Jing Xuan meringis, merasakan sakit luar biasa di bagian dada. Mao Lian segera membantunya mengambilkan air. Dan melapisi pakaiannya dengan jubah tebal. “Yang Mulia, bagaimana?” tanya Mao Lian yang merasa khawatir. Dia menghela napas pelan, “Tubuhmu semakin rapuh menjelang musim dingin. Yang Mulia, bisakah kau tidak perlu turun tangan lagi di masalah perburuan kali ini? Beristirahatlah lebih banyak.” Jing Xuan menggeleng, dia mengulurkan tangan, “Mana obatnya?” Mao Lian refleks memegang pinggangnya, tergantung sebuah botol kecil berisi pil yang biasa Jing Xuan konsumsi ketika sakitnya kambuh. “Yang Mulia, Xi Feng sudah bilang obat ini berbahaya jika dikonsumsi terlalu sering. Memang bisa mengurangi rasa sakit, tapi perlahan ia bisa merusak tubuhmu, dan mungkin …, memperpendek usiamu.” Mao Lian menggeleng tegas, menolak memberikan obat itu pada majikannya. “Obat!” Jing Xuan berseru dengan geraman mengerikan, dia mengepalkan tangan, sesuatu yang sangat dingin seperti mencekik leher
Paginya, Yinlan kembali datang ke ruang baca Kaisar, dia pikir Jing Xuan masih mengingat bahwa malam itu dia sempat memanggilnya untuk menghadap, namun batal karena Xie Yinlan tanpa sengaja mendengar perbincangan Jing Xuan dengan Mao Lian. Saat ini dia sedang dibingungkan oleh sesuatu. Jika Jing Xuan bertanya kenapa semalam tidak datang, entah dia bisa menyebutkan alibi semacam apa untuk menutupi bahwa dia telah mengetahui semuanya. Setelah tiba, kasim di depan ruang baca memintanya menunggu sebentar, lalu kasim itu masuk dan melaporkan pada Kaisar bahwa Selir Xian sudah menunggu di depan. “Biarkan dia masuk.” Jing Xuan menjawab datar, melambaikan tangan pelan. Kasim itu membungkuk dan berjalan mundur hingga tiba di pintu, dia membuka pintu dan membiarkan Xie Yinlan masuk, kemudian undur diri kembali ke tempatnya. Xie Yinlan tampak menghela napas, mulutnya seperti mengucapkan sesuatu namun tak terdengar oleh siapa pun. Dia berlutut di depan Jing Xuan. “Selamat pagi, Yang Mulia.
Yinlan melangkah gontai memasuki kediamannya, dia menguap lebar, memegangi pergelangan tangan kanannya yang masih merah. A-Yao yang sedang menyapu halaman langsung tahu bahwa suasana hati Yinlan menjadi buruk karena bertemu Kaisar. Dia tersenyum lebar, “Selir, kau belum sarapan, kan? Aku sudah membuatkan kue bunga persik kesukaanmu. Makanlah, setelah itu, aku ingin mendiskusikan sesuatu denganmu, tentang apa yang aku temukan setelah menyelinap semalam.” Raut wajah Xie Yinlan mendadak berubah menjadi cerah bagaikan matahari pagi, dia menyeringai, “Kau memang orangku. Semakin pandai saja menyelinap mencuri sesuatu. Sepertinya besok, aku bisa menyuruhmu menyelinap ke Istana Mingyue untuk mencuri beberapa emas untuk dijual.” “Kalau untuk hal itu, aku tak seberani itu, Selir, hehe ….” A-Yao menyeringai lebar, melanjutkan kegiatannya, menyapu halaman. ***A-Yao duduk di hadapan Xie Yinlan, bersiap menumpahkan segala informasi yang dia dapatkan untuk majikannya. Hal pertama yang dia kel
