Xian Ling menunggang kuda secepat angin, mantel perangnya berkibar di belakang. Pasukan kecil yang ia pimpin mengikuti dengan kesetiaan yang tak tergoyahkan. Wajah mereka dipenuhi tekad, meskipun ketakutan membayang di mata mereka. Di depan, Desa Fenghuang sudah tampak dari kejauhan, dikelilingi oleh kabut tipis yang mencurigakan.“Kita hampir sampai,” gumam Xian Ling, matanya tajam mengawasi cakrawala. Ia merasakan ada sesuatu yang salah. Udara terlalu dingin, terlalu sunyi. Bahkan burung-burung seakan enggan berkicau di atas tanah yang akan menjadi medan pertempuran.“Putri Mahkota, kita mendekati perbatasan,” lapor seorang prajurit yang berlari mendekat, suaranya gemetar. “Kabarnya, pasukan Necromancer membawa makhluk-makhluk kegelapan bersama mereka.”Xian Ling menarik napas panjang, menenangkan dirinya. “Kita akan menghentikan mereka di sini. Tidak ada yang boleh melewati Desa Fenghuang.”Saat mereka memasuki desa, bau kematian memenuhi udara. Rumah-rumah kosong, pintu-pintu yang
Xian Ling berdiri terpaku, tatapannya tertuju pada Zhang Long, pria muda dengan tatapan tenang dan kehadiran yang memancarkan aura kekuatan luar biasa. Seruling Hitam kini berada di tangannya, tampak menyatu dengan kepercayaan dirinya yang menggetarkan jiwa.“Apa kau benar-benar bisa menggunakan Seruling Hitam ini?” tanya Xian Ling, masih merasakan arus energi yang baru saja ia alami saat memegang seruling itu.Zhang Long hanya tersenyum tipis. “Aku telah lama berlatih dengan senjata ini. Jangan khawatir, Tuan Putri. Kegelapan tidak akan menang hari ini.”Panglima Xian Heng yang berdiri di sampingnya menepuk bahu keponakannya. “Ling’er, ini adalah hasil dari perjalanan panjangku. Zhang Long adalah pendekar terbaik dari Negeri Ming, seorang kultivator yang mampu mengendalikan kekuatan Seruling Hitam. Dengan bantuannya, kita punya harapan untuk menang.”Necromancer, yang tubuhnya diselimuti api gelap yang meliuk-liuk seperti ular, tertawa dingin. “Pendekar baru? Seruling itu tidak akan c
Makhluk lava bersayap kegelapan itu melayang di udara, tubuhnya memancarkan panas yang membakar tanah di bawahnya. Suaranya menggelegar, seperti ribuan petir yang saling bersahutan. Naga Hitam mengeluarkan raungan balasan, menegaskan keberadaannya di tengah kegelapan yang menyesakkan.Zhang Long berdiri tegak di atas punggung Naga Hitam, Seruling Hitam di tangannya berkilauan dengan aura magis. Dengan ketenangan yang tidak biasa, ia kembali meniupkan nada, kali ini dengan irama yang mengguncang udara di sekelilingnya.“Ling’er, mundurlah sekarang juga! Ini bukan medan untukmu!” teriak Panglima Xian Heng sambil melindungi Xian Ling dengan auranya.Namun, Xian Ling menggeleng keras. “Tidak, aku tidak akan meninggalkan kalian! Jika kita kalah, tidak ada tempat untuk mundur lagi!”Di langit, makhluk lava itu meluncurkan serangan mematikan—sebuah gelombang api hitam yang berputar seperti tornado, mengarah langsung ke Naga Hitam. Zhang Long tidak gentar. Ia meniupkan serulingnya dengan inte
