Ming, penguasa dingin benua Yunzhu … kini tampak seperti anak kecil yang baru belajar memasak.Zhao Xueyan akhirnya menemukan suaranya."Apa
Malam menyelimuti paviliun timur dengan tenang. Lampu minyak bergoyang lembut, memancarkan cahaya keemasan yang menari di dinding kayu dan tirai tipis. Aroma teh melati yang baru diseduh memenuhi udara, membawa kehangatan yang tak hanya meresap ke tubuh, tapi juga ke dalam hati.Di ruang utama, Zhao Xueyan duduk bersila di antara kedua orang tuanya. Hanfunya berwarna biru langit, sederhana namun elegan. Ia tampak tenang, sesekali mengangkat cangkir dan meniup permukaan teh hangat sebelum menyesapnya perlahan. Di hadapannya, sang ibu Bing Qing tersenyum lembut, sedangkan sang ayah, Jenderal Zhao Yun, sudah duduk dengan santai, satu tangan menopang dagu, mata berbinar menatap keluarganya yang utuh malam ini."Ayah dan ibu sudah lama tak minum teh malam seperti ini bersamamu," ucap Bing Qing dengan suara lembut. "Kau tampak berbeda, Xueyan … lebih dewasa, dan lebih tenang."Zhao Xueyan tersenyum kecil. "Pengembaraan mengajarkanku banyak hal, Ibu. Tapi yang paling berat bukan medan tempu
Saat Zhao Xueyan tiba di paviliun timur bersama ibunya dan Niuniu, pagi yang seharusnya tenang mendadak dipenuhi langkah terburu-buru. Jenderal Zhao Yun yang mendengar kedatangan istrinya langsung keluar dari ruang baca, matanya membelalak melihat sosok wanita yang sangat dirindukannya berdiri di ambang gerbang.“Istriku, aku dengar kau diserang ... Kau baik-baik saja?”Suara itu penuh kekhawatiran, terdengar jelas meski tak terangkat tinggi. Zhao Yun langsung melangkah cepat, menghampiri sang istri dan menggenggam tangannya dengan lembut.“Aku baik-baik saja,” kata Nyonya Bing Qing dengan senyum tenang. “Bai Long membawa kami dengan aman. Hanya saja ….”Bing Qing menatap sang suami. “Hanya saja Bai Long terluka. Dan sekarang sedang memulihkan tubuhnya.” Zhao Yun menghela napas panjang lalu menatap wajah istrinya dalam-dalam. “Aku seharusnya ikut menjemputmu ... dunia luar tak lagi aman seperti dulu.”Zhao Xueyan hanya menatap keduanya sambil tersenyum kecil. Ada kehangatan dalam pan
Pagi menyapa istana Kekaisaran Tianyang dengan embusan angin sejuk dan cahaya matahari yang lembut menembus sela-sela dedaunan. Zhao Xueyan berdiri di serambi paviliun timur, matanya terarah ke langit timur. Ada getaran kuat yang hanya bisa dirasakannya—getaran familiar dari seseorang yang sangat ia kenal.“Bai Long .…” bisiknya.Tanpa pikir panjang, Zhao Xueyan segera berlari menuju pelataran utama istana, tempat biasanya Bai Long mendarat. Gaunnya berkibar mengikuti langkah cepatnya, rambut panjangnya sedikit berantakan tertiup angin. Saat tiba di halaman luas istana, matanya langsung membelalak."Bai Long!" serunya.Sosok naga hitam itu mendarat perlahan, tubuhnya yang besar terlihat penuh luka bakar dan goresan. Namun, tak jauh dari kakinya, Zhao Xueyan melihat dua sosok lainnya turun—ibunya, Bing Qing, dan Niuniu."Ibu!" Zhao Xueyan segera menghampiri. "Niuniu! Kalian tidak apa-apa?"Niuniu yang baru saja menapak tanah langsung memeluk sang nona."Nona ... kami baik-baik saja," u