Dua hari berlalu dengan begitu cepat. Cuaca semakin dingin, para pelayan mengganti pakaiannya dengan yang lebih tebal, para majikan mereka tidak pernah melepaskan mantel berbulu yang mahal. Termasuk Yinlan. Belakangan ini, dia sibuk terkurung di dapur kediamannya, meracik berbagai macam obat. Obat-obatan ini kelak akan dijual ke luar istana, untuk menghasilkan keuntungan demi dirinya sendiri. Tentu saja, siapa yang menyuruh dia adalah selir yang tak pernah diperhatikan? Jadi dia harus mencari nafkah untuk dirinya sendiri hari ini dan di masa depan. Setidaknya resep obat yang sedikit digabungkan dengan teknik pengobatan modern ini cukup membantu warga-warga Ibukota di luar sana. Mungkin kelak dia bisa merangkap profesi sebagai tabib juga.Dia meminta A-Yao mencarikan toko obat besar untuk menjual obat-obatannya yang mahal ini. Kelak setelah bisa leluasa keluar masuk istana, ia akan mencari bahan obat sendiri, tidak perlu diam-diam menimbunnya dari Gudang Balai Kesehatan Istana. Su
Dia membiarkan A-Yao bekerja sendirian, karena memang tidak banyak pekerjaan yang harus dilakukan selain membereskan dapur yang kacau. Apalagi, memang tidak ada pelayan yang mau membantu A-Yao merapikan kediaman Xie Yinlan yang terbelakang ini. Harem sangat besar. Di dalamnya ada Istana Chengzhi, tempat tinggal Selir Agung Qin yang adalah ibu kandung Pangeran Ming yang berada di sebelah Utara, dan Istana Mingyue, tempat tinggal Permaisuri yang berada di sebelahnya.Di belakang kedua tempat tinggal itu, ada sungai buatan yang panjang dan besar, ini adalah sumber air terbesar yang menghidupi seluruh istana, terkait dengan puluhan ruangan besar di kompleks istana yang luar biasa besar ini. Barulah di belakang tempat tinggal keduanya terdapat tempat tinggal Xie Yinlan. Kediamannya tidak sebesar Istana Mingyue, hanya seperempatnya saja. Terdiri dari satu ruangan utama, dua kamar dan satu dapur, dan sebuah halaman luas dan kolam teratai dengan diameter lima meter. Xie Yinlan mencuci baju
“Bagaimana mungkin?” Yinlan berseru tak percaya, memeriksa pakaian itu sekali lagi. Dan memang sangat normal, ini pakaian biasa, tidak ada zat berbahaya yang tersembunyi di dalamnya. Dia terdiam cukup lama. “Xie Qingyan benar-benar memberikannya tanpa maksud apa pun? Tak ada niat mencelakai? Tak ada niat membunuh?” Tapi mungkin saja zat berbahaya itu tidak menimbulkan bau dan warna. Tak terlihat. Yinlan tetap harus waspada, tapi dia memutuskan untuk tetap memakainya meski ada perasaan ragu. “Apa itu, Selir?” A-Yao tiba-tiba muncul dan mengejutkannya. Dia melotot dengan tangab mengelus dada. “Bisakah datang baik-baik? Tak perlu mengejutkan seperti ini.” A-Yao menyeringai lebar, mengambil posisi duduk di sebelah Yinlan. “Apa itu, Selir?” “Ini pakaian berlatih untuk perburuan besok.” “Pakaian berlatih? Kaisar yang memberikannya?” A-Yao memasang wajah terkejut. Yinlan menggeleng, “Dari Xie Qingyan.” Suasana mendadak tegang setelah Xie Yinlan mengatakan itu. A-Yao menelan ludah,
Pagi hari yang dingin, kabut masih menguasai sebagian besar ruang di langit, pucuk-pucuk pepohonan yang tinggi tak terlihat. Angin pagi yang segar dan dingin ini membuat orang-orang merapatkan mantel tebal mereka. Termasuk Xie Qingyan yang sudah duduk di tandu permaisuri, mantel bulu rubahnya tampak menawan dan elegan, dia mengenakan gaun serba putih bersih yang indah, terbuat dari kain berkualitas tinggi. Hiasan kepalanya tidak banyak, namun tetap terlihat mewah. Xie Yinlan mendengus, dia menguap lebar, tidak menyangka akan mendaki gunung sepagi ini. Dia berdiri dengan mata yang baru separuh terbuka, menatap rombongan keluarga kekaisaran yang berjalan di depannya. Bayangkan saja, matahari belum sempurna menampakkan diri, udara masih sangat dingin dan kabut masih sangat tebal, warga Ibu Kota belum memulai aktivitas dan toko-toko masih tutup. Ini masih pukul enam kurang. Dan orang-orang di istana sudah berkumpul di gunung belakang. Wilayah ini sangat jarang dikunjungi, selain ketik