Pusaran energi dari Seruling Hitam berubah menjadi gelombang cahaya pekat yang memancar ke segala arah. Necromancer terdiam sejenak, matanya menatap Xian Ling dengan campuran rasa heran dan ancaman.“Aku tidak percaya…” gumamnya pelan, sebelum menyeringai lebar. “Jadi kau yang terpilih? Menarik. Sangat menarik!”Xian Ling, dengan tangan gemetar namun tekad yang kokoh, meniupkan nada berikutnya. Suara seruling itu menggema seperti nyanyian kuno yang menggetarkan jiwa, membuat tanah bergetar dan udara seolah dipenuhi energi yang hidup.Panglima Xian Heng menatap keponakannya dengan mata melebar. “Ling’er… Nada itu… itu bukan sekadar mantra pelindung! Kau telah membangkitkan sesuatu yang lebih besar!”Zhang Long yang terluka, bersandar pada pedangnya, mengangguk lemah. “Aku tahu dia bisa melakukannya… tapi ini terlalu cepat. Ling’er belum siap untuk menghadapi apa yang akan datang.”Dari pusaran energi itu, sosok besar mulai terbentuk. Awalnya kabur seperti bayangan, namun semakin nyata
Langit di atas medan perang mulai cerah kembali, perlahan mengusir kabut pekat yang ditinggalkan oleh kekuatan Necromancer. Tubuh-tubuh makhluk kegelapan, yang sebelumnya meluluhlantakkan barisan para prajurit, kini berguguran menjadi abu, seiring dengan lenyapnya sang pencipta mereka. Para prajurit yang masih berdiri memandang sekitar dengan napas tersengal, beberapa saling menatap dengan mata penuh kelegaan dan kesedihan. Di sekeliling mereka, suara erangan para korban dan desahan angin yang membawa aroma darah menciptakan suasana sunyi yang mencekam.Panglima Xian Heng, dengan baju zirahnya yang kini ternoda darah dan tanah, mengusap keringat di dahinya. "Kita tidak boleh berpuas diri. Kehancuran Necromancer ini hanya sementara. Jika dia kembali, kita akan menghadapi kekuatan yang sama atau bahkan lebih dahsyat." Suaranya tegas, namun ada getaran kecil yang mengisyaratkan rasa gentar.Dia menoleh ke arah Xian Ling, Putri Mahkota yang berdiri di dekatnya dengan seruling hitam di tan
Langkah kaki Xian Heng dan Putri Xian Ling menggema di sepanjang koridor Aula Langit. Pilar-pilar besar berlapis emas memantulkan cahaya matahari yang masuk dari jendela tinggi, menciptakan bayangan-bayangan megah di lantai marmer yang dingin. Di ujung aula, Kaisar Xian Shen duduk di atas takhta yang megah, diapit oleh dua patung naga emas yang tampak seperti hidup. Para menteri dan pejabat istana berdiri berjajar di sisi kiri dan kanan ruangan, diam dalam hormat.Xian Heng berlutut di hadapan Kaisar, membungkukkan badan hingga dahinya hampir menyentuh lantai. Suara lantangnya menggema di aula. "Lapor, Baginda! Necromancer telah berhasil diusir dari wilayah kita. Namun, makhluk kuno ini kemungkinan akan kembali, meski waktunya belum bisa kami pastikan."Kaisar Xian Shen memandang Panglima setianya dengan senyum lembut, matanya penuh kebanggaan. "Bangunlah, Xian Heng. Aku tidak pernah meragukanmu," katanya, suaranya dalam namun penuh kehangatan.Xian Heng berdiri perlahan, tangan masih
Langit pagi terlihat biru cerah, dengan awan putih yang melayang perlahan di atas istana Dinasti Xian. Di balkon pribadinya, Xian Ling berdiri dengan tatapan kosong mengarah ke taman istana yang penuh bunga bermekaran. Angin lembut membawa aroma mawar dan melati, namun tidak mampu menghapus rasa enggannya. Di dalam hatinya, ia masih memprotes keputusan ayahnya yang memintanya menghadiri ulang tahun Pangeran Han Zhin. Namun, melihat senyum ayahnya yang jarang muncul sejak kematian ibunya, ia merasa tidak punya pilihan lain."Apa ayah ada tujuan lain ya selain memintaku hadir di ulang tahun Pangeran Han ini?" gumam Xian Ling. Saat langkahnya memasuki ruang makan pribadi istana, Kaisar Xian Shen sudah menunggunya di meja panjang berlapis emas. Pancaran wajah cerah Kaisar membuat suasana ruangan yang biasanya dingin terasa lebih hangat. "Terima kasih, Ling’er," ujar Kaisar dengan suara penuh kasih, sambil menatap putrinya dengan bangga."Terima kasih apa, ayah?" tanya Xian Ling."Kamu s