Suasana di dalam masing-masing paviliun kediaman bangsawan penuh ketegangan. Para gadis bangsawan yang kemarin diusir dari jamuan Kekaisaran masih belum bisa menerima perlakuan memalukan itu. Wajah mereka penuh amarah, ada yang menangis, ada yang membanting kipas, ada pula yang terus mengumpat sambil menangis tertahan.Di Kediaman XiaoXiao Zhen berjalan mondar-mandir sambil menghentakkan kakinya. "Bagaimana mungkin! Gadis itu, seorang gadis desa hina—ternyata putri Jenderal Zhao?!"Nyonya Besar Xiao yang duduk tenang di kursi utama mengibaskan kipasnya perlahan, suaranya dingin namun penuh tekanan. "Zhen'er, duduklah. Marah tidak akan menyelesaikan masalah."Xiao Zhen menatap ibunya dengan mata merah, "Ibu! Aku dipermalukan! Diusir dari istana di depan semua tamu! Semua orang akan menertawakanku!"Nyonya Xiao tersenyum tipis. "Lebih baik dipermalukan sekali ... daripada kalah selamanya."Xiao Zhen mengerutkan kening. "Apa maksud Ibu?""Ibu sudah menyuruh ayahmu untuk mencari tahu seg
Zhao Xueyan melangkah cepat, gaunnya berkibar tertiup angin pagi. Wajahnya yang biasanya tegas kini diliputi emosi yang campur aduk—marah, kecewa, sedih. Ia melewati para pelayan yang membungkuk memberikan hormat, tapi ia tak menyahut. Di koridor luar, Wu Liang dan Yu Qie—yang sejak tadi masih penasaran—hanya bisa saling melirik ketika melihat sosok Zhao Xueyan berjalan dengan pandangan kosong. Wajahnya merah, bibirnya sedikit gemetar, dan sorot matanya penuh luka.Wu Liang mengangkat alis, berbisik pada Yu Qie, "Ada apa itu?"Yu Qie menelan ludah. “Kelihatannya … tidak baik.”Keduanya menoleh ke arah pintu ruang kerja sang kaisar. Ada rasa khawatir dan ragu di wajah mereka. Namun akhirnya, mereka memutuskan masuk kembali setelah mengetuk perlahan.“Yang Mulia .…” ucap Wu Liang pelan sambil sedikit membungkuk, diikuti Yu Qie yang ikut menunduk hormat.Begitu pintu tertutup di belakang mereka, suasana ruang kerja benar-benar berubah. Tidak lagi penuh wibawa, tapi berat dan muram. Di b
Tian Ming melangkah lebih dekat, setiap langkahnya terasa berat, membawa gelombang tekanan yang membuat dedaunan bergetar. Ia berdiri di antara mereka, meraih tangan Zhao Xueyan dan menariknya ke belakangnya.“Kau mungkin lupa, tapi Zhao Xueyan yang ini bukan milikmu lagi. Bahkan ... mungkin tidak pernah,” suara Tian Ming rendah, penuh amarah yang ditahan.“Apa maksudmu Kaisar Tian Ming? Tentu dia pernah menjadi milikku, karena dia mantan istriku,” sarkas Kaisar Zheng Yu. Kaisar Tian Ming mendengkus. “Kau bahkan tidak tahu apa-apa tentang Zhao Xueyan. Jadi berhentilah berharap, karena dari awal dia hanya milikku.” Zhao Xueyan berdiri diam di belakangnya, matanya mengeras namun tetap tenang.Zheng Yu menatap keduanya, ekspresinya gelap. Namun ia akhirnya mengendurkan genggamannya dan tersenyum miring.“Kita lihat saja, apakah perasaan yang pernah ada ... benar-benar telah mati.”Tanpa menunggu jawaban, Zheng Yu berbalik pergi. Matanya tajam, menyiratkan kebencian dan obsesi pada Zhao
Di dalam paviliun timur yang hangat dan harum oleh wangi teh, para pelayan berdiri rapi dengan kepala menunduk. Niuniu dengan sigap menuangkan teh ke dalam cangkir porselen di depan Jenderal Zhao Yun.“Silakan, Jenderal,” ucap Niuniu dengan sopan.Zhao Yun menerima cangkir itu, menatap pelayan muda tersebut sejenak, lalu mengangguk dalam.“Niuniu! Terima kasih karena telah menjaga Xueyan,” ucapnya, tulus.Niuniu buru-buru menggeleng, wajahnya sedikit merah. “Jenderal Zhao ... bukan saya yang menjaga nona, justru nona yang melindungi saya. Berkali-kali.”Zhao Yun melirik putrinya, senyumnya tipis dan hangat. “Ya ... itu memang sifatnya sejak kecil.”Zhao Xueyan duduk dengan anggun di sisi ayahnya, menatap wajah yang sangat dirindukannya itu. Suaranya lembut saat bertanya, “Ayah ... kenapa Ibu tidak ikut bersamamu? Bagaimana kabarnya?”Jenderal Zhao Yun menghela napas pelan, matanya menerawang sejenak. “Ibumu ... tidak bisa melakukan perjalanan jauh. Belakangan ini tubuhnya mudah lelah.