Pukul sembilan pagi, suasana lokasi perburuan mulai ramai. Pejabat mulai berdatangan, membawa putra-putra mereka yang berbakat. A-Yao bilang, yang paling menonjol adalah Tuan Muda Gu, putra Menteri Personalia dan sahabatnya Tuan Muda Ketiga Sima, putra Adipati Agung, keponakan Ibu Suri. Dia berbicara sambil menunjuk dua orang yang tak pernah terpisah sejak baru datang beberapa saat lalu. “Kenapa pemuda di sini tampan-tampan semua?” Yinlan menatap keduanya dengan mata berbinar. Lalu datang Pangeran Chi dan Pangeran Ming yang menyapa keduanya.“Mereka berdua adalah teman belajar Pangeran Ming dan Pangeran Chi di akademi Kekaisaran. Jadi memang cukup akrab.”A-Yao menjawab tatapan penasaran Xie Yinlan ketika melihat kedua pangeran itu mendekati mereka. “Omong-omong, Selir. Apakah kau hanya menyukai pria tampan?”Yinlan merapikan pakaiannya, lalu memberikan mantel bulunya pada A-Yao. “Jangan berbicara terlalu keras, A-Yao, akan memalukan jika terdengar oleh orang lain.” Dia mengamati per
Xi Feng mengangguk setuju. “Sejak dulu, Shangguan Zhi hanyalah nona keluarga kaya yang manja dan bergantung pada pelayannya. Sedangkan aku dan Liu Xingsheng sudah terbiasa hidup sendiri dan tidak pernah bergantung pada siapa pun, termasuk keluarga.”“Bukankah Tabib Liu itu orang kaya, ya?” Xi Feng juga mengangguk, “Ayahnya bupati di Nanzhou. Liu Yanran, adik Liu Xingsheng dianugerahi gelar Xianzhu (Putri Kabupaten) setelah ayahnya berjasa mempertahankan Heyang dari suku bar-bar di prefektur selatan Nanzhou.” “Tapi Liu Xingsheng sudah tinggal bersama Biksu Baiyuan sejak usianya lima tahun. Dia mempelajari banyak teknik pengobatan, hingga jimat dan ramalan dari Biksu Baiyuan.” “Sementara Biksu Baiyuan mengadopsi seorang anak perempuan yang usianya lebih tua dari Liu Xingsheng. Anak perempuan itu Ye Yunshang. Kudengar dia sudah tidak diasuh Biksu Baiyuan lagi sejak Liu Xingsheng belajar di sana.”“Lalu aku hanya seorang pengembara Dunia Persilatan yang tak memiliki rumah. Biksu Baiyua
Mao Lian mengangguk, “Sepanjang perjalanan, kami berhenti di banyak tempat. Yang pertama kami datangi tepat setelah Ning'er kabur dari Biro Pusat Keamanan adalah Rumah Lianhong.”“Kami mendapatkan kesaksian dari Nona Mu Dan. Yang mengatakan ada seorang pria aneh yang datang tepat saat terjadi kebakaran di Biro Pusat Keamanan.”“Pria itu meminta tolong padanya untuk dipinjamkan surat jalan atas namanya, dia berkata akan pergi ke Tingzhou.” “Lalu kami melakukan perjalanan menuju Tingzhou. Bertemu lima saksi lain yang melihat pria muda, atau wanita paruh baya, bahkan seorang nenek tua yang datang ke tempat-tempat tertentu sesuai perkiraan waktu kami.” “Xi Feng berkata kalau Penyihir Hitam selalu menyamar menjadi orang lain sepanjang jalan. Jadi kami mengikuti petunjuk itu, mencurigai nenek tua, wanita paruh baya, hingga seorang pria muda yang datang di waktu yang sesuai dengan perkiraan kami.”“Ternyata dugaan itu tepat. Nenek tua muncul setelah kami kehilangan wanita paruh baya. Juga