Langit Negeri Han yang cerah dipenuhi suara lonceng dan nyanyian rakyat, merayakan ulang tahun Pangeran Han Zhin. Bendera-bendera merah berkibar di setiap sudut istana, menggambarkan kejayaan dan kemakmuran. Di alun-alun utama, persiapan untuk Turnamen Bela Diri berlangsung dengan hiruk-pikuk. Para pekerja sibuk mendirikan panggung utama dengan ukiran naga emas, simbol kebesaran Kerajaan Han, sementara deretan pedang dan tombak dipajang sebagai penghormatan pada para pendekar yang akan bertanding.Turnamen ini menjadi topik hangat di seluruh negeri. Hadiah utama, Kitab Shaolin Kuno dan Kitab Kultivasi Surga, membuat semua pendekar dan kultivator terbaik datang dari penjuru dunia. Tidak hanya kitab itu, emas melimpah sebagai hadiah tambahan membuat para peserta rela mempertaruhkan nyawa demi kejayaan.Di istana, Putri Xian Ling berjalan di sepanjang koridor dengan gaun sutra biru keperakan yang mengalir seperti air, menyatu dengan angin sepoi-sepoi. Wajahnya tampak tenang, tetapi pikir
Kaisar Xian Shen berdiri di balkon istananya, memandang luas ke arah cakrawala Benua Timur yang terbentang di hadapannya. Angin sepoi-sepoi membawa aroma tanah dan dedaunan, namun hatinya bergolak dengan amarah yang membara. Para raja di bawah kekuasaannya telah mengabaikan panggilannya untuk bersatu dalam pertempuran penting, meninggalkan kekaisaran dalam keadaan rentan.Raja-raja ini lebih mementingkan wilayahnya sendiri dan menolak untuk mengirim pasukan ke East City untuk meredam invasi dai Necromancer beserta asukannya yang ingin menghancurkan Dinasti Xian."Bagaimana mungkin mereka berani mengkhianati kepercayaan dan sumpah setia mereka?" gumamnya dengan suara bergetar, tinjunya mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih.Dengan tekad yang tak tergoyahkan, Kaisar Xian Shen memerintahkan pengerahan pasukan besar untuk menaklukkan semua kerajaan yang membangkang. Satu per satu, kerajaan-kerajaan itu ditundukkan dan diubah menjadi distrik provinsi yang langsung berada di bawah
Awan kelam menggulung di langit malam, kilatan petir menyambar tanpa ampun, menerangi medan pertempuran yang dipenuhi jeritan dan denting senjata. Di tengah kekacauan itu, Necromancer Agung melangkah maju, jubah hitamnya berkibar liar, mengeluarkan semburan energi gelap yang membangkitkan pasukan mayat hidup dengan rintihan mengerikan.Kaisar Xian Shen berdiri di garis depan, matanya menatap tajam ke arah musuh. "Pasukan Dinasti Xian, jangan gentar! Pertahankan tanah air kita!" serunya, suaranya menggema di antara deru pertempuran.Di sampingnya, Panglima Xian Heng menghunus pedangnya, kilauan tajam memantulkan cahaya petir. "Majulah! Hancurkan mereka!" teriaknya, memimpin serangan langsung ke barisan mayat hidup.Sun Wu Long, dengan pedang spiritualnya, mengeluarkan mantra api yang membakar musuh-musuhnya menjadi abu. "Kekuatan elemen akan membersihkan kegelapan ini!" katanya, semburan api memancar dari tongkatnya, menerangi medan perang.Sakuntala Dewa, dengan gerakan anggun, memang