bab 156Tepat setelah rapat pagi dibubarkan, Jing Xuan kembali ke Istana Guanping untuk menemui dua tamu yang sudah ia undang. Di belakangnya, Mao Lian san Xi Feng tampak mengikuti. Masih memakai pakaian ringkas yang nyaman dikenakan saat bepergian. Sepertinya, mereka berdua langsung bertemu Jing Xuan yang dalam perjalanan menuju Aula Pertemuan untuk rapat pagi. Lalu merundingkan hasil perjalanan mereka bersama beberapa menteri yang terlibat. Sebelum itu, Jing Xuan mengutus bawahannya untuk mengirim pesan pada Shangguan Yan dan Shangguan Zhi untuk membicarakan hasil perundingan itu. Setelah mengetahui identitas asli Ning'er, yang merupakan seorang master bela diri tingkat tinggi dari sebuah sekte terpencil yang misterius bernama Ye Yunshang, yang juga sekaligus seorang Penyihir Hitam yang keberadaannya selalu dipertanyakan, Jing Xuan merasa harus melibatkan orang-orang yang terlibat dengan masa lalunya untuk menggali lebih banyak petunjuk. Seperti mengapa Ye Yunshang memiliki den
Matahari telah tenggelam. Kereta kuda itu kembali merangkak di jalanan Ibu Kota. Suasana di dalamnya sangat senyap, Yinlan sibuk memakan kue persik yang dibelinya di kedai itu. “A-Yin.” Jing Xuan memanggilnya dengan suara pelan. Yinlan menjawabnya hanya dengan gumaman. Terlihat sekali tidak ingin diganggu dengan kesenangannya. Jing Xuan menatapnya lamat-lamat. ‘Dia menggemaskan saat sedang lahap makan.’ “Ada apa?” Yinlan balas menatapnya, mulutnya masih penuh dengan kue persik. Jing Xuan mengulas senyum tipis. “Kamu mau pergi ke mana setelah ini?” Yinlan menelan makanannya, “Ke mana lagi? Kita tidak langsung pulang?” “Awalnya memang sepakat pulang setelah matahari tenggelam. Tapi sepanjang sore aku tidak menemanimu keliling ke mana pun. A-Yin, aku minta maaf atas kekacauan yang dibuat adikku. Acara jalan-jalanmu jadi tidak berjalan lancar. Jadi, aku ingin menemanimu di luar lebih lama lagi.” Jing Xuan memasang raut penuh rasa bersalah. Yinlan menyeringai, “Aku sudah puas jalan
Terlihat, Pangeran Chi berdiri dengan kondisi terkejut. Menyentuh pipinya yang merah, menatap pria tiba-tiba datang menamparnya. “Apa-apaan kau!” Pangeran Chi berseru marah. Matanya membulat sempurna begitu menyadari kalau pria ini adalah kakaknya, Kaisar Kekaisaran Jing. “Ka-Kakak …?” Pangeran Chi bungkam seketika. Wanita opera yang duduk di atas paha Pangeran Chi menundukkan kepala, bahunya bergetar, seolah takut diterkam oleh pria yang dipanggil Kakak oleh pria yang bersamanya. Tanpa mengatakan apa pun, dengan raut wajah menahan marah, Jing Xuan menyeret adiknya keluar dari gedung itu. Nyonya Zhao terlihat bingung kenapa pengusaha dari Yangzhou ini keluar lagi sebelum operanya dimulai. Yinlan bergegas menyusul. Jing Xuan memasukkan Pangeran Chi ke dalam kereta kuda, bersiap menginterogasinya di dalam sana. Saat A-Yao hendak membantu Yinlan naik ke dalam, Yinlan mengangkat tangannya, “Biarkan mereka mengobrol dulu, A-Yao. Lebih baik kita berkeliling di dekat sini sambil men
Beruntung, hari ini Balai Opera Jiulu sedang memiliki opera besar. Orang-orang di pinggir jalan membicarakannya. Bahwa itu adalah karangan Guru Bai Hua dari kelompok opera besar di Kota Qingzhou. Bai Hua datang ke Ibu Kota bersama tiga orang muridnya atas undangan Kekaisaran pada saat acara perayaan tahun baru beberapa hari yang lalu. Tapi insiden itu membuat penampilan mereka dibatalkan begitu saja. Ada banyak warga yang menyayangkan kegagalan itu.Jadi, pengelola Balai Opera Jiulu mengundang mereka untuk tampil atas izin pejabat pemerintah. Biaya pun ditanggung pemerintah untuk menebus pembatalan yang tiba-tiba itu. Mereka dijadwalkan akan tampil sore ini hingga malam hari di panggung opera utama Balai Jiulu. Meski banyak yang menyayangkan karena Shangguan Yan tidak berpartisipasi dalam pertunjukan besar ini, mereka tetap menantikannya dengan antusias. Kereta kuda berhenti di depan Balai Opera Jiulu, A-Yao membuka tirai di pintu, kepalanya melongok ke dalam, “Yang Mulia, apakah