Gong perang berdentang nyaring, suaranya menggema hingga ke sudut-sudut Pelabuhan East City. Di bawah langit yang mulai gelap, ribuan prajurit Dinasti Xian bergegas mengenakan baju zirah yang berkilauan di bawah cahaya obor. Mereka membentuk barisan kokoh di sepanjang tembok kota, tombak-tombak terangkat tinggi, busur-busur siap dengan anak panah yang mengarah ke cakrawala, sementara katapel raksasa diisi dengan batu-batu besar yang dilumuri minyak, siap dilemparkan.Di atas mereka, Naga Vikrama melayang gagah, sayapnya yang luas membelah angin malam. Raungannya menggetarkan hati, mata tajamnya memantau setiap gerakan di bawah.Di kejauhan, pasukan Kegelapan mulai tampak seperti gelombang hitam yang mendekat. Barisan Orc dengan armor berat berderap maju, langkah mereka mengguncang tanah. Di samping mereka, Dark Dwarf mengoperasikan mesin perang besar—menara pengepung dan katapel raksasa yang mampu meruntuhkan tembok dalam satu serangan. Para Necromancer berjubah hitam mengangkat tanga
Langit di atas Pelabuhan East City mendadak gelap. Awan hitam pekat bergulung-gulung, seakan-akan hendak menelan kota dalam kegelapan abadi. Angin kencang berdesir tajam, menerbangkan debu dan menerjang ombak hingga membantingnya ke tebing-tebing batu dengan suara gemuruh. Para penjaga di menara pengawas, yang tadinya berjaga dengan santai, kini menegang. Salah satu dari mereka nyaris menjatuhkan tombaknya saat melihat bayangan besar melayang di antara awan."NAGA!" teriak seorang prajurit dengan suara melengking, segera meraih palu besar dan membunyikan lonceng tanda bahaya. Dentang logamnya menggema ke seluruh pelabuhan, mengguncang ketenangan kota ini.Di atas punggung Naga Vikrama, Xian Ling berdiri dengan gagah. Rambut panjangnya menari liar ditiup angin, sementara jubah putihnya berkibar seperti bendera perang yang mengancam. Matanya menyala penuh keyakinan. Di belakangnya, Sakuntala Dewa dan Sun Wu Long duduk waspada, jari-jari mereka sudah menggenggam gagang senjata, siap mena
Pertempuran di Lembah Iblis benar-benar di luar dugaan Xian Ling. Angin dingin menyapu lembah, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang gugur. Suara dentingan senjata dan teriakan pertempuran masih terngiang di telinganya. Xian Ling berdiri di tengah medan yang porak-poranda, napasnya tersengal, sementara matanya menyapu sekeliling dengan penuh kewaspadaan.Ia tidak berhasil mendapatkan informasi mengenai Mahasura Arya, Pendekar Dewa Naga yang diyakini oleh Kitab Nirvana Surgawi mampu menyelamatkan Benua Timur dari kehancuran. Kekecewaan menyelimuti hatinya, seperti kabut tebal yang menutupi pandangannya.Bahkan, ia juga tidak mengetahui mengapa Qirani dan Qirana terjerumus ke dalam kegelapan dan menentangnya, padahal ia sama sekali belum pernah bertemu dengan pemimpin Lembah Iblis ini. Pengkhianatan mereka menusuk hatinya lebih dalam daripada luka fisik yang ia derita."Tuan Putri, apakah kita akan melanjutkan perjalanan kita di Benua Selatan ini?" tanya Sun Wu Long, suaranya penu
Sakuntala dan Sun Wu Long yang dikepung oleh puluhan murid Perguruan Lembah Iblis mulai merasakan kesulitan menghadapi mereka. Sakuntala memutar tongkatnya dengan kecepatan luar biasa, menciptakan badai angin yang menghantam musuh-musuhnya, melempar mereka ke segala arah. Sun Wu Long bergerak seperti bayangan, pedangnya menari-nari, memotong setiap lawan yang mendekat dengan presisi mematikan.Tiba-tiba, dari balik kabut tebal yang menyelimuti medan pertempuran, muncul sosok tinggi dengan aura gelap yang menakutkan. Dia adalah Panglima Kegelapan, tangan kanan Qirana, yang dikenal karena kekejamannya. Dengan satu gerakan tangan, dia memanggil makhluk-makhluk bayangan yang langsung menyerbu ke arah Sakuntala dan Sun Wu Long.Sakuntala mengerutkan kening, menyadari ancaman baru ini. "Wu Long, kita harus bekerja sama untuk mengalahkannya!" Sun Wu Long mengangguk, dan mereka berdua bergerak serentak, menyerang Panglima Kegelapan dengan kombinasi serangan yang terkoordinasi. Namun, Panglima
Xian Ling meluncur ke udara, tubuhnya berputar seperti bidadari yang berputar turun dari kahyangan, pedangnya berkilau saat menyapu gelombang energi hitam yang dilemparkan Qirana. Dentuman keras menggelegar, menggetarkan tanah di bawah mereka, seakan seluruh lembah bergetar dalam gemuruh kekuatan yang saling bertabrakan. Getaran itu merembet hingga ke tulang, mengusik kedamaian yang hanya ada dalam sekejap sebelum kekuatan itu menghancurkan segalanya.Qirana melesat ke samping, tubuhnya membengkok dalam kecepatan luar biasa, lengan kirinya bergerak dengan gesit, menciptakan lingkaran cahaya hitam yang menyelimuti tangannya. Dengan satu gerakan cepat, lingkaran tersebut berubah menjadi pedang energi yang berkilau tajam, siap meluncur menembus langit.“Kau hanya mengulur waktu, Xian Ling!” seru Qirana, suaranya penuh ejekan, terdengar seperti suara angin dingin yang berbisik. Senyumannya terlukis sinis di wajahnya, seakan kemenangan sudah ada di ujung jari. “Sejak Mahasura menghilang, k
Angin kencang bertiup membuat pakaian mereka berkibar-kibar. Langit yang kelam seakan menelan cahaya matahari, menciptakan bayangan-bayangan mencekam di antara pepohonan yang melingkupi Desa Naga. Aroma tanah basah bercampur bau logam menyelubungi udara, menambah kesan bahwa akan ada kejadian yang buruk di tempat tujua mereka."Apa kita tetap akan masuk ke Lembah Iblis, Tuan Putri?" tanya Sakuntala, suaranya mengandung kegelisahan. Mata tajamnya memandang jauh ke depan tempat Lembah Iblis berada, seolah-olah mengawasi mereka dari kejauhan. Ia merasa bahwa pencarian Pendekar Dewa Naga ini hanya akan membawa mereka ke jalan buntu. Namun, membawa pulang Naga Vikrama adalah keuntungan besar bagi Benua Timur.Xian Ling menoleh, sorot matanya tegas. "Aku harus mengetahui nasib Pendekar Dewa Naga. Ramalan Artie hanya menyebutkan bahwa Mahasura Arya akan berperan penting dalam menyelamatkan Benua Timur dari kehancuran. Aku sengaja menyimpan ramalan ini agar kerajaan-kerajaan di bawah Kekaisar
Ki Seno menggelengkan kepalanya perlahan. Sorot matanya tajam namun menyiratkan keteguhan yang tak tergoyahkan."Aku tak tahu di mana Mahasura sekarang," ucapnya dengan suara berat, nyaris berbisik. "Tapi aku yakin ia masih hidup!"Xian Ling menatap Ki Seno dengan penuh tanda tanya. Tiba-tiba, pikirannya menangkap sesuatu yang terpendam di benaknya."Kata Chandani, Ki Seno selalu pergi ke Gunung Awan Putih setiap pagi... Apa yang Ki Seno lakukan di sana?" tanyanya, suaranya dipenuhi rasa ingin tahu.Ki Seno tertawa kecil, nada misterius tersemat di dalamnya. "Hahaha... Kau ingin tahu? Tapi berjanjilah untuk menjaga rahasia ini!"Tanpa menunggu jawaban, tubuh Ki Seno melesat, ringan bak sehelai daun yang ditiup angin. Kakinya nyaris tak menyentuh tanah saat ia berlari dengan ilmu meringankan tubuh. Bayangan tubuhnya berkelebat di antara pepohonan, mendaki gunung dengan kecepatan yang mencengangkan.Xian Ling, Sun Wu Long, Sakuntala, dan Chandani segera menyusul. Sun Wu Long, meski memi