Ketika hari semakin siang, hujan salju berhenti, menyisakan kesiur angin yang dingin menusuk kulit dan langit berwarna abu-abu yang suram. Jing Xuan duduk di dekat jendela, Yinlan berada di pangkuannya. Jing Xuan memeluknya dengan erat, mengusir hawa dingin ini. “A-Yin, apakah kau sungguh tidak merindukan orang tuamu?” Jing Xuan tiba-tiba menceletuk. Memilih untuk membahas hal yang selama ini selalu ia hindari. Yinlan tidak memberikan jawaban, menyandarkan kepalanya pada dada bidang Jing Xuan, terlihat menghela napas pelan. “Maksudku adalah, kita akan menikah, tapi kau tidak pernah memintaku untuk datang kepada mereka untuk meminta restu. A-Yin, apakah hubunganmu dengan mereka baik-baik saja?” Jing Xuan bertanya lebih lembut. Ia takut pembahasan ini ternyata melukai hati Yinlan. Jika mengingat hubungan Yinlan dengan Qingyan yang memang tidak pernah akur, Jing Xuan tiba-tiba saja menebak kalau Yinlan memang tidak dekat dengan keluarganya. “Jing Xuan …, kamu mengetahuinya lebih ba
Salju turun sangat lebat esok paginya. Menyelimuti seluruh Ibu Kota dengan warna putih. Juga Istana Guangping. Yinlan menghela napas kesal. Memeluk tubuhnya sendiri. Berdiri di depan jendela, menatap halaman kediamannya yang tertutup salju. Salju yang lebat sangat membosankan ketika hampir tiba di penghujung musim dingin. Belum lagi, hari ini seharusnya Pengurus Etiket Lu akan menjemputnya untuk belajar Etika Pernikahan Keluarga Kekaisaran.Tapi dengan salju selebat ini, dia malas keluar rumah, berharap bisa duduk di kediaman sambil menyulam atau melukis. Jing Xuan menutup pintu kamar, meletakkan payung di samping pintu, kemudian menghampirinya. “A-Yin.” Panggilnya, melingkarkan lengan di pinggangnya, memeluk dari belakang. “Rapat rutinnya sudah berakhir?” tanya Yinlan. Jing Xuan mengangguk, meletakkan dagunya di atas pundak Yinlan. “Ini sudah pukul sembilan, tentu saja sudah berakhir.”Yinlan mendengus. “Pengurus Etiket Lu sungguh terlambat.” “Hari ini, kamu tidak perlu belaja
“Omong-omong, A-Yin. Bolehkah aku bertanya sesuatu?” Dalam perjalanan kembali ke kamar, Jing Xuan tiba-tiba bertanya. Yinlan diam, menyuruhnya melanjutkan pertanyaan. “Soal penawar yang kamu berikan padaku …, sejak awal aku penasaran, itu penawar apa?” Jing Xuan melihat ke arahnya. Yinlan terdiam dengan wajah separuh tegang separuh cemas. Dia ingin mengatakan yang sebenarnya, tapi hatinya memintanya untuk merahasiakannya. “Itu, aku kurang tahu. Aku mendapatkannya dari Xi Feng.” Yinlan tersenyum kikuk. Jing Xuan tidak bertanya lagi. Mereka memasuki halaman istana tanpa bicara. Di ruang makan, sejumlah hidangan telah tersedia. Zhu Yan bilang itu baru disiapkan beberapa menit sebelum Yinlan sampai. Mereka masih mengepulkan uap. Jing Xuan menyeret kursi yang akan diduduki oleh Yinlan. Dengan penuh perhatian, bahkan menyiapkan makanan untuknya. Jing Xuan tersenyum tipis, “Sebenarnya aku tidak pandai menyenangkan hati wanita. Ini pertama kalinya aku benar-benar berperan seperti suami